Ten Miles of Peach Blossoms
Chapter 16 Part 3
Aku mengelus
sutra putih di wajahku. Sudah tiga kali aku salah dikenali sebagai dirinya, dan
aku sudah terbiasa jadi aku tidak lagi merasa perlu membenarkan orang-orang.
Aku menyesap tehku dan menatapnya dari atas ke bawah lagi.
“Kau memiliki mata
yang sangat indah,” aku memberitahunya pelan.
Itu merupakan
sebuah pujian, diberikan secara tulus, dan kebanyakan orang akan merasa senang
saat mendengarnya. Walau begitu, dayang muda yang berlutut di hadapanku sudah
jelas berbeda dari orang kebanyakan: bukan hanya ia tampak tidak senang
mendengar pujianku, sebenarnya ia jatuh ke lantai dan terlentang di sisinya,
memandangiku dengan mata yang semakin panik.
Aku mungkin
tidak cukup dianugerahi dalam hal penampilan seperti Kakak Keempat, tetapi aku
sejauh ini, aku selalu menjadi wanita tercantik di Qing Qiu. Aku
membayangkannya menghormatiku atas kecantikanku, yang tidak luntur selama
puluhan ribu tahun ini, bukannya menjadi sangat ketakutan akan penampilanku
hingga ia terjatuh seperti tumpukan kusut di atas lantai!
Ye Hua dengan
tenang melepaskan sutra putihku dan menarikku untuk duduk di sebelahnya. Kedua
dayang di hadapan kami membelalakkan matanya melihat wajahku. Akhirnya, mereka
pasti meyadari kalau aku tidak ada miripnya dengan ibu Buntalan.
Ye Hua mengangkat
dagunya dan memanggil kedua dayang yang menatap bodoh ke arahku dengan suara
dingin.
“Putri Miao
Qing, sudah tidak ada lagi tempat bagimu di Istana Xi Wu. Silakan kembali ke
Laut Timur besok pagi. Su Jin, sudah jelas kau sangat mementingkan persahabatanmu
dengan Putri Miao Qing, kalau kau memang benar-benar tidak sanggup melihatnya
pergi, kusarankan agar kau meminta Tian Jun menurunkan satu titah untuk
menikahkan kalian berdua ke Laut Timur. Bagaimana kedengarannya?”
Ucapannya
membuatku mengigil hingga ke tulang. Kedua dayang yang sedang bersimpuh itu
memucat.
Aku terkejut.
Aku menyipitkan mata, memandangi gadis yang ada di kiri, yang masih menangis
tanpa suara. Samar-samar dapat kubedakan struktur tulang wajahnya yang elegan,
sangat mirip dengan Raja Laut Timur. Ia pastilah Putri Miao Qing.
Yang artinya,
gadis yang berlutut di sebelah kanan, dengan mata yang tidak sesuai dengan
bagian wajah lainnya, adalah wanita yang hampir dilecehkan oleh murid tidak
berbaktiku, Yuan Zhen, yang mencoba menggantung dirinya sebagai hasilnya, dan
merupakan Selir Utama Ye Hua, Su Jin.
Aku merasa
kalau penampilannya agak biasa sebelum aku mengetahui siapa dirinya, tetapi
sekarang, karena aku mengetahui ia adalah alasan murid kesayangan malangku
menghadapi segala ujian dan musibah itu, aku merasa wajahnya semakin
biasa-biasa saja. Aku melepaskan desahan sedih ke lengan jubahku.
Yuan
Zhen, oh, Yuan Zhen, seleramu buruk sekali. Kau akan lebih membantu dirimu
sendiri jika kau mengambil keuntungan dari dirimu sendiri selagi menatap ke
dalam sebuah cermin; kau bermil-mil jauhnya lebih menarik dari dirinya.
Su Jin masih
memandangiku, matanya jernih lagi, sementara Miao Qing masih menangis dan
memohon. Aku bisa melihat betapa marahnya Ye Hua. Selain dari pertarungan
dengan Xuan Nu di Istana Da Si Ming, aku tidak pernah melihatnya begitu marah.
Aku jadi ingin tahu, dan walaupun aku sudah mendapatkan apa yang ingin kuambil
dari sini, aku tidak bisa membuat diriku pergi. Aku mengangkat satu cangkir
teh, mengisinya dengan air mendidih, menemukan satu pojokan untuk duduk, dan
dengan tenang menunggu hingga tehnya mendingin.
Meskipun ia
sedang marah, Ye Hua sangat berbakat mempertahankan ketenangannya. Pertahanan
Putri Miao Qing sudah cukup untuk membuat siapa pun yang mendengarnya tersentuh
menangis, tetapi ia tetap tidak terpengaruh. Ia hanya duduk di sana dalam diam,
memeriksa dokumennya.
Aku pernah
melihat Putri Miao Qing meneteskan air mata saat menyatakan kedalaman cintanya
untuk Ye Hua sebelumnya, setelah perjamuan Laut Timur, dan sekarang, walaupun
Su Jin begitu terpengaruh dengan penampilan sang putri sampai ia mengusap air
matanya sendiri, aku merasa aku bisa mempertahankan ketenanganku.
Setelah
mendengarkan sejenak, akhirnya aku mengerti apa yang terjadi dan memahami
mengapa Ye Hua begitu marah.
Sebelumnya,
malam itu, Putri Laut Timur, Miao Qing, dengan beraninya mencoba memberi Ye Hua
makan semangkuk sup yang telah ditaburi dengan ramuan cinta dengan harapan
dapat menggodanya. Sayangnya bagi dirinya, ia tidak memilih sebuah ramuan yang
berkualitas, dan Ye Hua mencium aromanya selagi memegangi mangkuknya. Ia tidak
berakhir menyalakan api di hatinya seperti yang diharapkannya, tetapi malah menyalakan
api amarahnya.
Dayang yang
bertugas menggilingkan tinta Ye Hua, berdiri di mejanya waktu itu dan
menyaksikan seluruh kejadiannya. Ia bergegas memanggil Selir Utama Su Jin untuk
melakukan proses pengadilan, sesuai dengan peraturan Istana Langit.
Aku terkesan
dengan toleransi yang ditunjukkan oleh Su Jin, yang tampaknya melampaui segala
batasan. Saat ia mengetahui kalau Miao Qing mencoba menggoda suaminya dengan
sebuah ramuan cinta, ia tidak menunjukkan sedikit pun kebencian ataupun amarah,
namun sebenarnya justru memohon ampun untuk sang putri. Sikap murah hatinya
bisa menjadikannya sebagai selir panutan di seluruh Empat Lautan dan Delapan
Dataran.
Aku datang
mengambil kipasku saat ada istirahat dalam drama mereka. Segera setelah aku
memahami apa yang terjadi, aku tak lagi tertarik untuk tetap tinggal. Masih ada
lebih banyak hal menarik untuk dilakukan ketimbang menonton kedua orang yang
berlutut di atas lantai dan meratap. Sandiwara dunia manusia punya alur yang
mirip tetapi tidak selemah ini dan jauh lebih baik ditulisnya.
Tehku dalam
suhu yang ideal untuk diminum. Aku menghabiskannya dalam beberapa tegukan,
memungut kipasku, dan bersiap pergi.
Tepat ketika
aku baru saja akan melarikan diri, Putri Miao Qing memeluk kakiku.
“Niang Niang, aku tidak tahu siapa Anda waktu terakhir kali kita bertemu,
tetapi Anda membantuku waktu itu, dan aku akan selalu mengingatnya dan merasa
berterima kasih. Sekarang, aku mohon pada Anda agar membantuku sekali lagi.”
Diam-diam aku
menoleh pada Ye Hua.
“Karena Putri
Miao Qing sudah berlutut meminta pertolonganku, aku merasa harus memberikan
beberapa patah nasihat, jika kau mengizinkanku.”
Ye Hua
mengangkat kepalanya dari dokumennya, menatapku, dan berkata, “Silakan.”
Aku menghela
napas.
“Putri Miao
Qing bukan satu-satunya orang yang bersalah di sini. Kau tahu sejak awal
bagaimana perasaannya terhadapmu, dan kau tetap membawanya kembali ke Istana
Langit. Aku menghargai dirimu yang ingin membalas budi padanya dengan
membantunya menghindari pernikahannya dengan pangeran kedua Laut Barat dan
memberinya waktu untuk berpikir sebelum mengembalikannya ke Laut Timur, tetapi
ia tidak mengetahui pemikiranmu. Ia sudah jelas mengharapkan agar perasaanmu
dapat bertumbuh padanya. Ia melihat betapa tulus dan hormatnya dirimu
kepadanya, dan jadilah pada akhirnya ia membuat dirinya untuk mengambil langkah
pertama.”
Sulit membaca
apa yang sedang dipikirkan oleh Ye Hua dari matanya.
Ia menatap Miao
Qing acuh tak acuh dan berkata, “Kau memberitahuku bahwa yang kau inginkan
hanyalah bekerja sebagai seorang dayang di Istana Xi Wu dan kau akan sepenuhnya
merasa puas.”
“Apakah kau
kira, kau bisa mempercayai segala sesuatu yang diberitahukan padamu oleh
seorang gadis yang sedang jatuh cinta?” kataku sembari menguap.
Miao Qing
menangis tersedu-sedu hingga wajahnya sulit dikenali.
Aku menepuk
ujung kipasku dan berkata, “Dengarkanlah perkataan seorang wanita tua. Lebih
baik kau kembali ke Laut Timur.”
Kemudian, aku
mengambil beberapa langkah untuk membebaskan diriku dari cengkeramannya. Aku
meluruskan bajuku, dan sebelum ia punya kesempatan untuk bereaksi, aku membawa
kipasku dan menyelinap keluar dari ruangan.
Aku sudah
mencapai ambang pintu ruangan luar sebelum Ye Hua menyusulku dan menarikku. Aku
berbalik menatapnya. Ia melepaskanku, dan kami berdiri di sana bahu-membahu.
“Sudah gelap di
luar sana. Apakah kau bisa menemukan jalanmu kembali ke kediamanmu?” tanyanya.
Aku melihat ke
sekitar dan berkata, “Aku yakin aku pasti bisa menemukannya,” tetapi
perkataanku terdengar penuh keraguan.
Ia terdiam
sejenak sebelum berkata, “Aku akan mengantarkanmu pulang.”
Aku mendengar
Miao Qing terisak dari ruangan dalam, di balik tirai dengan lilin yang
berkelap-kelip.
Mereka berdua
pastinya sangat kelelahan dengan segala kehebohan itu. Mereka bisa menggunakan
waktu selagi Ye Hua menemaniku untuk beristirahat dan memulihkan energi mereka,
agar nantinya mereka bisa memberikannya pertunjukkan yang lebih bersemangat
lagi.
Walaupun
sementara aku menyingkirkan Ye Hua dari tempat itu agar ia bisa menjadi
pemanduku, aku membayangkan kalau aku tidak akan bisa membawanya pergi dari
urusan belakang istana ini terlalu lama. Aku membawanya keluar tanpa merasa
terlalu bersalah.
Bulannya
sewarna beku, dan anginnya bertiup.
Ye Hua terdiam
sepanjang jalan, hanya terkadang mengutarakan peringatan tentang dahan pohon
atau bebatuan yang mungkin membuatku tersandung. Ia membawaku menuruni jalanan
yang tidak rata, dan karena mataku, aku harus tetap fokus kemana arahku
berjalan, yang mana menghalangiku berbicara.
Aku memang
merasa agak lelah, dan di waktu kami sudah melalui seluruh jalannya, aku merasa
lebih terkuras lagi. Tiba di depan pintu masuk kediamanku, yang kuinginkan
hanyalah menyelam ke dalam kamarku dan menjatuhkan diri ke atas ranjang.
Tetapi aku baru
saja mencapai ambang pintunya ketika Ye Hua menarikku lagi.
Aku mengangkat
kepalaku dengan menyedihkan dan berkata, “Kau tidak perlu mengantarkanku lebih
jauh lagi. Aku tahu jalannya dari sini.”
Ia agak kaget
dengan komentarku, tetapi tertawa juga.
“Jika kediaman
ini lebih besar lagi, kau mungkin akan tersesat di dalamnya dan mungkin bahkan
tidak akan berhasil menemukan jalanmu kembali ke kamarmu sendiri. Aku sudah
tahu tentang dirimu sekarang.”
Ia menjeda,
memandangiku dengan ekspresi serius.
“Sebenarnya aku
ingin menanyakan sesuatu padamu. Mengapa kau menyakinkan Putri Miao Qing untuk
kembali ke Laut Timur barusan ini?”
Aku menutupi
mulutku, setengah menguap.
“Bukankah kau
ingin agar ia kembali ke Laut Timur?” tanyaku.
Matanya
menggelap.
“Itukah alasan
kau menasihatinya untuk kembali, karena itulah yang kuinginkan?”
Aku menopangkan
kipasku di sikuku dan tak berkata apa-apa.
Terdapat
sedikit jejak serangan dalam suara Ye Hua. Aku tidak yakin apakah akan lebih
baik bagiku untuk bersikap tulus dan mengangguk atau tidak tulus dan
menggelengkan kepalaku, atau apakah akan lebih baik jika aku tetap terlihat tak
terpengaruh dan tak bereaksi. Aku tidak punya banyak pengalaman dengan situasi
semacam ini, bahkan di usia sangat tuaku ini. Para makhluk abadi yang
menghabiskan waktu bersamaku biasanya ceria dan mudah di ajak bergaul.
Aku tidak
pernah sungguh-sungguh memahami anak-anak muda yang tumbuh dewasa sebelum
waktunya, dan Ye Hua, contoh dari hal ini, belakangan bertingkah tidak terduga,
kebanyakan seolah ia tersihir, membuatnya jadi lebih tak terduga lagi. Aku
tidak tahu jawaban apa yang ingin didengarkan olehnya.
Sebelum aku
memutuskan bagaimana untuk menjawab, ia memegangi kepalanya.
“Jadi, begitu?”
katanya sembari tersenyum pahit.
Ketika seorang
makhluk abadi mencapai tingkat penempaan energi spiritual sepertiku, cukup
untuk memasuki alam dewa-dewi agung, alaminya mereka harus akrab dengan
bagaimana cara kerja dunia. Mereka tidak perlu mengetahui segalanya, tetapi
setidaknya mereka harus memahami bagaimana cara membaca wajah seseorang. Dengan
satu lirikan saja pada wajah Ye Hua dan senyuman pahitnya, aku menyadari betapa
penuh amarahnya perasaannya, dan betapa tidak tepatnya diamku ini. Seharusnya,
aku menanggapi pertanyaannya.
Segera setelah
aku menyadari hal ini, aku tersenyum padanya, mencoba memperbaikinya.
Aku menatap ke
wajah dinginnya dan memulai canggung, “Tentu saja aku tidak melupakan janjiku
untuk membantumu menemukan beberapa selir yang cantik. Tetapi, kau harus
memilih mereka dengan bijak, atau kau hanya akan berakhir hancur, yang hanya
akan menyebabkan masalah bagimu. Karena Putri Miao Qing tidak sesuai dengan
seleramu, tidak ada alasan baginya untuk terus tinggal di sini.”
Aku menopangkan
kipas di sikuku lagi, menepuknya seraya mengerutkan kening.
“Dan ia adalah
seorang putri yang licik. Hari ini ia mencoba memberimu ramuan cinta. Siapa
yang akan tahu, tindakan berani apalagi yang mungkin akan dilakukannya besok!
Istana belakang harus tetap jernih dan bebas dari drama sebisa mungkin.”
Ye Hua terdiam
sekian lama, ekspresi aneh muncul di wajahnya.
“Seharusnya aku
tidak menanyakan sesuatu seperti itu padamu,” katanya dengan suara datar.
“Ketika aku
menyuruhmu masuk ke dalam ruang baca tadi, aku berharap untuk menaikkan sedikit
kecemburuan darimu. Aku tidak menduga kalau kau hanya akan duduk di sana,
menikmati tontonannya.”
Jantungku
berdebar kencang. Ya Tuhan. Aku kira ia memanggilku masuk hanya agar aku
mengambil kipasku. Aku tidak membayangkan sedetik pun kalau inilah tujuannya.
Ia mengangkat
kepalanya dan melirikku sekilas. Aku tidak bisa membaca kesedihan maupun
kebahagiaan di wajahnya. Ia terus berbicara dengan nada datar yang sama.
“Bai Qian,
apakah aku bahkan tidak punya tempat secuil pun di hatimu? Apakah semuanya
sudah diambil olehnya? Berapa lama kau bersedia untuk menunggunya?”
Aku merasakan
satu tarikan di sanubariku, tetapi aku tidak yakin mengapa.
Ye Hua
mengucapkan salam perpisahan padaku dengan ekspresi muram di wajahnya. Ketika
ia pergi, aku berjalan masuk ke kamarku tanpa membangunkan Nai Nai dan
berbaring.
Aku merasa
sangat kelelahan sebelumnya, tetapi berbaring di atas ranjang awan yang empuk
dan nyaman sekarang, yang bisa kulakukan adalah membolak-balikkan tubuh, tidak
bisa tidur. Yang bisa kupikirkan adalah tarikan di sanubariku, sementara
eskpresi muram Ye Hua terus melayang dalam benakku. Akhirnya, aku melamun dan
mulai tertidur.
0 comments:
Posting Komentar