Rabu, 28 Juli 2021

CTF - Chapter 110

Consort of A Thousand Faces

Chapter 110 : Berjuang Keras Menemukan


Su Xi-er pergi menuju lantai pertama dan kebetulan berpapasan dengan si pelayan yang sebelumnya. Ia memandanginya cemas. "Apakah Nona-mu mempersulitmu? Pengurus menegurku, dan bilang kalau makanan pencuci mulut dari kedai teh kami ini harus diantarkan sendiri oleh pelayan kami, jadi aku kemari untuk menanyakan ...."

Su Xi-er mengerti niatnya dan mengangguk. "Tidak apa-apa, Nona bilang semuanya lezat. Kau tidak boleh mengganggu mereka, kalau tidak, kau akan menderita karena membuat mereka marah."

"Bagus, baguslah kalau semuanya baik-baik saja." Si pelayan mengangguk beberapa kali sebelum berjalan ke bagian belakang kedai teh untuk melaporkannya pada si pengurus yang tengah memeriksa makanan di dapur.

Su Xi-er berjalan keluar dari kedai teh yang ramai tersebut. Meskipun kehidupan malam di ibu kota Nan Zhao tidak bisa dibandingkan dengan yang ada di Bei Min, tetap saja ramai. Banyak lentera bunga bisa terlihat di kejauhan dan kios-kios pembuat permen gula pun tampak di dekatnya.

(T/N : banyak desain lentera bunga, ini beberapa contohnya :

Lentera Berbagai Variasi

Contoh permen gula.)

Permen Gula

Meskipun kebanyakan orang yang berjalan di sekeliling adalah pria, ada pula beberapa bibi. Namun, selain putri-putri dari keluarga miskin yang sedang membantu keluarga mereka merapikan kios, ada pula beberapa gadis yang muncul.

Kecuali diharuskan, selalu muncul di depan umum seperti kedua nona dari Keluarga Wei itu merupakan hal langka bagi gadis di Nan Zhao.

Jalanannya dipenuhi aroma yang familier. Su Xi-er menarik napas dalam-dalam dan memandangi bulan purnama di atas langit. Aku datang lagi kemari, dengan hati dipenuhi kebencian, tetapi itu sudah berubah sedikit. Meskipun kebencianku tidak berkurang, suasana hatiku sudah membaik.

Para wanita jalang itu akan diurus tepat waktu, pastinya akan terkena pukulan keras kala waktunya tiba.

Sudut mulut Su Xi-er terangkat saat ia melihat beberapa anak kecil sedang bermain-main dengan lentera bunga sewaktu ia berjalan menuruni jalanan.

Salah satu anak lelaki berteriak, "Jangan bergerak, adik perempuanku menginginkan lentera kelinci ini. Ia tidak boleh meninggalkan rumah, jadi aku akan membawakan ini untuknya."

Anak lelaki satunya pun langsung melepaskannya, beberapa bahkan bergumam, "Kau terus-terusan membicarakan soal adik perempuanmu, sombong hanya karena kau punya adik ... Aku akan meminta orang tuaku memberikanku adik perempuan juga."

Percakapan kekanakan ini, dipenuhi dengan kepolosan, membuat orang entah ingin tertawa atau menangis.

Si anak lelaki meminggirkan lenteranya dan berbalik pulang ke rumah, tetapi tanpa sengaja bertumburan dengan Su Xi-er. Ia mendenguskan hidung kecilnya, menatap Su Xi-er dan tiba-tiba saja bertanya, "Jie Jiekesulitan apa yang kau hadapi? Kenapa wajahmu kotor sekali?"

(T/N : Jie jie adalah panggilan untuk kakak perempuan.)

Su Xi-er tertawa. "Aku bekerja kasar, jadi wajar saja kalau wajahku kotor. Cepatlah pulang dan bawakan lentera bunganya untuk adik perempuanmu."

Anak lelaki itu pun terkikik. "Jie Jie, kalau kau menginginkan sebuah lentera bunga, pulang dan carilah kakak lelakimu." Ia tersenyum lagi sebelum berlari pulang ke rumahnya.

Pulang dan carilah kakak lelakimu ... Su Xi-er tertawa masam, Aku tidak punya kakak lelaki, hanya adik lelaki.

Namun, Lian Chen tidak pernah menyukai lentera bunga. Ia selalu bilang kalau mereka ada sesuatu yang disukai anak perempuan, dan ia akan menjadi seorang pria dewasa yang kuat. "Kakak, aku akan jadi orang yang melindungimu di masa depan."

Ia teringat, tepat setelah Lian Chen mengatakan ini, ia jatuh dan mematahkan satu giginya.

Sudut mulut Su Xi-er pun terangkat dengan sendirinya, ia baru tersadar lagi saat mendengar seorang penjaja menyebut kata-kata 'Ning Ru Lan'.

"Ning Ru Lan pantas mati. Para pria di Nan Zhao paling mempedulikan tentang reputasi mereka, tetapi ia menginjak-injak mereka semua di bawah kakinya. Tahu rasa dia."

"Sulit dikatakan; bukankah agak kelewatan, diusir keluar dari rumah tangga kekaisaran?"

"Kelewatan? Sama sekali tidak, jasadnya bahkan tidak dimakamkan di Makam Kekaisaran. Aku tidak tahu kemana jasadnya. Mungkinkah mereka menjadikannya makanan serigala?"

Penjaja lain langsung menggelengkan kepala mereka dan menghela napas, tetapi beberapa lagi terus mengatakan kalau ia pantas menerimanya.

Su Xi-er mendengarkan dalam diam, seolah ini tidak ada hubungan dengan dirinya.

Ia tenang—tenang hingga batas terasa ada aura mengerikan dingin mengelilinginya. Beberapa penjaja yang terlibat dalam diskusi panas itu berhenti bicara dan menatap Su Xi-er.

Wanita ini, apa yang terjadi padanya? Satu tatapan ke arahnya sudah membuat mereka panik.

Setelah beberapa waktu, para penjaja itu tak tahan lagi. Wanita ini punya aura mengerikan seperti mayat hidup. Walaupun mereka ingin meneruskan percakapan mereka, lidah mereka mendadak terasa seolah menempel di mulut mereka.

Su Xi-er menyadari kalau para penjaja itu bertingkah aneh dan langsung memandangi sekitar. Di ujung jalan di depannya, ia melihat sosok biru.

Pria berbaju biru? Apakah ia menyerang para penjaja? Mengapa ia melakukannya? Hanya karena mereka membicarakan Ning Ru Lan?

Pertanyaannya berputar-putar di kepalanya, Su Xi-er mengikutinya menuju jalan lain. Memang dirinya, pria dengan topi dan cadar biru.

Ia memperhatikan selagi pria itu masuk ke dalam toko obat, memutuskan menunggunya untuk keluar di luar. Akan tetapi, setelah menunggu sekian lama, ia tidak pernah melihat pria itu keluar.

Alhasil, Su Xi-er memutuskan masuk ke dalam toko obat, hanya menemukan seorang tabib tengah membungkus obat-obatan. Dimana si pria berbaju biru?

Saat si tabib melihat ia seperti sedang mencari seseorang, ia pun memanggilnya, "Nona, tidak ada siapa-siapa lagi di sini. Apakah kau sedang mencari obat-obatan?"

Su Xi-er menggelengkan kepalanya. "Ada seorang pria berbaju biru yang datang beberapa waktu lalu. Kemana perginya dia?"

"Nona, siapa dia bagimu? Suamimu?"

Su Xi-er menggelengkan kepala. "Bukan, kami tidak berhubungan, tetapi ia berutang uang padaku. Walaupun tidak banyak, tetap harus dikembalikan."

Si tabib pun mengerti. "Ia pergi lewat pintu belakang dan mengambil banyak obat bersamanya. Ia pasti meminjam uang darimu untuk membeli obat-obatan untuk mengobati luka akibat sayatan pedang."

Su Xi-er mengangguk dan bertanya, "Aku sedang terburu-buru ingin menagih utang tersebut, bolehkah aku pergi lewat pintu belakang toko obat ini?"

Si tabib mengangguk, menunjuk dengan jarinya. "Buka tirai itu dan berjalanlah ke belakang. Akan ada pintu kecil setelah kau melewati halamannya; keluar saja dari sana."

Mengikuti arahan si tabib, Su Xi-er langsung berjalan menuju pintu belakang.

Keluar dari bangunan tersebut, ia menemukan jalan yang ditemuinya sangatlah senyap, berbeda jauh dengan jalanan utama ramai tempatnya sebelumnya. Bahkan suara langkah kakinya bisa terdengar jelas sewaktu ia menginjak kerikil yang ada di jalannya.

Su Xi-er berjalan kesana-kemari, tak menemukan tanda-tanda dari orang yang dicarinya, hingga akhirnya ia menemukan beberapa sisa obat-obatan di atas tanah yang pastinya terjatuh dari buntalan yang dibawa si pria.

Mengikuti remahan obat, ia dibawa hingga menuju pintu masuk sebuah gang. Tepat saat ia akan masuk, suara seorang pria mendadak datang dari belakangnya.

"Nona, apa yang sedang kau rencanakan dengan berusaha keras menemukanku? Orang rendahan ini tidak pernah melihat seorang wanita yang mengejar-ngejar seorang pria tak dikenalnya."

Su Xi-er berbalik, menemukan si pria berbaju biru berdiri di hadapananya. Ia tidak berniat menyembunyikan apapun dan langsung bertanya, "Mengapa seorang pria dewasa mengenakan cadar? Hanya wanita yang akan memakainya."

Pria berbaju biru itu tertawa. "Nona, apa hubungannya denganmu, apakah orang rendahan ini memakai cadar atau tidak?"

"Apakah kau adalah orang yang melakukan sesuatu untuk menghentikan para penjaja tadi berbincang barusan ini?" Su Xi-er memandanginya saksama dan hanya bisa melihat matanya.

"Kau berusaha keras menemukanku, hanya untuk menanyaiku ini?" Suara pria berbaju biru itu murni terisi dengan sejejak aura yang dalam.

Tiba-tiba saja, Su Xi-er merasa kalau suara ini familier. Akan tetapi, ia tidak bisa mengingat dengan pasti dimana ia pernah mendengarkan suara ini sebelumnya, karena tidak ada pria spesial dalam kenangannya.

"Mengapa kau melakukan itu pada para penjaja? Itu hanya ...." Su Xi-er berhenti dan memandanginya cermat, tetapi ekspresinya tidak berubah.

"Nona, orang rendahan ini berkelana di seluruh empat kerajaan demi mengobati dan menolong orang. Mengapa aku melakukan sesuatu untuk menyakiti para penjaja? Bagaimana kalau kau beritahu aku, mengapa aku akan berbuat demikian?"

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar