Minggu, 23 Januari 2022

3L3W TMOPB - EPILOG

Ten Miles of Peach Blossoms

Epilog

Sumber :

https://hui3r.wordpress.com/2013/05/17/three-lives-three-worlds-epilogue-spoof-on-little-doughs-great-name/

Belakangan ini, A Li merasa agak melankolis.

Ibunya sedang mengandung bayi kecil, jadi ia berkonsentrasi menjaga kesehatannya. Saat ia pergi ke kamar tidur ibunya, ia masih tertidur pulas.

Belakangan ini, Ayahandanya tidak seperti sebelumnya, membiarkannya melakukan apa pun yang diinginkannya, selalu saja menekannya untuk mengerjakan PR dan menceramahinya, mengatakan kalau ia akan segera menjadi kakak.

Oleh karena itu, ia harus memberikan contoh yang baik bagi adik lelaki atau perempuannya di masa mendatang. Bahkan, si baik dan pengertian Cheng Yu, sudah dibawa pergi Kakek Ketiga ke gunung para makhluk abadi, Fang Hu Xian Shan, di dunia manusia untuk memberikan khotbah, hasilnya, ia tidak punya seseorang untuk mencurahkan masalahnya.

Buntalan Kecil merasa tidak puas dengan kehidupannya sebagai cicit lelaki Tian Jun.

Ia sudah mempertimbangkan sekian lama dan memutuskan untuk kabur dari rumah. Karena itu, ia mengepak satu buntalan kecil, membawa dua stel pakaian dan juga tiga buah persik yang belum lama dipetik dari kebun persik abadi, untuk dimakan di perjalanan.

Ia membawa tas punggung kecilnya dan pergi ke Gerbang Selatan Langit. Tiba-tiba saja, ia bertanya-tanya, setelah melarikan diri dari rumah, kapan lagi ia akan pulang ke rumah, jadi sebelum pergi, akan lebih baik mengunjungi ibunya untuk terakhir kalinya.

Ia berjalan perlahan menuju bagian luar kamar tidur ibunya.

Sayangnya, pintu masuk utama dijaga oleh beberapa dewa. Hal seperti kabur dari rumah semestinya menjadi urusan rahasia, tidak pantas untuk membesar-besarkannya.

Ia menyentuh dadanya, berpikir sejenak, memutari tempat itu, berjalan menuju jendela, memutuskan untuk memanjati jendela demi melihat ibunya secara diam-diam.

Ia berada di dekat jendela, telinga kecilnya mendengar seseorang sedang berbicara di dalam istana itu. Suara dalam dan rendah itu milik Ayahandanya, yang bernada malas-malasan itu milik ibunya.

Ibunya berkata: “Ai, Ai, barusan ini, si kecil di perutku menendangku, apakah kau ingin menyentuhnya?”

Ayahandanya gembira dan berkata: “Baru berusia tujuh bulan, biasanya masih belum sepenuhnya tumbuh, jadi bagaimana mungkin bayi itu bisa bergerak, saat kau mengandung A Li, apakah ia juga seperti itu?”

Saat Buntalan Kecil mendengar namanya disebut-sebut, ia menajamkan telinganya.

Ibunya berkata: “A Li berperilaku sangat baik, tidak seperti yang satu ini di dalam perutku. Aku ingat, Buntalan Kecil baru mulai bergerak setelah lebih dari dua tahun. Sebelum itu, ia hanya seperti sebutir telur yang tertidur dalam perutku, aku merasa sangat santai. Omong-omong, aku belum melihat Buntalan Kecil selama beberapa hari. Aku punya kabar baik untuknya, setelah mendengarkannya, ia pasti akan sangat senang.”

Hati A Li melonjak kegirangan hingga ia hampir saja ingin memanjati jendela dan melompat ke dalam, tetapi ia menahan dirinya.

Ayahandanya bertanya: “Kabar baik?”

Ibunya segera berkata: “Sebuah kabar baik sebesar langit, Buntalan Kecil hanya dipanggil A Li, ia masih muda, jadi memanggilnya seperti itu tidak akan terasa aneh sekarang, tetapi di masa mendatang, ketika ia sudah dewasa, akan tidak pantas. Selama beberapa hari terakhir ini, aku membaca beberapa buku puisi dan literatur, dan akhirnya menemukan sebuah nama bagus untuknya.”

Hati Buntalan Kecil pun tergetar dan bersemangat, nyaris memperlihatkan dimana tempatnya berada, tetapi ia masih sanggup menahan dirinya.

Ibunya berkata: “Seorang manusia bernama Li He, menuliskan dua barus puisi menarik dan indah, yang sangat kusukai, ‘Awan hitam yang menutupi kota, mengancam membanjiri kota. Sinar pertama dari hari itu berasal dari matahari yang bersinar.’ Kedua baris puisi ini, terutama kata hitam itu digunakan dengan tepat sekali. Juga, para manusia suka menambahkan kata ‘putra’ di belakang nama mereka untuk menunjukkan rasa hormat, aku merasa tradisi ini cukup bagus.”

Ayahanda berkata: “Jadi?”

Ibunya berkata: “Jadi, aku akan memberi Buntalan Kecil sebuah nama bagus, yaitu, Black Son.”

(T/N : Black : hitam. Son : putra. Arti literalnya, ya, putra hitam(?) wkwk. Maafkan ibumu yang luar biasa itu A Li.)

Si Black Son tersandung di tanah.

Ayahandanya merenung: “Nama itu ....”

Ibunya menyela: “Aku sudah memikirkannya selama dua hari, bagaimana menurutmu, kau merasa itu tidak bagus?”

Si Black Son menjerit dalam hati menangisnya: “Tidak bagus, cepatlah katakan tidak bagus, kalau tidak aku akan benar-benar kabur dari rumah, oh, aku benar-benar, sungguh-sungguh akan kabur dari rumah, oh.”

Ayahandanya berpikir sejenak, lalu berkata: “Jika A Li mewarisi takhta di masa mendatang, gelar kehormatannya akan dikenal sebagai Lord Black Son?”

Ibunya pun ikut merenung sejenak: “Lord Black Son ....”

Ayahandanya berkata tulus: “Namanya sangat bagus.”

Si Black Son jatuh ke tanah, merasa kesal.

***

Hari berikutnya, Jiu Chong Tian kacau-balau, semua makhluk abadi dengan semangat menyebarkan beritanya: “Cicit Langit menghilang, katanya kabur dari rumah.”

Black Son yang kabur dari rumah sedang duduk di gua rubah di Qing Qiu.

Paman Keempatnya, Bai Zhen, yang tengah menggigiti jerami pun bertanya padanya: “Sebenarnya, kenapa kau mendadak muncul di Qing Qiu, ayah dan ibumu menganiayamu?”

Mata Black Son dipenuhi air mata, meratapi: “Karena ibu memberiku nama Black Son L

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar