Selasa, 08 Desember 2020

3L3W TMOPB - Chapter 14 Part 1

Ten Miles of Peach Blossoms

Chapter 14 Part 1

Aku menghabiskan seribu tahun pertama setelah jiwa Mo Yuan pergi dengan menunggu, merasa risau, dan kecewa. Setiap malamnya aku berharap agar aku dapat memimpikannya sehingga aku dapat bertanya kepadanya kapankah ia akan kembali.

Setiap malam sebelum aku pergi tidur, aku akan memastikan pertanyaan ini ada dalam hatiku. Aku akan memikirkannya selama lima atau enam kali agar kata-kata itu jelas dalam pikiranku. Aku takut, saat melihat Mo Yuan di dunia mimpi akan membuatku teralihkan oleh emosi dan menyebabkanku melupakan pertanyaanku. Tetapi aku tidak pernah memimpikannya, dan ide ini pun sedikit demi sedikit mulai lenyap dari pikiranku.

Aku sudah berpikir keras tentang pertanyaan lama ini hingga saat akhirnya aku memimpikannya setelah 70.000 tahun, pertanyaan itu masih begitu tegasnya dalam benakku sampai akhirnya aku dapat menanyakannya.

Mimpinya dimulai dengan Zhe Yan membawaku untuk memulai pembelajaranku dengan Guru di Gunung Kun Lun.

Aku baru saja merayakan ulang tahun ke 50.000 tahunku dan berada di usia yang sama seperti Ye Hua sekarang. Ibu melahirkan empat putra sebelum diriku. Aku adalah anak bungsunya dan putri yang selalu diharapkannya. Aku terlahir dengan kelainan mata dan merupakan balita yang cukup lemah, dan keluargaku sering kali menghebohkan diriku.

Keempat kakakku diberikan banyak kebebasan dan pada dasarnya dapat melakukan apapun sesuka mereka. Tetapi tidak denganku.

Semua hal yang kulakukan dikendalikan dengan tegas, dan hanya ada dua tempat dimana aku diperbolehkan untuk berkeliaran, Gua Rubah di Qing Qiu dan Sepuluh Mil Kebun Persik. Aku berjuang keras seperti ini selama 20.000 tahun, dan meskipun aku tumbuh lebih kuat dan sehat, Ayah dan Ibu terus saja mencemaskanku.

Setelah ulang tahun ke dua puluh ribu tahunku, Ayah dan Ibu mulai sering di undang keluar dari Qing Qiu secara berkala, dan mereka memerintahkan Kakak Keempat untuk mengawasiku. Kakak Keempat terkenal akan kepiawaian ilmu bela dirinya, dan ia tampak lembut dan penurut di permukaan, tetapi di baliknya, ia bisa menjadi seorang pembuat masalah.

Aku benar-benar menjadikan Kakak Keempat sebagai panutan.

Setelah Ayah menginstruksikan Kakak Keempat untuk menjagaku, pemuda itu duduk di luar pintu masuk gua rubah dengan sebatang rumput kecil di mulutnya.

Ia menatapku sayang dan berkata, “Mulai sekarang, aku akan menjagamu. Kapan saja aku memanjat sebatang pohon dan meraup sebutir telur dari sebuah sarang, aku akan membagikannya padamu. Kapan pun aku pergi ke danau untuk menangkap seekor ikan, itu akan menjadi ikanmu juga.”

Kakak Keempat dan aku segera menjadi sangat dekat.

Zhe Yan telah melindungi Kakak Keempat di bawah sayapnya saat itu, dan kami hanya perlu menyebutkan nama Zhe Yan dan segala masalah yang kami sebabkan akan terselesaikan. Aku berlarian kesana-kemari di Qing Qiu selama 30.000 tahun di bawah pengasuhan Kakak Keempat tanpa sedikit pun keresahan tentang dunia.

Ketika Ayah dan Ibu kembali, mereka mulai mencemaskan tentang sekolahku. Aku adalah putri tunggal mereka, dan mereka mengharapkanku menjadi lembut, ramah, elegan, dan murah hati, tetapi aku mengembangkan semua sifat yang berkebalikan dari ini.

Tingkah lakuku dulu, tidak banyak mengesankan Ibu. Sebenarnya, justru kerap kali menyebabkannya sangat cemas. Perhatian utamanya adalah karena takut aku tidak akan bisa menemukan seorang suami. Ia menghabiskan beberapa minggu mengurung diri di gua rubah untuk merenung, dan suatu hari, ia mendapatkan pencerahan.

Ia menyadari kalau aku bukanlah seorang gadis yang paling penurut, aku diberkarhi dengan wajah yang cantik dan sepertinya tidak akan terlalu kesulitan untuk mencari seorang suami. Setelah menyadari ini, Ibu jadi lebih tenang.

Ketenangannya tidak bertahan lama. Mi Gu menyampaikan beberapa gosip mengenai putri keluarga Zhu Yin yang tinggal di kediaman air di kaki gunung sebelah. Zhu Yin kecil yang baru saja menikah sudah kehilangan ibunya ketika ia masih sangat muda, yang mempengaruhi didikannya dan membuanya cukup keras kepala.

Ibu mertuanya tidak menyukainya dan akan mencari-cari alasan kecil untuk menegurnya. Zhu Yin kecil tidak sanggup diperlakukan seperti itu, dan setelah kurang dari tiga bulan berada di keluarga suaminya, ia kembali ke rumah keluarganya, menangis dan meratap.

Mendengarkan betapa parahnya Zhu Yin kecil menderita di bawah tekanan ibu mertuanya dan mengetahui bagaimana diriku, menghancurkan kedamaian yang baru saja didapatkan oleh Ibu, dan ia menjadi sangat putus asa.

Sekarang, ia yakin, meskipun mungkin aku akan menemukan seorang suami, dengan karakterku, aku mungkin akan menerima paling tidak, tiga kali pukulan dari ibu mertua baruku. Membayangkan penyiksaan masa depanku, Ibu menangis tersedu-sedu.

***

Suatu hari, Zhe Yan mengunjungi gua rubah, dan mengetahui Ibu diam-diam menyeka air mata dari wajahnya. Ia memberitahu Zhe Yan apa masalahnya. Zhe Yan pun memikirkannya dan menghela napas.

“Karakter gadis itu sudah sekeras batu,” katanya.

“Kau tidak akan bisa mengubahnya sekarang. Apa yang dibutuhkannya adalah keterampilan yang berguna. Jika ia sampai di rumah keluarga calon suaminya dengan kemampuan sihir yang tidak terkalahkan oleh siapa pun, ia bisa bertingkah senaif dan searogan yang diinginkannya, dan tidak ada seorang pun yang akan menyentuhnya.”

Mata ibu berbinar saat ia mendengar ini. Setelah berpikir keras untuk waktu lama, ia memutuskan untuk mencarikanku seorang guru agar aku dapat memulai masa belajarku.

Ibu adalah seorang wanita yang ambisius. Ia memutuskan, apabila ia akan mencarikanku seorang guru, lebih baik jangan sampai sia-sia. Ia haruslah guru terbaik di seluruh Empat Lautan dan Delapan Dataran.

Ia melakukan penelitian selama beberapa minggu sebelum akhirnya menetapkan pada Mo Yuan, Dewa Perang dari Gunung Kun Lun. Aku tidak pernah bertemu dengan Mo Yuan, tetapi aku akrab dengan nama itu.

Di saat Kakak Keempat dan aku lahir, tidak ada lagi peperangan berkecamuk di Empat Lautan dan Delapan Dataran.

Yang aneh akan sering muncul, tetapi ini cenderung kecil dan tidak signifikan. Anggota dari generasi yang lebih tua kadang-kadang akan membicarakan tentang kehebatan pertempuran yang timbul ketika Pan Gu memisahkan langit dari bumi, dan yin yang terpisah dari yang.

Mereka membicarakan tentang amarah yang mengguncang Delapan Dataran, bagaimana Empat Lautan berubah merah karena darah, bagaimana orang-orang berjatuhan layaknya lalat di medan pertempuran, mengorbankan nyawa mereka agar pertempuran ini dapat dimenangkan. Kakak Keempat dan aku akan mendengarkannya penuh perhatian saat mereka menceritakan kisah-kisah ini pada kami.

Banyak buku yang diwariskan kepada anggota Klan Dewa, mencatat perang-perang prasejarah ini, yang aku dan Kakak Keempatku membacanya dengan teliti, terleka. Kami sering bepergian ke rumah sesama teman makhluk abadi untuk meminjam buku mereka, dan kapan pun aku menemukan sebuah edisi terbatas, aku pasti akan meminjamkannya untuk dibaca mereka juga.

Nama Mo Yuan disebutkan lagi dan lagi di sepanjang buku-buku ini, dan pejabat langit yang menuliskan mereka menuliskan pujian berlimpah atas sikap saleh dan kekuatan militernya. Mereka mengomentari baju zirah kristal misteriusnya dan pedang abadi Xuan Yuan dan menyebutnya sebagai Dewa Perang tak terkalahkan.

Kakak Keempat dan aku mengaguminya, dan ketika kami hanya berduaan, kami akan mendiskusikan aura kepemimpinannya, kecakapan militernya, begitu juga dengan kemampuan sihirnya yang menakjubkan.

Kami mengabdikan diri bertahun-tahun lamanya untuk melakukan penelitian terhadapnya. Kami membayangkan Mo Yuan sebagai seorang dewa berkepala empat, satu menghadap setiap arahnya, matanya seperti lonceng kuningan bundar, telinga sebesar kipas daun kelapa, kening kotak, mulut lebar, tulang belakang dan bahu setebal dan selebar gunung, dan tangan serta kaki sekuat dan sekekar pilar. Kapan pun ia mengembuskan napas, badai menghancurkan daratan, dan kapan pun ia menjejakkan kakinya, bumi berguncang.

Kami mempertimbangkan segala aspek. Kami berpikir keras, bagaimana makhluk tertinggi seperti itu mampu menunjukkan ketangkasannya, inderanya yang sangat tajam, kekuatan pertahanan dan serangan yang tinggi.

Setelah menguraikan sifat-sifat saleh dan militer yang dimiliki Mo Yuan, kami merasa terinspirasi, dan kami berdua bergegas mencari Kakak Kedua, yang handal dalam melukis wajah orang. Kami memohonnya untuk menggambarkan beberapa lukisan Mo Yuan, agar kami dapat menggantungkannya di dinding, untuk kami sembah sujud setiap harinya.

Kekagumanku terhadap Mo Yuan, berarti aku luar biasa gembira mendengar bahwa ia akan menjadi guruku. Kakak Keempat ingin ikut bersamaku, tetapi Zhe Yan tidak mengizinkan, dan Kakak Keempat tinggal di gua rubah selama berhari-hari dengan suasana hati yang buruk.

***

Zhe Yan dan aku menaiki sebuah awan keberuntungan selama beberapa jam sebelum akhirnya sampai di kaki gunung abadi, jauh di dalam hutan. Pegunungan ini berbeda dengan yang ada di Qing Qiu dan yang ada di Sepuluh Mil Kebun Persik, dan aku sangat senang berada di tempat baru.

Orang-orang pertama yang kami temui adalah anak-anak dewa yang menjaga pintu masuk pegunungan. Mereka bertemu kami dan membawa kami masuk ke sebuah aula luas dimana seorang pria berjubah hitam sedang duduk dengan dagu di tangannya dan sikunya berada di atas meja dan ekspresi tenang di wajah yang agak mirip perempuannya.

Ketika Zhe Yan membawaku masuk ke dalam Gunung Kun Lun dan menyapa pria dengan penampilan seperti wanita ini dengan kata-kata, “Mo Yuan, sudah 7000 tahun!”

Aku merasa seakan diberikan pukulan kuat.

Mungkinkah mata sipit itu mampu melihat hingga ribuan mil jauhnya?

Apakah ada kemungkinan telinga yang halus itu mampu mendengarkan apa yang terjadi di kedelapan penjuru mata angin?

Mungkinkah bibir tipis itu mengeluarkan suara yang mampu memerintah perhatian orang?

Dan dengan perawakan yang kurus itu, mungkinkah ia bahkan sanggup mengangkat pedang Xuan Yuan, senjatanya para dewa di seluruh Delapan Dataran?

Aku merasa tertipu dengan semua buku-buku itu dan klaim mereka tentang prestasi-prestasi luar biasa Mo Yuan. Keyakinanku runtuh dan tergantikan dengan kekosongan yang mengambil alih. Aku meraih tangan Zhe Yan, merasa sangat kusut.

Zhe Yan menyerahkanku pada Mo Yuan dengan kebohongan yang direncanakan dengan matang, semuanya diutarakan dengan sangat tulus.

“Anak ini tidak punya ibu atau ayah,” bohongnya.

“Ia sekarat di parit saat aku melihatnya. Hanya tersisa satu tarikan napas di paru-parunya, dan bulunya sangat kusut hingga tidak ada satu helai bulu pun di tubuhnya yang tetap lurus. Hanya setelah aku memandikannya barulah aku bisa melihat kalau ia adalah seekor bayi rubah putih. Aku sudah menjaganya selama 50.000 tahun sekarang,” lanjutnya.

“Ia berkembang akhir-akhir ini dan menjadi sangat tampan, yang mana membuatnya menjadi objek kecemburuan pahit di rumah tanggaku. Aku tidak punya pilihan lain selain membawanya kemari padamu,” ia menjelaskan.

“Ia sangat menderita, dan walaupun aku sangat menyayanginya, ia adalah seseorang yang nakal, dan aku harap kau punya ide tentang apa yang harus dilakukan terhadapnya.”

Aku terkejut karena Zhe Yan berhasil membodohi semua orang dengan omong kosong ini. Mendengarkan kebohongannya membuatku sedih dan agak terganggu. Mo Yuan duduk di sana sepanjang waktu, mendengarkan dalam diam.

Sepertinya, Mo Yuan mempercayai kisah Zhe Yan, dan ia menerimaku sebagai muridnya. Terlihat sangat puas akan dirinya sendiri, Zhe Yan mengucapkan salam perpisahan pada Mo Yuan dan memintaku ikut mengantarkannya.

Saat kami tiba di jalanan di luar pegunungan, Zhe Yan memberikan sebuah peringatan padaku: “Mungkin kau memiliki tubuh seorang pria sekarang, tetapi kau tetap tidak boleh mandi bersama saudara-saudara seperguruanmu. Kau tidak boleh mengizinkan mereka mengambil keuntungan. Kau harus mempertahankan kerendahan hati seorang gadis.”

Aku menggantungkan kepala dan mengangguk.

Mo Yuan menjagaku dengan sangat baik, tetapi aku terus membencinya karena kekurangan apa yang kuanggap sebagai penampilan seorang pahlawan, dan perhatiannya tak berarti banyak bagiku.

Aku tidak mulai menghormati Mo Yuan sampai aku tersandung kesulitan pertamaku, sebuah pertemuan yang menyebabkanku terkena luka serius.

Diawali dengan anggur Zhe Yan.

***

Zhe Yan membuat anggur yang luar biasa, dan sangat menyayangi Kakak Keempat sepertinya, ia akan memberikan banyak untuknya. Karena Kakak Keempat dan aku sangat dekat, aku selalu mendapatkan jatah bagiannya.

Aku akan melakukan perjalanan secara berkala ke gudang anggur kebun persik, dan seiring waktu, aku jadi benar-benar menyukainya. Aku merasa bersalah karena mengambil begitu banyak anggur Zhe Yan, dan setiap kali aku pergi ke perjamuan dan ditemani teman-teman makhluk abadi, aku pastikan untuk memujinya.

Zhe Yan mungkin adalah pembuat anggur yang luar biasa, tetapi ia masih punya ruang untuk berkembang. Tetapi, aku muda dan naif, juga cenderung berlebihan dengan pernyataannya di perjamuan ini, tentang bagaimana anggur buatannya tidak akan bisa ditemukan dimana-mana.

Tentu saja, beberapa ahli anggur memiliki pendapat lain, tetapi jika mereka mengajukan nama dari pembuat anggur lainnya dan mengatakan mereka punya keterampilan yang lebih baik, akan membuatku merasa benar-benar hancur.

Murid Ke-16, Zi Lan, akan sering bersikap begini. Bahkan sekarang, aku tetap pada pendirianku kalau Zi Lan picik karena berargumen seperti itu denganku. Saudara seperguruanku yang lainnya akan menganggap pujian berlebihanku pada Zhe Yan sebagai kesombongan masa muda, dan hanya mendengarkan sambil tersenyum. Meskipun mereka tidak setuju, mereka mengingat kalau aku adalah saudara seperguruan termuda, dan membiarkanku.

Zi Lan berbeda. Ia akan cemberut sekali sampai-sampai kau bisa menggantungkan sekendi minyak di bibirnya.

Ia akan mendengus meremehkan, dan setelah banyak mengeluh, ia akan berkata, “Tentunya, tidak akan lebih baik daripada anggur buatan Guru, kan?”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar