Di titik ini, salah satu pengawal Pangeran Hao tiba
membawa satu baskom kayu. Ia berhenti saat melihat pemandangan di hadapannya,
tidak yakin bagaimana ia harus melanjutkannya. Apa yang harus
kulakukan? Tampaknya Pangeran Hao sedang menggoda dayang; mungkin ini bukan
saat yang tepat bagiku untuk menginterupsi.
Namun, sebelum ia bisa pergi, Su Xi-er menyadari
keberadaan si pengawal dan melambai ke arahnya. "Pangeran Hao harus
membersihkan diri dan beristirahat, cepat bawakan airnya ke dalam." Si
pengawal pun terkejut. Bagaimana bisa dayang istana biasa berbicara
bahkan sebelum Pangeran Hao mengutarakan sepatah kata pun? Tidak mungkin, ia
sama sekali tidak menghormati Pangeran Hao. Aku tidak boleh mendengarkannya.
Si pengawal terus berdiri diam sementara menunggu
perintah Pangeran Hao.
"Bawakan airnya ke dalam kamar." Pei Qian Hao
memerintahkan dengan mata menyipit sebelum memalingkan tatapannya pada Su
Xi-er. "Kau akan masuk dan menggosok tubuh Pangeran ini."
Kemudian, ia pun berjalan masuk ke dalam kamar,
meninggalkan si pengawal dengan wajah penuh keheranan. Pangeran Hao
selalu menggosok tubuhnya sendiri, tetapi kini ia memerintahkan seorang wanita
untuk melakukannya ... Ini terlalu aneh!
Su Xi-er melihat si pengawal yang terkejut dan
mengingatkan, "Bawakan airnya ke dalam, dan jangan buat Pangeran Hao
marah. Kalau tidak, kau akan kehilangan kepalamu." Kalimat ini selalu
digunakan untuk melawannya, sekarang malah terucap dari bibirnya sendiri.
Si pengawal pun menegang sesaat sebelum cepat-cepat
membawakan airnya masuk ke dalam kamar.
Semua orang menghormati Pangeran Hao, tetapi di waktu
bersamaan, mereka juga takut padanya. Sama halnya dengan pejabat, pengawal
kekaisaran, bahkan rakyat jelata sekali pun.
Saat si pengawal keluar dari kamar dan melihat Su Xi-er
masih berdiri di halaman, mau tak mau ia pun bertanya, "Kenapa kau masih
belum masuk juga? Pangeran Hao memerlukanmu untuk menggosokkan tubuhnya."
Nada suaranya serius. Su Xi-er tersenyum samar sebelum berjalan masuk ke dalam
kamar dan menutup pintu di belakangnya.
Pertama, ia ingin agar aku menari, kemudian, ia memintaku
menggosokkan tubuhnya. Apa sebenarnya yang ia inginkan?
Sebuah bak kayu diletakkan di tengah kamar, sementara Pei
Qian Hao berdiri di sampingnya, sedang melepaskan pakaian.
Jubah panjangnya terjatuh ke lantai, sepenuhnya
memperlihatkan otot-otot dan kulit kecoklatan di punggungnya. Hanya dengan
memandangi tubuhnya yang kokoh itu saja sudah cukup membuat darah siapa pun
mendidih kegirangan.
"Kemarilah." Suara rendah dan dalam seorang
pria dapat terdengar, membawakan daya pikat tak terjelaskan bersamanya.
Su Xi-er berjalan menghampiri pelan-pelan dan mengambil
handuk di pinggir bak kayu, merendamnya di dalam air sebelum ia memerasnya.
Saat ini, tubuh bagian atas Pei Qian Hao sudah sepenuhnya
telanjang ....
Ini merupakan kali pertama Su Xi-er melihat seorang pria
seperti ini, jadi mau tak mau, ia pun merasa malu. Ia memalingkan matanya
sebelum mulai menggosok punggung pria itu dengan handuk.
"Kerahkan lebih banyak tenaga." Tiba-tiba saja
Pei Qian Hao berbalik menghadapnya, meletakkan tangan Su Xi-er di dadanya.
Su Xi-er tidak bisa memalingkan wajah, tetapi ia juga
tidak ingin bertemu pandang dengannya. Alhasil, ia memfokuskan tatapannya pada
tangannya sendiri selagi menggosok dadanya dengan handuk.
"Apa kau makan Salad Akar Teratainya secara percuma?
Dengan tenaga sekecil ini, kau sedang mencoba menggosok tubuh Pangeran ini,
atau sedang mencoba menggelitikiku?" Suaranya rendah, diliputi
ketidakpuasan.
Mata Su Xi-er menggelap saat ia meningkatkan tenaga yang
dikerahkannya. Bukankah ia ingin agar aku menggunakan lebih banyak
tenaga? Maka, akan kulakukan. Segera saja, tertinggal bekas merah
gelap di dada Pei Qian Hao.
Pei Qian Hao menggenggam tangannya erat, "Kalau kau
merasa sedih dan merasa dirugikan karena dipaksa menggosok tubuh Pangeran ini,
mengapa kau tidak menangis saja?"
Su Xi-er menatapnya, "Hamba tidak sedih, juga tidak
merasa dirugikan. Tidak ada gunanya menangis."
Pei Qian Hao terkekeh, "Kalau kau tidak merasa sedih
maupun dirugikan tak peduli apa pun yang Pangeran ini lakukan, maka tidak ada
yang perlu kucemaskan." Ia mengencangkan genggamannya setelah selesai
berbicara, menyebabkan rasa sakit menyebar di pergelangan tangan Su Xi-er.
Apakah ia akan mematahkan pergelangan tanganku lagi?
Tangan lain Pei Qian Hao kini berada di pinggangnya,
memaksanya ke pinggir bak kayu. Tanpa peringatan, tubuhnya maju ke depan,
bibirnya sekarang menutupi bibir Su Xi-er selagi tangannya bergerak di
sepanjang lekukan pinggangnya.
Aroma kuat seorang pria menyerbu penciuman Su Xi-er dan
ia gemetaran. Aku tidak suka perasaan ini. Aku tidak suka pria terlalu
dekat denganku!
Ditambah kenyataan bahwa ia dipaksa melakukan ini,
perasaan tidak senangnya menyeruak di roman mukanya.
Su Xi-er mengangkat kakinya dan menendangnya tanpa ragu,
kemudian melanjutkan membuka mulutnya untuk menggigiti bibirnya.
Namun, tak peduli seberapa keras ia menggigitinya, Pei
Qian Hao tidak melepaskannya, rasa darah pun sedikit demi sedikit memenuhi
mulutnya.
Pergerakan tangannya bahkan jadi lebih berani, bergerak
turun, menyibak pinggiran roknya. Meski begini, mata dan ekspresinya tetap
sedingin es.
Perasaan benci tumbuh dari hati Su Xi-er. Aku
tidak suka perasaan ini. Aku mau kabur!
Oleh karenanya, Su Xi-er mengangkat kepalanya,
menumburkannya ke kening Pei Qian Hao, membawa tangannya ke atas, mendaratkan
tamparan cepat dan kuat di pipi sebelah kirinya.
Plak! Suaranya terdengar sangat
keras dan nyaring di malam yang sunyi begini, sampai-sampai terasa agak
mengerikan.
Kekuatan yang digunakannya cukup untuk meninggalkan bekas
telapak tangan kecil di wajah Pei Qian Hao.
Mata Su Xi-er melebar dan menatap lurus ke arahnya selagi
ia mencoba mengambil napas.
Ia tidak pernah kelelahan saat menari, tak peduli
seberapa cepatnya ia berputar. Akan tetapi, saat ia dicium paksa, ia akan
merasa kelelahan, semua kenangan menyakitkannya kembali menyiksanya sekali
lagi.
Wajah Pei Qian Hao menggelap, matanya kini dingin dan
seram.
Ia memandangi Su Xi-er selama beberapa detik yang terasa
begitu lama sebelum berbicara. "Keluar."
Suaranya tenang, dan tidak menunjukkan emosinya. Hanya
dari ekspresinya saja barulah seseorang bisa mengetahui ketidaksenangannya.
Su Xi-er meletakkan handuk di pinggiran bak dan memberi
hormatnya, "Hamba undur diri." Setelah itu, ia bergegas meninggalkan
kamar tanpa menoleh ke belakang.
Pei Qian Hao memandangi sosoknya yang menjauh dengan
tatapan yang tak bisa dimengerti. Apabila aku tidak menghukumnya, ia
akan terus menguji batas kesabaranku berulang-ulang.
***
Su Xi-er menarik napas dalam setelah meninggalkan
kamar. Aku jadi emosional dan menamparnya. Berdasarkan temperamen
arogannya, ia pasti tidak akan melepaskanku.
Karena aku sudah cukup berani menamparnya, aku cukup
berani untuk menerima hukumannya, tak peduli apa pun itu. Tidak ada hukuman
yang lebih kejam daripada Panah Penembus Jantung.
Su Xi-er mengangkat sudut bibirnya dan tertawa.
Tepat saat ini, suara jernih pun terdengar, "Diusir
keluar?"
Suara itu terdengar familer sekaligus tidak. Su Xi-er
berhenti tertawa dan dengan tenang berbalik hormat, terpatri di raut wajahnya.
"Hamba memberi salam pada Pangeran Yun."
Yun Ruo Feng mengulurkan kedua tangan dan mencoba
membantunya bangun, tetapi ia mundur dengan cepat, menciptakan jarak di antara
mereka. Ia dapat mengetahui kalau gadis ini waspada terhadapnya.
"Apa yang sedang Pangeran Yun lakukan di sini di
tengah malam, bukannya beristirahat?" Su Xi-er bertanya. Kenapa ia
kebetulan muncul di waktu bersamaan aku keluar dari kamar?
Yun Ruo Feng tersenyum hangat, dengan tawa hangat yang
mirip dengan angin musim semi yang bertiup mengenai telinga, ia bertanya,
"Tarian itu, siapa yang mengajarinya padamu?"
Su Xi-er agak tertegun dan tak mampu bereaksi. Apakah
ia ada di sana saat aku menampilkan tarian itu?
Melihat keraguan di matanya, Yun Ruo Feng menjelaskan,
"Pangeran ini kebetulan lewat di tempat ini dan tanpa sengaja melihatmu
menari di bawah rembulan. Apabila Pangeran Hao tidak ada di sana, Pangeran ini
pasti akan memperlihatkan diriku. Aku hanya penasaran tentang siapa yang mengajari
tarian itu padamu?"
Ternyata ia menyaksikannya. Apakah ia sedang mengawasi
Pei Qian Hao, atau dirinya?
Su Xi-er menjawab perlahan, "Mengapa Anda penasaran,
Pangeran Yun? Apakah Anda pernah melihat tarian ini sebelumnya?"
Mata Yun Ruo Feng tampak terang saat ia memandang ke arah
bulan sabit yang tergantung di langit malam, seolah ia tenggelam dalam
kenangannya.
Hanya setelah waktu yang lama, barulah ia menjawab. "Kau benar, Pangeran ini pernah melihat tarian ini sebelumnya."
0 comments:
Posting Komentar