Consort of A Thousand Faces
Chapter 110 : Berjuang Keras Menemukan
Su Xi-er pergi menuju lantai pertama dan kebetulan berpapasan dengan si pelayan yang sebelumnya. Ia memandanginya cemas. "Apakah Nona-mu mempersulitmu? Pengurus menegurku, dan bilang kalau makanan pencuci mulut dari kedai teh kami ini harus diantarkan sendiri oleh pelayan kami, jadi aku kemari untuk menanyakan ...."
Su Xi-er mengerti niatnya dan mengangguk. "Tidak
apa-apa, Nona bilang semuanya lezat. Kau tidak boleh mengganggu mereka, kalau
tidak, kau akan menderita karena membuat mereka marah."
"Bagus, baguslah kalau semuanya baik-baik
saja." Si pelayan mengangguk beberapa kali sebelum berjalan ke bagian
belakang kedai teh untuk melaporkannya pada si pengurus yang tengah memeriksa
makanan di dapur.
Su Xi-er berjalan keluar dari kedai teh yang ramai
tersebut. Meskipun kehidupan malam di ibu kota Nan Zhao tidak bisa dibandingkan
dengan yang ada di Bei Min, tetap saja ramai. Banyak lentera bunga bisa
terlihat di kejauhan dan kios-kios pembuat permen gula pun
tampak di dekatnya.
(T/N : banyak desain lentera bunga, ini beberapa contohnya :
![]() |
Lentera Berbagai Variasi |
Contoh permen gula.)
![]() |
Permen Gula |
Meskipun kebanyakan orang yang berjalan di sekeliling adalah pria, ada pula beberapa bibi. Namun, selain putri-putri dari keluarga miskin yang sedang membantu keluarga mereka merapikan kios, ada pula beberapa gadis yang muncul.
Kecuali diharuskan, selalu muncul di depan umum seperti
kedua nona dari Keluarga Wei itu merupakan hal langka bagi gadis di Nan Zhao.
Jalanannya dipenuhi aroma yang familier. Su Xi-er menarik
napas dalam-dalam dan memandangi bulan purnama di atas langit. Aku
datang lagi kemari, dengan hati dipenuhi kebencian, tetapi itu sudah berubah
sedikit. Meskipun kebencianku tidak berkurang, suasana hatiku sudah membaik.
Para wanita jalang itu akan diurus tepat waktu, pastinya
akan terkena pukulan keras kala waktunya tiba.
Sudut mulut Su Xi-er terangkat saat ia melihat beberapa
anak kecil sedang bermain-main dengan lentera bunga sewaktu ia berjalan
menuruni jalanan.
Salah satu anak lelaki berteriak, "Jangan bergerak,
adik perempuanku menginginkan lentera kelinci ini. Ia tidak boleh meninggalkan
rumah, jadi aku akan membawakan ini untuknya."
Anak lelaki satunya pun langsung melepaskannya, beberapa
bahkan bergumam, "Kau terus-terusan membicarakan soal adik perempuanmu,
sombong hanya karena kau punya adik ... Aku akan meminta orang tuaku
memberikanku adik perempuan juga."
Percakapan kekanakan ini, dipenuhi dengan kepolosan,
membuat orang entah ingin tertawa atau menangis.
Si anak lelaki meminggirkan lenteranya dan berbalik
pulang ke rumah, tetapi tanpa sengaja bertumburan dengan Su Xi-er. Ia
mendenguskan hidung kecilnya, menatap Su Xi-er dan tiba-tiba saja bertanya,
"Jie Jie, kesulitan apa yang kau hadapi? Kenapa
wajahmu kotor sekali?"
(T/N : Jie jie adalah panggilan untuk kakak perempuan.)
Su Xi-er tertawa. "Aku bekerja kasar, jadi wajar
saja kalau wajahku kotor. Cepatlah pulang dan bawakan lentera bunganya untuk
adik perempuanmu."
Anak lelaki itu pun terkikik. "Jie Jie, kalau
kau menginginkan sebuah lentera bunga, pulang dan carilah kakak lelakimu."
Ia tersenyum lagi sebelum berlari pulang ke rumahnya.
Pulang dan carilah kakak
lelakimu ... Su Xi-er tertawa masam, Aku tidak punya kakak
lelaki, hanya adik lelaki.
Namun, Lian Chen tidak pernah menyukai lentera bunga. Ia
selalu bilang kalau mereka ada sesuatu yang disukai anak perempuan, dan ia akan
menjadi seorang pria dewasa yang kuat. "Kakak, aku akan jadi orang
yang melindungimu di masa depan."
Ia teringat, tepat setelah Lian Chen mengatakan ini, ia
jatuh dan mematahkan satu giginya.
Sudut mulut Su Xi-er pun terangkat dengan sendirinya, ia
baru tersadar lagi saat mendengar seorang penjaja menyebut kata-kata 'Ning Ru
Lan'.
"Ning Ru Lan pantas mati. Para pria di Nan Zhao
paling mempedulikan tentang reputasi mereka, tetapi ia menginjak-injak mereka
semua di bawah kakinya. Tahu rasa dia."
"Sulit dikatakan; bukankah agak kelewatan, diusir
keluar dari rumah tangga kekaisaran?"
"Kelewatan? Sama sekali tidak, jasadnya bahkan tidak
dimakamkan di Makam Kekaisaran. Aku tidak tahu kemana jasadnya. Mungkinkah mereka
menjadikannya makanan serigala?"
Penjaja lain langsung menggelengkan kepala mereka dan
menghela napas, tetapi beberapa lagi terus mengatakan kalau ia pantas
menerimanya.
Su Xi-er mendengarkan dalam diam, seolah ini tidak ada
hubungan dengan dirinya.
Ia tenang—tenang hingga batas terasa ada aura mengerikan
dingin mengelilinginya. Beberapa penjaja yang terlibat dalam diskusi panas itu
berhenti bicara dan menatap Su Xi-er.
Wanita ini, apa yang terjadi padanya? Satu
tatapan ke arahnya sudah membuat mereka panik.
Setelah beberapa waktu, para penjaja itu tak tahan
lagi. Wanita ini punya aura mengerikan seperti mayat hidup. Walaupun
mereka ingin meneruskan percakapan mereka, lidah mereka mendadak terasa seolah
menempel di mulut mereka.
Su Xi-er menyadari kalau para penjaja itu bertingkah aneh
dan langsung memandangi sekitar. Di ujung jalan di depannya, ia melihat sosok
biru.
Pria berbaju biru? Apakah ia menyerang para penjaja?
Mengapa ia melakukannya? Hanya karena mereka membicarakan Ning Ru Lan?
Pertanyaannya berputar-putar di kepalanya, Su Xi-er
mengikutinya menuju jalan lain. Memang dirinya, pria dengan topi dan
cadar biru.
Ia memperhatikan selagi pria itu masuk ke dalam toko
obat, memutuskan menunggunya untuk keluar di luar. Akan tetapi, setelah
menunggu sekian lama, ia tidak pernah melihat pria itu keluar.
Alhasil, Su Xi-er memutuskan masuk ke dalam toko obat,
hanya menemukan seorang tabib tengah membungkus obat-obatan. Dimana si
pria berbaju biru?
Saat si tabib melihat ia seperti sedang mencari
seseorang, ia pun memanggilnya, "Nona, tidak ada siapa-siapa lagi di sini.
Apakah kau sedang mencari obat-obatan?"
Su Xi-er menggelengkan kepalanya. "Ada seorang pria
berbaju biru yang datang beberapa waktu lalu. Kemana perginya dia?"
"Nona, siapa dia bagimu? Suamimu?"
Su Xi-er menggelengkan kepala. "Bukan, kami tidak
berhubungan, tetapi ia berutang uang padaku. Walaupun tidak banyak, tetap harus
dikembalikan."
Si tabib pun mengerti. "Ia pergi lewat pintu
belakang dan mengambil banyak obat bersamanya. Ia pasti meminjam uang darimu
untuk membeli obat-obatan untuk mengobati luka akibat sayatan pedang."
Su Xi-er mengangguk dan bertanya, "Aku sedang
terburu-buru ingin menagih utang tersebut, bolehkah aku pergi lewat pintu belakang
toko obat ini?"
Si tabib mengangguk, menunjuk dengan jarinya. "Buka
tirai itu dan berjalanlah ke belakang. Akan ada pintu kecil setelah kau
melewati halamannya; keluar saja dari sana."
Mengikuti arahan si tabib, Su Xi-er langsung berjalan
menuju pintu belakang.
Keluar dari bangunan tersebut, ia menemukan jalan yang
ditemuinya sangatlah senyap, berbeda jauh dengan jalanan utama ramai tempatnya
sebelumnya. Bahkan suara langkah kakinya bisa terdengar jelas sewaktu ia
menginjak kerikil yang ada di jalannya.
Su Xi-er berjalan kesana-kemari, tak menemukan
tanda-tanda dari orang yang dicarinya, hingga akhirnya ia menemukan beberapa
sisa obat-obatan di atas tanah yang pastinya terjatuh dari buntalan yang dibawa
si pria.
Mengikuti remahan obat, ia dibawa hingga menuju pintu
masuk sebuah gang. Tepat saat ia akan masuk, suara seorang pria mendadak datang
dari belakangnya.
"Nona, apa yang sedang kau rencanakan dengan
berusaha keras menemukanku? Orang rendahan ini tidak pernah melihat seorang
wanita yang mengejar-ngejar seorang pria tak dikenalnya."
Su Xi-er berbalik, menemukan si pria berbaju biru berdiri
di hadapananya. Ia tidak berniat menyembunyikan apapun dan langsung bertanya,
"Mengapa seorang pria dewasa mengenakan cadar? Hanya wanita yang akan
memakainya."
Pria berbaju biru itu tertawa. "Nona, apa
hubungannya denganmu, apakah orang rendahan ini memakai cadar atau tidak?"
"Apakah kau adalah orang yang melakukan sesuatu
untuk menghentikan para penjaja tadi berbincang barusan ini?" Su Xi-er
memandanginya saksama dan hanya bisa melihat matanya.
"Kau berusaha keras menemukanku, hanya untuk
menanyaiku ini?" Suara pria berbaju biru itu murni terisi dengan sejejak
aura yang dalam.
Tiba-tiba saja, Su Xi-er merasa kalau suara ini familier.
Akan tetapi, ia tidak bisa mengingat dengan pasti dimana ia pernah mendengarkan
suara ini sebelumnya, karena tidak ada pria spesial dalam kenangannya.
"Mengapa kau melakukan itu pada para penjaja? Itu
hanya ...." Su Xi-er berhenti dan memandanginya cermat, tetapi ekspresinya
tidak berubah.
"Nona, orang rendahan ini berkelana di seluruh empat
kerajaan demi mengobati dan menolong orang. Mengapa aku melakukan sesuatu untuk
menyakiti para penjaja? Bagaimana kalau kau beritahu aku, mengapa aku akan
berbuat demikian?"
0 comments:
Posting Komentar