Senin, 14 Juli 2025

CTF - Chapter 162


Consort of A Thousand Faces

Chapter 162 : Hidung Memar dan Wajah Bengkak


"Kita akan segera lihat siapakah yang akan memohon." Su Xi-er mundur dua langkah, dengan tenang memutar pergelangan tangannya untuk mengeluarkan beberapa bebatuan kecil yang disembunyikannya dengan lengan bajunya.

Meskipun tubuh ini tidak sebugar tubuhku sebelumnya, aku berhasil menguasai kemampuan dasarku. Tidak akan jadi masalah selama aku mampu mengendalikan titik-titik tekanan mereka.

Sebelum kedua pria tersebut mampu menyentuhnya, Su Xi-er mengibaskan pergelangan tangannya, menyerang mereka di lutut dengan dua bongkah batu.

"Argh!" Kedua pria tersebut berteriak dan keduanya jatuh berlutut.

Su Xi-er mengambil kesempatan untuk bergegas dan menendang mereka berdua di dada dengan cukup kekuatan, membuat mereka terpental lebih dari semeter.

Kedua pria itu lengah, dan di saat mereka menyadari apa yang terjadi, mereka sudah tergeletak kesakitan di tanah.

"Argh, Argh ...." Kedua pria itu mengerang dan tidak bisa bangun selama beberapa saat.

Su Xi-er puas akan pekerjaannya. Biarpun aku tidak mampu menendang seseorang sampai beberapa meter jauhnya seperti yang kulakukan di kehidupanku yang sebelumnya, ini masih bisa diterima.

Petugas Polisi Liu tidak menduga hal semacam ini. Walau Da Yan dan A-Song bukanlah petugas polisi atau petarung yang terampil, seharusnya mereka tidak lebih lemah dari seorang wanita. Aku tidak percaya, mereka dikalahkan sampai jatuh ke tanah bahkan sebelum mereka menyentuhnya.

Matanya menggelap. "Kau punya keterampilan dalam ilmu bela diri?"

Su Xi-er tertawa. "Aku hanya menggunakan sedikit tenaga dengan tendangan itu. Hanya saja, karena pria-pria ini tidak berguna makanya mereka jatuh ke tanah dengan mudahnya; mereka bahkan menangis sekarang."

Setelah itu, Su Xi-er berjalan dan menginjak kedua pria yang tetap terbaring di bawah. Suara lolongan mereka sangat 'merdu'!

"Kau ...." Petugas Polisi Liu sangat marah.

Aku sudah menjadi seorang petugas polisi begitu lama, tetapi ini pertama kalinya aku bertemu dengan wanita sekurang ajar ini. Dikatakan begitu, pengalaman luas Petugas Polisi Liu memungkinkannya tetap tenang, menggunakan sikap yang lebih tenang dan hati-hati.

"Kalau begitu, aku harus menunjukkan padamu kekuatanku yang sesungguhnya. Berhati-hatilah untuk tidak mengacaukannya." Setelah itu, Petugas Polisi Liu menarik sebilah belati berkilauan dari sarung tersembunyi di pinggangnya.

Su Xi-er jadi serius ketika ia melihat pisau tajam belati tersebut, nyaris tidak berhasil menghindari tepat waktu saat belatinya meluncur melewati wajahnya.

Petugas Polisi Liu bukan hanya kuat, tetapi juga mahir. Kalau tidak, ia tidak akan menjadi seorang pemimpin para petugas polisi.

Meskipun ia tidak membawa pisau yang lebih besar hari ini, belatinya juga tidak boleh dianggap remeh. Seharusnya mudah bagiku untuk menang karena wanita ini bertangan kosong.

Setiap gerakan yang dibuat oleh Petugas Polisi Liu tegas dan kuat, mengincar tempat-tempat fatal. Su Xi-er bisa mengetahuinya karena ia akrab dengan titik akupuntur tubuh, menyebabkannya jauh lebih berhati-hati lagi.

Setelah selusin adu pukulan di antara keduanya, Petugas Polisi Liu masih tidak dapat melukai Su Xi-er.

Ia tidak tahu kalau ini disebabkan tekniknya yang terlalu 'kasar', dan bahwa Su Xi-er telah mempelajari teknik 'lembut' di kehidupan lalunya. Alhasil, ia mampu menetralkan gerakannya dengan relatif mudah.

Tentu saja, Petugas Polisi Liu masihlah seorang petarung yang relatif mumpuni, dan tidak dapat dihindari bahwa Su Xi-er mulai merasa kelelahan karena pertarungan yang terus berlangsung.

Aku harus cepat-cepat mengakhiri ini!

Ia tidak berani memperlambat pergerakannya sementara ia berpikir, tinjuan dan tendangan mendarat pada Petugas Polisi Liu selagi ia menangkis serangannya.

Akhirnya, ia menghindar dan menggunakan tangannya untuk menyerang lehernya, menyebabkannya gemetaran sebelum jatuh berlutut.

Sebelum Petugas Polisi Liu berkesempatan untuk pulih, Su Xi-er menendangnya dari belakang, mengirimnya meluncur masuk ke dalam kotoran.

Su Xi-er hanya berdiri di samping, memerhatikan ketiga pria itu yang tergeletak di tanah di hadapannya.

Petugas Polisi Liu tidak bisa memercayai bahwa ia kalah dari seorang gadis. Tangannya bergetar sewaktu ia menjulurkan lehernya dan menunjuk ke arah Su Xi-er. "Kau ...."

"Ada apa denganku?" Su Xi-er berjalan dan menginjak punggungnya untuk menghentikannya bangun. "Bukannya barusan kau bilang kau ingin agar aku memohon ampun padamu? Siapa yang memohon sekarang?"

Petugas Polisi Liu tahu bahwa ia tidak dapat menang melawan wanita ini dan memohon. "Nona, tolong ampuni kami; kami sungguh tidak berniat menyakitimu. Aku tidak akan berani menentangmu jika itu bukan demi adik perempuanku. Tolong biarkan kami pergi."

Ini bukan pertama kalinya Su Xi-er melihat trik semacam ini, bagaimana mungkin ia memercayainya dengan begitu mudahnya?

"Oh? Ingin agar aku membiarkan kalian pergi?"

"Iya, iya, iya. Nona, tolong biarkan kami pergi. Kami tidak akan berani menyerangmu lagi." Petugas Polisi Liu cepat-cepat memohon, berpikir kalau Su Xi-er tidak menyadari kilatan dingin di matanya. Sayang baginya, karena secuil tampilan emosi ini tampak seterang lentera di tengah malam buta bagi Su Xi-er.

Kedua pria lainnya juga segera memohon ampun. Ini merupakan tipuan mereka yang biasa. Jika mereka tidak bisa memenangkan suatu pertarungan, mereka akan merendahkan diri dan memohon ampun. Selama kami bisa kabur, siapa yang peduli seberapa rendahnya kami harus bersikap? Kami bisa saja membalas dendam belakangan.

"Baiklah, jika kau ingin aku membiarkan kalian pergi, maka panggil aku Bibi Buyut sebanyak tiga kali, dan sebut diri kalian jalang tak tahu malu sebanyak sepuluh kali!"

(T/N : memanggil seorang wanita sebagai bibi buyut berarti kau lebih rendah dari mereka dan akan mendengarkan mereka. Mungkin seperti lambang kesenioritasan.)

"Aku ...."

"Kakak?" Janda Liu mendadak berteriak. Adegan semacam ini benar-benar di luar dugaannya!

Kakak lelakinya dan dua pria lainnya tergeletak di tanah, meratap, sementara wanita yang menceramahinya kemarin menginjak punggung kakak lelakinya.

"Ah!" Janda Liu menjerit nyaring. Su Xi-er cepat-cepat menariknya, mencegahnya kabur.

"Apa? Kau ketakutan?" Su Xi-er menarik kerahnya dan bertanya dengan sejejak kejahatan di matanya. Hal itu membuat Janda Liu terkejut hingga tak mampu berkata-kata.

"Kau .... Apa yang ingin kau perbuat? Kau, lepaskan aku, lepaskan aku!" Janda Liu memekik nyaring dan tidak dapat menyembunyikan ketakutan di matanya.

Su Xi-er melihat Janda Liu sebagai cerminan bayangan Ning An Lian. Mereka berdua sama-sama tidak tahu malu dan kejam. Mereka hanya akan melukai orang lain jika mereka tetap hidup! Bagaimana bisa wanita seperti ini pantas untuk bertahan hidup!

"Apakah kau takut mati?" tanya Su Xi-er.

"Kau .... Apa maksudmu? Tidak hanya kau melukai kakak lelakiku, tetapi kau juga berniat untuk membunuhku? Membunuh seseorang adalah kejahatan. Kau tidak takut akan dipenjara?" Tubuh Janda Liu gemetaran.

Su Xi-er mencibir saat ia mendengarkan ucapan Janda Liu. "Mati saja aku tidak takut, mana mungkin aku takut masuk penjara?"

"Kau, kau ...."

"Apa kau takut?" tanya Su Xi-er.

Janda Liu tidak tahu mengapa, tetapi ia mengangguk. Aku ketakutan. Sangat ketakutan. Tatapan di mata wanita ini terlampau mengerikan. Punggungnya merinding saat ia melirik ke samping dan melihat kakak lelakinya, Da Yan, dan A-Song, semuanya dikalahkan sampai tergeletak di tanah.

Ia mundur dan memohon, "Nona, tolong ampuni aku. Aku tidak akan berani lagi, aku tidak akan berani lagi."

Janda Liu memohon dengan panik, tetapi tatapannya mendadak berubah. Ia mengira bahwa Su Xi-er tidak melihatnya, tetapi orang itu mendadak memutar tubuhnya.

"Ah!" Janda Liu berteriak, wajahnya pucat pasi.

Su Xi-er mengangkat kaki kirinya dan dengan cepat menendang pinggang Janda Liu. Dalam sekejap, Janda Liu ditendang tersungkur ke tanah dan menelan sejumput besar debu.

Kedua Liu bersaudara tersebut pelan-pelan mengangkat tubuh mereka dari tanah. Kalah dari Su Xi-er, mereka tidak berani mencoba melakukan apa pun di titik ini. Benjolan besar di wajah mereka merupakan bukti seberapa parahnya mereka telah kalah.

 

0 comments:

Posting Komentar