The Man's Perfect Wife - Chapter 3 Part 2
Ada tiga bilik, dan Yuan masuk ke bilik yang terakhir. Ia membuka penutup toiletnya dan mengintip ke dalamnya. Ada sebuah terpal kecil yang menyembunyikan sebuah ponsel di dalamnya. Ia dengan cepat mengeluarkannya dan menyalakan ponsel tersebut.
Layarnya jadi terang sewaktu pusaran lampunya menyala. Cepat-cepat Yuan melihat ke sekitar langit-langit dan dinding kamar mandinya sebelum melihat ke bawah ke layarnya. Hanya ada satu nomor telepon yang tersimpan di dalam ponsel itu. Namun, ia tidak bisa meneleponnya. Dengan cepat, ia membuka aplikasi pesan dan mengirimkan sebuah pesan teks.
「Burung kolibri.」
Beberapa detik berlalu. Ketika masih belum ada satu jawaban, Yuan mulai merasa cemas.
「Bicara.」
Jawabannya sama seperti biasanya.
「Apa yang terjadi?」
「Itulah yang mau kutanyakan padamu.」
「Apa yang sedang kau bicarakan? Apa yang bisa kuketahui dengan berada di dalam sini?」
「Hyun Jin-lah yang mengubah pikiran mereka.」
「Jadi, kenapa begitu?」
「Aku juga tidak tahu itu. Apa kau mendengar sesuatu dari Seo Joon Hun?」
Mendengar sesuatu dari suaminya? Yah, memang. Ia menyelamatinya atas ulang tahun pernikahan kedua mereka.
「Ia tidak mengungkit soal perceraian.」
Jawabannya lambat kali ini. Beberapa detik terasa seperti selamanya. Pada akhirnya, sebuah pesan teks muncul.
「Seo Joon Hun adalah orang yang mencegahnya.」
Apa? Mata Yuan melebar selagi ia menatap pesan tersebut. Apa artinya ini? Seo Joon Hun mencegahnya? Sebelum ia bisa bertanya mengapa, pesan lainnya muncul.
「Bisakah kau lebih spesifik? Kenapa kesepakatan itu dibuat ...?!」
「Aku masih belum tahu. Yuan, suamimu mengetahui sesuatu, kan?」
Ia mengetahui sesuatu? Apa yang mungkin diketahui Seo Joon Hun? Kesalahan apa yang dibuatnya? Tidak mungkin. Ia tidak meninggalkan bukti.
Yuan malah ingin menelepon. Berkirim pesan terlalu membuat frustasi. Pemikiran bahwa Seo Joon Hun mengetahui sesuatu membuatnya merasa mati lemas.
「Itu sepenyuhhnya omong kosong! Itu!」
Jari Yuan terus membuat typos. Ia memaksakan diri untuk tenang. Jadi syok, tidak akan menyelesaikan apapun.
Terlambat. Insidennya sudah terjadi. Ia sudah mencuri 500 milyar won.
Dana Hyun Jin dan R&K untuk proyek Dubai sekarang ini sedang dipecah menjadi porsi yang lebih kecil di seluruh dunia dan sedang dalam proses dicuci. Setelah ini, tidak akan ada yang mengetahui darimana asal uang tersebut, dan mereka akan menyatukannya kembali.
Namun, apa yang Yuan inginkan bukan hanya 500 milyar won itu. Apa yang sungguh diinginkannya adalah agar Hyun Jin dan R&K terpecah. Ia ingin mereka saling menginjak satu sama lain dan memulai sebuah peperangan. Ia berencana untuk menyelinap di belakang percekcokan chaebol ini dan melemparkan mereka berdua jatuh dari tebing.
Ia sudah merencanakan untuk mengirimkan R&K bukti dari korupsi Hyun Jin dan mengirimkan Hyun Jin bukti dari korupsi R&K.
Tetapi sekarang bagaimana?
Bukannya bertengkar, mereka malah membuat kesepakatan?
「Aku juga tidak tahu. Pokoknya, situasinya sudah jadi begini. Berkat Seo Joon Hun. Cari tahu kenapa suamimu melakukan ini. Cari tahu apa yang sebenarnya diinginkannya ... 」
「Aku ...」
Ia baru saja mengetikkan sebanyak ini ketika ia mendengar pintu loungenya terbuka. Tubuh Yuan jadi kaku. Ia tidak menyangka Sekretaris Yoon akan setidak sopan ini.
"Sekretaris Yoon?" Meluap penuh amarah, Yuan memanggil Sekretaris Yoon.
Namun, ketika ia mendengar suara yang merespon, ia nyaris menjatuhkan ponsel tersebut.
"Min Yuan."
Seo JoonHun!
Yuan merasa jantungnya mengerut.
"A-apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku dengar kalau kau ada di sini."
Yuan tidak bisa mempercayainya. Mengapa suaminya datang jauh-jauh kemari? Meski jika lounge ini tampak seperti ruang duduk biasa, ini jelas-jelas adalah kamar mandi wanita.
"Ini membingungkan." Yuan menenangkan suaranya agar kembali ke nada bicara dinginnya yang biasa.
Ia masih melihat ke bawah pada pesan teks di ponsel tersebut. Kalau Seo Joon Hun menangkapnya seperti ini sekarang, itu akan benar-benar berakhir.
"Maaf. Aku terlalu gembira karena kebetulan yang membahagiakan ini."
Di dalam bilik persegi itu, Yuan merasa seolah tenggorokannya menutup. Ia memelototi pintu kamar mandi di depannya.
"Aku akan keluar. Tunggu sebentar." Selagi ia menjawab Joon Hun, Yuan dengan cepat mematikan ponselnya dan mengeluarkan chip kartu Sim-nya. Itu menyimpan nomor telepon sekaligus pesan-pesannya.
"Aku akan menunggu di sini." Suara suaminya terdengar rileks.
Hampir seolah ia sudah mengetahui segalanya. Yuan mengutuk keresahannya yang mulai merayapinya. Datang kemari tepat setelah menerima telepon dari Presiden Min adalah langkah yang salah. Namun, tak peduli bagaimana Seo Joon Hun bertingkah, Yuan tidak akan melembutkan hatinya.
"Kau sudah hampir selesai?"
Sialan.
Yuan dengan cepat memasukkan ponsel itu ke dalam bra-nya. Ia berharap agar ponsel itu tidak akan terjatuh.
Segera setelah ia membuka pintunya dan melangkah keluar, ia melihat Seo Joon Hun sedang berdiri di sana. Dengan santainya ia bertengger di meja rias, sembari menyilangkan tangannya di dadanya sewaktu ia menunggui Yuan. Yuan hampir tidak bisa mempercayai matanya, tetapi ia merasakan jantungnya yang berdebar-debar. Seperti kata mereka, hati nurani yang bersalah tidak membutuhkan seorang penuduh.
Tolong, tolong, kuatkan dirimu, Min Yuan.
"Aku pikir, kau adalah seorang pria yang terhormat."
Beruntungnya, suara Yuan terdengar tenang. Ia berusaha keras untuk berjalan secara natural menuju ke wastafel dan menyalakan airnya. Ia merasakan ada duri yang menuruni tengkuknya sewaktu ia melihat suaminya sedang memperhatikan setiap gerakannya melalui cermin.
"Itu adalah kesalahan yang sepertinya dibuat semua orang." Joon Hun tersenyum halus.
Tatapannya masih tertuju padanya. Tatapannya menyapu gaya rambutnya yang rapi, wajahnya yang tertunduk, dan anting-anting berliannya. Pipinya memerah. Itu adalah satu-satunya tanda-tanda akan kebingungannya.
"Kau lihat, aku bukanlah seorang pria yang terhormat sama sekali ..."
Whuus, air dari wastafelnya terciprat di tangannya. Berkat pergerakan tangannya yang cepat, ia berhasil menyembunyikan gemetarannya. Susah payah Yuan menatap suaminya melalui cermin itu.
Ia menundukkan matanya ke dadanya. Berkat blus yang longgar, itu tidak terlihat jelas, tetapi ia bisa merasakan ponsel yang berat itu menekannya.
Tolong ... tolong ...
Yuan berpikir gugup.
Ia mencuci tangannya dengan sabun sebelum mengeringkan mereka dengan saputangan putih di dalam keranjang di sebelahnya. Kemudian, ia pelan-pelan berjalan ke arah jaketnya dan mengenakannya. Dengan itu, ia sudah setengah jalan selesai. Jaket itu akan menyembunyikan objek tersembunyi di dalam dadanya dengan baik.
Ia harus mencari sebuah cara untuk menyembunyikan ponsel itu setelah ia sampai di rumah, tetapi itu adalah sesuatu untuk dicemaskan ketika ia sampai di sana. Selagi ia memikirkan soal ini, ia berbalik. Yuan merasakan jantungnya jatuh.
Suaminya sedang berdiri tepat di belakangnya.
"Kau pikir, kau sedang apa?" Yuan mendongak menatap suaminya.
"Aku dengar kalau Ayah Mertua meneleponmu." Dengan alaminya, ia meletakkan tangannya di bokong Yuan.
Yuan jadi kaku. "Minggir."
"Apa ia memberitahumu kalau aku menawarkan sebuah kesepakatan?"
"Aku menyuruhmu untuk minggir."
Joon Hun sangat dekat. Tertahan di wastafel oleh tubuh suaminya, Yuan merasa buruk. Biarpun pria itu ramping, ia masih lebih tinggi darinya. Melawan tekanan ini, Yuan berusaha untuk mendorongnya. Tangannya berpindah melewati bokongnya dan naik ke pinggul langsing Yuan.
"Apa kau tahu apa yang paling membuatku penasaran?" Suaranya pelan dan rendah.
Namun itu membuat Yuan merinding.
Selagi Yuan dengan ganasnya mencoba untuk mendorong Joon Hun, ia meraih salah satu pergelangan tangan Yuan sebelum memasukkan tangannya ke dalam blus Yuan. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Yuan yang kaget dan dengan ganas menatap ke dalam matanya.
Yuan mengerang.
Joon Hun meraba-raba payudaranya. Ketika ia menemukan ponsel pintar itu tersembunyi di dalam bra-nya, Yuan merasa seakan-akan semua darah sudah meninggalkan tubuhnya.
"Aku bertanya-tanya, apa yang sedang kau lakukan di sini."
Yuan merasa seolah waktu sudah berhenti. Ia tidak bisa bernapas. Yuan membeku sepenuhnya dan hanya bisa memelototinya. Ia tidak bicara sepatah kata pun. Ia hanya memandangi Joon Hun dan ponsel yang ada di tangan pria itu.
"Aku juga penasaran tentang apa yang kau sembunyikan dariku."
Mata Joon Hun gelap sekali.
Yuan tidak bergerak. Yang dapat diperbuatnya adalah menatap tajam ke mata pria itu. Joon Hun menundukkan kepalanya dan menempatkan bibirnya di telinga Yuan.
"Kau bicara pada siapa?"
Yuan pun merinding.
0 comments:
Posting Komentar