Selasa, 21 Juli 2020

TMPW - Chapter 9 Part 2

The Man's Perfect Wife - Chapter 9 Part 2


Waktu merangkak maju. Satu malam tak berguna berlalu, dan itu adalah hari tak berdaya lainnya.

Ia merasa seolah ia sedang berdarah hingga kering. Menekan kecemasannya, Yuan menarik rambutnya ke dalam topinya. Empat hari telah berlalu. Apa kemungkinannya bahwa Tae Kyung-oppa masih hidup?

"Jika terjadi sesuatu yang salah dan aku tertangkap, kau harus langsung menuju ke Luxembourg."

Bersiap untuk yang terburuk. Itulah apa yang dikatakan Tae Kyung padanya.

"Terlepas dari apapun, kau tidak boleh datang mencariku, Yuan. Aku tidak akan pernah memaafkanmu jika kau melakukannya."

Jangan maafkan aku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu dan kabur sendirian.

Yuan merendahkan tubuhnya di dalam kegelapan dan menggertakkan giginya.

Ia teringat hari dimana pertama kali ia bertemu Tae Kyung. Itu adalah musim semi setelah ia berusia tujuh tahun. Ia pulang dari sekolah, dan ada seorang bocah lelaki asing di rumah. Mata yang memanjang dan monolid. Wajah cantik yang akan membuat iri semua gadis. Ia tampak seperti seorang pangeran dari sebuah dongeng. Ia menatap Yuan dengan mata yang melebar.

"Anak lelaki ini adalah putra sulungku, Nyonya."

Paman Woo Kyung memperkenalkan Tae Kyung-oppa pada Yuan dan ibunya. Ibunya berubah pucat dan menatap tegang pada Tae Kyung-oppa. Setelahnya, Yuan menyadari bahwa ada sesuatu yang agak aneh dengan situasi ini. Mata Tae Kyung persis seperti mata ibunya.

"Ia harus memakai kacamata."

Ibunya berbicara entah darimana. Paman Woo Kyung bilang ia mengerti dan menundukkan kepalanya. Tae Kyung-oppa mengalihkan pandangannya. Meskipun itu musim semi, anginnya dingin. Yuan dapat mencium bunga wintersweet di luar jendela.

Yuan mengigit bibirnya guna menekan rasa sakit mendadak di dadanya.

Kegelapan menyelimutinya, dan keheningannya terasa berat. Kabut malam yang pekat melayang di atas tanah. Rumah-rumah yang dikelilingi oleh tembok-tembok batu bata tinggi tampak seperti pulau-pulau di bawah cahaya kuning dari lampu jalan. Di sana-sini, lampu dari pos-pos keamanan bersinar sementara petugas polisi berjaga.

Yuan menggulung lengan bajunya dan memeriksa waktunya. Pukul 1:43 pagi. Waktu dimana manusia berada dalam keadaan terlemah mereka.

– Yuan, bisakah kau mendengarku?

Ia mendengar suara Eri di dalam telinganya. Yuan balas berbisik dengan 'Iya', sebelum menutup mulutnya rapat-rapat. Sebuah mikropon tersemat pada sebuah alat di bahunya, dan sebuah earphone bluetooth kecil ada di telinganya.

Mereka bergegas melakukan persiapan dalam waktu terbatas yang mereka miliki, sehingga ini adalah yang terbaik yang dapat mereka lakukan. Namun, ada satu hal yang memberikan Yuan keuntungan. Ini adalah rumah masa kecilnya. Ia mengetahui tempat ini dari luar ke dalam. Pada dasarnya, ia dapat berjalan masuk ke dalam rumah dengan mata tertutup.

– Apakah semuanya baik-baik saja, Yuan?

"Tetap tenang, Eri."

Eri sangat gelisah. Ia mencemaskan tentang Tae Kyung, tetapi kecemasannya melonjak hingga ke atap saat Yuan mengatakan ia akan masuk seorang diri ke rumah Presiden Min. Tetapi, apa lagi yang dapat mereka perbuat? Bagaimana bisa mereka memanggil polisi dalam situasi ini?

Pemikiran untuk melarikan diri dari Korea bersama Tae Kyung sudah lama melayang keluar dari benaknya. Tidak ada pilihan lain. Ia memeriksa perlengkapannya sekali lagi. Huuu, Yuan menghembuskan napas dan melihat sekitar.

Lingkungan Pyeong Chang. Itu adalah rumah dari para pemimpin politik dan pebisnis top negara. Dengan beberapa ketukan di keyboard, lingkungan Pyeong Chang tiba-tiba saja tenggelam dalam deringan alarm.

Beep, beep, beep, beep!

Mereka berasal dari rumah perdana menteri Korea, rumah CEO Future Airlines, rumah dari Tae Yang Construction ... Alarm itu mulai berdering di dalam setiap rumah di lingkungan tersebut. Petugas kepolisian mulai panik dan berlari keluar sementara mereka melihat ke segala arah sewaktu mereka berteriak.

"Berikutnya." Yuan berbisik.

Listrik di seluruh Pyeong Chang padam. Segera saja, semua kamera pengawas pada lampu jalan pun mati. Dalam waktu yang singkat yang dibutuhkan mereka untuk menyalakan kembali dayanya menggunakan generator cadangan, Eri telah menyusup ke dalam sistem video keamanan mereka.

"Sialan! Apa yang terjadi?! Cepat panggil bantuan!"

Yuan dapat mendengar polisi-polisi yang berteriak, tetapi ia tetap berada di dalam mobil yang diparkirkannya di titik buta kamera keamanan. Alarm kebakaran berbunyi dan semua alat penyiram yang dipasangkan di langit-langit setiap rumah pun menyala. Seperti itu, lingkungan Pyeong Chang terjerumus dalam kekacauan absolut.

Satu menit, satu menit tiga puluh detik, satu menit empat puluh lima detik berlalu saat Yuan mendengar sirene dari kendaraan keamanan pribadi sewaktu mereka tiba di lokasi kejadian. Bahkan sebuah mobil pemadam kebakaran sampai kemari. Semuanya berubah jadi kekacauan yang membuat panik.

Sekarang.

Yuan menyalakan mobilnya dan dengan cepat menuju ke gerbang depan rumah R&K. Ia memarkirkan mobil itu. Mobilnya tampak mirip dengan kendaraan keamanan.

Selagi petugas keamanan pribadi bergegas ke dalam, Yuan keluar dari mobilnya dan berlari masuk ke dalam bersama mereka. Yuan juga memakai seragam yang sama dengan mereka semua.

Jantung Yuan berdebar-debar. Ia tidak mau dikenali oleh siapapun. Beruntungnya, semua orang berlarian di sekitar dengan panik. Apabila ada yang melihatnya, mereka tidak akan bisa mengenali wajah pucat, hampir kebiruannya itu.

Yuan mengamankan topi petugas keamanan di kepalanya dan diam-diam menuju ke rumah tersebut. Rumah ini, yang dapat dilaluinya dengan matanya yang tertutup ...

Tiba-tiba saja, ia mendengar jeritan si pengurus rumah tangga. Yuan cepat-cepat menyembunyikan dirinya di balik sebatang pohon. Pengurus rumah tangga, Nyonya Jang, akan bisa mengenali Yuan hanya dengan bayangannya.

Sialan.

Yuan menggertakkan giginya dan mengeluarkan bom asap di dalam sakunya. Ia membuka tutupnya dan dengan cepat melemparkannya ke satu pojok taman. Dengan bunyi whoosh, asap kabut langsung memenuhi area tersebut. Ia mulai berjalan menuju ke halaman belakang selagi ia melemparkan bom asap kecil lainnya.

"Aargh! Apa-apaan ...?! Kebakaran! Kebakaran!!"

Nyonya Jang membuat kehebohan dan semua orang bergegas ke arahnya.

Yuan berlari menuju ke rumah kaca dan akhirnya tiba di halaman belakang. Cabang-cabang yang tumbuh terlalu tinggi menggores wajahnya. Namun, ia tidak bisa melambat. Ia berlari melewati hutan yang dipenuhi dengan pohon spindle lebat dimana ia aman dari mata-mata yang menyelidik dan baru saja akan memasuki rumah kaca melalui pintu belakangnya.

Guk! Tiba-tiba saja, ia melihat sesuatu yang berlari ke arahnya dengan kecepatan yang menakutkan sembari membuat suara yang mengerikan. Guk guk guk guk! Dua anjing pit bull terrier menggonggong seperti menggila. Bukannya berbalik dan melarikan diri, Yuan berjongkok dan mengulurkan kedua tangannya.

"Apa kalian baik-baik saja?"

Tidak mungkin mereka akan melupakan suara dari tuan mereka, yang mengurus mereka semenjak mereka masih anak anjing. Mulanya, anjing-anjing itu agresif, tetapi dengan cepat mereka mulai merengek penuh suka cita sementara mereka menjilati tangan dan wajahnya. Walaupun Yuan memakai sarung tangan kulit di tangannya, mereka mengingat baunya.

Ia cepat-cepat mengeluarkan dendeng sapi yang disembunyikannya di dalam saku dadanya dan menaruh mereka di dalam mulut anjing-anjing itu. Ia selalu memberikan mereka makanan ini saat ia melatih mereka.

"Ayo."

Mendengar perkataannya, kedua anjing itu menempel dekat di sisinya dan mulai mengikutinya. Ia membawa kedua anjing itu bersamanya sementara ia berjalan masuk ke dalam.

Seorang pria berdiri di depan pintu menuju ke tangga ruang bawah tanah. Ia tidak menurunkan pengawasannya dan berjaga-jaga dengan waspada. Ia mungkin seorang kaki tangan yang telah diperintahkan untuk berjaga meskipun ia dikelilingi oleh kebakaran.

"Gigit dia." Yuan memerintahkan dengan suara yang dalam.

Langsung saja, tanpa ragu-ragu, anjing-anjing pit bull terrier itu mulai berlari mengejar pria tersebut. Sementara pria itu menjerit dan melarikan diri, Yuan cepat-cepat berlari menuruni tangga ke ruang bawah tanah.

Tangganya sangat sempit hingga hanya satu orang yang bisa naik turun dalam sekali waktu. Lampu kuning yang redup menerangi anak tangga yang curam itu.

Yuan dapat mencium aroma darah yang samar.

"Ugh."

Yuan menahan lagi mual yang melandanya. Ia lumpuh akibat ketakutan dan teror dan tidak mampu menggerakkan kakinya.

Hanya orang-orang yang tinggal di dalam rumah ini yang mengetahui ruang penyiksaan di dalam ruang bawah tanah di rumah kaca halaman belakang. Namun, tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang telah menderita di dalam tembok-tembok itu.

Tae Kyung!

Yuan menggertakkan giginya.

Pikirkan soal Tae Kyung!

Ia merasa seolah teror itu telah menyebarkan akarnya dalam, jauh ke dalam jurang di bawah kakinya. Ia merasa seolah sekujur tubuhnya tercabik-cabik. Ia bisa mendengar keributan di luar. Tim keamanan pribadi, sekaligus dengan petugas pemadam kebakaran. Bahkan para polisi. Jika ia ingin melewati orang-orang ini dan kabur dengan sukses, ia harus menguatkan dirinya.

Tolong ... Yuan menggertakkan giginya dan mengulurkan kakinya. Tangan Yuan tampaknya enggan untuk meninggalkan dinding sewaktu ia mengangkatnya. Rasanya seolah rasa takut mencekik dirinya, tetapi ia tidak bisa pergi sekarang.

Oppa!

Yuan menjerit dalam hati selagi ia berlari menuruni tangga.

Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendobrak pintunya dengan bunyi keras. Di dalam, di bawah lampu neon yang pucat, ia melihat Tae Kyung digantung dengan rantai, seperti binatang yang akan disembelih.

"Oppa!" Yuan menjerit dan berlari ke arahnya.

Matanya membengkak, tertutup, hidung dan mulutnya berlumuran darah. Ia punya luka di setiap bagian tubuhnya. Yuan hampir tidak mempercayai kalau itu adalah Tae Kyung. Lantainya dipenuhi dengan tang dan pisau berdarah. Yuan dapat melihat satu ember penuh darah di dekatnya.

"Aah, Oppa."

Bagaimana bisa ada yang melakukan ini pada seorang manusia?!

"Anak-anak pelacur! Bajingan sialan!" Yuan tidak dapat menghentikan sumpah serapah yang mengalir keluar dari mulutnya.

"Yu ... Kenapa kau ..."

Tiba-tiba saja, Yuan mendengar gumaman rendah Tae Kyung. Yuan cepat-cepat tersadar dan menatapnya.

"Oppa, bertahanlah."

Dengan panik, Yuan melihat sekitar dan akhirnya melihat tombol yang dapat menurunkan rantai itu. Ia menekan tombol hijau dan cepat-cepat meraih pemotong baut dari rak. Tae Kyung jatuh dengan bunyi gedebuk.

"Oppa."

Yuan berlari mendekatinya dan mengangkat kepalanya. Ia menampar pipi Tae Kyung ringan dan berseru.

"Oppa, tetap sadar! Cepat!"

"Yuan, Yu ..."

"Iya, ini aku."

"Su-sudah terlambat ..."

Apa? Apa yang sedang dibicarakannya? Apanya yang terlambat?

"Paman sudah ..."

Yuan mengikuti tatapan Tae Kyung dan jatuh syok atas apa yang dilihatnya. Di sudut ruang penyiksaan itu, ada sesosok mayat yang kusut berlumuran darah. Itu nyaris tidak tampak seperti manusia.

Ah, Paman Woo Kyung? Itu adalah ayah adopsi Tae Kyung, Paman Woo Kyung.

"Gah ... mmph."

Yuan nyaris tidak sanggup menahan isak tangis dan jeritannya yang keluar dari tenggorokannya. Ia tidak boleh teralihkan di sini. Kalau ia teralihkan, maka mereka berdua akan berada dalam bahaya.

"Yuan ..."

"O-oppa."

Yuan berbalik dan mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk mendudukkan Tae Kyung. Ia harus menguatkan dirinya sendiri. Apabila ia melakukan sebuah kesalahan, mereka berdua akan mati di sini. Cepat! Berpikir! Kumohon!

"Eri!"

Yuan memanggil Eri selagi ia mengerahkan seluruh usahanya untuk memotong rantai yang menahan Tae Kyung dengan pemotong baut.

"Oppa, bangun! Aku mengerti, jadi sadarlah. Eri! Eri! Kirimkan bantuan sekarang juga."

Yuan berhasil menyelinap masuk ke dalam, tetapi ia tidak akan bisa kabur bersama Tae Kyung dalam keadaan ini. Kalau Tae Kyung dapat berjalan sedikit saja, mungkin itu bukannya mustahil. Namun, tidak mungkin ia bisa dalam keadaan seperti ini.

"Cepat!"

Yuan meraung sementara ia mencoba untuk memotong rantai yang menahan Tae Kyung. Akan tetapi, rantai itu tidak akan hancur dengan gampangnya. Upayanya hanya membasahi sekujur tubuhnya dengan keringat. Dalam kekacauan ini, Eri tidak merespon. Rasa dingin merambati tulang punggung Yuan.

Tolong ... Kumohon!

Tiba-tiba saja, ia mendengar orang-orang yang berteriak dari atas tangga. Yuan memucat dan menghentikan apa yang sedang dilakukannya. Kalau Eri yang mengirim mereka, mereka tidak akan membuat kericuhan seperti itu. Orang-orang Eri seharusnya datang kemari, menyamar sebagai petugas penyelamat. Suara ribut-ribut yang datang dari atas sana sudah jelas adalah suara orang yang sedang berkelahi.

"Apa yang harus kulakukan ... Apa ..."

Yuan mengatupkan bibir bergetarnya selagi ia melihat ke bawah pada sosok berlumur darah Tae Kyung. Ia sudah tertangkap, sehingga ia sama saja mempertaruhkan nyawanya. Apa yang akan terjadi jika mereka berdua tertangkap? Apakah hubungan mereka dan alasan mengapa mereka melakukan semua ini terungkap ... Apa yang akan terjadi?

Mereka tidak akan dibiarkan selamat. Ia melirik ke arah pisau di lantai. Akan lebih baik apabila ia akhiri saja hidup mereka di sini, sekarang juga. Mereka berdua ... tanpa rasa sakit!

Tangannya terjulur untuk mengambil pisau itu. Tiba-tiba saja, pintunya terbuka dengan keras. Sosok hitam memenuhi ambang pintu seperti seseorang yang kembali dari kematian. Pria jangkung yang mengenakan baju turtleneck dan celana hitam adalah ...

Itu adalah Seo Joon Hun.

Bagaimana ... Kenapa Joon Hun di sini ...?

Membeku kaku, Yuan menatap Seo Joon Hun. Ia tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya dari melihat wajah dingin, acuh tak acuh miliknya. Pria itu balas menatapnya. Mata Joon Hun menatap Yuan, kemudian pada pisau yang ada di tangannya, sebelum mendarat pada Tae Kyung yang tidak sadarkan diri.

Yuan tidak tahu mengapa Joon Hun di sini.

Pria itu tidak bergerak dan terus menatapnya.

Joon Hun akan membunuh mereka.

Yuan menyadarinya sekarang. Ia menyadari betapa marahnya Joon Hun ... Energi membunuhnya membawa rasa mengigil di dalam ruangan tersebut. Yuan ngeri. Bahkan lebih daripada ketika ia meninggalkan Joon Hun di Sungai Han.

Joon Hun akan membunuhnya dan Tae Kyung. Di sini. Pasti.

"... Selamatkan dia."

Yuan berubah pucat pasi dan memohon. "Tolong selamatkan dia, Joon Hun-ssi."

Air matanya menetes menuruni pipinya sekali lagi.

Joon Hun tidak akan menolongnya. Setelah semua yang telah dilakukan ia lakukan pada Joon Hun, ia tidak akan kaget apabila pria itu memberitahunya kalau ia akan membunuhnya di sini dan pergi. Tetapi, tetap saja ... Tolong ... Hanya sekali ini ...

Air mata kini mengalir turun dari pipinya, menetes dari dagunya. Wajah Joon Hun masih tetap kosong. Yuan mengangkat kedua tangannya yang gemetaran dan menutupi wajahnya.

"Ini salahku. Ini semua salahku, jadi kumohon, setidaknya selamatkan Oppa ..."

Joon Hun tidak bergerak.

Bahkan dalam situasi ini, Yuan masih berjuang keras untuk menyelamatkannya. Yuan tidak dapat membayangkan tampang di wajah Joon Hun ataupun pemikiran yang tengah melintas di kepalanya sewaktu pria itu memandanginya. Tetap saja, Yuan memohon. Tidak ada pilihan lain.

"Mulai sekarang, aku akan melakukan apa pun yang kau suruh. Kalau kau menyuruhku untuk mati, aku akan membunuh diriku sendiri. Tetapi, tolong, selamatkan Oppa. Aku mohon padamu."

Mata Joon Hun jadi semakin dingin. Mereka jadi semakin gelap. Yuan merasa seolah Joon Hun akan berjalan ke arahnya setiap saat dan mencekiknya. Yuan memeluk Tae Kyung dengan erat di dadanya. Selama tiga belas tahun terakhir, orang yang berada di sisinya adalah Tae Kyung. Ia mengeluarkannya dari kesengsaraannya, merencanakan pembalasan dendam mereka dengannya, dan menunjukkannya jalan untuk penebusan ketika ia tenggelam dalam rasa bersalah.

Apapun yang terjadi, kakaknya tidak boleh mati di sini.

Tiba-tiba saja, Yuan mendengar langkah kaki yang berat. Selagi langkah kaki Joon Hun mendekat, Yuan tidak dapat bernapas dan hanya bisa memeluk Tae Kyung bahkan lebih erat lagi. Mereka akan mati. Seperti ini ... Di sini.

Tangan Joon Hun terulur. Ia meraih Tae Kyung keluar dari tangannya. Yuan menjerit sewaktu pria itu mendorongnya ke samping dan mengangkat Tae Kyung ke atas bahunya.

Yuan merasa jiwanya meninggalkan tubuhnya dan berpikir ia sedang bermimpi. Ketika ia melihat Joon Hun meninggalkan ruangan tersebut bersama Tae Kyung di atas bahunya, Yuan pun melonjak dan mengikutinya.

Sementara mereka menaiki tangga, petugas penyelamat berdiri di depan pintu. Dengan cepat mereka mengambil Tae Kyung dan membawanya pergi.

Seseorang menyerahkan masker gas pada Yuan dan Joon Hun. Mereka mengenakannya dan keluar dari rumah itu. Seolah dalam gerakan lambat, sirene yang berkedip dan kerumunan orang-orang menyapu melewati mereka.

Semuanya terasa seperti sebuah mimpi. Yuan tidak dapat mempercayai bahwa Seo Joon Hun berada tepat di depan matanya.


(Update selanjutnya : 23 Juli 2020)

2 komentar: