The Man's Perfect Wife - Chapter 1 Part 3
Dengan itu, pasangan tersebut memulai kehidupan pernikahan mereka. Selama bulan madu tiga hari dua malam mereka, mereka tidak pernah meninggalkan resort. Sementara itu adalah bulan madu dalam namanya, Joon Hun tergila-gila pada Yuan. Tubuh istrinya sepert zat perangsang yang manis baginya.
Tidak peduli berapa kali ia menyetubuhinya, tubuh Yuan adalah obat yang tidak pernah gagal untuk memberikannya kenikmatan yang luar biasa. Meski gerakan Yuan tadinya canggung, ia mulai bergerak seirama dengan tubuhnya. Joon Hun merasa tidak ada yang lebih membahagiakan daripada melihat wajah istrinya yang meliuk penuh kenikmatan seksual yang ditemukan bersama dirinya.
Namun, seks hanyalah seks. Tidak ada yang lebih sulit daripada mencampur adukkan kepuasan seksual dengan cinta. Pepatah 'Apa yang menarik tubuh, menarik hati', tidak berlaku bagi Joon Hun. Gairah akan timbul seperti api, tetapi itu juga menghilang. Min Yuan pun akan sama saja.
Mereka adalah partner bisnis. Mereka membuat sebuah kesepakatan demi mendapatkan keuntungan, dan mereka hanya berhubungan seks untuk merasakan kenikmatan, sehingga pada akhirnya, mereka tidak akan bisa seperti pasangan menikah lainnya.
Bulan madu Jepang mereka adalah sebuah fantasi, dan Seoul adalah realitanya. 40.000 pegawai, 200.000 apabila termasuk dengan keluarga mereka, bergantung pada Joon Hun. Sebuah bulan madu fantasi tidak akan menghadang di jalan itu. Realitanya adalah sebuah rantai dari proyek desain dan pemasaran, perbankan, dan investasi.
Oleh karenanya, ada peraturan yang tak terucap di antara mereka. Mereka tidak mengutarakan peraturan tersebut ataupun membuatnya jelas, tetapi itu adalah sebuah garis jelas di atas pasir.
Mereka tidak pernah medekati yang lainnya karena perasaan.
Mereka tidak pernah mempedulikan diri mereka dengan kehidupan pribadi masing-masing.
Mereka berhubungan seks, tetapi hanya karena mempertimbangkan satu sama lain. Joon Hun sering harus kerja lembur atau pergi melakukan perjalanan bisnis. Pekerjaannya tidak pernah berakhir. Apabila ia membutuhkan Yuan di malam hari, ia akan pergi mencarinya. Namun, jika Yuan menolak, Joon Hun tidak mendekatinya. Ia juga mencoba untuk menjaga jarak saat mereka tidur.
Mereka harus bekerja keras demi mempertahankan situasi ini. Tidak perlu untuk membuat hati satu sama lain jadi goyah hanya karena sesuatu seperti gairah. Orgasme itu seperti sebuah bonus. Tidak perlu menyebabkan masalah karena itu.
Demi menjaga jarak dengannya, Joon Hun teliti tentang tindakannya. Ia mempertimbangkannya sebagai jaminan untuk masa yang akan datang. Sementara untuk Yuan, ia tidak pernah duluan mendekatinya. Mereka berdua mengetahui ini dengan baik. Mereka berdua mengetahui hubungan mereka jauh lebih baik daripada siapapun. Atau, begitulah pikir Joon Hun.
Ini persis, apa yang cocok untuknya. Cangkangnya ada di sana, tetapi benihnya kosong melompong. Itu menyimpulkan tentang hubungan mereka. Oleh karenanya, mengungkit soal perceraian, tidak pernah menjadi sebuah masalah.
Persis seperti itu.
Akan tetapi ...
***
"Apa katamu?"
Suara istrinya terdengar sedikit berbeda dari biasanya.
Yuan terus menatapnya seolah Joon Hun tengah memainkan semacam lelucon yang tidak lucu.
Joon Hun menikmati melihat wajah kaku Yuan yang berusaha keras untuk tetap mempertahankan topengnya yang biasa. Hidup bersama seseorang merupakan pengalaman yang menarik. Mereka menghabiskan waktu dua tahun, hidup sebagai orang asing, tetapi Joon Hun mulai mengenal Yuan sedikit lebih baik.
Mulanya, Joon Hun tidak menyadari mereka. Kebiasaan-kebiasaan kecil, perubahan di mata Yuan, banyaknya topeng, dan tembok yang dipasangnya di sekitar dirinya ...
Joon Hun bahkan mengetahui apa yang dilakukan Yuan selama siang hari ketika ia tidak ada di sana. Yuan biasanya mengasingkan dirinya sendiri di dalam studionya dan melukis sepanjang hari. Di waktu Joon Hun menyelesaikan pekerjaannya, Yuan akan mempersiapkan dirinya dan mengurusi segala urusan rumah tangga yang memerlukan perhatiannya. Ia akan menunjukkan wajahnya di acara apapun yang mereka hadiri, dan sekali seminggu, ia akan memberikan kuliah di universitas.
Apakah ia akan terus dengan cara yang sama setelah perceraian mereka?
Terserah. Lagipula, penasaran soal ini, tidak ada gunanya.
***
Melewati gedung-gedung yang kabur di dalam guyuran hujan, Joon Hun sedang kembali ke tempat yang mereka sebut 'rumah' selama dua tahun terakhir. Bahkan setelahnya, ia sudah pasti berencana untuk memberitahukan Yuan mengenai perceraian mereka. Jadi, apa yang menyebabkannya mengubah pikirannya dalam waktu sesingkat ini? Ia sendiri merasa ia konyol, jadi, istrinya pun barangkali merasakan hal yang sama.
Jika Joon Hun tidak melihat ekspresi istrinya yang diliputi dengan antisipasi dan suka cita ketika di ruang tamu, ia akan memintanya untuk bercerai seperti yang direncanakan.
Apa yang sedang kau lakukan, Seo Joon Hun?
Ia ingin mengajukan pertanyaan itu pada dirinya sendiri.
"Jangan mencemaskan soal makan malam ulang tahun pernikahannya."
Istrinya berbicara dengan suara yang dingin. Apakah Yuan sadar kalau senyuman sudah lenyap dari wajahnya?
"Mengapa itu begitu penting sekarang ini?" Kata-kata Yuan diucapkan dengan nada yang menggigit.
"Karena, tidak akan pantas apabila kita tidak merayakannya." Sementara ia merespon, Joon Hun menyadari betapa menggelikannya ia terdengar. Mana mungkin ia mencemaskan tentang kelayakan dalam situasi ini?
Bibir istrinya terbuka selagi ia menatapnya. Kemudian bibirnya mengatup lagi. Tidak ada yang tahu siapa yang akan mengungkit perihal perceraian lebih dulu. Siapakah yang akan secara resmi mengakhiri hubungan ini? Siapa yang akan mengakhiri permainan yang tengah mereka mainkan? Siapapun yang mengungkitnya, harus menanggung beban dari konsekuensinya.
Istrinya ingin menjadi korban dalam hubungan ini.
"Semestinya, kau sudah menerima telepon dari keluargamu, Yuan."
Joon Hun menyilangkan tangannya sementara ia bersandar di atas meja. Ia tidak lupa untuk memasang senyuman yang lembut dan santai.
"Tetapi apa kau pikir, hubungan kita akan goyah karena sesuatu seperti itu?"
"Apa?" Istrinya memelototinya sementara ia bertanya.
Sewaktu Joon Hun menatap balik istrinya, ia menyadari kalau cincin pernikahan Yuan sudah menghilang dari jari manis kirinya. Apakah ia sudah menyingkirkannya? Suasana hatinya yang baik mendadak lenyap.
Istrinya tidak merasa lebih baik. Ia memasang ekspresi penuh tekad di wajahnya yang belum pernah dilihat Joon Hun selama dua tahun pernikahan mereka. Kini, saat ia memikirkan soal itu, mereka tidak pernah bertengkar sebelumnya. Sudah jelas kenapa mereka tidak pernah bertengkar. Mereka tidak punya alasan untuk bertengkar.
"Joon Hun-ssi." Istrinya memanggilnya dengan suara yang kaku. "Ayahmu pasti sudah membuat keputusan."
'Ayahmu'. Yuan sudah berhenti memanggilnya 'Ayah Mertua'. Seperti yang dikatakannya, Presiden Seo sudah membuat keputusan. Ia telah memerintahkan Joon Hun untuk bercerai di ruang rapat saat kerja.
"Apa aku salah?"
Perceraian. Benar. Kita harus bercerai. Tetapi, untuk beberapa alasan, itu membuat Joon Hun dalam suasana hati yang buruk.
Untuk alasan kecil nan remeh.
Apakah itu harga dirinya? Atau sifat jeleknya?
Ia tidak tahu. Kapan saja ia membuat sebuah keputusan, Joon Hun logis dan tajam. Satu-satunya masa ketika ia membuat keputusan berdasarkan perasaan adalah dikarenakan hormonnya di tahun-tahun remajanya.
Jadi, apa yang sedang dilakukannya sekarang?
Mengapa ia berbicara omong kosong?
Mengapa ia mengamati reaksi Min Yuan? Mengapa Joon Hun menyadari jarinya dan pergerakan kecil Yuan?
"Kupikir ..." Joon Hun membuka mulutnya dan terus menatap Yuan tajam. "... ada sesuatu yang berbeda sedang terjadi dalam situasi kita sekarang ini."
Yuan merenungi perkataan Joon Hun tanpa kata.
"Sesuatu yang, perusahaan kita, ataupun R&K, tidak sadari."
"Apa yang sedang kau bicarakan?" Yuan mengigit bibirnya seolah ia syok.
"Hyun Jin jelas-jelas melaksanakan detail yang disetujui oleh kedua perusahaan."
"Kau benar. Tetapi, kita masih mendapatkan kerugian dari ini."
"Itu konyol."
"Aku penasaran, kenapa." Tiba-tiba saja, Joon Hun memutar percakapannya ke arah yang berbeda. "Tampaknya, kau sudah mengharapkan ini dan bahkan senang ini terjadi."
Mata Yuan yang agak mengeras langsung jadi dingin. "... Mana mungkin? Aku sungguh kecewa karena ini terjadi pada kedua perusahaan kita."
Kecewa.
Untuk sesaat, Joon Hun merasakan sentakan di perutnya.
Istrinya luar biasa. Pemilihan katanya sesuai untuk perceraian ini. 'Kecewa'. Hidup di bawah pernikahan kontrak selama dua tahun, dan kecewa karena mengakhirinya begini.
"Kau tahu dengan sangat baik bahwa pernikahan kita tidak seperti pernikahan yang dimiliki orang-orang biasa."
"Pernikahan adalah pernikahan."
Tatapan Yuan jadi tajam selagi Joon Hun bertingkah seolah ia tidak mengetahui apa yang sedang dibicarakannya.
"Apa kau sedang bercanda?" Suara Yuan meneteskan sarkasme. "Ini adalah sebuah kontrak. Sebuah kontrak yang pasti akan berakhir."
Seolah-olah Yuan telah menjatuhkan sebuah bom. Joon Hun terus bersandar di meja sementara ia memperhatikan wanita itu.
Kapan ini terjadi? Musim dingin yang lalu? Menjelang akhir tahun, Joon Hun melihat istrinya menatap ke bawah melalui jendela hotel. Kegembiraan yang datang bersama akhir tahunnya ada di udara. Kerumunan orang sedang menonton pertunjukan dengan gelas sampanye yang terangkat sementara mereka menyaksikan penghitungan mundur.
Secara kebetulan, mata Joon Hun tertuju padanya, dan ia bisa melihat kalau Yuan sedang melihat ke arah berlawanan dari orang lainnya. Mengenakan gaun berwarna biru dengan salju yang berjatuhan sebagai latarnya, istrinya bahkan tampak lebih cantik daripada biasanya. Sudah tiga bulan semenjak terakhir kali Joon Hun dan Yuan berhubungan intim.
Ia selalu sibuk, tetapi istrinya juga sibuk. Yuan mengatakan itu karena ia baru saja mempublikasikan sebuah buku ilustrasi dan harus mengatur sebuah pameran, sehingga ia tidak dalam kondisi yang bagus. Tidak jadi masalah. Toh, ia harus mengekang hasrat intensnya pada Yuan.
Namun, matanya terus saja tertarik kembali pada istrinya. Barangkali karena belakangan ini ia tidak terpuaskan. Ia terus merasa seolah gaun istrinya terlalu terbuka, jadi matanya terus saja ke sana. Apakah itu hanya cara Yuan untuk memberitahukan padanya bahwa malam ini akan jadi malam yang baik? Tiba-tiba saja, Joon Hun melihat pantulan Yuan di kaca hitam itu.
Istrinya sedang menangis. Tidak, ia sedang tertawa. Joon Hun melihat matanya yang berkilauan dengan air mata dan bibir lembutnya yang bergetar.
"Selamat Tahun Baru!"
Suara menggelegar dari juru bicara terdengar dari belakang Joon Hun. Istrinya masih melihat keluar jendela. Yuan menyadari orang-orang yang mulai menghampirinya dan cepat-cepat mengusap air matanya. Ia tersenyum dengan anggunnya pada para klien yang mendatanginya.
Rasa ingin tahu Joon Hun pun terusik. Itu sudah jelas.
Mengapa Min Yuan membuat ekspresi seperti itu?
Joon Hun pergi ke jendela tempat istrinya melongok keluar. Saljunya masih berjatuhan di luar sana. Ia melihat pintu masuk utama hotel dan melihat beberapa sopir yang harus datang untuk menjemput tamu-tamu VIP mereka.
Di antara mereka, ia melihat satu pria yang cepat-cepat berbalik. Ia adalah seorang pria jangkung bertuxedo hitam. Joon Hun hanya menangkap sekelebat dari pria itu, tetapi ia jelas sekali familier.
Lee Tae Kyung.
Joon Hun tahu nama pria ini. Itu karena, secara pribadi, ia memerintahkan sebuah penyelidikan pada pria ini, dan dokumen hasilnya sudah diletakkan di atas mejanya keesokan harinya. Saat ia melihat nama tersebut, Joon Hun teringat gelombang aneh dari emosi dingin yang membanjiri isi perutnya.
Mengapa kau menangis? Mengapa kau tertawa? Apakah itu semua untuk pria itu? Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian berdua? Apakah ia sungguh ingin mengetahuinya?
Joon Hun teringat pertanyaan-pertanyaan menyebalkan ini sekarang selagi ia berdiri di ruang bacanya.
"Kontraknya tidak akan hancur hingga aku mengatakannya." Suara Joon Hun sedingin es. "Toh, orang-orang yang terkait di dalam kontrak ini hanyalah kita berdua."
Mata istrinya bahkan jadi lebih keras lagi. Kemarahannya mereda, dan tampaknya, ia tengah memperhitungkan sesuatu di kepalanya selagi ia menatap suaminya. Joon Hun bangkit dari meja dan berjalan ke arahnya. Keharuman Yuan menggelitiki hidungnya.
Yuan terkejut dengan pendekatannya dan tersentak sewaktu ia mencoba untuk mundur. Tangan Joon Hun memegangi sikunya.
Mata coklat mistrerius Yuan mendongak menatapnya. Dorongan. Yeah, sebut saja itu sebuah dorongan. Kadang-kadang, Joon Hun teringat ekspresi Yuan sewaktu istrinya memandangi si bajingan itu. Wajah aslinya di bawah topengnya yang terpantulkan di jendela itu. Mata berkaca-kacanya yang memandangi pria itu dengan mesra, bibirnya sewaktu melebar membentuk senyuman yang bergetar.
Dan kapan saja Joon Hun teringat ekspresi Yuan, sesuatu mulai bergerak di dalam dirinya. Seperti sebuah bayangan hitam, monster yang mengerikan, kemarahan yang luar biasa.
Ia melihat ke bawah pada mata istrinya dan berujar dengan suara yang rendah. "Aku tidak berencana untuk putus darimu."
Selagi Yuan mencoba melepaskan tangannya dari cengkeramannya, tangan Joon Hun mengerat. Waspada, Yuan berusaha mundur selangkah. Secara refleks Joon Hun maju ke depan dan menundukkan kepalanya. Napas istrinya bertambah cepat akibat kaget.
"Lepaskan." Yuan menggeram sewaktu ia menatap Joon Hun tajam.
Ketegangan dan panas yang meningkat di antara keduanya memenuhi ruangan itu. Siku di tangan Joon Hun itu langsing. Tangannya hanya menyentuh blus sutra Yuan, tetapi ada getaran yang mendatanginya seperti sebuah sambaran petir yang liar.
"Kubilang lepaskan!" Istrinya mencoba untuk melepaskannya dengan lebih kuat.
Tetapi itu terlambat.
Bibir Joon Hun menyelimuti bibir Yuan, dan tubuhnya membungkus tubuh menantang Yuan. Yuan memekik, tetapi ia tidak peduli. Tangannya melilit pinggul Yuan dan mengangkatnya.
Ciumannya dengan istrinya jauh dari manis. Ada sejejak rasa darah. Ini karena Yuan mengigiti bibirnya.
"Ugh."
Joon Hun segera melepaskan bibirnya dari bibir Yuan. Rasa sakit tajam yang datang dari bibir selembut itu meninggalkan impresi yang kuat padanya.
Plak!
Istrinya menampar pipinya.
"Joon Hun-ssi." Istrinya memperingatkanya dengan tajam.
"Kau pikir, kau sedang apa?" Yuan bertanya sementara ia dengan kasar mengibaskan tangan Joon Hun dan mundur ke belakang.
Dalam keheningan yang membeku, rintik hujan yang mengenai kaca jendela bahkan tampak lebih keras. Joon Hun tidak bergerak. Ia terus berdiri di sana sementara ia memandangi istrinya.
Sesuatu telah menusuknya, dari dalam, ke luar. Joon Hun merasa seolah-olah, akhirnya ia memiliki firasat tentang apakah entitas yang bergerak di bawah cangkang kerasnya ini.
Istrinya dengan cepat membawa ekspresinya dalam kendali. Kemudian, Yuan berbicara padanya dengan suara anggun dan tenang yang tidak pernah gagal untuk mengesankannya.
"Aku akan katakan ini lagi. Ini sudah diputuskan, jadi tidak masalah cerita macam apa yang kau karang. Keputusan kita sendiri tidak masalah dalam situasi ini. Tolong persiapkan dirimu besok."
Yuan merapikan pakaiannya dan meninggalkan ruang baca dengan wajah datar. Joon Hun melihat ke arah pintu yang tertutup itu untuk beberapa waktu. Kata-kata Yuan, seratus persen tepat. Ini adalah sesuatu yang telah diputuskan oleh kedua keluarga mereka. Meski jika mereka menolak, tidak akan ada yang berubah. Akan tetapi ...
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
Suara Joon Hun tertinggal di dalam ruangan itu sebelum menghilang bersama dengan hujan.
0 comments:
Posting Komentar