Senin, 14 Juli 2025

ATB - Chapter 16 - 21

 Chapter 16


Penobatanku menyebabkan kegemparan. Seperti yang diketahui semua orang, ayahku sangat pelit dalam hal penganugerahan pangkat.

Bahkan sang Permaisuri saja memanggilku beberapa kali dan membuat kaki pendekku lelah sekali.

Hari ini, Permaisuri memanggilku lagi.

Pandanganku pada Permaisuri lumayan bagus. Meskipun ia dulunya acuh tak acuh padaku, ia tidak pernah menghentikan kedua putranya untuk mengurusiku.

Itu benar, Kakak Kekaisaran Pertama dan Kakak Kekaisaran Ketiga, keduanya adalah putra dari Permaisuri.

Ketika aku memasuki Istana Ci Ning, Permaisuri sedang duduk di dipan sembari tersenyum.

Ternyata Kakak Pertama juga ada di sini hari ini.

Aku mengeluarkan produk perawatan kulit buatanku dan mempersembahkannya dengan tangan mungilku.

Harus dikatakan bahwa bumi zaman dahulu sangat bagus dan kaya sumber daya alam. Bahan-bahan untuk krim anti penuaan yang sulit untuk ditemukan di kehidupan laluku semuanya ada di sini.

"He Xiao, apa ini?"

Aku maju ke depan untuk memberi hormat dan berkata, "Ibunda Permaisuri, ini adalah produk perawatan kulit yang Putri ini buat sendiri."

Permaisuri tersenyum bahagia dan menyerahkan produk perawatan kulit itu kepada dayang pribadinya. Aku tahu bahwa sebelum Permaisuri bisa menggunakannya, dayang istana harus mencobanya lebih dahulu selama beberapa hari.

Aku juga mencantumkan daftar bahan-bahan di dalamnya untuk memfasilitasi pemeriksaannya oleh tabib kekaisaran.

"Kau benar-benar perhatian. Kakak Pertamamu-lah yang memintamu agar datang kemari hari ini."

Oh?

Aku benar-benar tidak menyangkanya.

Kakak Pertama menatapku sambil tersenyum, menyentuh kepalaku dengan lembut dan berkata, "Ayahanda Kaisar berkata aku kurang bersemangat dan menyuruhku untuk mengobrol dan bermain lebih banyak dengan Adik He Xiao, daripada selalu membaca buku."

Permaisuri juga mengangguk setuju. Orang yang paling ceria di seluruh istana adalah He Xiao.

Walaupun aku kaget, aku dengan cepat menerima fakta bahwa kini aku memiliki seorang "pengikut kecil".

"Kalau begitu Kakak Pertama, mari kita keluar istana!"

*

*

*

Chapter 17

Permintaan kami untuk meninggalkan istana pun dengan cepat disetujui. Selagi kami meninggalkan kota, Kakak Pertama pun tidak tahan untuk menanyaiku: "Adik, kenapa kita tidak bermain di dalam ibu kota saja?"

Tentu saja kita tidak akan bermain di dalam ibu kota. Kakak Pertamaku ini tidak pernah keluar dari zona nyamannya dan sangat amat dilindungi dengan baik.

"Kakak Pertama, hari ini Adik ini akan membawamu untuk memainkan sesuatu yang berbeda."

Aku tersenyum polos.

Kakak Pertama mengangguk sambil berpikir keras.

Keretanya bergoyang-goyang selama satu shichen sebelum kami akhirnya tiba di tujuan yang kusebutkan.

(T/N: 1 shichen = 2 jam.)

Di tempat ini, tinggallah seorang pria yang sejenius Zhuge Liang. Bukunya mengatakan bahwa, karena Kakak Kekaisaran Kedua gagal memenangkan hatinya beberapa kali, ia pun mengutus orang untuk menghancurkan seluruh keluarganya.

Keretanya pun sampai di desa itu, Desa Pelajar.

Karena pelajar Yu Tong Yan tinggal di sini, desanya pun dinamai kembali seperti dirinya.

Aku digandeng oleh Kakak Kekaisaran Pertama dan melangkah keluar dari kereta. Kemudian, kami langsung pergi ke rumah Yu Tong Yan.

Seorang bibi sedang mencuci pakaian di depan rumah itu.

Saat ia melihat sekelompok orang yang berpakaian mewah mendekat, ia dengan gugup mengusap-usap tangannya dan maju ke depan dengan hati-hati.

Aku buru-buru berkata sebelum Kakak Pertama bisa berbicara: "Bibi, aku sedang bermain di luar bersama Kakakku dan punggungku pegal sekali. Bisakah Bibi membiarkan kami tinggal di sini untuk semalam?"

Bibi itu tersenyum dan berkata, "Tentu saja bisa. Ada kamar kosong di rumah kami. Para bangsawan, silakan masuk."

Kemudian, ia menolehkan kepalanya menghadap ke rumah dan berteriak: "Nak, ada bangsawan yang menginap di rumah kita. Keluar dan sapalah bangsawan-bangsawan ini!"

Seorang pemuda pun membuka pintu dan berjalan keluar.

Itu dia, Yu Tong Yan.

*

*

*

Chapter 18

Malam harinya, aku tidur di kamar terpisah, sementara kakak lelakiku dan Yu Tong Yan sekamar.

Setelah Kakak Pertama dan aku selesai makan, aku berbisik secara diam-diam ke Kakak Pertamaku: "Pemuda ini adalah orang yang berbakat, Kakak Pertama, kau harus bisa menggenggamnya." Kakak Pertama menatapku dengan kaget. Aku meregangkan tubuhku dan kembali ke kamarku.

Setelah mengatakan itu, sisanya tergantung pada Kakak Pertamaku.

Malam itu, aku tidur nyenyak di tempat tidur rumah petani itu.

Pagi harinya, saat aku bangun, Kakak Pertamaku dan Yu Tong Yan sedang berdiskusi dengan sangat harmonis.

Aku juga puas sekali.

Segera setelah Bibi melihatku bangun, ia dengan cepat membuatkan sarapan.

Di meja makan, keduanya masih tidak bisa berhenti diskusi. Rasanya seolah mereka saling mengagumi satu sama lain.

Setelah sarapan, aku menyeret Kakak Pertamaku ke ladang Bibi.

Yu Tong Yan juga mengikuti.

Kakak Pertama menatapku kosong setelah aku menjejalkan cangkul ke tangannya.

Aku menghela napas panjang dan berkata, "Kakak Pertama, pernahkah kau mendengar kisah seorang kaisar yang bertanya 'kenapa kau tidak makan daging cincang'?" Yu Tong Yan juga mendengarkan.

Aku perlahan-lahan berkata: Pernah ada seorang Kaisar yang menanyai petugasnya: 'Orang-orang tidak punya jagung untuk menghilangkan rasa lapar mereka, jadi kenapa mereka tidak makan daging cincang saja?' Kebodohan semacam itu menunjukkan bahwa, tidak pantas untuk membuat penilaian tanpa kau yang mengalaminya sendiri. Sekarang Kakak Pertama juga harus pergi ke ladang sendiri dan merasakan kerja keras orang-orang saat bertani."

Sedangkan aku, tentu saja aku akan menontonnya melakukannya.

Mereka berdua mendadak sadar, dan Yu Tong Yan menatapku penuh kekaguman.

"Saudara Qi, meskipun adik perempuanmu baru berusia enam tahun, ia memiliki karakter yang sangat mengagumkan!"

Kakak Pertama juga berujar bangga: "Adik perempuanku selalu yang paling pintar."

Setelah itu, mereka berdua pergi bekerja di ladang bersama-sama, membuat si Bibi dan Paman sangat ketakutan.

Kakak Pertamaku juga adalah orang yang berkemauan kuat. Meskipun ia nyaris tidak bisa meluruskan punggungnya hanya setelah waktu beberapa batang dupa, ia tetap menyelesaikan tugas berladang itu dengan teguh hingga malam hari.

Ketika malamnya tiba, Kakak Pertama pun mau tak mau menghela napas: "Ternyata, orang biasa hidup seperti ini setiap harinya."

*

*

*

Chapter 19

Kakak Pertama berhasil menangkap Yu Tong Yan. Setelah mengungkapkan identitasnya, Yu Tong Yan kaget sekali. Menjadi teman sepemikiran dengan seorang pangeran, siapa yang tidak akan bingung?

"Kakak Pertama, kau harus menjaga punggung orang-orangmu dengan baik."

Kakak Pertama dengan cepat mengerti dan membawa ibu serta ayah Yu Tong Yan bersama-sama.

Yu Tong Yan sangat tersentuh.

Aku juga mengangguk puas.

Ada tiga orang lagi dalam perjalanan pulang kami.

*

*

*

Chapter 20

Waktu berlalu bagaikan anak panah. Tak lama setelah itu, salju lebat memenuhi langit.

Selama beberapa hari terakhir, wajah ayahku buruk sekali. Aku tahu itu disebabkan oleh Kakak Ketigaku.

Tidak ada kabar dari Kakak Ketigaku selama lebih dari seminggu. Aku juga sangat cemas. Aku hanya berharap kalau panah lengan yang kuberikan padanya bisa berguna.

Walaupun aku tidak percaya pada agama Buddha, aku tetap pergi berdoa untuk Kakak Ketigaku setiap harinya.

Ini membuat Permaisuri semakin menyayangiku.

Aku benar-benar tidak peduli soal itu. Aku hanya berharap agar Kakak Ketigaku yang bodoh itu, yang selalu membawakanku kue di taman kekaisaran, akan kembali dengan utuh dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Hari ini, saljunya hampir sampai ke lututku.

Bi Yu berlari dengan bersemangat.

"Putri! Pangeran Ketiga sudah kembali!"

Aku pun bangkit berdiri dengan cepat.

Kakak Ketiga sudah kembali!

Setelah mendengar ini, aku menginjak salju tebal itu dan berlari menuju Istana Zi Chen, terlepas dari halangan para dayang istana dan kasim.

Kakak Ketiga yang paling memanjakanku sudah kembali dengan selamat!

Aku berlumur salju dan berlari masuk ke aula. Aku segera melihat sosok akrab itu dengan sepintas lihat; ia tampak sedikit lebih kekar dan lebih tinggi.

Aku bergegas mendekat dengan cepat, dan pihak lainnya pun langsung memelukku erat-erat.

Saat ini, air mata tak bisa berhenti berjatuhan.

Rupanya, aku sudah beradaptasi dengan era ini dan keluarga ini.

"Kakak Ketiga! Wuwuwu! Kenapa kau telat sekali kembalinya?!"

Kakak Ketiga menepuk-nepuk punggungku dengan panik, berbisik pelan, dan menghiburku dengan lembut: "Bukankah Kakak Ketiga sudah kembali dengan selamat sekarang? Baik-baik ya, jangan menangis. Kakak Ketiga akan merasa tertekan."

"He Xiao, datanglah ke zhen."

Ayahku berbicara, tetapi aku tidak mau melepaskannya dan menguburkan kepalaku di dada bidang Kakak Ketiga.

"Ayahanda Kaisar, Putra ini juga ingin memeluk Adik Perempuan."

*

*

*

Chapter 21

Dalam pelukan Kakak Ketiga, aku mendengarkan keseluruhan ceritanya.

Ternyata, dalam perjalanannya, Kakak Ketiga bertemu para pembunuh dan diculik. Berkat panah lenganku, Kakak Ketiga bisa lolos, tetapi tak ada prajurit yang tersisa di sekitarnya.

Ia hanya bisa mengintai sendirian dan diam-diam menghubungi Jenderal Ping Nan yang menjaga wilayah selatan. Begitu banyak perak dan perbekalan yang harus direbut kembali.

Setelah berbulan-bulan perencanaan, mereka akhirnya memberantas sarang para pembunuh itu, dan mengambil kembali perak dan perbekalannya, dan kemudian mengirimkannya ke daerah bencana.

Mereka bahkan menjarah 100.000 tael perak tambahan dari sarang tersebut!

Kakak Ketiga menyerahkan token dari sarang para pembunuh. Setelah aku melihatnya, 'Sungguh orang yang baik!'

[Aku tahu! Itu adalah Pangeran Kedua! Bukankah simbol berbentuk elang ini merupakan simbol dari pasukan pribadi Pangeran Kedua? Dasar orang yang layak dibenci! Aku benar-benar ingin membunuhnya, kemudian menguliitinya dan mematahkan tulangnya. Um, kenapa aku tidak benar-benar mencobanya saja?!]

Aku tidak tahu mengapa, Kaisar tiba-tiba memelototiku.

"Kau sudah bekerja keras. Kembali dan istirahatlah baik-baik."

"Baik!"

Setelah mengatakan itu, Kaisar melambai ke arah kami, menyuruh kami pergi.

Kakak Ketiga menggendongku keluar dari istana dan mencubit pipi gemukku seperti biasa.

"Kali ini, benar-benar berkat panah lengan yang diberikan Adik Perempuan padaku. Kakak Ketiga berterima kasih padamu!"

Melihat kalau air mataku sudah akan berjatuhan lagi, Kakak Ketiga buru-buru menepuk-nepukku.


0 comments:

Posting Komentar