Senin, 14 Juli 2025

ALSAPU - Ekstra 1 - 3

Extra 1 : Mabuk


Setelah aku pacaran dengan Shen Qiao Wei, ia membawaku makan malam bersama beberapa teman-temannya (utamanya untuk memamerkan cinta kami).

Selama makan malam, beberapa dari mereka terlalu banyak minum dan ingin bermain escape room.

Alhasil, ketika escape room-nya selesai, gedung asrama pun terkunci.

Shen Qiao Wei berkata: "Pergi saja ke rumahku, orang tuaku dua-duanya dalam perjalanan bisnis."

Kemudian, rombongan kami pun pegi ke rumah Shen Qiao Wei.

Anak-anak lelaki itu semuanya tidur di kamar tamu, dan Shen Qiao Wei juga aku tertinggal di ruang keluarga.

Kami berduaan, dan ia mabuk, kalau terjadi apa-apa ....

Jadi, aku akan pergi tidur mencari kamar tamu lainnya sesegera mungkin.

Namun, Shen Qiao Wei tiba-tiba menanyaiku "Maukah kau mendengarkanku bermain piano?"

Aku tertegun, dan kemudian aku ingat bahwa ia berasal dari keluarga musisi.

Aku pun mengangguk.

Kemudian ia duduk di depan piano di ruang keluarga dan mulai bermain, ia bahkan menolehkan kepalanya ke arahku sembari ia bermain.

Aku bertepuk tangan untuknya secara kooperatif.

Tentu saja, ia bermain dengan sangat baik.

Aku tidak tahu apakah itu karena semangat dariku atau karena ia mabuk.

Setelah bermain piaon, Shen Qiao Wei mengeluarkan sebuah biola dari ruang keluarga dan mulai memainkan biola itu.

Jangan disebutkan, ia sebenarnya lumayan jago.

Apakah aku tanpa sengaja memungut seorang pangeran musik?

Aku terus memujinya.

Kemudian, Shen Qiao Wei mengeluarkan seruling, harmonika, dan lain sebagainya, seolah-olah ia akan memainkan semua yang bisa berbunyi di rumah ini.

Akhirnya, ia mulai bernyanyi.

Aku: ....

Tolong, kenapa orang ini bernyanyi tidak berirama?

Bukankah ayahnya adalah penyanyi bass terkenal?

Tetapi karena cinta, aku menahannya dan memberi tepukan tangan yang bertentangan dengan kehendakku sendiri.

Shen Qiao Wei berhenti mendadak dan berjalan ke arahku selangkah demi selangkah.

Tatapannya dalam sekali, aku merasa bahwa itu sedikit berbahaya, jadi aku tanpa sadar mulai mundur.

Lalu, ia memelukku tiba-tiba, menundukkan kepalanya dan mencium bibirku.

Ini bukan pertama kalinya kami berciuman, tetapi ini adalah ciuman yang paling bergairah dan sungguh-sungguh.

Aku dapat merasakan aroma anggur dari mulutnya dan aroma hormon muda yang hampir meledak di antara kami berdua.

Tepat sewaktu kami sudah akan melangkah lebih jauh, pintunya terbuka.

Si wanita paruh baya di luar pintu melihat kami yang saling menempel, dan menutup pintunya lagi.

Aku: ....

Pertanyaan: Apa yang harus kulakukan kalau ibu pacarku kebetulan masuk dan melihatku dan pacarku sudah hampir melakukannya?

Jawaban: Kau harusnya sih mau mati ....

Siapa yang akan mengira bahwa ibu Shen Qiao Wei akan mendadak pulang ke rumah di tengah malam?

Untungnya, Ibu Shen adalah orang yang sangat lembut. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan sederhana padaku, ia tidak mengatakan apa-apa kecuali menunjukkan senyuman ramah di wajahnya.

Aku: ....

Bibi, dengarkan aku. Ini benar-benar pertama kalinya aku dan Shen Qiao Wei melakukan sesuatu seperti ini.

Jadi, setelah insiden itu, sampai aku pada tahapan membicarakan pernikahan dengan Shen Qiao Wei, aku tidak menginjakkan kaki di depan pintu rumahnya lagi.

Tentu saja, ini adalah hal-hal yang terjadi nanti.

*

*

*

[Extra 2: IQ]

Akhir-akhir ini aku menemukan satu hal.

Meskipun aku selalu menyebut Shen Qiao Wei mahasiswa top, hasil ujian masuk kuliahku sepertinya lebih tinggi darinya (tentu saja, hasil ujian masuk kuliah tidak akan disebutkan untuk sementara waktu ini).

Jadi, beberapa hari ini, aku selalu menyombongkan diri di samping Shen Qiao Wei.

Ia kesal karenaku dan tiba-tiba bertanya: "Oke, kalau begitu aku akan mengajukan satu pertanyaan untukmu."

Aku penuh percaya diri: "Katakan!"

Shen Qiao Wei: "Aku memenuhi bak mandi penuh dengan air, dan kemudian aku memberikanmu sendok dan baskom untuk menyuruhmu mengeringkan air di bak mandi itu. Apa yang akan kau lakukan?"

Aku berpikir sejenak, dan berpikir bahwa ini tidak bisa membingungkanku: "Tentu saja, aku akan menggunakan keduanya."

Shen Qiao Wei melengkungkan bibirnya dan tersenyum: "Tidak."

Aku: "Terus, apa?"

Shen Qiao Wei: "Cabut penyumbat bak mandinya."

Aku: ....

Tolong, pertanyaan macam apa pula ini!

*

*

*

[Extra 3: Pikiran Shen Qiao Wei]

Aku bertemu seorang gadis yang sangat menggemaskan.

Aku keluar dari perpustakaan hari itu dan mengetahui bahwa hari itu hujan.

Awalnya hujan rintik, jadi aku tidak peduli. Aku berjalan kembali ke asrama di tengah hujan. Setengah jalan dalam perjalanan, hujannya jadi semakin deras. Aku pun mempercepat langkahku dan tiba-tiba mendengar seseorang memanggilku dari belakang: "Tong xue, aku akan membantumu menghadang hujannya."

Lalu, sebuah payung putih dengan pola bunga kecil-kecil mendadak menutupi tetesan hujan deras di atas kepalaku.

Ketika aku berbalik, aku melihat seorang gadis yang berusaha berjinjit, mengangkat lengannya, memegangi payung itu untukku.

Ia mendongakkan kepalanya dan tersenyum dengan alisnya yang melengkung. Wajah bundar mungilnya dipenuhi tetesan air di hari hujan ini, begitu mengingatkanku akan seekor anak anjing kecil.

Aku hendak menolak, tetapi ia tiba-tiba menggandeng tanganku dan berlari maju: "Jangan berdiri bengong saja di sana, lari."

Hanya begini saja, seorang gadis asing dan aku pun berderap di dalam hujan.

Sebenarnya, hujannya deras sekali, kehadiran payung itu sudah lama tak ada gunanya, tetapi aku tetap berlari bersamanya.

Ia mengantarkanku sepanjang jalan ke asramaku dan melambai ke arahku: "Selamat tinggal, tong xue." Kemudian ia berbalik dan berlari ke dalam hujan tanpa menoleh ke belakang, sampai ia menghilang dari pandanganku.

Hingga hujannya berhenti barulah aku menyadari bahwa aku tidak menanyakan namanya.

Aku merasa sedikit menyesal.

Tetapi, aku segera bertemu lagi dengannya, di ruang kelas belajar mandiri Gedung Ming De.

Kami mendekati akhir semester, ia sedang menangis sambil membaca, menangis sampai-sampai kacamatanya berkabut, dan ia akan mengelapnya bersih dan kemudian lanjut menangis. Ia menangis tersedu-sedu sampai matanya berair dan ujung hidungnya memerah.

Tetapi aku tidak tahu kenapa ia menangis begitu pedihnya.

Apakah ia patah hati?

Selama beberapa hari berturut-turut, aku pergi ke ruang kelas itu dan menunggunya di sana.

Ia tetap akan menangis, ia sepertinya terluka parah, seolah-olah ia masih belum lepas dari kesedihannya.

Aku benar-benar menginginkan kontak infonya, tetapi aku menahan diri. Aku tidak mau mengambil keuntungan dari dirinya yang patah hati.

Tetapi, aku mengetahui namanya tanpa susah payah—Cui Ying Ying.

Nama yang seimut dirinya.

Pada liburan musim panas di penghujung tahun angkatan anak baruku, aku memelihara seekor anak anjing kecil.

Saat ia mengusapkan kepalanya ke telapak tanganku, mau tak mau aku pun teringat Cui Ying Ying.

Setelah tahun kedua mulai, aku pun mulai sengaja mendekatinya.

Setiap kali ia jadi sukarelawan, selama ia mendaftar, aku akan ikut.

Aku tidak tahu apakah itu karena ada terlalu banyak orang yang jadi sukarelawan, ia tidak pernah melihatku, hanya bekerja sendiri dengan giat. Ia begitu mungil dan pendek, tetapi ia kuat sekali.

Kuakui, aku bukanlah orang yang agresif, dan aku tidak yakin apakah ia sudah benar-benar melepaskan hubungannya yang lalu.

Tetapi, mataku tidak tahan untuk terus melihatnya di tengah keramaian.

Sepertinya ia menurunkan berat badan, ia olah raga setiap hari.

Tetapi ia sama sekali tidak gemuk, dasar si kecil yang bodoh.

Tetapi sebelum aku menyadarinya, lapangan olah raga menjadi tempat yang paling sering kukunjungi.

Pernah, ketika aku berpapasan dengannya dan beberapa gadis, aku sayup-sayup mendengar mereka membahas berenang.

Jantungku berdebar, dan secara pribadi, aku agak ... um ... penasaran, bagaimanakah penampilannya dalam pakaian renang.

Kebetulan sekali karena Ji Chao mengajakku pergi ke aula renang bersamanya.

Jadi aku pun pergi.

Namun, setelah berenang hampir seminggu, ia tidak datang.

Aku jelas mengingat bahwa itu hari Selasa, aku membuat keputusan untuk tidak pergi ke aula renang lagi setelah hari ini.

Setelah keluar dari kolam, Ji Chao mengejarku dan bertanya, "Qiao Wei, apa kau mau makan malam bersama malam ini?"

Aku menggelengkan kepalaku: "Tidak, aku masih ada kelas yang harus dipersiapkan."

Kemudian, aku berjalan masuk ke ruang ganti dan melihat Cui Ying Ying.

Aku merasa jantungku berdebar-debar.

Beberapa pemuda menyeretku keluar dan berulang kali memastikan, sebelum berdiri di pintu sembari berteriak: "Tong xue, kau salah masuk ruang ganti. Ini ruang ganti pria."

Ia bagaikan seekor anak anjing kecil yang ketakutan, ia berlari keluar dari ruang ganti, menundukkan kepalanya dan berulang kali meminta maaf.

Aku melihatnya kabur, dan tidak tahan untuk tertawa.

Sungguh si kecil yang konyol.

Namun, ketika aku berganti pakaianku, aku menemukan bahwa celana dalamku hilang.

Ji Chao melihat ekspresi terkejutku dan menyempil mendekat untuk menanyaiku, "Qiao Wei, ada apa?"

Aku pun tanpa sadar menjawab: "Celana dalamku hilang."

Tanpa diduga, Ji Chao langsung berpikir: "Apakah gadis barusan itu mengambilnya?"

Aku mengernyit: "Jangan bicara omong kosong."

Tetapi aku tidak menyangka Ji Chao akan mengungkap hal ini di dinding pengakuan.

Aku tidak tahu apa yang telah diperbuat Ji Chao sampai seseorang menambahkanku di WeChat dan mengatakan bahwa temannya sudah memungut celana dalamku.

Tetapi kurasa, aku harus berterimakasih pada Ji Chao, karena Cui Ying Ying, si bodoh kecil ini, tak berbakat dalam akting sama sekali.

Bagaimana aku harus mendekatinya?

Bagaimana kalau, aku akan berpura-pura aku baru bertemu dengannya.

Caranya yang berusaha menyembunyikan fakta bahwa ialah yang mengambil celana dalamku benar-benar imut.

Aku menyuruhnya agar bertemu di kelas umum wajib kami.

Setelah kelas, aku melihatnya mengeluarkan sebuah tas kain kecil dan buru-buru menyembunyikannya di bawah buku setelah temannya kembali untuk bicara dengannya.

Celana dalamku kemungkinan ada di sana.

Cui Ying Ying membawa temannya keluar dari ruang kelas melalui pintu depan.

Aku berdiri, berjalan perlahan ke arah tempat duduknya, dengan santai mengambil tas kain kecil itu, dan berjalan keluar melalui pintu belakang.

Kebetulan, seorang petugas kebersihan wanita sedang mendorong gerobak pembersihnya lewat.

Aku berjalan mendekat dan melemparkan barang itu ke dalamnya.

Si bibi menanyaiku: "Tong xue, benda ini tidak kelihatan seperti sampah, apakah penting?"

Aku menggelengkan kepalaku.

Bendanya tidak penting, tetapi yang penting adalah agar aku tidak memilikinya.

Akan kubuat si bodoh kecil itu berutang padaku.

Apa yang harus kulakukan, sepertinya aku memang sudah jatuh cinta padanya?

Akan kupasang perangkap.

Dan setelahnya, aku akan melangkah masuk ke dalam hatinya sedikit demi sedikit, mulai dari sekarang.

-Tamat-

(T/N: Yup dah kelar, santai banget kan ini, ga da konflik dan hanya romansa anak-anak muda hahaha. Makasih yang uda mampir kemari dan ninggalin jejaknya, dan mohon maaf kalau ada kekeliruan dalam penerjemahan baik dari segi tata bahasa, pilihan kata, dan penyusunan kalimatnya. Sampai jumpa di terjemahan lainnya, bye~)

Aling

0 comments:

Posting Komentar