Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 22 Part 2
Aku tidur
selama dua hari, dan selagi tertidur, banyak kenangan kembali padaku.
Aku menyadari
saat Qing Cang keluar dari Lonceng Dong Huang lima ratus tahun yang lalu, dan
aku menggunakan segala yang kumiliki untuk menyegelnya kembali, bukan seperti
yang dikatakan oleh Ayah dan Ibu padaku; aku tidak hanya tidur lelap di gua
rubah selama dua ratus dua belas tahun. Sebaliknya, Qing Cang menyegel energi
abadiku dan menurunkanku ke Gunung Jun Ji di Dataran Timur.
Tanpa
mengetahuinya, selama ini sebenarnya aku adalah Su Su.
Ibu Buntalan.
Manusia yang
melompat dari Zhu Xian Tai.
Aku sering
bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa ujian yang kuhadapi untuk naik
tingkatan menjadi Dewi Agung begitu lunaknya. Aku bertarung dengan Qing Cang,
tidur selama dua ratus dua belas tahun, dan terbangun sebagai seorang Dewi
Agung.
Saat terbangun
di gua rubah tiga ratus tahun yang lalu, aku takjub ketika menemukan bahwa jiwa
primordialku berubah dari cahaya putih bersinar menjadi cahaya emas bersinar
dan menduga kalau ini adalah kebaikan hati yang dianugerahkan padaku oleh si
Tua Takdir. Aku sangat berterima kasih pada si Tua Takdir itu karena menjadi
makhluk yang murah hati.
Aku sama sekali
tak menyangka bahwa pertarunganku dengan Qing Cang hanyalah sebuah pembuka dari
ujian resmiku yang mengirimku menaiki tingkatan Dewi Agung. Bukan hanya aku
kehilangan cinta sejatiku, tetapi juga mataku. Jika Qing Cang tidak menyegel
jiwa primordialku, saat aku melompat dari Zhu Xian Tai, aku pasti akan
kehilangan semua penempaan energi spiritualku juga.
Si Tua Takdir
selalu tahu dengan tepat apa yang dilakukannya. Murah hati? Murah hati? Darimananya murah hati! Akhirnya aku paham,
kenapa di Qing Qiu, Ye Hua tampak sering kali terlihat ingin mengatakan sesuatu
padaku, tetapi setelahnya menghentikan dirinya sendiri.
Aku memahami
hal aneh yang dapat kuingat samar sewaktu mendengarnya berkata di malam kami
menginap di penginapan dunia manusia: “Aku berharap agar kau mengingatnya, dan
juga berharap kau tak pernah mengingatnya.”
Itu bukanlah
mimpi ataupun halusinasi. Semuanya lengkap dan masuk akal. Ye Hua bersalah
padaku dulu, dan ia benar-benar mengecewakanku.
Ia mungkin
tidak pernah mengerti kenapa aku meninggalkan Buntalan di melompat dari Zhu
Xian Tai.
Longsoran
kenangan tiba-tiba saja berguling di dalam benakku. Semua hari menyedihkan dari
tiga ratus tahun tahun yang lalu terasa sesegar baru saja terjadi kemarin. Aku
tidak peduli tentang apa yang dilakukan atau tidak dilakukannya dengan alasan
demi melindungiku ketika aku adalah manusia biasa; ataupun aku sedang dalam
kondisi pikiran yang baik untuk berpikir.
Saat terbangun
dari mimpi ini, yang kuingat adalah tiga tahun penuh malam sepi yang kuhabiskan
di kediamanku, selagi semua harapan berangsur dihancurkan. Aku dikuasai
kesedihan sepi ini. Selama tahun-tahun itu, aku begitu tak berdaya dan diliputi
kesedihan.
Aku menyadari
dalam benak ini, akan sulit untuk menikahi Ye Hua di bulan Oktober, tetapi aku
tahu aku masih mencintainya. Tiga ratus tahun yang lalu, ia benar-benar
kebingungan dan membingungkanku, dan sekarang ia melakukannya lagi. Ini pasti
adalah hukum karma dari sesuatu di masa laluku.
Aku masih
mencintainya—aku tidak bisa mengendalikan apa yang dirasakan hatiku—tetapi
kejadian-kejadian semasa tiga ratus tahun yang lalu seperti sebuah penghalang
yang tak bisa kuloncati. Aku tak mampu memaafkannya atas apa yang telah
dilakukannya.
Mi Gu
membawalan air untuk membasuhku.
Ia memerhatikanku
sejenak sebelum berkata, “Gu Gu,
apakah kau mau kubawakan anggur lagi?”
Aku meletakkan
tangan di wajahku, mengusapnya, dan langsung basah kuyup.
Mi Gu
membawakan lebih banyak anggur. Selama sesi minum-minumku yang terakhir, aku
menghabiskan tujuh atau delapan guci, yang kuduga adalah semua simpanan milik
Kakak Keempat. Sudah jelas ada lebih banyak lagi dari yang kukira di pondok
jerami, selagi tiba-tiba saja Mi Gu memunculkan lima atau enam guci lagi.
Aku akan minum
sampai pingsan. Segera setelah terbangun, aku akan minum lagi. Aku minum dan
tidur, minum dan tidur, menghabiskan tiga atau empat hari siklus menjemukan. Di
hari kelima, aku terbangun saat senja, melihat Mi Gu duduk di kamarku, mengerutkan
dahinya risau memandangiku.
“Kau sudah
menghabiskan semua anggur dari gudang anggur sekarang. Sudah saatnya kau mulai
mengurusi dirimu, Gu Gu.”
Mi Gu sangat
mencemaskanku. Tak ada yang salah padaku secara fisik; aku hanya kekurangan
tenaga. Aku tak seburuk Feng Jiu ketika ia patah hati, setelah beberapa kali
minum, biasanya ia akan muntah-muntah. Aku sudah cukup latihan minum anggur
hingga membentuk toleransi yang bagus.
Tanpa adanya
alkohol kuat untuk menenggelamkan diri, aku mulai mendapatkan kembali
kejernihan pikiranku. Dalam keadaan setengah jernih ini, aku teringat akan
sesuatu yang penting, harus kuingat apa pun yang terjadi. Mataku masih ada di
rongga mata Su Jin. Aku harus mendapatkan mereka kembali.
Su Jin
memanfaatkan keadaan tak berdayaku saat aku sedang menjalani ujian percintaan
dan mencuri mataku. Sekarang, karena ujianku sudah berakhir, aku rasa tak
pantas baginya, masih berkeliaran dengan mataku. Pemikiran tentang mataku di
wajahnya sungguh membuatku tidak nyaman.
Aku memanggil
kipas Kunlun-ku dan berdiri di depan cermin, membuat diriku tampak lebih
pantas. Warna kulitku sedang tidak dalam keadaan yang baik, dan agar tidak
terlalu mempermalukan Qing Qiu, aku putuskan untuk membuka sekaleng pemerah
pipi dan mengoleskan sedikit ke pipiku.
***
Bersinar penuh
cahaya, aku menuju Jiu Chong Tian. Aku melemparkan satu mantra untuk melewati
para penjaga di Pintu Gerbang Selatan Langit dan langsung menuju Aula Chang He
di Istana Xi Wu: kediaman Su Jin.
Sebagai seorang
selir panutan, ia menikmati hidup yang sangat nyaman, dan ia sedang berbaring
di atas sebuah ranjang megah dengan mata terpejam saat aku masuk. Sewaktu aku
berada di hadapannya, aku membuat diriku terlihat, menyebabkan si dayang yang
baru saja masuk untuk menuangkan teh pun memekik terkejut. Mata si selir
panutan pun terbuka, dan ia sedikit waspada saat melihatku.
“Dewi Agung,
Anda menakutiku dengan datang seperti ini,” katanya, walaupun cara bicaranya
yang tenang dan santai selagi berbalik dan kembali berbaring di ranjang
tidaklah sesuai dengan ucapannya.
Aku duduk di
pinggirnya.
Ia pun
tersenyum lebar dan berkata, “Aku mencoba menebak mengapa Anda datang kemari.
Aku bayangkan, itu pasti untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan terbaru
Pangeran. Jika Anda ingin mendengar soal Pangeran ....” Ia menjeda, dan
senyumnya pun makin lebar.
“Su Su menjaga
Pangeran dengan sangat baik di dunia manusia, dan Pangeran pun menjaganya
dengan sangat baik sebagai balasannya.”
Senyum
menjijikkan di wajahnya tampak aneh, bertentangan dengan mata baik berbinarnya.
Aku mengelus permukaan kipas Kun Lun dan mencoba memperlihatkan toleransi di
wajahku.
“Yah, kalau memang demikian, itu jelas
hal yang baik, ada ia di sana bersama Ye Hua. Benar-benar membuatku tenang ada
dirimu di sini untuk mengurusi Ye Hua. Alasan aku kemari hari ini adalah karena
sekarang giliranku mengurusimu.”
Ia memandangiku
curiga, dan aku menanggapi dengan senyum datar.
“Kau sudah
menggunakan mataku selama tiga ratus tahun terakhir ini, Su Jin. Apakah kau
menikmatinya?” tanyaku.
Ia mendongakkan
kepalanya tajam, dan aku melihat wajahnya bersemu merah darah sebelum berubah
jadi merah muda, dan setelahnya jadi pucat pasi. Aku memerhatikan dengan penuh
minat selagi ia melewati semua fase warna berbeda ini.
“A-a-apa
katamu?” kicaunya.
Aku membuka
kipasku dan sembari tertawa aku pun berkata, “Tiga ratus tahun yang lalu, aku
melalui sebuah ujian percintaan dan kehilangan mataku. Kau adalah orang yang
mencuri mereka. Setelah kupikirkan baik-baik, kuputuskan untuk kemari dan
mengambilnya lagi. Jadi, apakah kau ingin jadi orang yang melakukan kehormatan
ini, atau haruskah aku yang melakukannya untukmu?”
Ia mundur dua
langkah ke belakang dan menabrak sandaran lengan di ranjang megahnya, walaupun
sepertinya ia tidak menyadarinya.
“Apakah kau ...
apakah kau adalah Su Su?” tanyanya, bibirnya bergetar.
Aku membuka
lebar kipasku, dan dengan sejejak ketidaksabaran merayapi suaraku, aku berkata,
“Jadi, siapa diantara kita yang akan mencungkilnya, kau atau aku?”
Ia memilin
lengan bajunya, matanya tanpa ekspresi. Ia megap-megap beberapa kali, tetapi
tak ada kata yang keluar. Setelah sekian lama, ia pun bersuara, antara tawa dan
isakan.
“Gadis itu ...
ia jelas-jelas adalah seorang manusia. Tidak mungkin ia adalah dirimu.”
Aku memungut
satu cangkir teh dari atas meja, aromanya kuat dan mengepul.
“Apa bedanya ia
manusia atau seorang Dewi Agung?” tanyaku.
“Hanya karena
aku berubah jadi manusia tiga ratus tahun yang lalu dan tidak menyadari apa
yang terjadi padaku, tidak serta merta membuat seorang dewi remeh yang tidak
penting, berhak mengambil mataku dan menipuku hingga lompat dari Zhu Xian Tai.”
Kakinya jadi lemas,
dan ia meringkuk di sisinya.
“Aku ... aku
... aku ....,” mulainya, tetapi ia tak pernah bisa menyelesaikan kalimatnya.
Aku pun
mendekat dan menyentuh rongga matanya.
“Aku cukup
beruntung karena belum lama ini diberikan anggur-anggur enak,” kataku pelan.
“Sayangnya, aku
minum agak kebanyakan dan tanganku masih agak gemetaran. Mungkin tidak akan
terlalu sakit jika kau sendiri yang melakukan prosedurnya.”
Tepat saat aku
baru saja menurunkan tanganku, ia memekik nyaring. Aku membuat sebuah medan
pelindung di depan Aula Chang He untuk mencegah adanya dewa-dewi ataupun para
dayang masuk kemari. Ia begitu panik hingga manik matanya seperti jarum.
Ia menggenggam
tanganku liar, berkata, “Tidak boleh ... kau tidak boleh ....”
Aku
menepuk-nepuk wajahnya dan berkata, “Tiga ratus tahun yang lalu, kau selalu
berpura-pura lemah lembut. Kau selalu bersandiwara begitu. Kau tidak
mengizinkanku melihat yang lain selain sisi lemah lembutmu, kan? Ketika Ye Hua
mencungkil mataku, ia bilang bahwa apa yang diutangkan harus dikembalikan,
tetapi kita berdua sama-sama tahu kisah sebenarnya. Karena kau adalah orang yang
bertanggung jawab atas dicungkilnya mata dari wajahku, dan memindahkannya ke
dalam rongga matamu sendiri, berikan aku satu alasan mengapa aku tidak boleh
mengambil mereka kembali sekarang juga. Kau kira, fakta bahwa kau menggunakan
meraka selama tiga ratus tahun terakhir ini memberimu hak kepemilikan atas
mereka?”
Aku menurunkan
tanganku ke matanya dan melakukannya. Ia menjerit pahit.
Aku
mencondongkan diri ke arah telinganya dan berkata, “Tian Jun menangani apa yang
terjadi tiga ratus tahun yang lalu secara diam-diam. Dan apa yang terjadi hari
ini akan ditangani diam-diam juga. Sekarang, kau sudah membayarkan utang
matamu, tetapi kau masih berutang padaku karena membuatku melompat dari Zhu
Xian Tai.
“Untuk
membayarkan utang ini, kau bisa melompat juga dari sana atau kau bisa mencari
Tian Jun dan memberitahunya kalau kau ingin dipindahkan ke tepi Sungari Ruo,
dimana kau bisa menggunakan kekuatan abadimu yang lemah itu untuk menjaga Qing
Cang di Lonceng Dong Huang, dan kau tak akan pernah kembali lagi ke Kerajaan
Langit.”
Tampaknya ia
sudah kebas. Rasa sakitnya pasti tak tertahankan. Aku pernah mengalami hal yang
mirip, dan menjadi seorang manusia saat itu, aku jauh lebih menderita.
Ia kesulitan
bernapas akibat rasa sakitnya, tetapi ia berhasil memaksakan kata-kata keluar,
“Tidak mungkin aku akan ....”
Itulah: akhir dari
kepura-puraan lemah lembutnya itu. Aku telah memaksanya untuk menunjukkan warna
aslinya. Aku mengangkat wajah bersimbah darahnya dan tertawa.
“Oh? Apakah kau
lebih suka aku pergi menemui Tian Jun dan mengatakannya sendiri secara
langsung? Tetapi, aku adalah tipe orang yang mengatakan satu hal di satu hari
dan hal yang benar-benar berbeda di hari berikutnya. Jika aku berakhir
berbincang dengan Tian Jun, siapa tahu apa yang akan kuberitahukan kepadanya.”
Aku
merasakannya jadi membeku di bawah tanganku, dan ia meringkuk layaknya bola
demi menahan rasa sakitnya.
Aku melafalkan
mantra Buddha: “Karma baik, karma buruk. Hukum alam dari sebab akibat.”
0 comments:
Posting Komentar