Sabtu, 21 Agustus 2021

CTF - Chapter 125

Consort of A Thousand Faces

Chapter 125 : Tidak Akan Mengambil Keuntungan


Su Xi-er memerhatikan sewaktu si juru masak dengan cepat meninggalkan kamar bersama dengan baju kasar yang belum dijahit. Ia pasti ketakutan oleh Pei Qian Hao dilihat dari ekspresi gugupnya itu.

Su Xi-er menengadahkan kepalanya untuk menatap Pei Qian Hao dan melihat kalau alisnya sekarang sudah santai, tetapi tatapannya masih dalam dan tak terbaca.

"Pangeran Hao, si juru masak itu adalah warga Nan Zhao, dan sangat disayangkan, putrinya meninggal bertahun-tahun yang lalu. Saat ia melihat hamba, ia teringat akan putrinya. Apabila putrinya masih di sini, usianya kurang lebih sama dengan hamba." Su Xi-er menyebutkan semua ini dengan jelas untuk menghentikannya mempersulit si juru masak wanita.

"Apa hubungan putrinya denganmu? Apakah kau pikir Pangeran ini mempersulitnya barusan ini?" Pei Qian Hao berujar lambat, tatapannya terus bergerak maju-mundur di tubuh Su Xi-er.

Su Xi-er menggelengkan kepalanya. "Tidak, Anda mempersulit hamba. Si juru masak wanita itu hanya terkena getahnya."

"Mempersulitmu?" Pei Qian Hao terkekeh. Ini termasuk dalam mempersulitnya? Kalau aku ingin melakukan itu, mana mungkin ia masih berdiri di sini dalam keadaan utuh?

"Pangeran Hao, jika Anda tidak suka hamba menjahit baju kasar, maka hamba tidak akan melakukannya lagi. Apa yang ingin Anda perintahkan pada hamba sekarang ini?" Su Xi-er membungkuk dengan ekspresi hormat.

Pei Qian Hao tidak tahan ia bertingkah seperti ini. Wajahnya yang dipenuhi rasa hormat itu semuanya hanyalah akting, dengan ketulusan palsu yang melengkapinya.

Namun, karena ia sudah mengatakan itu, maka aku harus melakukan sesuatu.

"Jadi, apa pun yang Pangeran ini instruksikan padamu agar kau lakukan, kau akan melakukannya? Tak peduli apa pun itu?"

Su Xi-er memikirkannya hati-hati dan menambahkan, "Apabila itu bukanlah sesuatu yang mengerikan dan jahat, dan apabila itu tidak ... mengambil keuntungan dari hamba."

"Mengambil keuntungan darimu? Apakah menurutmu Pangeran ini perlu melakukan itu?" Pei Qian Hao berjalan ke depannya, mengangkat tangannya untuk merapikan beberapa helaian rambut yang terurai di sekitar pipinya.

Su Xi-er tidak bilang apa-apa. Bukannya memang begitu? Ia menyuruhku menciumnya, membuka bajuku dan berbaring di atas ranjang, bahkan menghimpitku di dinding. Masih ada begitu banyak contohnya sampai-sampai aku bahkan tidak bisa lagi mencatat mereka satu per satu.

"Ini sudah pasti bukanlah sesuatu yang sangat jahat, dan tidak akan mengambil keuntungan darimu. Sangat mudah; bawa satu baskom kayu dan setengah berjongkok di dalam kamarmu. Kalau kau tidak bisa bertahan bahkan hanya selama sejam, kau akan langsung dipukuli dua puluh kali."

Su Xi-er bertanya, "Dan kalau hamba menahannya?"

"Kalau kau menahannya selama dua jam, Pangeran ini tidak akan menghukummu."

"Kalau lebih dari dua jam, akankah Anda memberikan hadiah pada hamba?"

Kilatan berminat melintas di mata Pei Qian Hao. "Pangeran ini bahkan tidak langsung menghukummu, tetapi kau sungguh ingin tawar-menawar dengan Pangeran ini?"

"Ini bukan tawar-menawar. Ada satu pepatah yang dikatakan dengan baik—'Hadiah dan hukuman datang beriringan'. Pangeran Hao, apabila aku menahannya lebih dari dua jam, akankah Anda mengizinkan hamba untuk keluar berjalan-jalan?"

"Kau sangat suka berjalan-jalan? Yang terakhir kali itu tidak cukup?"

Su Xi-er mengangguk. "Hamba merasa gelisah terakhir kali karena aku menyelinap keluar. Harap Anda akan mengizinkan hamba keluar dan berjalan-jalan santai di sekitar seorang diri kali ini, Pangeran Hao."

Apa sebenarnya tujuannya, secara khusus memberitahuku ia ingin jalan-jalan sendirian? Apakah ia mengenal seseorang di Nan Zhao?

Pei Qian Hao bingung, tetapi tidak ingin memperlihatkannya di roman wajahnya. Ia hanya langsung mengangguk. "Baiklah, Pangeran ini berjanji padamu." Tatapannya kemudian jatuh pada si baskom kayu, memberi isyarat pada Su Xi-er untuk mulai sekarang.

Su Xi-er mengerti dan membungkuk untuk mengambil baskom kayunya, mengangkatnya di atas kepalanya selagi ia menekuk lututnya dan memejamkan matanya.

Dalam upayanya mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan lebih baik pada kehidupan di barak tentara, Su Xi-er pernah melakukan latihan ini di kehidupan sebelumnya guna meningkatkan kekuatan fisiknya. Ia berlatih bersama Lü Liu setiap malam, mengawasi dan saling mendukung satu sama lain. Ketika ia berlatih, ia suka memejamkan matanya dan membayangkan kehidupannya di masa mendatang.

Tetapi sekarang, meskipun ia memejamkan kedua matanya seperti sebelumnya, keadaan pemikirannya tidak akan pernah sama.

Orang-orang di sekitarnya telah berubah. Bukannya Lü Liu, sekarang adalah Pei Qian Hao.

Pei Qian Hao memandangi penampilan tenangnya dengan ekspresi kontempelasi. Ia tampak familier menggunakan kedua tangannya untuk mengangkat baskom kayu ke atas dengan posisi setengah berjongkok. Mungkinkah ia sering melakukan ini? Melihat betapa baik ia mengendalikan keseimbangannya, barangkali ia benar-benar bisa menahannya selama dua jam.

Pei Qian Hao terus memfokuskan matanya pada Su Xi-er saat waktu perlahan-lahan berlalu, hanya menyadari kalau satu jam telah lewat ketika ia mendengar jamnya berdentang.

Mata Su Xi-er masih terpejam, napasnya stabil, dan ia hanya sedikit berkeringat di keningnya.

Pei Qian Hao bangkit berdiri dari atas kursi kayu, berjalan mendekatinya, dan mengulurkan tangan mengambil baskom kayunya. "Kau sudah menahannya; Pangeran ini akan mengizinkanmu pergi keluar, tetapi harus besok, tidak hari ini."

Ia meletakkan baskomnya di atas meja setelah berbicara, berbalik meninggalkan kamar.

Su Xi-er berdiri, seluruh tubuhnya kaku dan tegang. Pelan-pelan ia berjalan ke dekat kursi kayu dan mengulurkan tangannya untuk perlahan memijat betisnya.

Sudah lama aku tidak berlatih setengah jongkok. Dengan betapa kurangnya persiapan yang kulakukan terhadap tubuh ini, sungguh tidak mampu bertahan dengan latihan semacam ini.

Su Xi-er menatap ke arah meja sambil terus memijat pahanya.

Aku akan pergi dari rumah pos secara terbuka dan jujur besok. Namun, aku tetap harus menggunakan riasan untuk tampak jelek; mungkin aku hanya akan menambahkan tahi lalat di wajahku.

Setelah itu, Su Xi-er makan sedikit, membersihkan diri, dan pergi tidur. Selama masa itu, tak ada satu pun yang memintanya pergi menemui Pei Qian Hao lagi. Akan tetapi, saat ia terbangun di pagi hari, paha Su Xi-er sangat sakit.

Tubuh ini sangat lemah. Aku harus berupaya lebih keras untuk melatihnya kalau sampai setengah berjongkok saja cukup membuatnya jadi begini.

Melihat ke arah matahari di luar sana dan menyadari bahwa ia sudah kesiangan, Su Xi-er segera bangun dan berpakaian. Cepat-cepat ia membersihkan diri dan makan sedikit sarapan sebelum menuju ke pintu masuk rumah pos, seorang pengawal memanggilnya ketika ia mendekat.

"Pangeran Hao menginstruksikan agar kau cepat pergi dan cepat kembali. Ini ada sekantong perak, ambillah." Si pengawal menyodorkan sekantong perak ke dalam tangannya selagi berbicara.

Pei Qian Hao menyuruh seseorang untuk memberikannya uang, membuatnya teringat akan apa yang diucapkannya, "Apanya yang menyenangkan dari berjalan-jalan tanpa perak?"

"Cepat pergi dan cepat kembali." Si pengawal mengingatkan sebelum ia berbalik pergi menjauh.

Su Xi-er mengencangkan ikatan sekantong perak itu di sekeliling pinggangnya dan berjalan melewati pintu depan, sama sekali tidak menghadapi perlawanan dari para penjaga di gerbangnya.

Rumah posnya terletak di sebuah jalan yang sepi, memperbolehkan Su Xi-er meregangkan tangannya selagi ia menarik napas dalam-dalam, gaun merah muda yang dikenakannya berkibar terkena angin sewaktu ia melakukannya.

Ia berencana untuk pergi ke toko riasan pemerah pipi untuk memakai riasan jelek, ketimbang mengoleskan abu di tembok ke wajahnya lagi.

Sebenarnya, Su Xi-er berharap agar ia punya tampang yang biasa-biasa saja agar ia bisa menghindari masalah.

Tokonya terletak tak jauh dari rumah posnya, hanya berjarak dua jalanan saja. Karena tidak ada banyak pejalan kaki di jam segini, ia cepat-cepat menuju ke arah toko pemerah pipi.

Setelah berjalan sebentar, Su Xi-er melihat papan penanda toko pemerah pipi yang dilapisi dengan sigil emas. Tepat saat ia akan berjalan masuk, satu kereta kuda kayu berhenti di depan toko pemerah pipi, memperlihatkan seorang wanita mengenakan gaun biru tua turun dari sana.

Su Xi-er melihat lebih jelas. Ia adalah ... kepala dayang Ning An Lian, Piao Xu. Apa yang dilakukannya di toko pemerah pipi? Istana kekaisaran memiliki berbagai jenis pemerah pipi, jadi mengapa ia pergi dari istana dan datang kemari?

Su Xi-er berjalan masuk ke dalam toko pemerah pipi dan berpura-pura melihat-lihat barang sementara mendengarkan percakapan Piao Xu dengan si pengurus. Namun, apa yang didengarnya, hanya membuatnya semakin bingung.

"Pemerah pipi ini tidak wangi; bukan seperti apa yang kuinginkan. Aku ingin jenis yang akan tercium wanginya dari dalam keluar." 

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar