Senin, 14 Juli 2025

Beauty to Ashes - Chapter 2

Chapter 2


Satu setengah bulan kemudian, delegasi diplomatik dari Kerajaan Chen sudah meninggalkan perbatasan Da Yue. Kaisar juga membawa menteri-menterinya dan bawahannya keluar untuk perburuan musim semi tahunan, dan baru akan kembali ke ibu kota setelah dua minggu.

Ini adalah waktu yang tepat, dan oleh sebab itu, Chen Lan mulai memberlakukan rencana pelariannya. Di malam ia akan berangkat, Jin Xiu menemuinya, membawakan sebuah buntalan kain yang besar bersamanya.

Buntalan kain itu penuh dengan pernak-pernik, Jin Xiu mengoceh tanpa henti, mengatakan bagaimana ini adalah apa yang suka dimakan Chen Ruo, dan bagaimana ini adalah buku yang sudah lama sekali dicarinya, sepasang sepatu yang pas yang dibuat untuknya oleh dayang istana yang paling berbakat ...

Kemudian, ia mendadak terdiam di tengah ocehannya, hanya berulang kali mengucek matanya.

Chen Lan sepertinya berasumsi bahwa ia akan menangis, tetapi Jin Xiu tidak menangis, hanya mengulangi gerakan mengucek matanya.

Chen Lan terdiam selama beberapa waktu. Ia mengulurkan tangannya dan membungkus barang-barang itu satu per satu, sebelum meletakkan mereka ke dalam tangannya.

Remaja yang hanya setahun lebih tua darinya pun kemudian bertanya pada Jin Xiu, apakah ia mau pergi bersama-sama?

Jin Xiu melamun, dan ia menatap lekat padanya dengan sepasang mata yang tidak dapat melihat, tetapi dengan indahnya dibingkai oleh kabut. Chen Lan mengulangi pertanyaannya sekali lagi.

Apakah ia mau pergi bersamanya? Ke Kerajaan Chen, untuk menemui Chen Ruo?

Agar dapat bersama pemuda yang dicintainya, orang yang suara yang istimewa.

Di dalam pandangannya yang hitam legam, rasanya seperti ...

Ia mampu memberikan nyawanya kepada orang yang dicintainya. Meski jika datang suatu hari, berisi pengabaian yang tak berperasaan, tidak akan ada penyesalan.

Ini merupakan harapannya, dan sesuatu yang tidak pernah diberitahukan Chen Ruo padanya.

Ia tahu Chen Lan sedang berdiri di depannya, mengulurkan tangannya padanya.

Di bawah lengan jubah sewarna salju, jari hangat bak giok dengan lembutnya menjalin tangan Chen Lan. Ia tersenyum, kebahagiaannya mirip dengan bunga yang bermekaran. Air mata mengalir tanpa peringatan.

Mm ... Aku akan pergi bersamamu, katanya, air mata mengiringi senyum tipisnya.

***

Mereka berdua berangkat dalam perjalanan mereka untuk melarikan diri, masing-masing berpakaian biasa.

Pelarian diri ini bahkan lebih cepat daripada apa yang Chen Lan bayangkan. Ia sudah membuat persiapan untuk beban tambahan, tetapi kenyataannya, si gadis buta yang sudah dimanjakan di mahkamah itu kuat, walaupun ia lemah.

Tidak ada keluhan, tidak ada ketidakpuasan. Dengan hati-hati ia belajar, setiap kali ia menghadapi keadaan yang tidak akrab. Saat ia terjatuh, ia akan membangunkan dirinya sendiri. Jika ia sakit atau terluka, ia akan menggertakkan giginya dan menahannya, bertekad untuk tidak mempengaruhi perjalanan mereka. Dan setiap kali ia tahu kalau ia akan menyebabkan penundaan, ia tidak akan bersikap berani.

Jin Xiu adalah gadis paling kuat yang pernah ditemuinya sejauh ini.

***

Pernah, Chen Lan secara sembarangan menyebutkan ini. Waktu itu, mereka sedang makan di dalam penginapan. Ketika ia mendengarnya bilang begitu, Jin Xiu pun terkikik.

Itu karena ia rindu sekali ingin berjumpa dengan Chen Ruo ... Karena ia sudah berpegangan erat sekali pada Chen Lan selama berkuda, jari-jarinya lecet dikarenakan kain kasar dan ia tidak bisa memegang sumpit dengan benar. Ia mengatakan ini dengan suara yang lembut, dan wajahnya sehalus giok putih, melontarkan senyum manis dan konyol. Setelah itu, ia terdiam sekali lagi. Ia mengusap matanya perlahan-lahan, suaranya pelan.

Karena aku adalah ... putri Yang Mulia Ayahandaku ... aku sudah membuatnya kecewa ... Setidaknya, ketika itu tentang sesuatu yang dapat kulakukan, aku tidak boleh membuatnya malu.

Pada saat itu, mereka telah menyeberangi sungai Yu Lin, dan sampai di perbatasan Kerajaan Chen. Setelah kabarnya sampai pada Kaisar Da Yue, ia mengutus pasukan untuk mengejar, hanya untuk dihentikan di pinggiran sungai Yu Lin.

Ia sudah membuat ayahnya malu dan sakit.

Para prajurit berhenti di Sungai Yu Lin, tak lagi mengejar. Mungkin mereka takut melukainya, atau mereka mungkin sudah menyerah. Ia adalah seorang putri yang tidak punya rasa hormat maupun malu.

Chen Lan mengulurkan tangan dengan niat untuk menghiburnya. Tetapi mendadak ia sadar. Apalah dirinya bagi Jin Xiu, dan apakah ia bahkan punya kualifikasi untuk menghiburnya?

Dengan demikian, ia tetap diam, memandangi gadis mungil itu menggenggam sumpitnya dengan tangan yang gemetaran. Beberapa tetes air mata pun mengalir, memercik ke atas meja.

Chen Lan merenung dengan linglung. Benar, Jin Xiu menangis lagi di depannya. Gadis itu hanya tidak mengetahuinya. Setiap kali ia menangis, hati Chen Lan akan terasa sakit.

Namun, Jin Xiu barangkali tidak akan pernah mengetahuinya ... Karena, orang yang dicintainya adalah kakak lelaki kesayangan yang dihormatinya.

Ini juga bagus, Chen lan dengan tulus merasa seperti ini.

***

Dengan begitu, semenjak hari Chen Ruo pergi, akhirnya Jin Xiu bertemu Chen Ruo lagi dua setengah bulan kemudian.

Hari itu, kebetulan sekali adalah tanggal tujuh bulan tujuh. Semua putri dari keluarga miskin berdoa, dan putri dari keluarga bangsawan membuat permintaan, berharap untuk menikahi pria yang mereka sukai.

Sama seperti burung layang-layang di tiang, untuk tetap berada di sisi masing-masing selamanya.

Dari sudut pandang astrologi, ini juga merupakan hari yang baik. Dewa kebahagiaan di timur dan dewa kemakmuran di selatan. Itu adalah hari yang sempurna untuk menikah.

Oleh karenanya, ketika Chen Lan menggandeng tangan Jin Xiu menuju ke Istana Timur milik putra mahkota, seluruh Istana Timur didekorasi dengan lentera berwarna-warni. Itu adalah pemandangan yang meriah.

Putra mahkota baru saja kembali, dan walaupun ia tidak sempat bertemu dengan ibunya untuk yang terakhir kalinya, ia segera mengambil seorang istri—seorang putri menteri sayap kanan yang cantik dan dimanjakan. Ia juga memohon kepada ayahnya supaya mengendalikan diri, sampai-sampai ia tidak berani segera menetapkan seorang permaisuri baru.

Hal ini langsung menghilangkan keangkuhan dari menteri sayap kiri yang sudah mengkalkulasikan ayamnya sebelum menetas, dan menginginkan putrinya menjadi permasuri.

Pada hal ini, ada kabar baik lainnya. Kepulangan putra mahkota tampaknya ada peranannya dalam hal ini, karena ada omongan bahwa, Kaisar Da Yue jatuh pingsan akibat penyakit.

Semua pejabat yang mendiskusikan ini pun bersorak kegirangan, merasa sangat gembira. Namun, Chen Lan merasa ingin menjatuhkan barang-barang di tangannya dan menyumbat telinga Jin Xiu supaya ia tidak bisa mendengar apa-apa.

Gadis muda ini, meninggalkan kerajaannya untuk datang kemari. Ia jatuh sakit dan membuat dirinya terluka, akan tetapi, tidak pernah sekali pun ia mengutarakan kata-kata kepahitan. Ia sudah melalui penderitaan semacam ini, dan pada akhirnya, ia disambut dengan kabar pernikahan dari pria yang dicintainya, sekaligus kabar penyakit ayahnya.

Chen Lan berada di ambang amukan, tetapi Jin Xiu menarik lengan jubahnya pelan.

Pada saat itu, galaksi dapat samar-samar terlihat di langit kejauhan dan jembatan dari Bima Sakti pun meredup.

Jin Xiu menengadahkan wajahnya untuk menatapnya, warna kulitnya putih sekali hingga tidak akan ada yang berani untuk meihat lebih dekat.

Jin Xiu berkata dengan ringan, Ah Lan, ayo kita pergi, ya?

Chen Lan balik menatap lurus padanya, dan kemudian berkata, baiklah.

***

Kediaman Chen Lan ada dekat situ. Tidak besar, tetapi halamannya berisi satu kolam penuh dengan teratai yang bermekaran.

"Aku punya pemahaman ini ... Ayahku punya banyak sekali selir, ia tidak menyukai wanita-wanita itu tetapi ia masih harus menikahi mereka. Ia bahkan perlu memperhitungkannya, supaya mereka melahirkan anak-anak sesuai urutan ... Aku tahu ... Ah Ruo akan menjadi kaisar di masa yang akan datang, aku tahu ... Ia akan memiliki banyak selir ... banyak sekali ... Yang Mulia Ayahanda pastinya jatuh sakit karena ia merasa kecewa. Ia sangat menyayangiku, tetapi aku memilih untuk meninggalkannya, ia pasti merasa hancur, jadi ..."

Jin Xiu berdiri di atas jembatan kecil di tengah-tengah kolam teratai itu. Punggungnya menghadap Chen Lan, suaranya berangsur menghilang ... lenyap ...Yang mana setelahnya, gadis muda itu perlahan-lahan merosot ke tanah, memeluk lututnya dan meringkukkan dirinya secara paksa, persis seperti binatang muda yang kesakitan.

Semuanya yang ditahan, sedikit demi sedikit terurai seiring suara isak tangisnya.

Air mata dan rengekannya, semuanya merupakan hasil dari emosi yang tak sanggup lagi untuk dibendung, bahkan setelah mengigit bibirnya.

Di mata kakak lelakinya, gadis muda di hadapannya ini tidak akan pernah menitikkan air mata. Setiap senyumannya seperti sinar hangat yang terpancar dari matahari musim semi.

Akan tetapi, dalam ingatannya, Jin Xiu selalu menangis.

Ketika Chen Lan samar-samar mendengarkan ia mengenang ayahnya dan merindukan Chen Ruo. Ia kehabisan akal. Ia pun membungkukkan tubuhnya dan menyangga pundak Jin Xiu.

Kemudian, ia mendengar Jin Xiu yang tersedak air matanya, "Jangan melihatku."

Chen Lan terdiam sejenak.

Ia memejamkan matanya dan berkata, "Aku sudah menutup mataku sekarang, aku tidak bisa melihat apa-apa."

Lalu, sesuatu yang hangat pun bersandar dalam pelukannya.

Akhirnya, Jin Xiu menangis sepenuh hati dalam pelukannya, tangisannya nyaris terasa mengoyak isi perut.

Ayahnya, bangsanya, orang yang disukainya. Dalam satu malam, semuanya telah meninggalkannya begitu saja.

Tak ada yang dapat diperbuat Chen Lan, ia hanya bisa meminjamkan bahunya sebagai tempat menangis Jin Xiu.

Jin Xiu menangis hingga ia kehilangan seluruh tenaga, sebelum perlahan-lahan tertidur.

***

Chen Lan langsung pergi, dan dengan dalih memberikan selamat pada mempelai pria, ia sampai di kediaman putra mahkota di istana.

Chen Ruo tidak tahu kalau ia kembali hari itu, dan saat ia melihatnya sampai, ia diliputi kegembiraan yang luar biasa.

Chen Lan hanya menarik tangan kakak lelakinya dan membisikkan satu kalimat di telinganya, "... Jin Xiu datang."

Setelah itu, ia pamit, menyatakan ia kelelahan sebelum berbalik pergi.

Chen Ruo membelalakkan matanya, dan kemudian, ia kembali menjadi putra mahkota Kerajaan Chen yang pucat dan tampan, pendiam serta tenang.

Siluet yang berbalutkan jubah pengantin warna merah keberuntungan pun hanya bergetar sepersekian detik ketika kata-kata 'Jin Xiu' terucap.

***

Ritual pernikahan kekaisaran itu rumit dan membosankan, Chen Lan menggenggam tangan si gadis yang sakit-sakitan di tempat tidur sementara dengan dingin ia menyaksikan kakak lelakinya menyelesaikan urusan pernikahannya.

Semua orang mengatakan, pasangan emas yang indah; semua orang bilang, saat mempelai wanita kembali ke rumah orang tuanya selama tiga hari, putra mahkota yang secara pribadi mengantarkannya; semua orang mengatakan, ia memperhatikan pengantin wanitanya, yang seumuran, secara menyeluruh.

Semua kata-kata ini diucapkan oleh semua orang saat itu juga, tetapi Jin Xiu tidak menangis. Ia hanya berpegangan dengan erat pada tangan Chen Lan tanpa melepaskannya. Ia makan makanannya tepat waktu, tetapi setiap kali ia makan, ia akan memuntahkan semuanya. Kemudian, ia akan duduk kembali di tempatnya dan lanjut makan.

"... Tidak baik kalau tidak makan ... akan jatuh sakit ..." Katanya dengan suara yang lemah dan tipis, matanya yang tak dapat melihat itu seperti sebuah jurang maut.

Chen Lan tidak sanggup memuntahkan satu kata pun sebagai penghiburan.

Ia hanya bisa memperhatikannya dan menggenggam tangannya. Ini adalah batasan apa yang dapat dilakukannya dan selain dari ini, ia betul-betul tak berdaya.

***

Di malam hari kelima, setelah jaga malam berbunyi untuk yang kedua kalinya, Chen Ruo datang kemari secara diam-diam.

Saat itu, Jin Xiu sedang duduk meminum bubur ketika ia tiba-tiba berhenti. Ia menajamkan telinganya, dan senyuman hangat perlahan-lahan menyebar di wajahnya.

"Ia di sini ..." katanya lembut.

Kemudian, ia mulai berhitung mundur, dan saat ia sampai di angka satu, pintunya pun terbuka, dan Chen Ruo melangkah masuk ke dalam.

Tangan hangat dan lembut itu, secara alami dan tanpa suara, terlepas dari tangan Chen Lan.

"Ah Ruo." Ia meninggikan suaranya dan memanggilnya, dengan lembut dan manis, seolah rasa sakit dan kepedihan yang tak berbatas itu tidak pernah ada.

Tiba-tiba saja Chen Lan mengerti. Di hadapan Chen Ruo, Jin Xiu hanya bisa tersenyum.

Senyuman lembut, hangat, yang mampu menenangkan hati seseorang.

Chen Lan mundur tanpa kata. Tidak ada yang memanggilnya untuk tetap tinggal.

Pundaknya menyentuh kakak lelaki yang tampak sama persis seperti dirinya, tak satu pun dari mereka yang menoleh ke belakang. 


0 comments:

Posting Komentar