Consort of A Thousand Faces
Chapter 150 : Melirik Pangeran Ini Diam-Diam
Su
Xi-er membeku selama beberapa waktu, mengirimkannya tatapan kebingungan sebelum
pada akhirnya ia bergerak maju.
Pei
Qian Hao melihatnya bersikap waspada dan bertanya mengejek,
"Apakah kau sedang melirik Pangeran ini?"
Dihampiri
oleh pertanyaan mendadak Pei Qian Hao, Su Xi-er hanya menjawabnya setelah
beberapa waktu. "Pangeran Hao, Anda adalah pria berbakat, mana mungkin
hamba berani melirik Anda?"
"Dengan
kata lain, inilah yang tepatnya kau lakukan. Selama kau melihat sambil sembunyi-sembunyi, itu berarti sama saja dengan
melirik Pangeran ini diam-diam."
Pei
Qian Hao tidak berkomentar lebih jauh, tetapi matanya tetap terfokus pada Su
Xi-er agak lama sebelum meninggalkannya.
Kereta
kudanya berkendara selama kurang lebih tiga puluh menit lagi sebelum mencapai
ladang bunganya.
Mengangkat
tirainya, mereka turun dari kereta kuda, dan disambut dengan pemandangan lautan
bunga-bunga yang menari di tengah angin.
Di
antara lautan warna, orang bisa melihat siluet-siluet sibuk dari para petani
bunga sewaktu mereka menyelesaikan berbagai macam pekerjaan seperti menyiangi
ladang dan menambahkan pupuk.
Pei
Qian Hao menatap jauh ke depan dan melihat hamparan bunga berwarna kuning—Bunga
Ling Rui.
Kebetulan
Su Xi-er juga melihat ke arah itu. Lautan bunga berwarna kuning, seperti negeri
dongeng.
Menyadari
mata bersemangat dan penuh harapnya, Pei Qian Hao berujar lembut,
"Ayo."
Si
pengawal tetap berada di jalan utama sementara Pei Qian Hao dan Su Xi-er
memasuki ladang tersebut.
Berjalan
di sepanjang jalur yang memotong ladang, Su Xi-er merasa sangat rileks,
langkahnya ringan dan riang.
Tak
lama, pasangan itu tiba di ladang bunga Ling Rui, memerhatikan setiap bunga
kuning berkibar layaknya rok mungil seorang gadis yang tertiup angin.
Dalam
suasana hati baik yang langka, Su Xi-er berlari kecil di sepanjang petak-petak
bunga Ling Rui, tanpa mempedulikan soal dunia.
Pei
Qian Hao mengikuti di belakang selagi ia memerhatikan Su Xi-er berkeliaran di
dalam ladang, tanpa sadar, ikut merasa rileks sewaktu napasnya pun jadi semakin
tenang.
Saat
Su Xi-er berjongkok untuk mengamati bunga Ling Rui dengan saksama,
keceriaan di ceruk matanya bahkan jauh lebih terlihat lagi.
Kecantikan
Su Xi-er sudah menggetarkan tak peduli apakah ia tersenyum atau tidak. Namun,
sekalinya ia tersenyum, pesona yang tak dapat dijelaskan itu menambahkannya,
bahkan cukup untuk membuat Pei Qian Hao tidak mampu mengalihkan pandangannya.
Ia
mengikuti Su Xi-er, memerhatikannya selagi gadis itu berkeliaran di tengah bunga-bunga. Tanpa disadari, sudut
bibirnya melengkung ke atas, membentuk senyuman.
Su
Xi-er bangun, tetapi menginjak setumpuk tanah yang digunakan sebagai perbatasan
ladangnya. Tak berhasil mendapatkan keseimbangannya, tubuhnya pun jatuh ke
belakang.
Sewaktu
ia jatuh ke belakang, Su Xi-er memekik.
Su
Xi-er sudah mempersiapkan dirinya dengan benturan tak terhindarkan di tanah,
tetapi tidak menduga kalau ia akan langsung menemukan satu lengan kuat
melingkari pinggangnya, menahannya.
Mendongak,
Su Xi-er bertemu dengan mata agak cemas milik Pei Qian Hao.
Dikelilingi
oleh bunga-bunga yang harum, Su Xi-er membeku di tempatnya selagi ia menatap
Pei Qian Hao, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.
"Kau
memang ceroboh." Suara dalam dan tenang Pei Qian Hao sampai di telinganya.
Tubuhnya
agak tersentak. Baru ketika itulah ia menyadari Pei Qian Hao sedang memeluknya
dan belum melepaskannya.
Su
Xi-er meringis saat tiba-tiba pinggangnya dicubit. Bertatap mata dengan Pei
Qian Hao, ia berupaya keras untuk melepaskan diri.
Tetapi
pria tersebut sepertinya tidak ingin melepaskannya.
"Lepaskan
aku." Su Xi-er berusaha membebaskan diri, rasa jijik terlihat di wajahnya,
entah apakah itu disengaja atau tidak.
"Jangan
bergerak." Pei Qian Hao berbicara, suaranya arogan, tidak menoleransi
penolakan.
Melalui
jubah mereka, keduanya dapat merasakan embusan napas masing-masing. Su Xi-er
merasa agak jengkel.
"Cepat
lepaskan aku." Semakin Su Xi-er meronta, semakin kencang pula tangan yang
memeluk pinggangnya. Bahkan napas pria itu tampaknya jadi lebih tidak wajar.
Menghadap
matahari, bulu mata panjang Pei Qian Hao akan bersilangan kapan pun
matanya menyipit, memancarkan pesona yang aneh. Sebagian besar, wanita hanya bisa terkesima akan hal semacam itu.
Tetapi,
Su Xi-er hanya dapat mengingat kembali adegan dari mimpi buruk masa lalu saat
berhadapan dengan pemandangan begini. Kian banyaknya kenangan membanjiri
pikirannya, ekspresinya mendadak berubah, dan ia pun hanya dapat meronta bahkan lebih kuat lagi.
Meningkatnya
kontak antara jubah mereka membuat Pei Qian Hao menarik napas dalam-dalam,
"Jangan bergerak."
Sebenarnya
Su Xi-er tidak berhenti bergerak, tetapi ia membuka bibirnya dan meminta,
"Mohon lepaskan hamba, Pangeran Hao."
"Aku
menyuruhmu agar tidak bergerak." Aura Pei Qian Hao menekan,
dan melawan semua rintangan, Su Xi-er berhenti bergerak.
Tiba-tiba
saja, wajahnya mendekat ke arahnya, mata mereka saling mengunci.
"Apa
yang Anda lihat ...."
Su
Xi-er menelan sisa kata-katanya. Bukan karena ia tidak ingin melanjutkannya,
tetapi karena mulutnya mendadak terhambat ....
Su
Xi-er memukuli dada Pei Qian Hao, meronta dan memprotes, tetapi orang satunya
berpura-pura tidak menyadarinya. Saat akhirnya ia membuka bibirnya untuk
mengambil napas, pria itu mengambil kesempatan untuk menginvasi teritorinya.
Su
Xi-er akan memotong-motong Pei Qian Hao jadi delapan bagian kalau saja ia punya
tenaga, tetapi kini ia hanya bisa membiarkan pria ini menciumnya!
Setelah
beberapa saat, Su Xi-er merasa kalau ia sudah mati dan hidup
kembali. Wajahnya merona, biarpun tidak jelas apakah disebabkan oleh kemarahan
ataukah rasa malu.
Di
saat Pei Qian Hao melepaskannya, Su Xi-er memukul dadanya dengan cepat, membuat
dirinya yang tidak siap itu mundur beberapa langkah ke belakang sebelum
terhenti.
Su
Xi-er menatapnya dengan mata lebar dan mengeluarkan sumpah serapah di tengah
napasnya, "Bajingan."
Sebaliknya,
dengan tenang Pei Qian Hao memerhatikannya tanpa ada sedikit pun
rasa bersalah atas apa yang baru saja terjadi.
Matanya
berkabut sewaktu ia memandangi bibir Su Xi-er yang agak membengkak, dan
perlahan-lahan ia pun mendekat.
"Jangan
kemari!" perintah Su Xi-er.
"Kenapa
Pangeran ini tidak boleh ke sana?" Pei Qian Hao membalas.
Su
Xi-er bingung. "Hamba ...."
Tanpa
terduga, ia tidak mampu menjawabnya di saat itu. Mengabaikan ini, Pei Qian Hao
sudah berjalan melewatinya dan menuju jauh ke dalam ladang bunga tersebut,
meninggalkan Su Xi-er di belakang selagi ia memerhatikan punggungnya.
Hebat
sekali Pei Qian Hao! Kau
mengambil keuntungan dariku dan masih bertingkah seolah itu memang sudah
sepantasnya! Walaupun ia marah akibat malu, Su Xi-er tetap membuntuti
di belakangnya.
***
Sementara
Pei Qian Hao tengah mengenang pengalaman tersebut dan menantikan apa yang akan
terjadi berikutnya, di tempat tinggal Pangeran Yun yang jauh, sudah memanggil
seorang tabib kekaisaran untuk memeriksa luka Pangeran Yun.
Si
tabib kekaisaran baru saja mendudukkan dirinya dan memeriksa denyut nadi
Pangeran Yun ketika orang itu bertanya gelisah, "Bagaimanakah keadaan
Pangeran ini?"
Tabib
kekaisaran terdiam sejenak sebelum ia menjawab, "Pangeran Yun, Anda sudah
tidak lagi berada dalam kondisi yang serius. Sisa bisa ularnya telah
dihilangkan, dan Anda bisa segera pulih setelah lukanya menutup. Selama masa
ini, Anda boleh keluar dan berjalan-jalan, membantu pemulihan Anda."
Sepertinya
Yun Ruo Feng sangat puas dengan diagnosis tabib kekaisaran dan mengangguk.
"Baiklah, Pangeran ini mengerti. Seseorang, kemari dan antarkan tabib
kekaisaran pulang."
Setelah
tabib kekaisaran pergi, Yun Ruo Feng memanggil lagi, "Seseorang, siapkan
kereta kudanya!"
Ia
bersiap untuk pergi memeriksa ke Provinsi Bulan. Sementara tujuannya pergi ke
sana? Ia juga tidak tahu.
Tak
lama sebelum Pangeran Yun menaiki kereta kuda tersebut dan memerintahkan si
pengawal, "Berangkat."
Si
pengawal membungkuk dan menjawab dengan hormat. "Mengerti, Pangeran
Yun."
Para
pengawal berangkat segera setelah perintahnya diturunkan. Tertinggal seorang
diri di dalam kereta, mata Yun Ruo Feng jadi berkabut penuh
niat tersembunyi.
Mengindahkan
perintah Yun Ruo Feng, sepasang pengemudi keretanya memilih satu jalan yang
sunyi dan terpencil, pelan-pelan berkendara menuju ke gerbang kota.
0 comments:
Posting Komentar