Sabtu, 24 Juli 2021

CTF - Chapter 106

Consort of A Thousand Faces

Chapter 106 : Tanda


Berjalan keluar dari semak-semak, masuk ke padang rumput, Pei Qian Hao menyapukan pandangannya ke arah mayat-mayat pria berbaju hitam. Orang-orang ini melalui pelatihan yang keras. Setelah mereka gagal dalam misi, mereka akan bunuh diri. Bisa mengembangkan begini banyak prajurit pengorbanan. Aku penasaran, siapakah dalangnya, dan permusuhan macam apa yang mereka pendam terhadap Nan Zhao.

(T/N : mereka adalah prajurit yang mengorbankan nyawa demi memenuhi misi dan bersiap mati bunuh diri jika misinya gagal atau menjaga orang dengan mempertaruhkan nyawa mereka, bersiap mengorbankan nyawa jika diperlukan.)

Su Xi-er juga diam-diam mengamati prajurit pengorbanan itu ketika ia menyadari kalau kerah baju mereka tampak berbeda. Tepat saat ia ingin bergerak mendekat untuk memeriksa mereka lebih saksama, suara derap kaki kuda pun terdengar.

Pengawal kekaisaran dari Kediaman Pangeran Hao sudah kembali. Orang yang memimpin turun dari kudanya dan berlutut dengan satu lututnya. Kepalan tangannya tertutup menghormat, sementara kepalanya menunduk hormat.

"Melapor pada Pangeran Hao, para pria berbaju hitam memiliki pil beracun yang tersembunyi di mulut mereka, yang mereka gunakan untuk mengakhiri hidup mereka segera setelah mereka tertangkap. Orang mati tidak bisa berbicara, jadi kami tidak punya cara untuk menginvestigasinya. Terlebih lagi ...."

Pei Qian Hao bertampang tenang. "Lanjutkan."

"Selagi bawahan ini tengah memburu mereka, seorang pria dengan kemampuan luar biasa tiba-tiba saja muncul. Sebelum bawahan ini bahkan bisa melihat bagaimana ia bergerak, pandanganku sudah terhalang. Di saat aku membuka mataku lagi, semua pria berbaju hitam sudah menghilang."

Tampaknya, si pria hebat ini bisa saja dalang yang mengendalikan para prajurit pengorbanan.

Mata Pei Qian Hao pun memperlihatkan ketertarikannya. "Nan Zhao mengalami begitu banyak masalah dengan seseorang yang mampu menghilang di hadapan banyak orang dalam sekejap mata. Pangeran ini sudah membuat keputusan yang tepat dengan datang ke perjamuan kerajaan tahun ini."

Pei Qian Hao menarik pedang di pinggang si pengawal dan menyayatkannya ke arah pakaian salah satu pria berbaju hitam, menyebabkan mereka langsung terbelah.

Ada gambar lingkaran biru kehijauan yang sangat kecil di bagian bawah dadanya. Tidak mungkin terdeteksi jika tidak diperiksa lebih dekat. Su Xi-er sudah menyadari itu sebelumnya selagi memandangi kerah baju para prajurit. Gambaran di bagian bawah dada dan gambaran di bagian kerahnya persis sama. Tanda ini mungkin bisa membantu kita menemukan dalangnya.

Pei Qian Hao menyerahkan pedangnya pada si pengawal yang berdiri di samping. "Pangeran ini tidak akan ikut campur dalam urusan kerajaan lain. Aku hanya akan menikmati pertunjukannya dari samping saja."

Dengan begitu, mereka tak lagi bisa menaiki kereta berhujankan panah itu. Belum lagi, tali kekangnya sudah putus di tengah pertempuran tadi.

Dengan tepukan tangannya, seekor kuda coklat halus berderap mendekat dan dengan patuh berhenti di sampingnya. Ia menarik tali kekangnya dan terangkat dari tanah, menaiki kuda dalam sekejap.

Ia tersenyum seraya memandangi Su Xi-er. "Pilih sendiri kudamu."

Ia sama sekali tidak mempercayai apa yang dikatakannya. Bagi Pei Qian Hao, Su Xi-er adalah sebuah misteri. Ia mengetahui banyak hal, tetapi tak satu pun dari hal itu yang semestinya diketahui oleh orang yang berasal dari keluarga miskin.

Tepat saat ia akan menjawab, suara berisik datang dari arah semak. Su Xi-er berputar, hanya melihat Wei Mo Hai memapah Yun Ruo Feng sewaktu mereka berjalan mendekat. Keduanya berhasil keluar dengan selamat.

Bibir Yun Ruo Feng tampak kelabu, dan bagian belakang telinganya agak kehijauan, sepertinya dikarenakan ia tergigit oleh si ular krait dan menderita efek dari bisanya.

Menempatkan dirinya dalam bahaya demi memancing para pria berbaju hitam bahkan di saat ada peristiwa mendesak seperti perjamuan kerajaan Nan Zhao tepat di depan mata; ia bahkan bisa bertindak kejam pada dirinya sendiri.

Dengan tenang Su Xi-er memerhatikan selagi Wei Mo Hai menuntun Yun Ruo Feng ke atas seekor kuda sebelum membawanya maju.

Setelah mereka masuk ibu kota, mereka bisa langsung mencari seorang tabib dan memaksa bisa ularnya keluar.

Su Xi-er sengaja bicara di saat ini. "Tampaknya Pangeran Yun terkena racun. Mengapa Anda tidak mengeluarkan racunnya sekarang? Bagaimana kalau terlambat saat kita sampai di ibu kota?"

Alis Wei Mo Hai sedikit terangkat, tampak merenungi selagi menatap Yun Ruo Feng yang ada di punggung kuda. Kemudian, ia pun mengangkat celana panjang Pangeran Yun, berniat menghisap keluar sendiri racunnya.

Akan tetapi, Su Xi-er bicara lagi. "Anda sangat setia pada Pangeran Yun, tetapi jika Anda langsung mengisap keluar racunnya, Anda akan keburu pingsan sebelum racunnya bahkan bisa keluar."

Pei Qian Hao merasa kalau Su Xi-er sangat pandai bicara dan banyak omong saat ini. Mengapa seorang dayang mempedulikan urusan kerajaan lain?

"Pangeran Hao, apakah Anda punya caranya?" Su Xi-er bertanya dengan hormat padanya. Sebenarnya, ia juga tahu bagaimana caranya mengeluarkan bisa ular itu. Namun, ia tidak bisa memperlihatkan pengetahuan semacam itu karena akan dengan mudah meningkatkan kecurigaan Pei Qian Hao.

Pei Qian Hao menunjuk ke arah pedang di pinggang Wei Mo Hai. "Jika kau mengeluarkan darahnya untuk memaksa racunnya keluar, kita bisa bertahan sampai ibu kota."

Segera setelah Wei Mo Hai mendengar itu, ia mengeluarkan pedangnya dan membuat sebuah sayatan kecil di tempat di mana Yun Ruo Feng digigit, menyebabkan darah bercucuran keluar. Warna kehijauan di bagian belakang telinga Yun Ruo Feng pun sedikit memudar.

Dikarenakan bisa ular, Yun Ruo Feng agak grogi; dan dalam keadaan kaburnya, satu nama menyelinap keluar dari bibir tipisnya. "Lan-er ...."

Suaranya sangat kecil, tetapi Wei Mo Hai, Pei Qian Hao, dan Su Xi-er masih bisa mendengarkannya.

Su Xi-er mengangkat alisnya dan menatap ke arah Yun Ruo Feng. Mengapa kau memanggil nama itu? Kau membunuhnya dengan kejam, tetapi kini kau memanggil nama Lan-er.

Wei Mo Hai membungkuk ke arah Pei Qian Hao sebelum menarik kuda itu ke satu sisi kereta kuda biasa.

Beberapa tentara Nan Zhao dengan cekatan mengamankan tali kekang kereta kuda sementara Wei Mo Hai membawa Yun Ruo Feng ke dalam, dengan cepat mendesak kereta kudanya maju.

Saat Yun Ruo Feng diangkat masuk ke dalam kereta kuda, Su Xi-er masih bisa melihat pergerakan bibirnya sewaktu ia bicara pelan, "Lan-er."

"Kau mencemaskannya?" Ekspresi Pei Qian Hao tenang, nada suaranya stabil seolah ia menanyakannya tanpa sengaja.

Su Xi-er menggelengkan kepalanya. "Hamba bukan teman maupun keluarga Pangeran Yun. Mengapa aku harus mencemaskannya?"

"Pergi dan pilihlah seekor kuda. Pangeran ini akan menunggumu di rumah pos ibu kota." Lalu, Pei Qian Hao meraih cambuk kuda dan menunju ke ibu kota.

Sisa pengawal pun mengikuti, meninggalkan hanya Su Xi-er saja selagi ia memerhatikan kelompok itu menuju ke kejauhan. Ia yakin sekali kalau aku tahu caranya menunggang kuda. Bukankah itu artinya aku mengakuinya jika aku menunggang kuda ke sana?

Su Xi-er memutuskan kalau ia hanya akan tetap di sana. Dengan mayat bergelimpangan sebanyak ini, seseorang pasti akan datang membersihkan tempat ini. Pada saat itu, aku bisa mengikuti orang-orang itu pergi, dan paling tidak, akan ada keledai atau gerobak kerbau, meski tidak ada kereta kuda.

Akan tetapi, tetap tak seorang pun datang membereskan tempat itu bahkan setelah berdiri di sana selama satu jam. Ia memutuskan, ia duduk saja di tanah, dan mulai bersandar pada sebatang pohon.

Kurang dari lima belas menit, tubuh Su Xi-er jadi tegang. Ia langsung menyembunyikan dirinya di dalam semak-semak di samping, dan mengamati pemandangan di hadapannya.

Seorang pria bercadar, berbaju biru, berjalan ke arah padang rumput dan memandangi sejumlah besar mayat-mayat itu. Walaupun kebingungan terpancar dari matanya, dengan cepat pula lenyap, setelahnya ia berjongkok untuk memeriksa jasad-jasad itu dengan saksama.

Ia bahkan menggenggam pergelangan tangan para prajurit pengorbanan seolah tengah mencari sesuatu. Diam-diam Su Xi-er mengamati tingkah lakunya. Barangkali ia adalah tabib muda yang berkelana menjelajahi dunia? Jelas tidak ada yang perlu disembunyikan tentang itu, tetapi mengapa ia mengenakan topi dan cadar biru?

Tepat saat ia sedang merenunginya, batu kecil melayang berbarengan dengan bunyi desingan angin. Suara lembut pria itu pun segera mengikuti. "Siapa di sana?"

Batunya mendarat di tanah saat Su Xi-er mengelak ke samping. Ia berjalan keluar dari semak-semak, berhadapan tatap muka dengan pria itu.

Ketika pria berbaju biru menyadari orang yang ada di balik dedaunan sebenarnya adalah seorang wanita, ia tak lagi mempertanyakannya, sebaliknya, menurunkan pergelangan tangan prajurit pengorbanan dan bersiap pergi.

"Tunggu dulu." Suara Su Xi-er nyaring dan menggetarkan.

Pria berbaju biru pun berhenti di jalannya dan memberinya tatapan tercengang.

Su Xi-er menunjuk ke arah tentara pengorbanan di tanah. "Apakah kau bisa tahu jenis racun yang menyerang mereka dengan merasakan denyut nadi mereka?"

Pria berbaju biru menggelengkan kepalanya dan ingin bergerak maju. Sebelum Su Xi-er bisa bertanya lebih jauh, suara roda kereta kuda terdengar. Pria berbaju biru mengangkat kepalanya untuk mengecek, dan dengan gerak kaki yang cepat, ia langsung menghilang di depan matanya.

Su Xi-er merasa kalau orang ini sangat aneh dalam hal berpakaian juga tindak-tanduknya. Jika aku bisa mengetahui racun apakah itu, paling tidak, aku bisa mencari tahu dimana mereka membuatnya dan terus menyelidiki siapakah dalangnya.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar