Consort of A Thousand Faces
Chapter 142 : Ia Terkejut
Mataharinya
sudah meninggi kala Su Xi-er terbangun keesokan harinya, cahaya terang
membuatnya sulit membuka matanya.
Su Xi-er
mengangkat tangannya, memijat keningnya yang sakit, hanya teringat bahwa ia sampai di Kediaman Pangeran
Yun dimana ia ditantang dalam pertandingan minum oleh Ning An Lian.
Ning
An Lian mabuk total pada akhirnya, dan aku pun tidak merasa baik juga. Setelah
itu, aku tidak bisa mengingat apa-apa. Aku sama sekali tidak ingat bagaimana
caranya aku kembali ke kamarku.
Ia
mengusap keningnya dengan tangan kanannya beberapa kali. Walaupun ia masih
merasa agak pusing, perasaan itu sudah berkurang sekarang.
Su
Xi-er mengangkat selimutnya dan mulai bangun, terhenti ketika ia melihat gaun
yang dikenakannya. Kain biru itu terpilin dan tergantung di sisi ranjangnya,
sementara kerutan di kain itu mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang menekannya.
Apakah
aku ditindih oleh seseorang kemarin? Siapa itu? Pei Qian Hao? Saat ia memikirkan ini, Su
Xi-er merasa sakit kepalanya kembali.
Ia
adalah seorang pria yang sangat arogan. Apakah ia benar-benar membawaku ke
ranjangku dan menutupiku dengan selimut tanpa melepaskan pakaianku sementara
aku benar-benar mabuk?
Su
Xi-er mendesah. Tidak seharusnya aku minum anggur sebanyak itu.
Kemudian,
ia pun turun dari ranjang, menuju ke arah lemari pakaian. Tak lama setelahnya,
ia melepaskan semua baju lamanya dan mengenakan gaun baru berwarna kehijauan.
Su
Xi-er ingin menghilangkan bau alkohol dari gaun birunya. Ia mengikat rambutnya,
menjadi sanggulan sederhana sebelum memasukkan gaun biru dan baju lainnya ke
dalam baskom kayu, membawa mereka keluar dari kamar.
Ia
berjalan ke arah sumur, mengambil seember air, dan berjongkok untuk mencuci
bajunya.
Kebetulan
sekali si juru masak wanita lewat sini. Ia ingin pergi ke atas dan mengatakan
sesuatu pada Su Xi-er, tetapi tidak berani melakukannya. Pangeran Hao
sudah menyalahkanku sebelumnya karena meminta Su Xi-er untuk menjahitkan
beberapa baju.
Bagaimana
kalau Pangeran Hao muncul lagi saat aku naik ke atas dan bicara dengan Su
Xi-er? Si
juru masak wanita agak ragu. Ia melirik Su Xi-er sekali lagi sebelum memutuskan
untuk terus berjalan.
Kebetulan,
Su Xi-er mendongak dan menyadarinya sebelum memanggil, "Bibi."
Ketika
si juru masak wanita mendengar dirinya dipanggil selembut itu, rasanya seperti
angin lembut merasuki hatinya. Jika putriku tumbuh sehat, ia pasti
seumuran dengan Su Xi-er. Luar biasa sekali apabila ini adalah putriku yang
sedang memanggilku.
"Bibi,
apakah kau akan pergi ke dapur belakang?"
Si juru
masak wanita berbalik dengan tampang waspada di wajahnya. "Iya, aku akan
membereskan sarapan dan menyiapkan
makan siang." Sampai di sini, ia mendadak teringat kalau Su Xi-er belum
sarapan.
"Apa
kau sudah sarapan? Kau harus makan sesuatu di pagi hari. Kelaparan memang hal
yang remeh, tetapi tidak baik untuk perutmu."
Su
Xi-er tersenyum. "Aku akan menyelesaikan cucianku dulu; aku bangun
terlambat hari ini." Jarang sekali ia sampai ketiduran, hanya begini hari
ini dikarenakan dirinya terlalu mabuk semalam.
"Aku
merebuskan sup pir salju pagi ini. Kemari dan minumlah setelah
kau selesai mencuci baju. Nantinya, coba bangun lebih awal juga." Ketika
si juru masak wanita selesai berbicara, ia tersenyum dan berlalu.
(T/N
: pir salju : sejenis pir Tiongkok dengan kulit kuning, disebut
juga pir kuning.)
Su
Xi-er memerhatikan sosok menjauh si juru masak wanita dan berpikir bahwa wanita itu bertingkah kaku hari
ini. Itu pasti karena terakhir kali Pei Qian Hao menakutinya.
Bahan
kainnya dari material yang halus. Aku harus menguceknya pelan-pelan, mencucinya
dua kali, kemudian membilasnya dua kali untuk selesai mencucinya.
Su
Xi-er menggantungkan bajunya di atas satu batang bambu sebelum berjalan ke
dapur belakang.
Ketika
si juru masak wanita melihatnya, ia segera mengeluarkan sup pir saljunya.
"Hanya tersisa satu mangkuk ini, tetapi tidak ada hidangan pendamping
maupun bubur yang tersisa. Minumlah ini, dan kau bisa makan siang dalam empat
jam lagi."
Su
Xi-er mengangguk dan tersenyum cemerlang. Ia tidak ingin si juru masak wanita
jadi canggung di hadapannya karena apa yang terjadi terakhir kali. Ia bisa melihat
bahwa si juru
masak ini adalah orang yang cukup ramah.
Su
Xi-er menyendokkan satu sendok sup pir saljunya dan menyeruputnya pelan-pelan.
Rasa manisnya pas.
Ia pun memujinya. "Bibi, masakanmu enak; kau bahkan bisa membuka kedai
makanan di luar sana."
Si Bibi
pun malu
mendengarkan ini. "Masakanku tidak bisa dibandingkan dengan makanan di
luar sana. Aku hanya akan merugi apabila aku membuka kedai makanan."
"Mana
mungkin kau akan merugi? Sup pir salju ini begitu lezat dan manis, tetapi tidak
berlebihan. Rumah pos ini digunakan untuk menyambut tamu-tamu terhormat, bahkan
Pangeran Hao saja tinggal di sini. Apabila masakanmu tidak enak, mana mungkin
mereka menjadikanmu sebagai satu-satunya juru masak di seluruh tempat
ini?"
Juru
masak wanita mendengarkan ini dan terheran. Masakanku benar-benar tidak
selezat itu, tetapi kenapa Pangeran Hao tidak menyalahkanku?
"Bibi,
ada apa?"
Kata-kata
Su Xi-er membuat si juru masak wanita kembali dari keterguncangannya.
"Dikarenakan status Pangeran Hao, kau harus memberi perhatian ekstra pada
makanannya. Aku hanya membuatkan makanan rumahan dari pinggiran kota selama
beberapa hari ini, tetapi sama sekali tidak disalahkan. Su Xi-er, kau ...."
Sampai
di sini, si juru masak wanita cepat-cepat berhenti. Aku tidak boleh
bertanya pada Su Xi-er mengenai Pangeran Hao, aku harus ingat apa yang terjadi
terakhir kali itu.
"Apa
yang kulakukan?" Su Xi-er hampir menghabiskan sup pir saljunya, menurunkan
sendoknya seraya tersenyum.
Si juru
masak wanita langsung melambaikan tangannya. "Tidak ada. Aku harus pergi
dan menyiapkan
makan siangnya sekarang." Lalu, ia pun berjalan ke sisi lain dapur.
Sebelum
Su Xi-er bisa mengatakan hal lain, satu pengawal dari Kediaman Pangeran Hao
tiba. "Su Xi-er, cepatlah pergi ke aula, dan bawakan air panas untuk
Pangeran Hao, Pangeran Hao ingin minum air."
Su
Xi-er bangkit berdiri. "Bukankah biasanya Pangeran Hao minum teh?"
Si
pengawal menggelengkan kepalanya. "Ia hanya mau air hari ini. Cepatlah,
Pangeran Hao tidak sabar menunggu."
Setelah
mendengarkan itu, si juru masak wanita langsung berujar. "Ada air panas di
sini; bawa satu teko kemari dan isilah."
Su
Xi-er mengangguk dan membawa satu set cangkir teh dari ruangan lain. Setelah
membilas mereka, ia menuangkan air panas ke dalamnya.
Setelah
itu, ia berjalan keluar dari dapur belakang dan masuk ke arah aula.
Si juru
masak wanita memerhatikan punggung Su Xi-er dengan tatapan cemas. Pangeran
Hao selalu memberikan perintah secara terburu-buru. Aku berdoa agar tak terjadi
apa pun pada
Su Xi-er.
***
Su
Xi-er membawakan nampan berisi satu set cangkir teh di atasnya. Setelah ia
masuk ke aula, ia menurunkan nampannya di atas meja di satu sisi, kemudian
membungkuk ke arah Pei Qian Hao yang sedang duduk di kursi utama. "Hamba
memberi hormat pada Pangeran Hao. Air panasnya di sini."
"Bawakan
secangkir kemari." Pei Qian Hao menginstruksikan dingin, matanya terfokus
pada Su Xi-er. Ia begitu mabuk semalam. Tetapi sudah pulih secepat ini?
Su
Xi-er mengikuti perintahnya, membawakan secangkir air kepada Pei Qian Hao.
"Hati-hati, masih panas."
Pei
Qian Hao mengambil cangkirnya, meniup permukaan airnya dan menyeruputnya. Di
antara celah cangkir dan tutupnya, ia melihat ke arah Su Xi-er.
Matanya
tenang dan tak terganggu, seolah wanita ini sudah melupakan semua hal tentang tadi malam.
"Su
Xi-er, kau mencaci-maki Pangeran ini lagi kemarin." Pei Qian Hao
meletakkan cangkir tehnya dan memandanginya sambil lalu.
Su
Xi-er terkejut. Aku mencaci-makinya lagi?
"Tampaknya,
kau sudah melupakannya. Pangeran ini tidak pernah dicaci-maki oleh orang lain seperti itu.
Apa kau tahu, kau memanggil Pangeran ini dengan sebutan apa?"
Su
Xi-er tidak merespon. Mana mungkin aku tahu?
"Kau
memanggil Pangeran ini dengan sebutan jalang kecil. Apakah kau ingat?"
Seluruh wajah Pei Qian Hao menggelap sewaktu ia mendengarkan kata-kata itu.
Kalau Su Xi-er tidak sedang mabuk, ia pasti akan menggantungnya dan
menghukumnya dengan pukulan.
Su
Xi-er tertegun. Tak peduli seberapa linglungnya diriku, tidak mungkin
aku menyebutnya jalang kecil. Walaupun ia mesum dan brengsek, aku tidak akan
pernah mencaci-makinya seperti itu.
"Sepertinya,
kau tidak ingat." Mata Pei Qian Hao menggelap sewaktu ia memerhatikannya
diam-diam.
"Apakah
kau tahu apa suasana hati Pangeran ini di saat itu?" Pei Qian Hao
mempertanyakan lagi, di waktu yang sama, bangkit berdiri.
0 comments:
Posting Komentar