Rabu, 21 Juli 2021

3L3W TMOPB - Chapter 19 Part 4

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 19 Part 4

Aku teringat akan salah satu naskah lakonku.

Putri dari pejabat pemerintahan sedang melakukan perjalanan kembali ke kampung halamannya untuk mengunjungi keluarga, tetapi di pertengahan jalannya, ia bertemu dengan seorang penjahat kekar yang ingin membawanya kembali ke gunung bersamanya dan menjadikannya istri kepala suku penjahat itu.

Aku cukup terkesan dengan si penjahat kekar ini, yang dalam naskah lakonnya digambarkan sebagai seseorang yang mahir menggunakan kapak bermata dua dan lebih berbakat ketimbang para pelajar yang tidak bisa berpisah sebentar saja tanpa mengutip ucapan Konfusius.

Si putri pejabat yang perawan ini membenci penjahat yang menculiknya dan ia memberitahunya kalau ia lebih baik mati ketimbang menyerah padanya. Namun, di adegan selanjutnya, si perawan terdidik dan tak kenal menyerah yang sama ini, menjalin percintaan dengan seorang pelajar muda yang melompati tembok demi menemuinya.

Aku tersadar, kalau para gadis cantik ini tidak jatuh cinta dengan siapa saja. Tidak pula mereka melakukan tindakan cinta ini untuk mendapatkan kejelasan. Para gadis cantik ini tahu seberapa besar mereka menyukai para pelajar sebelum mereka membiarkan sesuatu terjadi pada mereka.

Akulah yang menggoda Ye Hua semalam. Sebelumnya dalam hidup, cinta tak berpihak padaku dan menyebabkan banyak penderitaan, tetapi sekarang aku mulai tertarik lagi dengan percintaan. Dalam pelukan Ye Hua, aku merasa lengkap.

Kakak Keempat benar: Aku sudah melampaui jarak umur dan jatuh cinta pada Ye Hua. Kau tidak akan bisa memilih apakah kau akan jatuh cinta atau tidak. Aku merasa lega karena aku belum berhasil menemukan dewi mana pun yang dalam usia pernikahan di Empat Lautan dan Delapan Dataran yang kuanggap pantas menjadi selir Ye Hua.

Melihat bahwa Ye Hua dan aku saling mencintai, tidak ada alasan untuk membatalkan pertunangan kami. Aku memutuskan kalau aku akan pergi ke istana Ye Hua di antara waktu sarapan dan pergi ke Aula Fu Ying untuk menyalakan Jie Po Deng dan bertanya padanya apakah ia bersedia menjadi Tian Jun pertama yang mewarisinya seorang diri dan Tian Hou-nya akan menyusulnya nanti.

Aku membayangkan kalau ia akan mau menerimanya.

Aku menyantap sarapanku, merasa sangat puas akan diri sendiri, dan melangkah melewati Aula Fu Ying dan langsung menuju ke kamar tidur Ye Hua.

Namun, keberuntungan tampaknya tidak pernah bertahan terlalu lama, dan aku mendapati diriku ditolak di depan pintunya.

“Pangeran sudah kembali ke Istana Langit pagi-pagi sekali hari ini,” jelas dua dayang yang menjaga aulanya.

Menjadi pewaris Takhta Langit tidaklah mudah, dan Ye Hua punya setumpuk dokumen untuk dikerjakan tiap harinya. Ia bergegas ke Laut Barat kemarin, dan sudah jelas ada urusan mendesak yang perlu dikerjakan olehnya.

Memahami kalau perannya sangat menuntut, aku berterima kasih pada dua dayang dan kembali ke Aula Fu Ying, merasa lesu.

Aku melemparkan mantra untuk membuat Die Yong tertidur dan dengan hati-hati menyalakan Jie Po Deng. Lenteranya terbakar di sisi ranjang Die Yong selama tiga hari, dan aku duduk di sebelahnya, memerhatikannya selama ini.

Setiap hari, Ratu Laut Barat akan mengirimkan beberapa dayangnya untuk mengintip di pintu, takut-takut kalau aku mungkin akan membunuh putranya. Beruntungnya, setiap kali ini terjadi, penjaga Raja Laut Barat berhasil menghadang mereka di pintu dan mengusir mereka lagi.

Kerumunan dayang di aula berjalan di sekeliling seolah sedang ada musuh yang mematikan. Biasanya, mereka akan beramai-ramai melayani Die Yong, tetapi, sekarang tidak satu pun dari mereka yang berani berada dalam jarak tiga kaki dari ranjangnya, dan saat mereka berjalan melewatinya, mereka melakukannya dengan langkah yang sangat amat ringan, takut-takut kalau pergerakan mendadak akan memadamkan nyala api Jie Po Deng.

Duduk di samping Die Yong selagi ia tertidur sangatlah membosankan, dan energi yang terpancar dari Jie Po Deng saat ia menyala membuatku agak melamun. Aku meminta seorang dayang di samping untuk membawakanku sepiring kacang. Aku mulai menguliti kacang kenari yang dibawakannya dan menyingkirkan bijinya, aktivitas yang membantu pikiranku tenang dan fokus.

Setelah tiga hari terus berjaga, sejumlah besar kulit kenari tertumpuk di depan ranjang Die Yong. Mataku merah akibat kelelahan, dan karena aku terus-terusan memandangi Jie Po Deng, saat aku memejamkan mata, yang kulihat hanyalah api yang melompat.

Die Yong senantiasa tertidur selama tiga hari, selama masa ini, ia memulihkan banyak sekali tenaga, dan ketika ia terbangun, ia merasa hidup kembali. Ia bilang bahwa, dirinya tidak pernah merasa sesadar ini selama enam ratus tahun, dan segera saja menjadi terlalu riang. Ia meneriakkan, ingin berenang di Laut Barat dan menikmati pemandangan yang tak sempat dilihatnya selama enam ratus tahun masa sakitnya. Beruntungnya, ia bisa melihat kalau aku sudah mengalami banyak hal selama tiga hari terakhir ini dan cukup masuk akal dengan tidak memaksakanku pergi bersamanya.

Jiwa Mo Yuan jelas sudah terbentuk sekarang. Tindakanku selanjutnya adalah mempersiapkan perjalananku menuju Ying Zhou untuk mendapatkan sedikit rumput abadi. Tak ada hal spesial yang kubutuhkan selama persiapan untuk perjalanan ini, tetapi aku harus memulihkan kekuatan fisikku.

Aku kembali ke Out House dan memberitahukan dayangku agar menjaga pintuku tetap tertutup dari pengunjung mana pun. Setelah memikirkannya lagi, aku memutuskan untuk memasang sebuah medan pelindung di kamarnya juga. Aku pun menyelam dalam ranjang dan langsung tertidur lelap.

Aku tertidur selama lima atau enam hari berturut-turut.

Saat aku akhirnya bangun, aku menyingkirkan medan pelindungnya. Aku memutuskan akan pergi menemui Raja Laut Barat, meminta izin pergi selama beberapa hari.

Aku membuka pintuku dan melompat ketakutan: dua dayang sedang berlutut tepat di luar sana. Tampaknya mereka sudah berlutut di sana sekian lama, dan sepertinya kaget melihatku.

“Anda sudah bangun!” kata mereka cepat.

“Dewa Agung Zhe Yan sedang berada di aula besar, menantikan Anda selama dua hari sekarang.”

Aku pun tersentak.

Sepertinya, belakangan ini aku menjadi yang terfavorit dari semua orang; sebenarnya, aku tidak bisa mengingat pernah mendapatkan begitu banyak pengunjung.

Kakak Keempat, Ye Hua, Raja Laut Barat beserta istrinya, dan sekarang Zhe Yan untuk yang kedua kalinya. Aku tidak bisa membayangkan apa yang mungkin dikatakannya padaku kali ini.

***

Aku berjalan di depan sementara kedua dayangnya bergegas dengan kaki mereka, terhuyung mengejarku. Selagi aku berjalan menuruni tangga, Zhe Yan mendongakkan kepalanya dan memandangiku.

Ia pun tersenyum dan memberi isyarat agar aku menghampirinya, berkata, “Kemari dan duduklah di sini.”

Perlahan-lahan aku berjalan menghampirinya, dan duduk, membubarkan dayang yang sudah menemaniku dengan menyuruh mereka keluar untuk mencabuti rumput. Aku meraba-raba secangkir teh dari atas meja dan meneguknya satu kali untuk melembapkan tenggorokanku.

Zhe Yan memandangku dari atas ke bawah dan berkata, “Dari penampilanmu, aku bayangkan kalau jiwa Mo Yuan pasti sudah sepenuhnya terbentuk. Dua hari sebelumnya, aku membuat satu pil dan kemari hanya untuk memberikannya padamu. Aku kira itu mungkin akan berguna.”

Selagi ia mengatakan ini, ia memunculkan satu pil putih berkilau, yang diletakkannya di atas telapak tanganku. Aku mengambil pil itu dan mengendusnya, mendeteksi adanya aroma samar rumput abadi.

Kehabisan kata-kata, aku memandanginya tak percaya.

“A-a-apakah kau membuat pil i-i-ini dengan penempaan energi spiritualmu sendiri? A-a-a-apakah kau tahu kalau aku berencana untuk mentransferkan penempaan energi spiritualku pada Mo Yuan?”

Aku menatapnya dari atas ke bawah dengan saksama.

“Kau pergi ke Ying Zhou, mencabut rumput abadinya dan berhasil kembali tanpa satu goresan pun dari keempat monster ganas itu?”

Ia menutupi mulutnya dengan lengan jubahnya dan berdeham.

“Oh, jadi kau berencana untuk mentransferkan penempaan energi spiritualmu sendiri pada Mo Yuan? Aku tidak tahu. Kau kehilangan cukup banyak energi abadi selama pertarunganmu dengan Qing Cang, jadi beruntungnya kita bisa menggunakan pil yang kubuatkan ini. Aku tidak yakin kau memiliki cukup penempaan energi spiritual untuk digunakan dan masih menyandang sebutan Dewi Agung.”

Ia membalikkan cangkir teh di tangannya dan berkata, “Aku dibesarkan oleh Ayah Semesta. Aku tidak bisa membalas kebaikan yang diberikannya padaku selama membesarkanku sebagai anaknya. Ia meninggalkan dua orang anak, yang muda sudah tiada. Apa pun yang bisa kulakukan untuk membantu yang tua, aku akan melakukannya dengan senang hati.”

Mereka adalah kata-kata yang ringan, tetapi diutarakan dengan penuh perasaan. Dengan mata berkabut aku mengambil pil itu dan berterima kasih padanya.

Ia menerima ucapan terima kasihku, tetapi tak mengatakan apa-apa. Aku menghela napas. Aku duduk di sampingnya dalam diam, memegangi pil itu.

Ia melirikku, terlihat seolah ingin mengatakan lebih, namun setelahnya memutuskan untuk tidak mengatakannya.

Ia memaksakan seulas senyuman dan berkata, “Aku harus pergi. Pilihlah satu hari dimana Die Yong penuh dengan energi dan berikan ini padanya. Mungkin ia akan merasa pil ini terlampau kuat, jadi kau harus tetap berada di dekatnya untuk memantaunya.”

Aku mengangguk dan memerhatikannya meninggalkan aula.

***

Belakangan ini, Die Yong penuh dengan energi, dan Ratu Laut Barat pun sangat gembira. Karena ia bahagia, Raja Laut Barat pun berbahagia, dan jadilah semua orang lainnya di seluruh Laut Barat ini ikut berbahagia. Tetapi, Die Yong masih sangat lemah, dan memberikannya pil kuat semacam ini yang mengandung puluhan ribu energi penempaan spiritual Zhe Yan, sepertinya akan membuatnya kembali berbaring di ranjang sepanjang sisa bulan ini.

Kuputuskan untuk membiarkan Die Yong bermain-main di sekitar dan menikmati dirinya sebelum mengirimnya kembali ke tempat tidur. Selagi Die Yong keluar menikmati waktunya, teman minum Kakak Keempat, Su Mo Ye, mengundangku minum-minum sekali atau dua kali.

Setelah aku memutuskan Die Yong sudah cukup menikmati dirinya, aku sendiri yang memberikan pil Zhe Yan padanya. Die Yong sangat lemah, tetapi tidak selemah yang dikhawatirkan Zhe Yan, dan ia hanya jatuh dalam keadaan koma selama tujuh hari setelah menelan pilnya.

Ibunya duduk di tepi ranjangnya, dengan air mata yang mengalir menuruni wajahnya sepanjang waktu. Aku menenangkannya dengan berkata bahwa ini hanyalah efek samping dari pil kuat yang ditelan oleh tubuh lemahnya, tetapi ia tidak mau mendengarkannya, dan kapan pun ia menatapku, wajahnya dipenuhi dengan amarah.

Aku berjuang kabur dari wajah melotot itu, tetapi ia sangat meresahkan putranya dan kemungkinan Die Yong mengalami kemunduran selama aku tidak ada di sana untuk membantu. Ia memohon bersama suaminya untuk membuatku tetap tinggal dan duduk bersamanya di sisi ranjang Die Yong.

Tidak ada cara bagiku untuk menolak permintaan secara tatap muka dari Raja Laut Barat. Aku hanya menggigiti bibirku dan menyetujuinya. Ia menghabiskan beberapa hari ini duduk di ranjang, diliputi kesengsaraan untuk putranya.

Aku mulai mengupas kenari, tetapi dari tampang penuh kepedihan dan kesedihan yang ditunjukkannya padaku itu, membuatku kehilangan antusiasme dari aktivitas itu. Tak ada yang kukerjakan, dan tujuh hari itu benar-benar suram dan sepi.

***

Di malam hari ketujuh, Die Yong pulih dari dosis besar itu dan terbangun. Akulah satu-satunya yang ada di kamar waktu itu. Ibunya juga ada di sana sampai baru-baru ini, tetapi setelah menjaganya selama tujuh hari penuh, semua amarah yang ditujukannya padaku sudah teralihkan menjadi kepedihan mendalam hingga mempengaruhi pernapasannya. Ia pingsan dan dibawa keluar oleh suaminya.

Aku pun menghampiri Die Yong untuk melihat seberapa baik pil itu telah diserapnya. Tepat saat aku menghampiri tepian ranjangnya, ia menarik tanganku.

Ekspresi wajahnya aneh.

“Apakah kau terus berada di sisiku, menjagaku sepanjang waktu?” tanyanya.

Aku mengangguk.

“Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kau kesakitan?”

Ia tidak menanggapi.

“Aku dengar kau adalah seorang homoseksual. Apakah itu benar?” ia berkata sembari mengerutkan keningnya.

Aku terkesan dengan Raja Laut Timur: rumor ini sudah menyebar hingga ke Laut Barat.

Kapan pun aku mencoba mengelak dari situasi menyulitkan, aku selalu berakhir membuatnya semakin parah, jadi aku mencoba tidak melakukannya.

Sebaliknya, aku menarik tanganku, dan dengan suara tenang berkata, “Aku dengar, kau juga homoseksual, Yang Mulia.”

“Benar,” katanya, mengangkat sebelah alisnya.

“Tetapi, kau bukan tipeku.”

Aku mengulurkan tangan untuk memeriksa denyut nadinya.

“Kau adalah salah satu tipe pelajar yang lemah. Jika aku bukanlah tipemu, aku membayangkan, kau pastinya lebih menyukai seseorang yang seperti Ye Hua.”

Ye Hua adalah dewa tertampan yang kuketahui. Walaupun secara wajah, ia mirip sekali dengan Mo Yuan, ketenangan, dan ekspresi dinginnya membuatnya tampak tangguh.

Die Yong adalah orang yang halus dan sentimental. Aku membayangkan, ia pasti akan menilai dirinya sebagai tipe yang lemah lembut dan mungkin ia akan menyukai tipe pria yang gagah, dan aku memberanikan diri menebak kalau Ye Hua adalah tipenya. Dengan menanyakan ini, aku berharap untuk membelokkan pertanyaan lebih jauh mengenai orientasi seksual serta tipe kesukaanku.

Segera setelah ia mendengar nama ini, wajahnya berubah merah padam, dan ia cepat-cepat memalingkan wajahnya.

Jantungku berdebar, dan tanganku yang sedang mengecek denyut nadinya pun mulai gemetaran.

“Jadi k-k-kau menyukai Ye Hua?” tanyaku.

Ia menoleh ke arahku.

“Hal semacam ini tidak bisa dipaksakan,” ia berujar malu.

“Kau telah merawatku dengan sangat hati-hati, dan karenanya aku sangat berterima kasih. Jika para dayangku tidak memberitahukan padaku tentang rasa sukamu, aku tidak akan pernah menduga kalau kau punya niatan seperti ini terhadapku. Sebelum aku menyadari perasaanmu, aku merasa nyaman dirawat olehmu dan tidak sungkan sama sekali.

“Tetapi, k-k-karena rumor tentang dirimu dan Yang Mulia Ye Hua, mau tak mau aku merasa negatif terhadapmu. Bagaimana bisa hidup kadang mempermainkan kita. Baru sekaranglah aku menyadari perasaanmu yang sesungguhnya untuk diriku. Aku merasa seakan aku telah mengecewakanmu.”

Ia berhenti sebentar dan menghela napas sulit.

“Dulu sekali, aku pernah membaca tentang situasi semacam ini, di dalam sebuah naskah lakon yang dibawakan oleh adikku, Su Mo Ye, untuk kubaca. Aku tidak pernah menyangka kalau situasi seperti ini terjadi dalam kehidupan nyata.”

Ia menghela napas penuh perasaan dan berkata, “Dewa Utusan, apakah benar mengenai dirimu dan Yang Mulia Ye Hua? Apakah Yang Mulia Ye Hua menolak dorongan homoseksual?”

Aku benar-benar kaget dengan apa yang dikatakannya, dan membutuhkan beberapa waktu bagiku untuk menangkap cerita cinta segitiga homoseksual yang digambarkan Die Yong. Sudut mulutku berkedut.

Aku tersenyum dari gigiku yang bergemelatuk dan berkata, “Benar, ia memang melawannya. Aku telah mencoba semuanya, tetapi ia tetap menolak. Aku mengalihkan tujuanku pada hal baik berikutnya, sebaliknya, mulai mengejarmu.”

Wajahnya merona merah sebelum darahnya terkuras, mengubahnya jadi pucat pasi.

Aku sudah tahu kalau Ye Hua punya jenis wajah yang akan memprovokasi perasaan bunga persik bermekaran pada para gadis, tetapi aku tidak pernah membayangkan kalau hal yang sama juga nyatanya berlaku pada para pria juga.

(T/N : perasaan bunga persik : perasaan dimabuk cinta.)

Kakak Keempat benar ketika ia mengatakan kita hidup di zaman yang aneh. Aku memutuskan akan lebih baik menghentikan Ye Hua mengunjungi Laut Barat di masa mendatang.

Denyut nadi Die Yong tenang dan energinya pun begitu.

Ingin benar-benar yakin, aku pun memutuskan untuk melakukan sihir pengejar jiwa lagi, untuk memastikan kalau energi abadi Zhe Yan melakukan apa yang semestinya di dalam tubuh Die Yong: menjaga dan memelihara jiwa Mo Yuan.

Pengalaman Die Yong tampaknya tidak mengajarinya apa pun, dan lagi-lagi aku menggunakan bagian sisi tanganku untuk memukulnya, membuatnya pingsan. Karena ini kedua kalinya aku melakukan sihir pengejar jiwa padanya, aku tidak kesulitan memasuki jiwa primordialnya kali ini. Aku juga tidak perlu lagu Buddha untuk membimbingku. Perjalananku untuk mencari Mo Yuan berjalan lancar.

Terakhir kalinya aku berada di dalam sini, yang aku lihat hanyalah bayangan kabur dari kabut energi abadi jiwa Mo Yuan. Kali ini, gelombangnya besar, dan aku tidak bisa mendekatinya. Tidak mungkin energi abadi sekuat ini bisa terbentuk hanya dari sepuluh ribuan tahun energi penempaan spiritual.

Mo Yuan jelas-jelas baru saja akan terbangun. Tetapi ... energi abadi yang menutrisi Mo Yuan ... energi ini melonjak namun tenang, tertahan namun luar biasa, dan sangat familier, tetapi bukanlah milik Zhe Yan.

Hatiku sedingin es.

Akhirnya aku memahami apa yang ingin disampaikan Zhe Yan padaku ketika ia ragu-ragu memberikan pilnya padaku. Akhirnya aku mengerti kenapa tidak ada satu goresan pun di tubuhnya akibat perjalanannya ke Ying Zhou.

Sebenarnya, Zhe Yan tidak pernah ke Ying Zhou.

Ia tidak pernah memancing amarah keempat monster penjaga rumput itu.

Ia bukanlah orang yang paling jujur, tetapi ia tidak pernah berbohong dan ia tidak pernah mengambil keuntungan dari orang lain.

Jelas-jelas ia ingin memberitahukan kenyataan tentang pil ini: tentang pil yang dibentuk oleh Ye Hua.

Mengapa ia menyembunyikan ini dariku?

Tidak mungkin, tidak mungkin ....

Aku memaksakan diriku untuk tenang dan mundur dari jiwa primordial Die Yong. Aku terhuyung dan mengambil cangkir teh dari meja di sebelahku. Sebelum aku berkesempatan menyesapnya, aku mulai muntah darah. Jiwaku terguncang liar.

Jantungku berdebar kencang dan kakiku terasa lemah. Aku bersandar di meja dan merosot, cangkir tehku pecah di lantai. Die Yong mengusap kepalanya dan duduk tegak di ranjangnya, terkejut.

“Apa yang terjadi padamu?”

Kupaksakan seulas senyuman, dan meletakkan tangan di atas meja, aku berhasil membangunkan diriku sendiri.

“Penyakitmu sudah lebih baik. Kau tidak memerlukanku lagi untuk merawatmu. Tolong jelaskan pada ayahmu kalau ada urusan mendesak yang harus kukerjakan dan aku harus kembali ke kebun persik.”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar