Sabtu, 21 Agustus 2021

CTF - Chapter 129

Consort of A Thousand Faces

Chapter 129 : Membeli Rumah Aprikot Keberuntungan


Piao Xu menjeda sejenak sebelum menjawab. "Hamba bertumburan dengan seorang gadis jelek saat kita berada di restoran. Ia juga membawa sekotak pemerah pipi waktu itu. Ia pasti tidak bisa membedakan kotaknya dan salah mengambilnya. Wewangian pekasihnya pasti ada pada si gadis jelek itu."

Si gadis jelek yang dimaksudkan oleh Piao Xu, tepatnya adalah Su Xi-er.

Ning An Lian duduk tegak, nada suaranya agak dingin. "Salah mengambil?" Bagaimana bisa sesuatu seperti ini salah diambilnya? Mengapa juga kebetulan sekali ia punya sekotak pemerah pipi?!

***

Sementara kedua orang ini mendiskusikan Su Xi-er, orangnya sudah berdiri di pintu masuk Rumah Aprikot Keberuntungan.

Kedua Nona Wei terbunuh di Rumah Aprikot Keberuntungan. Kantor provinsi sudah menyelidiki insiden tersebut dan menyimpulkan bahwa baik pengurus dan si pelayan adalah pelakunya.

Informasi ini sudah menyebar di jalanan, memberikan pukulan besar pada bisnis di Rumah Aprikot Keberuntungan.

"Apakah kau tahu, karena insiden Nona-nona Wei, Rumah Aprikot Keberuntungan jadi bangkrut?"

"Aku mendengar ini juga. Rumah Aprikot Keberuntungan dijual, tetapi tidak ada seorang pun yang mau membelinya, mengklaim kalau feng shui di sini tidak bagus karena ada yang mati di sini."

(T/N : fengshui : geomansi China.)

Dengan cepat, ini terdengar oleh mereka yang berdiri di depan Rumah Aprikot Keberuntungan. Walaupun kabar ini sudah jadi rahasia umum, semua orang masih berbisik-bisik mendiskusikannya.

Seperti kata pepatah, 'Unta ceking tetap lebih besar daripada seekor kuda'! Terlebih lagi, Rumah Aprikot Keberuntungan merupakan kedai teh nomor satu di ibu kota!

Tiba-tiba saja, seorang pria berjubah biru dan bercadar memasuki pandangan Su Xi-er.

Ada aura tajam tetapi tidak terlukiskan di sekeliling pria ini.

Pria berbaju biru juga menyadari kehadiran Su Xi-er. Mereka saling berpandangan, tetapi tidak bicara apa-apa.

Kemudian, pria itu berbalik dan masuk ke dalam Rumah Aprikot Keberuntungan. Aku kemari bukan untuk melihat wanita!

Su Xi-er tersenyum dan ikut masuk. Itu dia, orang yang kucurigai.

"Nona, apa yang bisa kubantu?" Su Xi-er baru saja memasuki Rumah Aprikot Keberuntungan saat ada satu pelayan mendekatinya, tersenyum ramah dan penuh antusiasme.

"Camilan sederhana saja." Su Xi-er memilih satu meja dan duduk, memejamkan matanya.

Pria berbaju biru itu naik ke lantai dua, suatu tempat yang hanya terbuka untuk beberapa tamu khusus.

"Baiklah. Mohon tunggu sebentar, Nona. Hidanganmu akan segera datang."

Si pelayan menanggapi dengan suara lantang sebelum undur diri. Setelah itu, Su Xi-er tidak perlu menanti lama, makanannya pun dihidangkan.

Beberapa camilan khas Rumah Aprikot Keberuntungan.

Su Xi-er menggigit kecil, merasakan kuenya ringan, sekaligus manis dan lezat. Kemudian, ia mengambil kue lainnya, memesan seteko teh di pertengahannya.

Walaupun Rumah Aprikot Keberuntungan sudah nyaris dijual, standar kue dan teh mereka tetap terjaga. Kokinya tidak menganggap enteng soal kualitas makanannya. Daun tehnya terkenal dan mengambang di permukaan, dengan keseluruhan warna tehnya juga bagus.

Su Xi-er menghirup wangi teh menyegarkannya, pelan-pelan menyesapnya sementara mengamati apa yang terjadi di lantai dua. Mengapa pria berbaju biru itu muncul lagi di Rumah Aprikot Keberuntungan?

Saat tehnya sudah setengah habis, Su Xi-er melihat pria berbaju biru turun dari lantai dua.

Ia bangkit perlahan dan mengeluarkan satu tael perak, meletakkannya di atas meja.

Anehnya, pelayan yang melayani pria tersebut sepertinya memperlakukan orang itu dengan sangat baik. Jauh dari apa yang harus mereka lakukan untuk tamu lain. Sepertinya, pria itu sudah membeli kedai tehnya.

"Ah, pria yang barusan berjalan keluar sudah membeli Rumah Aprikot Keberuntungan!" Beberapa pria kekar yang masuk ke dalam kedai teh sebelum Su Xi-er, duduk dekat dengannya, memperbolehkan Su Xi-er mendengarkan percakapan mereka dengan jelas.

"Bagaimana kau tahu? Bukannya tadi kau bilang kalau tidak ada seorang pun yang bersedia membeli kedai tehnya?"

"Seorang kerabatku adalah anggota staf Rumah Aprikot Keberuntungan. Mana mungkin informasi yang diberitahukannya padaku itu palsu?" Si pria berotot berbicara bangga.

Seorang kerabat memberitahuku kalau satu tamu penting mungkin akan membeli Rumah Aprikot Keberuntungan hari ini.

Mendengar ini, Su Xi-er merenungkannya. Si pria berbaju biru sungguh telah membeli kedai tehnya. Tetapi, siapa yang akan melakukan hal semacam ini di waktu seperti ini?

Matanya menyipit. Ia jadi semakin curiga atas keterkaitan pria tersebut dengan kematian kedua Nona Wei.

Siapa sebenarnya pria ini? Kalau ialah yang membunuh kedua Nona Wei, apa motifnya?

Mungkinkah, ia sudah tahu kalau si pengurus dan pelayan kedai teh ini akan dijadikan kambing hitam, memperbolehkannya membeli Rumah Aprikot Keberuntungan dengan harga terendah?

Kalau memang benar seperti itu kasusnya, ia agak gila.

Su Xi-er melirik pria berbaju biru sebelum berjalan keluar dari kedai tehnya.

"Hati-hati di jalan, Nona. Silakan datang lagi." Si pelayan menghampiri untuk mengambil peraknya dengan wajah tersenyum.

Karena busana Su Xi-er tidak begitu mencolok, ia bahkan sengaja membuat dirinya jadi jelek dengan riasan, meskipun ia berjalan di jalanan, ia akan tampak seperti rakyat jelata biasa.

***

Setelah keluar dari Rumah Aprikot Keberuntungan, Su Xi-er menghampiri satu kios kecil di sebelah kedai teh dan berpura-pura melihat-lihat barang.

Aku bisa melihat setiap orang yang keluar-masuk Rumah Aprikot Keberuntungan dari sini.

"Gadis kecil ...." Seorang paman beruban dengan wajah keriput memanggilnya.

Dengan senyuman di wajahnya, Su Xi-er mengambil satu tusuk rambut kayu. "Paman, tusuk rambut kayu ini cantik sekali."

"Mempertimbangkan usiamu, seleramu cukup bagus. Istriku yang mengukir tusuk rambut kayu ini dari kayu persik. Walaupun tidak bisa dibandingkan dengan aksesoris emas dan perak, ukirannya jauh lebih detail."

(T/N : kayu persik biasa digunakan untuk mengusir setan.)

Su Xi-er mengikuti arah jari paman itu yang teracung dan melihat ke arah ukirannya, dimana tiap kelopak bunga persiknya bermekaran. Ukirannya memang tidak buruk.

Hanya saja, tidak pantas bagiku untuk memakai tusuk rambut kayu persik lagi.

"Paman, aku tidak membawa uang, tetapi aku pasti akan membelinya lain kali." Su Xi-er tersenyum dan menurunkan tusuk rambut kayu persiknya.

"Istriku hanya membuat tiga tusuk rambut kayu persik dalam sehari, dan para gadis selalu datang membeli mereka. Kau harus datang lebih awal jika kau ingin membeli satu."

Su Xi-er mengangguk. "Aku akan ingat untuk datang lebih awal."

Si pria tua pun menghela napas. Setiap wanita berharap jadi cantik, termasuk si gadis jelek ini. Bintik-bintik di wajahnya .... mungkin sudah tak ada harapan.

Tepat saat itu, Su Xi-er kebetulan melihat pria berbaju biru berjalan keluar dari kedai teh. Menunggu hingga ia agak jauh, setelahnya Su Xi-er berjalan mengikutinya.

Namun, pria berbaju biru itu mendadak berhenti seolah ia menunggu dirinya.

Baru setelah Su Xi-er muncul di hadapannya, ia berbalik dan berkata, "Nona, kau sudah mengikutiku sedari tadi. Apakah kau takut kalau kau tidak bisa menikah? Tetapi, mana mungkin? Kesepuluh bintik di wajahmu digambar dengan baik."

Pria itu hanya perlu sekali lirik untuk mengetahui kalau bintik di wajah Su Xi-er digambar menggunakan pemerah pipi berwarna gelap.

Su Xi-er tersenyum. "Kau punya mata yang jeli. Namun, kau hanya setengahnya benar. Aku mengikutimu bukan karena aku menyukaimu, tetapi karena aku mencurigaimu."

Si pria berbaju biru terkekeh. "Apa yang kau curigai dariku?"

"Karena insidennya terjadi di Rumah Aprikot Keberuntungan, bagaimana kalau kita bicarakan tentang itu di sana? Kau masuk ke sana untuk mendiskusikan tentang pembelian kedai tehnya, tetapi tidak menikmati teh maupun kuenya, kan?"

Bibir pria itu agak bergetar di bawah cadarnya. Gadis ini bukan gadis biasa. Ia bilang kalau ia mencurigaiku, tetapi ia masih mengundangku minum teh.

Aku selalu teliti dalam apa yang kulakukan, jadi, bagaimana ia bisa mengetahuinya? Aku ingin tahu apa yang ingin dikatakannya tentang itu.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar