Jumat, 03 Juli 2020

TMPW - Chapter 1 Part 1

The Man's Perfect Wife - Chapter 1 Part 1

Pertama kali ia bertemu dengan istrinya adalah sebulan sebelum pernikahan mereka. Kedua kalinya adalah pada hari pernikahan mereka. Sejujurnya, pertemuan pertama tidak pelu dan merepotkan.

Fondasi dari masyarakat kalangan kelas atas Korea Selatan adalah uang, kekuasaan, dan pernikahan. Pernikahannya dapat dianggap sebagai 'kontrak' belaka di antara para ayah, sehingga, tidak jadi masalah siapakah yang akan menjadi pengantin wanitanya.

Cantik atau jelek, kecanduan belanja atau depresi, kacau atau berbudi luhur; itu bukan masalah. Hal yang paling penting adalah, apa yang akan disajikan si pengantin wanita dan pengantin prianya ke atas meja.

Dengan penetapan pernikahan mereka, keluarga si pengantin wanita, R&K Investments, dan keluarga pengantin pria, Hyun Jin Group, akan meneruskan proyek mereka di Dubai.

Proyek itu berjudul 'The Tropical'. Meskipun itu terdengar menggelikan, mereka akan membuat pulau buatan di dalam laut buatan di tengah-tengah padang gurun. Setiap pulaunya akan memiliki resor mewah dan klub kasino mereka masing-masing.

R&K dan Hyun Jin sedang berencana untuk menciptakan fatamorgana lainnya untuk keluarga-keluarga kaya di Timur Tengah, yang sepertinya tidak tahu bagaimana caranya menghabiskan keberuntungan mereka yang berlimpah yang terbuat dari minyak. Proyek itu akan menghabiskan banyak uang, tetapi akan membawakan banyak keuntungan juga. Ini adalah arti sebenarnya di balik pernikahan tersebut.

Wanita yang ada di tablet PC sedang menatap balik dirinya. Foto yang seperti foto KTP yang rapi itu diserahkan dalam sebuah resume untuk pelamar pekerjaan. Wanita itu tampak sangat biasa. Tidak, sebenarnya, ia lumayan cantik.

Rambutnya dikuncir di belakang dengan rapi. Wajahnya pucat, mata yang tenang, dan gaun formal yang memberikan kesan lembut. Itu adalah tipe tampang yang populer dengan para orang tua, saat berhubungan dengan calon menantu yang potensial.

"Ilustrator?"

Selagi ia menggeser ke atas, ia melihat informasi tambahan: tanggal lagi, pendidikan, pekerjaan, hobi, foto sekolah, dan foto sekarang ini.

"Iya."

Sekretaris Kang memulai pengarahannya dengan nada bicaranya yang cepat dan tepat seperti biasa.

"Ia menerbitkan tiga buku sejauh ini. Biasanya, ia bekerja dari rumah dan memberikan kuliah di Universitas Hwa Yin, seminggu sekali sebagai instruktur paruh waktu."

Membosankan sekali.

Joon Hun merasa kalau ia tidak perlu membaca lebih banyak dan mematikan layarnya. Ia dengar bahwa gadis itu pernah ke London untuk belajar di luar negeri, tetapi yang akhirnya dikerjakannya sekarang adalah menggambar buku bergambar.

Kebanyakan wanita kelas atas memilih untuk mempelajari seni rupa. Itu adalah sesuatu yang bisa dipamerkan dan tampak bagus kapanpun mereka memutuskan untuk membuka galeri mereka sendiri. Tentu saja, itu juga merupakan cara yang anggun untuk mencuci uang.

"Ada lagi yang lainnya?"

"Tidak. Ia tidak pernah terlibat dalam skandal apapun hingga sekarang. Ia dikenal sangat pendiam dan sopan."

Tidak ada skandal sama sekali? Itu mengesankan. Presiden Min dari R&K, dan anak-anak dari istri-istrinya yang sebelumnya terkenal cukup gaduh. Ia sudah punya istri ketiga dan terkenal suka bermain-main. Bagaimana bisa putrinya pendiam?

"Kau yakin informasi ini benar?"

"Iya. Sudah di periksa dua kali."

Yah, itu bisa saja benar. Bukannya dunia ini tidak ada orang-orang yang hanya suka menjalani kehidupan dengan tenang.

***

Mereka dengan cepat sampai di lokasi yang ditunjuk. Joon Hun keluar dari mobil dan mengancingkan jasnya. Meskipun ini adalah pertemuan pernikahan, ia merasa seolah ia akan bertemu seorang rekan bisnis yang penting.

Kontraknya sudah berada di tahapan final. Tidak peduli orang macam apakah wanita ini, atau pemikiran macam apa yang dimiliki olehnya, pernikahan ini akan berlangsung.

Ia hanya berharap, wanita itu tidak terlalu menempelinya saat ini semua berakhir. Sementara ia berjalan menuju ke ruangan dimana wanita itu menunggu, Joon Hun mengernyit. Hal yang paling dibencinya adalah saat seorang wanita mulai punya perasaan terhadapnya.

Tidak mungkin itu akan terjadi, tetapi, ia akan merasa jengkel apabila wanita itu memaksakan cinta atau obsesinya terhadap dirinya. Itu sebodoh menempatkan perasaan pribadi menjadi bisnis publik.

Apabila wanita itu punya akal sehat, tidak, jika orang tuanya menyadari apa arti pernikahan ini sesungguhnya, perjanjian ini tidak akan diputarbalikkan atau dililiti dengan sentimen yang tidak perlu.

Mereka adalah mitra kontrak, bukan Romeo dan Juliet. Melibatkan percintaan di dalam pernikahan ini, lebih buruk daripada kecanduan belanja atau menjadi orang yang genit.

Pintunya terbuka dengan bunyi klik. Wanita itu duduk di sebelah kanan meja mewah tersebut. Di belakangnya, ada sebuah jendela persegi besar yang menampilkan pemandangan anggun dari pohon magnolia yang sedang mekar. Ini merupakan tempat sempurna untuk mengadakan pertemuan pernikahan.

Gaun hijau tuanya berkerah dudukan, tampak feminin di bagian bahunya, dan dalam panjang yang pantas. Secara keseluruhan, itu adalah gaya yang sederhana. Itu menonjolkan wajahnya yang pucat serta anggun, dan rambut panjang berwarna hitamnya yang ditata menjadi sanggulan. Posturnya ketika ia bangkit berdiri tampak anggun dan tanpa cela.

"Aku minta maaf atas keterlambatanku. Namaku Seo Joon Hun."

Joon Hun tersenyum samar selagi ia memulai percakapan yang sopan. Wanita itu sedikit menundukkan kepalanya.

"Namaku Min Yuan. Senang bertemu denganmu."

Nada suaranya lembut. Ia juga menjaga jarak yang pantas.

Senyuman Joon Hun mendalam. Mereka memulai dengan bagus. Bolanya kini berada dalam genggamannya, dan ia belum pernah gagal dalam sebuah negosiasi sebelumnya.

Min Yuan.

Dan hanya seperti itu, wanita itu menjadi istrinya.

***

Mereka mengadakan pesta pernikahan satu bulan setelah pertemuan pernikahan ini. Seperti sebuah proyek bisnis, sekretaris dari kedua keluarga yang merancangnya. Demi mengawasi pendirian dan pembangunan konsorsium di Dubai, Joon Hun tidak berada di Korea selama masa ini.

Semuanya berjalan dengan lancar, dan semua orang merasa puas. Media menyelimuti pernikahan mereka yang akan datang dengan lensa berwarna merah muda, dan saham kedua perusahaan pun meningkat seperti yang diharapkan.

Satu bulan kemudian, di pertemuan kedua mereka, Yuan mengenakan sebuah gaun pernikahan. Ia tidak mengenakan gaun pesta seperti putri. Sebagai gantinya, ia mengenakan sebuah gaun ramping dan sederhana.

Tidak seperti pertemuan pertama mereka, rambutnya ditarik ke bagian tengah dan hanya dihiasi dengan bunga-bunga putih. Tengkuk putihnya yang cantik mengintip dari bagian bawahnya.

Selagi Min Yuan berjalan menuruni altar dan memindahkan tangannya dari ayahnya pada Joon Hun, ia tampak seperti perlambangan seorang pengantin yang cantik dan anggun.

Namun, sewaktu mereka membacakan janji mereka, sewaktu ia mengaitkan tangannya di lengan Joon Hun untuk foto pernikahan mereka, atau bahkan saat mereka meninggalkan lokasi pernikahan mereka sambil bergandengan tangan, tidak sekalipun Yuan mendongak menatapnya.

Joon Hun tidak berniat untuk menghabiskan malam pertama pernikahannya dengan istrinya. Mereka baru bertemu dua kali, dan ia tidak lapar akan wanita juga. Ia juga menebak kalau wanita itu bukan tipe wanita yang akan membuka tubuhnya pada seorang pria yang baru ditemuinya dua kali. Lagipula, itu juga tidak dibutuhkan dalam pernikahan mereka.

Jadi, mengapa ia mengubah pikirannya?

Apakah itu adalah semacam hipnotis yang datang bersamaan dengan pernikahan?

Atau apakah itu karena bunga Wisteria?

***

Musim Semi sedang sedang penuh-penuhnya di Jepang selama bulan April.

Mereka sampai di bandara Nagoya dengan sebuah jet pribadi. Kemudian, mereka menaiki sebuah helikopter menuju ke kota Ise. Sepanjang perjalanannya, tidak ada yang saling berbicara terhadap satu sama lain. Joon Hun terus bekerja di tablet PC-nya sementara istrinya hanya melihat keluar jendela.

Akhirnya, saat helikopternya tiba di resor, mataharinya sudah terbenam di Teluk Ago, mewarnai airnya dengan corak yang brilian. Pulau yang mengambang di lautan itu tampak seperti sarang burung yang ditinggalkan.

Setelah helikopternya mendarat, bunyi berisik yang sedari tadi membuat pasangan itu kesal pun akhirnya reda. Alhasil, keheningan mutlak pun menetap di resor yang terletak di antara sebuah hutan lebat dan lautan.

Akhirnya.

Joon Hun merasa seolah akhirnya ia bisa bernapas sewaktu ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya. Meski mereka hanya di sini selama tiga hari dan dua malam untuk bulan madu mereka, Joon Hun hanya ingin mendapatkan banyak tidur. Ia buru-buru kembali dari Dubai, sehingga ia belum terbiasa dengan perbedaan waktunya. Apalagi, karena kegemparan dari pernikahannya, ia belum tidur selama 48 jam. Siapa yang tahu kalau pesta pernikahan akan lebih sulit dilakukan ketimbang pekerjaan?

"Kalau kau capek, mandilah dan pergi tidur duluan."

Min Yuan berbicara seolah ia membaca pikirannya. Sekarang, kalau dipikirkan, itu adalah kata-kata pertama yang diucapkannya padanya sepanjang hari.

"Aku baik-baik saja."

"Aku bisa melihat lingkaran hitammu."

Ia menggesturkan ke matanya sendiri selagi ia berbicara. Melihat Yuan mengucapkan kata-kata itu dengan wajah datar, agak lucu.

Kebanyakan orang tidak bisa bicara dengan nyaman kapanpun mereka di sekitarnya. Sementara statusnya di perusahaan adalah satu faktornya, itu kemungkinan besar disebabkan oleh kesan dingin dan mengerikan yang diberikannya.

Akan tetapi, sepertinya itu tidak mempengaruhi Min Yuan sama sekali. Yah, ia resmi menjadi istrinya mulai hari ini. Tidak ada alasan bagi Yuan untuk waspada atau takut padanya. Ekspresi acuh tak acuh wanita itu adalah bukti lebih lanjutnya.

"Ah, sejelas itu?"

"Pergi dan istirahatlah. Bisa dipahami kalau kau capek." Yuan tersenyum lembut saat ia bicara.

Joon Hun merasa aneh selagi ia melihat senyuman anggun namun formalnya itu. Yuan juga mengetahui apa pernikahan ini seperti dirinya.

Sebuah kontrak.

Tidak lebih, tidak kurang.

Mereka hanyalah rekan bisnis.

Sehingga, rasanya seperti mata Yuan sedang memperingatkannya untuk menjaga jaraknya, tetapi mereka menjaga kenyataan itu tersembunyi dengan baiknya.

Kini, ketika ia memikirkan tentang itu, Min Yuan memainkan bagian dari pengantin wanitanya yang sempurna, tetapi tidak pernah sekalipun ia mendongak menatapnya atau berbicara padanya.

"Bukankah akan menyenangkan untuk makan malam bersama?"

"Joon Hun-ssi."

(T/N : imbuhan –ssi digunakan ketika memanggil dengan sopan atau menjaga jarak.)

Yuan memanggil namanya untuk yang pertama kalinya. Pelafalannya yang datar dan jelas berdering di telinganya dan menggelitikinya.

"Aku akan merasa lebih nyaman makan sendirian. Tolong jangan cemaskan soal diriku."

Yuan berbicara seperti seorang karyawan yang mencoba menyingkirkan bosnya dari kumpul-kumpul karyawan.

"Di hari pertama bulan madu kita?"

"Apakah hari pertama bulan madu kita berarti apapun bagi kita?"

Biarpun ia mengucapkan ini sambil tersenyum, Joon Hun tidak bisa merasakan adanya kehangatan dari dirinya. Setelah mengucapkan kalimatnya, Yuan berdiri dan keluar dari kamar. Ditinggal sendirian, Joon Hun memperhatikan dengan frustasi sementara pintu kertas itu pelan-pelan bergeser menutup.

Joon Hun tidak tahu apakah ia mesti bersyukur, atau apakah ia harus merasa bingung. Ia merasa seolah ia baru saja ditinggalkan.

Lagipula, apa masalahnya?

Apa yang paling dibutuhkannya saat ini bukanlah seorang pengantin wanita. Ia butuh tidur. Joon Hun melonggarkan dasinya yang sudah meliliti lehernya sepanjang hari.

Air hangat mengucur ke bawah dari atas kepalanya dengan bunyi whuss. Airnya mengalir menuruni rambutnya yang tertata rapi dan kemudian menuruni otot-ototnya yang kaku.

Segera saja, airnya menyapu rasa kantuk dan kelelahannya. Pikirannya yang biasa tentang pekerjaan tidak memasuki benaknya kali ini. Joon Hun memperhatikan tetesan air acak itu, yang meledak-ledak di atas ubinnya. Airnya mulai sepenuhnya membasahi tubuhnya sebelum mengenai kakinya dan menyebar di sepanjang ubin lantainya.

"Apakah hari pertama bulan madu kita berarti apapun bagi kita?"

Ia teringat kata-kata Min Yuan. Lebih spesifiknya, ia teringat mata acuh tak acuhnya sewaktu ia mengutarakan kata-kata itu.

Pfft, Joon Hun mulai tertawa. Ia teringat bagaimana ia sudah cemas kalau Yuan akan menempelinya saat ia sedang dalam perjalanan menemuinya sebulan yang lalu. Kontrasnya, Yuan sepertinya sama sekali tidak berminat padanya. Ia pun mulai merasa malu sudah mengkhawatirkan soal itu.

Ia senang karena berjalan lancar.

Joon Hun membersihkan dirinya sebentar dan keluar dari kamar mandi. Kemudian, ia menguburkan dirinya di ranjangnya. Keletihan selama beberapa hari belakangan ini menghantamnya seperti satu ton batu bata.

Joon Hun tidak tahu berapa lama ia tertidur. Seekor burung berkicau di luar jendela. Tiba-tiba saja, ia terbangun dari tidur panjangnya. Ia terbangun dari mimpi buruk.

Itu adalah sebuah mimpi yang sering kali dimimpikannya saat masih kecil, tetapi sudah dilupakannya sekarang. Ia sedang menggenggam tangan ibunya sewaktu ia akan pergi menemui ayahnya. Ia begitu gembira, bertemu ayahnya untuk pertama kalinya dalam kehidupannya.

Mata dingin ayahnya sewaktu ia mendunduk menatap antisipasi kekanakan dalam dirinya yang masih kecil itu, tidak ada bedanya dari mata pengantin wanitanya yang baru.

"Sial!"

Joon Hun bangun pelan-pelan dan menyisir rambut berantakanya ke belakang. Ia sudah terlalu lelah sampai-sampai ia memimpikan kenangan lama. Ia dengan cepat mengguncangkan sisa-sisa dari mimpi melelahkan itu dan melihat ke sekitarnya.

Ia sedang berada di dalam sebuah kamar tidur yang bersih namun mewah. Bunga-bunga dan sampanye yang telah dipersiapkan resornya untuk orang-orang yang berbulan madu sudah dibuang ke tong sampah. Karakteristik khusus orang-orang Jepang akan kebersihan dan ketertiban terasa sedikit menyesakkan bagi Joon Hun.

Ia melihat jam. Sudah hampir lewat jam dua pagi. Namun, ia merasakan kalau ia sendirian.

Kemana perginya Yuan?

Joon Hun mengenakan yukata yang diletakkan di sebelah ranjang dan berjalan menuju ke kamar tidur yang akan digunakan Yuan. Kamar itu kosong. Kamar mandinya juga kosong. Tas dan baju-bajunya dipinggirkan dengan rapi. Kemana perginya dia di tengah malam? Apakah terjadi sesuatu padanya?

Merasa khawatir, Joon Hun membuka pintu beranda dan pergi keluar menuju balkon. Keamanan resor ini lebih dari cukup, dan tim keamanan Hyun Jin juga ditempatkan di sekitar kabin, tetapi masih bisa terjadi sesuatu yang salah.

Apa ia keluar ke taman?

Setiap kabinnya memiliki pemandian air panas terbuka dan sebuah taman. Tamannya tampak natural, tetapi setiap elemennya ditempatkan dengan pemikiran yang cermat. Cabang-cabang pohon terbentang di atas lampu yang redup.

Joon Hun berpikir ia mendengarkan suara air yang datang dari suatu tempat. Ia mencium aroma khas mata air panas yang bercampur dengan wangi bunga-bunga musim semi. Ia mengikuti aromanya hingga mendadak, ia berhenti.

Ah ...

Apakah ia mengutarakannya dengan lantang? Ia tidak yakin. Di bawah sinar rembulan, garis bunga Wisteria ungu yang mekar terbentang seperti fantasi. Joon Hun merasa seolah sisa dunia ini mendadak menghilang. Di dalam asap putih mata air panasnya, duduklah Yuan.

Rambut panjang dan hitamnya masih basah sementar menjuntai di punggung putihnya. Joon Hun tidak yakin apakah Yuan hanya mengenakan setengah dari yukata berwarna biru itu, ataukah yukatanya sudah meluncur ke bawah, tetapi ia bisa melihat bahu dan sebagian punggung Yuan. Ia begitu terpesona sampai-sampai ia lupa kenapa semula ia datang kemari.

Yuan tampak dingin dan acuh tak acuh, tetapi sepertinya ada kesedihan aneh yang terpancar dari dirinya. Namun, sisi sampingnya tampak sangat indah. Seolah-oleh ia akan menghilang ke dalam kegelapan kapan saja.

"Min Yuan."

Tanpa sadar, Joon Hun memanggil namanya. Ia merasa seolah Yuan akan benar-benar menghilang jika ia membiarkannya sendirian. Terkejut, Yuan memutar kepalanya dan menatapnya. Rambut panjang dan hitamnya berjatuhan di sekitar wajah tirusnya. Ekspresinya terlihat sepenuhnya berbeda dari yang digunakannya saat pertemuan pernikahan mereka, bahkan saat pernikahan mereka.

Apakah itu disebabkan Yuan yang menghapus riasannya? Wajah polosnya tampak sehalus anak-anak. Tanpa ekspresi jetset dan dinginnya, Yuan tampak seperti sekuntum bunga rapuh yang bisa hancur hanya dengan sedikit tekanan. Sedikit kebingungan, ia membenarkan pakaiannya. Tanpa ketenangannya yang biasa, telinganya sedikit merona merah.

Apa ini? Yuan agak imut. Rasa malu Yuan yang terlihat melalui ekspresi dinginnya itu terbakar ke dalam mata Joon Hun. Apakah ini disebabkan oleh sihir di dalam udara malam hari? Atau apakah itu disebabkan oleh tengkuk putih si pengantin wanita yang mengintip dari sela-sela rambutnya?

Joon Hun terus memandanginya. Yuan berbalik menghadapnya sehingga mereka pun berhadapan. Joon Hun tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah ia akan terus bersikap sopan? Haruskah ia memperingatkan Yuan untuk tidak mendekatinya karena mereka hanyalah rekan bisnis semata?

Pfft, Joon Hun mulai tertawa.

Ini adalah pernikahan. Meskipun jika pernikahan ini terbentuk melalui sebuah kontrak, pada akhirnya, sebuah pernikahan adalah ikatan paling primitif di antara seorang pria dan wanita.

Joon Hun mengulurkan tangannya. Yuan tidak bergerak. Wajah waspadanya kembali ke keadaan dinginnya. Dengan ekspresi yang sama dingin dan tidak peduli yang dikenakannya saat pertemuan pernikahan mereka, Yuan menatap ke bawah ke tangan Joon Hun.

Mereka berdua sama-sama mengetahui apa makna dari tangannya yang terulur. Tidak masalah jika Yuan menolaknya. Tetapi, ia tidak akan bisa menolak Joon Hun terlalu lama. Sayangnya, Yuan tidak punya banyak pilihan.

"Apakah kita harus melakukan sesuatu seperti ini?" Pada akhirnya, Yuan yang membuka mulutnya. Nada bicaranya sedingin laut malam.

"Apakah ada alasan untuk tidak melakukannya?" Joon Hun menyeringai sewaktu ia membalasnya.

Ia tidak menyadari kalau ia tampak seberbahaya ketika ia masih remaja dengan rambutnya yang turun. Namun, ekspresi Yuan tidak berubah.

"Kau tahu dengan sangat jelas apa arti pernikahan ini."

"Aku tahu. Itu adalah awal mula dari suatu hubungan yang akan menghasilkan keuntungan yang menyenangkan."

"Jadi, kenapa kau harus mencicipi kesenangan ini juga?"

"Seperti yang kau katakan, karena ini adalah kesenangan. Suatu kesenangan yang akan selalu menyenangkan."

"Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak menyukainya?"

"Kau tidak akan tidak menyukainya, Min Yuan."

Yuan sedikit memiringkan kepalanya. Selagi rambutnya menjuntai turun, mata dinginnya memelototinya. "Kau ... percaya diri sekali."

"Umpan balik yang kuterima sejauh ini selalu positif."

Mendengar perkataannya, Yuan tersenyum samar.

Joon Hun nyaris bisa mendengar suara Yuan di dalam angin yang berkata 'Seyakin itukah kau?'

Biarpun begitu, bunga-bunga Wisteria berjatuhan di tubuh istrinya. Yuan memperhatikan kelopak bunga-bunga itu melayang pergi.

Bunga Wisteria ungu dikatakan sebagai bunga dari seorang pengantin wanita yang menantikan suaminya. Ia pasti menjawab panggilan suaminya karena ia sedang duduk di bawah pohon Wisteria.

"Bagaimana jika aku terus berkata tidak?"

Joon Hun tidak tahu apakah Yuan sedang bertanya padanya atau pada bunga-bunga.

"Pada akhirnya, kau akan menyerah. Kita harus saling bertemu setiap malam."

Yuan tidak akan bisa menolaknya selamanya. Suka atau tidak, mereka menikah, dan harus hidup di bawah atap yang sama. Mereka tidak tahu kapankah ini akan berakhir. Jika Joon Hun bertekad, pada akhirnya, mereka akan berakhir tidur bersama.

Istrinya berjalan mendekatinya. Yuan berjalan perlahan-lahan dan berhenti ketika ia berdiri tepat di depannya. Yuan menjawabnya dengan ekspresi yang acuh tak acuh.

"Baiklah."

Yuan berjalan melewatinya dan masuk ke dalam kamar tidur. Sekali lagi, Joon Hun mengikuti di belakangnya. Setelah ia menutup pintu beranda, mereka tidak lagi mendengar suara angin. Kemudian, ia mengangkat tangannya dan membawa rambut istrinya ke depan pundaknya. Leher Yuan yang putih dan jenjang berwarna putih susu di bawah cahaya bulan yang redup.

"Kita tidak akan melakukan ini lagi jika aku tidak menyukainya."

Joon Hun mendengar suara istrinya. Tampak samping Yuan memasuki matanya.

"Oke." Joon Hun menjawabnya diam-diam.

"Aku tidak mau punya anak."

Ia melepaskan ikat pinggang istrinya. "Aku setuju."

Ia juga tidak menginginkan seorang anak. Ia tidak berencana untuk membawa manusia tidak beruntung lainnya ke dunia yang sial ini.

"Apa kau hebat dalam ini?"

Joon Hun tertawa mendengarkan pertanyaan Yuan. Sementara ia menurunkan yukata Yuan, ia memperlihatkan bahu seputih susunya. Joon Hun memiliki kemampuan untuk memberikan Yuan kenikmatan terbaik yang dapat dialami oleh seorang wanita.

"Yah, selama kita melakukan ini, lakukan dengan baik. Kalau kau tidak menyampaikannya, tidak akan ada lain kali."

Menakutkan.

Joon Hun membawa bibirnya menuju ke bahu Yuan dan terkekeh.

0 comments:

Posting Komentar