Jumat, 03 Desember 2021

CTF - Chapter 142

Consort of A Thousand Faces

Chapter 142 : Ia Terkejut

Mataharinya sudah meninggi kala Su Xi-er terbangun keesokan harinya, cahaya terang membuatnya sulit membuka matanya.

Su Xi-er mengangkat tangannya, memijat keningnya yang sakit, hanya teringat bahwa ia sampai di Kediaman Pangeran Yun dimana ia ditantang dalam pertandingan minum oleh Ning An Lian.

Ning An Lian mabuk total pada akhirnya, dan aku pun tidak merasa baik juga. Setelah itu, aku tidak bisa mengingat apa-apa. Aku sama sekali tidak ingat bagaimana caranya aku kembali ke kamarku.

Ia mengusap keningnya dengan tangan kanannya beberapa kali. Walaupun ia masih merasa agak pusing, perasaan itu sudah berkurang sekarang.

Su Xi-er mengangkat selimutnya dan mulai bangun, terhenti ketika ia melihat gaun yang dikenakannya. Kain biru itu terpilin dan tergantung di sisi ranjangnya, sementara kerutan di kain itu mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang menekannya.

Apakah aku ditindih oleh seseorang kemarin? Siapa itu? Pei Qian Hao? Saat ia memikirkan ini, Su Xi-er merasa sakit kepalanya kembali.

Ia adalah seorang pria yang sangat arogan. Apakah ia benar-benar membawaku ke ranjangku dan menutupiku dengan selimut tanpa melepaskan pakaianku sementara aku benar-benar mabuk?

Su Xi-er mendesah. Tidak seharusnya aku minum anggur sebanyak itu.

Kemudian, ia pun turun dari ranjang, menuju ke arah lemari pakaian. Tak lama setelahnya, ia melepaskan semua baju lamanya dan mengenakan gaun baru berwarna kehijauan.

Su Xi-er ingin menghilangkan bau alkohol dari gaun birunya. Ia mengikat rambutnya, menjadi sanggulan sederhana sebelum memasukkan gaun biru dan baju lainnya ke dalam baskom kayu, membawa mereka keluar dari kamar.

Ia berjalan ke arah sumur, mengambil seember air, dan berjongkok untuk mencuci bajunya.

Kebetulan sekali si juru masak wanita lewat sini. Ia ingin pergi ke atas dan mengatakan sesuatu pada Su Xi-er, tetapi tidak berani melakukannya. Pangeran Hao sudah menyalahkanku sebelumnya karena meminta Su Xi-er untuk menjahitkan beberapa baju.

Bagaimana kalau Pangeran Hao muncul lagi saat aku naik ke atas dan bicara dengan Su Xi-er? Si juru masak wanita agak ragu. Ia melirik Su Xi-er sekali lagi sebelum memutuskan untuk terus berjalan.

Kebetulan, Su Xi-er mendongak dan menyadarinya sebelum memanggil, "Bibi."

Ketika si juru masak wanita mendengar dirinya dipanggil selembut itu, rasanya seperti angin lembut merasuki hatinya. Jika putriku tumbuh sehat, ia pasti seumuran dengan Su Xi-er. Luar biasa sekali apabila ini adalah putriku yang sedang memanggilku.

"Bibi, apakah kau akan pergi ke dapur belakang?"

Si juru masak wanita berbalik dengan tampang waspada di wajahnya. "Iya, aku akan membereskan sarapan dan menyiapkan makan siang." Sampai di sini, ia mendadak teringat kalau Su Xi-er belum sarapan.

"Apa kau sudah sarapan? Kau harus makan sesuatu di pagi hari. Kelaparan memang hal yang remeh, tetapi tidak baik untuk perutmu."

Su Xi-er tersenyum. "Aku akan menyelesaikan cucianku dulu; aku bangun terlambat hari ini." Jarang sekali ia sampai ketiduran, hanya begini hari ini dikarenakan dirinya terlalu mabuk semalam.

"Aku merebuskan sup pir salju pagi ini. Kemari dan minumlah setelah kau selesai mencuci baju. Nantinya, coba bangun lebih awal juga." Ketika si juru masak wanita selesai berbicara, ia tersenyum dan berlalu.

(T/N : pir salju : sejenis pir Tiongkok dengan kulit kuning, disebut juga pir kuning.)

Su Xi-er memerhatikan sosok menjauh si juru masak wanita dan berpikir bahwa wanita itu bertingkah kaku hari ini. Itu pasti karena terakhir kali Pei Qian Hao menakutinya.

Bahan kainnya dari material yang halus. Aku harus menguceknya pelan-pelan, mencucinya dua kali, kemudian membilasnya dua kali untuk selesai mencucinya.

Su Xi-er menggantungkan bajunya di atas satu batang bambu sebelum berjalan ke dapur belakang.

Ketika si juru masak wanita melihatnya, ia segera mengeluarkan sup pir saljunya. "Hanya tersisa satu mangkuk ini, tetapi tidak ada hidangan pendamping maupun bubur yang tersisa. Minumlah ini, dan kau bisa makan siang dalam empat jam lagi."

Su Xi-er mengangguk dan tersenyum cemerlang. Ia tidak ingin si juru masak wanita jadi canggung di hadapannya karena apa yang terjadi terakhir kali. Ia bisa melihat bahwa si juru masak ini adalah orang yang cukup ramah.

Su Xi-er menyendokkan satu sendok sup pir saljunya dan menyeruputnya pelan-pelan. Rasa manisnya pas. Ia pun memujinya. "Bibi, masakanmu enak; kau bahkan bisa membuka kedai makanan di luar sana."

Si Bibi pun malu mendengarkan ini. "Masakanku tidak bisa dibandingkan dengan makanan di luar sana. Aku hanya akan merugi apabila aku membuka kedai makanan."

"Mana mungkin kau akan merugi? Sup pir salju ini begitu lezat dan manis, tetapi tidak berlebihan. Rumah pos ini digunakan untuk menyambut tamu-tamu terhormat, bahkan Pangeran Hao saja tinggal di sini. Apabila masakanmu tidak enak, mana mungkin mereka menjadikanmu sebagai satu-satunya juru masak di seluruh tempat ini?"

Juru masak wanita mendengarkan ini dan terheran. Masakanku benar-benar tidak selezat itu, tetapi kenapa Pangeran Hao tidak menyalahkanku?

"Bibi, ada apa?"

Kata-kata Su Xi-er membuat si juru masak wanita kembali dari keterguncangannya. "Dikarenakan status Pangeran Hao, kau harus memberi perhatian ekstra pada makanannya. Aku hanya membuatkan makanan rumahan dari pinggiran kota selama beberapa hari ini, tetapi sama sekali tidak disalahkan. Su Xi-er, kau ...."

Sampai di sini, si juru masak wanita cepat-cepat berhenti. Aku tidak boleh bertanya pada Su Xi-er mengenai Pangeran Hao, aku harus ingat apa yang terjadi terakhir kali itu.

"Apa yang kulakukan?" Su Xi-er hampir menghabiskan sup pir saljunya, menurunkan sendoknya seraya tersenyum.

Si juru masak wanita langsung melambaikan tangannya. "Tidak ada. Aku harus pergi dan menyiapkan makan siangnya sekarang." Lalu, ia pun berjalan ke sisi lain dapur.

Sebelum Su Xi-er bisa mengatakan hal lain, satu pengawal dari Kediaman Pangeran Hao tiba. "Su Xi-er, cepatlah pergi ke aula, dan bawakan air panas untuk Pangeran Hao, Pangeran Hao ingin minum air."

Su Xi-er bangkit berdiri. "Bukankah biasanya Pangeran Hao minum teh?"

Si pengawal menggelengkan kepalanya. "Ia hanya mau air hari ini. Cepatlah, Pangeran Hao tidak sabar menunggu."

Setelah mendengarkan itu, si juru masak wanita langsung berujar. "Ada air panas di sini; bawa satu teko kemari dan isilah."

Su Xi-er mengangguk dan membawa satu set cangkir teh dari ruangan lain. Setelah membilas mereka, ia menuangkan air panas ke dalamnya.

Setelah itu, ia berjalan keluar dari dapur belakang dan masuk ke arah aula.

Si juru masak wanita memerhatikan punggung Su Xi-er dengan tatapan cemas. Pangeran Hao selalu memberikan perintah secara terburu-buru. Aku berdoa agar tak terjadi apa pun pada Su Xi-er.

***

Su Xi-er membawakan nampan berisi satu set cangkir teh di atasnya. Setelah ia masuk ke aula, ia menurunkan nampannya di atas meja di satu sisi, kemudian membungkuk ke arah Pei Qian Hao yang sedang duduk di kursi utama. "Hamba memberi hormat pada Pangeran Hao. Air panasnya di sini."

"Bawakan secangkir kemari." Pei Qian Hao menginstruksikan dingin, matanya terfokus pada Su Xi-er. Ia begitu mabuk semalam. Tetapi sudah pulih secepat ini?

Su Xi-er mengikuti perintahnya, membawakan secangkir air kepada Pei Qian Hao. "Hati-hati, masih panas."

Pei Qian Hao mengambil cangkirnya, meniup permukaan airnya dan menyeruputnya. Di antara celah cangkir dan tutupnya, ia melihat ke arah Su Xi-er.

Matanya tenang dan tak terganggu, seolah wanita ini sudah melupakan semua hal tentang tadi malam.

"Su Xi-er, kau mencaci-maki Pangeran ini lagi kemarin." Pei Qian Hao meletakkan cangkir tehnya dan memandanginya sambil lalu.

Su Xi-er terkejut. Aku mencaci-makinya lagi?

"Tampaknya, kau sudah melupakannya. Pangeran ini tidak pernah dicaci-maki oleh orang lain seperti itu. Apa kau tahu, kau memanggil Pangeran ini dengan sebutan apa?"

Su Xi-er tidak merespon. Mana mungkin aku tahu?

"Kau memanggil Pangeran ini dengan sebutan jalang kecil. Apakah kau ingat?" Seluruh wajah Pei Qian Hao menggelap sewaktu ia mendengarkan kata-kata itu. Kalau Su Xi-er tidak sedang mabuk, ia pasti akan menggantungnya dan menghukumnya dengan pukulan.

Su Xi-er tertegun. Tak peduli seberapa linglungnya diriku, tidak mungkin aku menyebutnya jalang kecil. Walaupun ia mesum dan brengsek, aku tidak akan pernah mencaci-makinya seperti itu.

"Sepertinya, kau tidak ingat." Mata Pei Qian Hao menggelap sewaktu ia memerhatikannya diam-diam.

"Apakah kau tahu apa suasana hati Pangeran ini di saat itu?" Pei Qian Hao mempertanyakan lagi, di waktu yang sama, bangkit berdiri. 

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar