Consort of A Thousand Faces
Chapter 129 : Membeli Rumah Aprikot Keberuntungan
Piao Xu menjeda sejenak sebelum menjawab. "Hamba
bertumburan dengan seorang gadis jelek saat kita berada di restoran. Ia juga
membawa sekotak pemerah pipi waktu itu. Ia pasti tidak bisa membedakan kotaknya
dan salah mengambilnya. Wewangian pekasihnya pasti ada pada si gadis jelek
itu."
Si gadis jelek yang dimaksudkan oleh Piao Xu, tepatnya
adalah Su Xi-er.
Ning An Lian duduk tegak, nada suaranya agak dingin.
"Salah mengambil?" Bagaimana bisa sesuatu seperti ini salah
diambilnya? Mengapa juga kebetulan sekali ia punya sekotak pemerah pipi?!
***
Sementara kedua orang ini mendiskusikan Su Xi-er,
orangnya sudah berdiri di pintu masuk Rumah Aprikot Keberuntungan.
Kedua Nona Wei terbunuh di Rumah Aprikot Keberuntungan.
Kantor provinsi sudah menyelidiki insiden tersebut dan menyimpulkan bahwa baik
pengurus dan si pelayan adalah pelakunya.
Informasi ini sudah menyebar di jalanan, memberikan
pukulan besar pada bisnis di Rumah Aprikot Keberuntungan.
"Apakah kau tahu, karena insiden Nona-nona Wei,
Rumah Aprikot Keberuntungan jadi bangkrut?"
"Aku mendengar ini juga. Rumah Aprikot Keberuntungan
dijual, tetapi tidak ada seorang pun yang mau membelinya, mengklaim kalau feng
shui di sini tidak bagus karena ada yang mati di sini."
(T/N : fengshui : geomansi China.)
Dengan cepat, ini terdengar oleh mereka yang berdiri di
depan Rumah Aprikot Keberuntungan. Walaupun kabar ini sudah jadi rahasia umum,
semua orang masih berbisik-bisik mendiskusikannya.
Seperti kata pepatah, 'Unta ceking tetap lebih besar
daripada seekor kuda'! Terlebih lagi, Rumah Aprikot Keberuntungan merupakan
kedai teh nomor satu di ibu kota!
Tiba-tiba saja, seorang pria berjubah biru dan bercadar
memasuki pandangan Su Xi-er.
Ada aura tajam tetapi tidak terlukiskan di sekeliling
pria ini.
Pria berbaju biru juga menyadari kehadiran Su Xi-er.
Mereka saling berpandangan, tetapi tidak bicara apa-apa.
Kemudian, pria itu berbalik dan masuk ke dalam Rumah
Aprikot Keberuntungan. Aku kemari bukan untuk melihat wanita!
Su Xi-er tersenyum dan ikut masuk. Itu dia, orang
yang kucurigai.
"Nona, apa yang bisa kubantu?" Su Xi-er baru
saja memasuki Rumah Aprikot Keberuntungan saat ada satu pelayan mendekatinya,
tersenyum ramah dan penuh antusiasme.
"Camilan sederhana saja." Su Xi-er memilih satu
meja dan duduk, memejamkan matanya.
Pria berbaju biru itu naik ke lantai dua, suatu tempat
yang hanya terbuka untuk beberapa tamu khusus.
"Baiklah. Mohon tunggu sebentar, Nona. Hidanganmu
akan segera datang."
Si pelayan menanggapi dengan suara lantang sebelum undur
diri. Setelah itu, Su Xi-er tidak perlu menanti lama, makanannya pun
dihidangkan.
Beberapa camilan khas Rumah Aprikot Keberuntungan.
Su Xi-er menggigit kecil, merasakan kuenya ringan,
sekaligus manis dan lezat. Kemudian, ia mengambil kue lainnya, memesan seteko
teh di pertengahannya.
Walaupun Rumah Aprikot Keberuntungan sudah nyaris dijual,
standar kue dan teh mereka tetap terjaga. Kokinya tidak menganggap enteng soal
kualitas makanannya. Daun tehnya terkenal dan mengambang di permukaan, dengan
keseluruhan warna tehnya juga bagus.
Su Xi-er menghirup wangi teh menyegarkannya, pelan-pelan
menyesapnya sementara mengamati apa yang terjadi di lantai dua. Mengapa
pria berbaju biru itu muncul lagi di Rumah Aprikot Keberuntungan?
Saat tehnya sudah setengah habis, Su Xi-er melihat pria
berbaju biru turun dari lantai dua.
Ia bangkit perlahan dan mengeluarkan satu tael perak,
meletakkannya di atas meja.
Anehnya, pelayan yang melayani pria tersebut sepertinya
memperlakukan orang itu dengan sangat baik. Jauh dari apa yang harus mereka
lakukan untuk tamu lain. Sepertinya, pria itu sudah membeli kedai
tehnya.
"Ah, pria yang barusan berjalan keluar sudah membeli
Rumah Aprikot Keberuntungan!" Beberapa pria kekar yang masuk ke dalam
kedai teh sebelum Su Xi-er, duduk dekat dengannya, memperbolehkan Su Xi-er
mendengarkan percakapan mereka dengan jelas.
"Bagaimana kau tahu? Bukannya tadi kau bilang kalau
tidak ada seorang pun yang bersedia membeli kedai tehnya?"
"Seorang kerabatku adalah anggota staf Rumah Aprikot
Keberuntungan. Mana mungkin informasi yang diberitahukannya padaku itu
palsu?" Si pria berotot berbicara bangga.
Seorang kerabat memberitahuku kalau satu tamu penting
mungkin akan membeli Rumah Aprikot Keberuntungan hari ini.
Mendengar ini, Su Xi-er merenungkannya. Si pria
berbaju biru sungguh telah membeli kedai tehnya. Tetapi, siapa yang akan
melakukan hal semacam ini di waktu seperti ini?
Matanya menyipit. Ia jadi semakin curiga atas keterkaitan
pria tersebut dengan kematian kedua Nona Wei.
Siapa sebenarnya pria ini? Kalau ialah yang membunuh
kedua Nona Wei, apa motifnya?
Mungkinkah, ia sudah tahu kalau si pengurus dan pelayan
kedai teh ini akan dijadikan kambing hitam, memperbolehkannya membeli Rumah
Aprikot Keberuntungan dengan harga terendah?
Kalau memang benar seperti itu kasusnya, ia agak gila.
Su Xi-er melirik pria berbaju biru sebelum berjalan
keluar dari kedai tehnya.
"Hati-hati di jalan, Nona. Silakan datang
lagi." Si pelayan menghampiri untuk mengambil peraknya dengan wajah
tersenyum.
Karena busana Su Xi-er tidak begitu mencolok, ia bahkan
sengaja membuat dirinya jadi jelek dengan riasan, meskipun ia berjalan di
jalanan, ia akan tampak seperti rakyat jelata biasa.
***
Setelah keluar dari Rumah Aprikot Keberuntungan, Su Xi-er
menghampiri satu kios kecil di sebelah kedai teh dan berpura-pura melihat-lihat
barang.
Aku bisa melihat setiap orang yang keluar-masuk Rumah
Aprikot Keberuntungan dari sini.
"Gadis kecil ...." Seorang paman beruban dengan
wajah keriput memanggilnya.
Dengan senyuman di wajahnya, Su Xi-er mengambil satu
tusuk rambut kayu. "Paman, tusuk rambut kayu ini cantik sekali."
"Mempertimbangkan usiamu, seleramu cukup bagus.
Istriku yang mengukir tusuk rambut kayu ini dari kayu persik.
Walaupun tidak bisa dibandingkan dengan aksesoris emas dan perak, ukirannya
jauh lebih detail."
(T/N : kayu persik biasa digunakan untuk mengusir setan.)
Su Xi-er mengikuti arah jari paman itu yang teracung dan
melihat ke arah ukirannya, dimana tiap kelopak bunga persiknya
bermekaran. Ukirannya memang tidak buruk.
Hanya saja, tidak pantas bagiku untuk memakai tusuk
rambut kayu persik lagi.
"Paman, aku tidak membawa uang, tetapi aku pasti
akan membelinya lain kali." Su Xi-er tersenyum dan menurunkan tusuk rambut
kayu persiknya.
"Istriku hanya membuat tiga tusuk rambut kayu persik
dalam sehari, dan para gadis selalu datang membeli mereka. Kau harus datang lebih
awal jika kau ingin membeli satu."
Su Xi-er mengangguk. "Aku akan ingat untuk datang lebih
awal."
Si pria tua pun menghela napas. Setiap wanita
berharap jadi cantik, termasuk si gadis jelek ini. Bintik-bintik di wajahnya ....
mungkin sudah tak ada harapan.
Tepat saat itu, Su Xi-er kebetulan melihat pria berbaju
biru berjalan keluar dari kedai teh. Menunggu hingga ia agak jauh, setelahnya
Su Xi-er berjalan mengikutinya.
Namun, pria berbaju biru itu mendadak berhenti seolah ia
menunggu dirinya.
Baru setelah Su Xi-er muncul di hadapannya, ia berbalik
dan berkata, "Nona, kau sudah mengikutiku sedari tadi. Apakah kau takut
kalau kau tidak bisa menikah? Tetapi, mana mungkin? Kesepuluh bintik di wajahmu
digambar dengan baik."
Pria itu hanya perlu sekali lirik untuk mengetahui kalau
bintik di wajah Su Xi-er digambar menggunakan pemerah pipi berwarna gelap.
Su Xi-er tersenyum. "Kau punya mata yang jeli.
Namun, kau hanya setengahnya benar. Aku mengikutimu bukan karena aku
menyukaimu, tetapi karena aku mencurigaimu."
Si pria berbaju biru terkekeh. "Apa yang kau curigai
dariku?"
"Karena insidennya terjadi di Rumah Aprikot
Keberuntungan, bagaimana kalau kita bicarakan tentang itu di sana? Kau masuk ke
sana untuk mendiskusikan tentang pembelian kedai tehnya, tetapi tidak menikmati
teh maupun kuenya, kan?"
Bibir pria itu agak bergetar di bawah cadarnya. Gadis
ini bukan gadis biasa. Ia bilang kalau ia mencurigaiku, tetapi ia masih
mengundangku minum teh.
Aku selalu teliti dalam apa yang kulakukan, jadi,
bagaimana ia bisa mengetahuinya? Aku ingin tahu apa yang ingin dikatakannya
tentang itu.
0 comments:
Posting Komentar