Sabtu, 04 Desember 2021

CTF - Chapter 150

Consort of A Thousand Faces

Chapter 150 : Melirik Pangeran Ini Diam-Diam


Su Xi-er membeku selama beberapa waktu, mengirimkannya tatapan kebingungan sebelum pada akhirnya ia bergerak maju.

Pei Qian Hao melihatnya bersikap waspada dan bertanya mengejek, "Apakah kau sedang melirik Pangeran ini?"

Dihampiri oleh pertanyaan mendadak Pei Qian Hao, Su Xi-er hanya menjawabnya setelah beberapa waktu. "Pangeran Hao, Anda adalah pria berbakat, mana mungkin hamba berani melirik Anda?"

"Dengan kata lain, inilah yang tepatnya kau lakukan. Selama kau melihat sambil sembunyi-sembunyi, itu berarti sama saja dengan melirik Pangeran ini diam-diam."

Pei Qian Hao tidak berkomentar lebih jauh, tetapi matanya tetap terfokus pada Su Xi-er agak lama sebelum meninggalkannya.

Kereta kudanya berkendara selama kurang lebih tiga puluh menit lagi sebelum mencapai ladang bunganya.

Mengangkat tirainya, mereka turun dari kereta kuda, dan disambut dengan pemandangan lautan bunga-bunga yang menari di tengah angin.

Di antara lautan warna, orang bisa melihat siluet-siluet sibuk dari para petani bunga sewaktu mereka menyelesaikan berbagai macam pekerjaan seperti menyiangi ladang dan menambahkan pupuk.

Pei Qian Hao menatap jauh ke depan dan melihat hamparan bunga berwarna kuning—Bunga Ling Rui.

Kebetulan Su Xi-er juga melihat ke arah itu. Lautan bunga berwarna kuning, seperti negeri dongeng.

Menyadari mata bersemangat dan penuh harapnya, Pei Qian Hao berujar lembut, "Ayo."

Si pengawal tetap berada di jalan utama sementara Pei Qian Hao dan Su Xi-er memasuki ladang tersebut.

Berjalan di sepanjang jalur yang memotong ladang, Su Xi-er merasa sangat rileks, langkahnya ringan dan riang.

Tak lama, pasangan itu tiba di ladang bunga Ling Rui, memerhatikan setiap bunga kuning berkibar layaknya rok mungil seorang gadis yang tertiup angin.

Dalam suasana hati baik yang langka, Su Xi-er berlari kecil di sepanjang petak-petak bunga Ling Rui, tanpa mempedulikan soal dunia.

Pei Qian Hao mengikuti di belakang selagi ia memerhatikan Su Xi-er berkeliaran di dalam ladang, tanpa sadar, ikut merasa rileks sewaktu napasnya pun jadi semakin tenang.

Saat Su Xi-er berjongkok untuk mengamati bunga Ling Rui dengan saksama, keceriaan di ceruk matanya bahkan jauh lebih terlihat lagi.

Kecantikan Su Xi-er sudah menggetarkan tak peduli apakah ia tersenyum atau tidak. Namun, sekalinya ia tersenyum, pesona yang tak dapat dijelaskan itu menambahkannya, bahkan cukup untuk membuat Pei Qian Hao tidak mampu mengalihkan pandangannya.

Ia mengikuti Su Xi-er, memerhatikannya selagi gadis itu berkeliaran di tengah bunga-bunga. Tanpa disadari, sudut bibirnya melengkung ke atas, membentuk senyuman.

Su Xi-er bangun, tetapi menginjak setumpuk tanah yang digunakan sebagai perbatasan ladangnya. Tak berhasil mendapatkan keseimbangannya, tubuhnya pun jatuh ke belakang.

Sewaktu ia jatuh ke belakang, Su Xi-er memekik.

Su Xi-er sudah mempersiapkan dirinya dengan benturan tak terhindarkan di tanah, tetapi tidak menduga kalau ia akan langsung menemukan satu lengan kuat melingkari pinggangnya, menahannya.

Mendongak, Su Xi-er bertemu dengan mata agak cemas milik Pei Qian Hao.

Dikelilingi oleh bunga-bunga yang harum, Su Xi-er membeku di tempatnya selagi ia menatap Pei Qian Hao, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.

"Kau memang ceroboh." Suara dalam dan tenang Pei Qian Hao sampai di telinganya.

Tubuhnya agak tersentak. Baru ketika itulah ia menyadari Pei Qian Hao sedang memeluknya dan belum melepaskannya.

Su Xi-er meringis saat tiba-tiba pinggangnya dicubit. Bertatap mata dengan Pei Qian Hao, ia berupaya keras untuk melepaskan diri.

Tetapi pria tersebut sepertinya tidak ingin melepaskannya.

"Lepaskan aku." Su Xi-er berusaha membebaskan diri, rasa jijik terlihat di wajahnya, entah apakah itu disengaja atau tidak.

"Jangan bergerak." Pei Qian Hao berbicara, suaranya arogan, tidak menoleransi penolakan.

Melalui jubah mereka, keduanya dapat merasakan embusan napas masing-masing. Su Xi-er merasa agak jengkel.

"Cepat lepaskan aku." Semakin Su Xi-er meronta, semakin kencang pula tangan yang memeluk pinggangnya. Bahkan napas pria itu tampaknya jadi lebih tidak wajar.

Menghadap matahari, bulu mata panjang Pei Qian Hao akan bersilangan kapan pun matanya menyipit, memancarkan pesona yang aneh. Sebagian besar, wanita hanya bisa terkesima akan hal semacam itu.

Tetapi, Su Xi-er hanya dapat mengingat kembali adegan dari mimpi buruk masa lalu saat berhadapan dengan pemandangan begini. Kian banyaknya kenangan membanjiri pikirannya, ekspresinya mendadak berubah, dan ia pun hanya dapat meronta bahkan lebih kuat lagi.

Meningkatnya kontak antara jubah mereka membuat Pei Qian Hao menarik napas dalam-dalam, "Jangan bergerak."

Sebenarnya Su Xi-er tidak berhenti bergerak, tetapi ia membuka bibirnya dan meminta, "Mohon lepaskan hamba, Pangeran Hao."

"Aku menyuruhmu agar tidak bergerak." Aura Pei Qian Hao menekan, dan melawan semua rintangan, Su Xi-er berhenti bergerak.

Tiba-tiba saja, wajahnya mendekat ke arahnya, mata mereka saling mengunci.

"Apa yang Anda lihat ...."

Su Xi-er menelan sisa kata-katanya. Bukan karena ia tidak ingin melanjutkannya, tetapi karena mulutnya mendadak terhambat ....

Su Xi-er memukuli dada Pei Qian Hao, meronta dan memprotes, tetapi orang satunya berpura-pura tidak menyadarinya. Saat akhirnya ia membuka bibirnya untuk mengambil napas, pria itu mengambil kesempatan untuk menginvasi teritorinya.

Su Xi-er akan memotong-motong Pei Qian Hao jadi delapan bagian kalau saja ia punya tenaga, tetapi kini ia hanya bisa membiarkan pria ini menciumnya!

Setelah beberapa saat, Su Xi-er merasa kalau ia sudah mati dan hidup kembali. Wajahnya merona, biarpun tidak jelas apakah disebabkan oleh kemarahan ataukah rasa malu.

Di saat Pei Qian Hao melepaskannya, Su Xi-er memukul dadanya dengan cepat, membuat dirinya yang tidak siap itu mundur beberapa langkah ke belakang sebelum terhenti.

Su Xi-er menatapnya dengan mata lebar dan mengeluarkan sumpah serapah di tengah napasnya, "Bajingan."

Sebaliknya, dengan tenang Pei Qian Hao memerhatikannya tanpa ada sedikit pun rasa bersalah atas apa yang baru saja terjadi.

Matanya berkabut sewaktu ia memandangi bibir Su Xi-er yang agak membengkak, dan perlahan-lahan ia pun mendekat.

"Jangan kemari!" perintah Su Xi-er.

"Kenapa Pangeran ini tidak boleh ke sana?" Pei Qian Hao membalas.

Su Xi-er bingung. "Hamba ...."

Tanpa terduga, ia tidak mampu menjawabnya di saat itu. Mengabaikan ini, Pei Qian Hao sudah berjalan melewatinya dan menuju jauh ke dalam ladang bunga tersebut, meninggalkan Su Xi-er di belakang selagi ia memerhatikan punggungnya.

Hebat sekali Pei Qian Hao! Kau mengambil keuntungan dariku dan masih bertingkah seolah itu memang sudah sepantasnya! Walaupun ia marah akibat malu, Su Xi-er tetap membuntuti di belakangnya.

***

Sementara Pei Qian Hao tengah mengenang pengalaman tersebut dan menantikan apa yang akan terjadi berikutnya, di tempat tinggal Pangeran Yun yang jauh, sudah memanggil seorang tabib kekaisaran untuk memeriksa luka Pangeran Yun.

Si tabib kekaisaran baru saja mendudukkan dirinya dan memeriksa denyut nadi Pangeran Yun ketika orang itu bertanya gelisah, "Bagaimanakah keadaan Pangeran ini?"

Tabib kekaisaran terdiam sejenak sebelum ia menjawab, "Pangeran Yun, Anda sudah tidak lagi berada dalam kondisi yang serius. Sisa bisa ularnya telah dihilangkan, dan Anda bisa segera pulih setelah lukanya menutup. Selama masa ini, Anda boleh keluar dan berjalan-jalan, membantu pemulihan Anda."

Sepertinya Yun Ruo Feng sangat puas dengan diagnosis tabib kekaisaran dan mengangguk. "Baiklah, Pangeran ini mengerti. Seseorang, kemari dan antarkan tabib kekaisaran pulang."

Setelah tabib kekaisaran pergi, Yun Ruo Feng memanggil lagi, "Seseorang, siapkan kereta kudanya!"

Ia bersiap untuk pergi memeriksa ke Provinsi Bulan. Sementara tujuannya pergi ke sana? Ia juga tidak tahu.

Tak lama sebelum Pangeran Yun menaiki kereta kuda tersebut dan memerintahkan si pengawal, "Berangkat."

Si pengawal membungkuk dan menjawab dengan hormat. "Mengerti, Pangeran Yun."

Para pengawal berangkat segera setelah perintahnya diturunkan. Tertinggal seorang diri di dalam kereta, mata Yun Ruo Feng jadi berkabut penuh niat tersembunyi.

Mengindahkan perintah Yun Ruo Feng, sepasang pengemudi keretanya memilih satu jalan yang sunyi dan terpencil, pelan-pelan berkendara menuju ke gerbang kota.

 

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar