11
Untuk menguji Song Xu, aku berteriak dan menjerit di sampingnya sepanjang malam.
Ia tidur nyenyak.
Aku menyimpulkan bahwa insiden tadi malam, ketika ia bicara padaku, murni kebetulan—ia tidak benar-benar bisa melihatku.
Aku juga menemukan bahwa aku berbeda dari hantu lainnya.
Hantu lainnya tidak bisa mendekati Putri atau Song Xu, tetapi aku bisa mendekati mereka tanpa masalah. Aku bahkan bisa menembus tubuh mereka.
Terlebih lagi, hantu lain bisa menjelajah melampaui kediaman Putri, tetapi aku ditarik paksa kembali jika aku berkeliaran terlalu jauh dari Song Xu.
Mungkinkah jiwaku juga sudah diutak-atik?
Saat siang hari tiba, energi spritiual hantu melemah, dan mereka semua mundur untuk istirahat di sudut-sudut gelap.
Hanya aku yang dipaksa untuk tetap berada beberapa puluh meter dari Song Xu, bagaikan seekor anjing yang diikat ke tiang.
Karena aku tidak bisa berkeliaran dengan bebas, aku langsung pergi ke kamar Putri.
Aku mau lihat, seperti apa sikap Song Xu terhadap Putri.
Lebih baik kalau aku tidak pernah melihatnya—apa yang kulihat nyaris membuatku mati penuh amarah.
Song Xu bangun pagi-pagi dan langsung ke pinggir tempat tidur Putri, menatapnya intens.
Benar-benar bejat.
Menjelang tengah hari, Putri akhirnya bangun.
Ketika ia melihat Song Xu, ia tertegun sejenak, kemudian berseri-seri ke arahnya dengan wajah penuh kegembiraan.
"Apa kau terus menjagaku sepanjang malam?"
Song Xu balas tersenyum, "Benar. Untungnya, tidak ada barang kotor yang mengganggu Yang Mulia semalam."
Aku memutar mataku.
Pria ini hanya duduk sebentar sebelum ketiduran, tetapi ia punya nyali untuk mengklaim ia sudah berjaga sepanjang malam.
Bagaimana bisa aku tidak menyadari betapa pandainya ia berbicara?
Namun, Putri tidak mengetahui itu.
Ia sungguh terharu, memandang Song Xu dengan kasih sayang seperti itu, hingga matanya yang indah seolah siap mengalirkan mata air yang jernih.
Kalau saja ia tidak membunuhku, aku mungkin akan mengira ia adalah orang yang cantik dan baik.
Semua orang tahu, tidak bijaksana untuk menilai berdasarkan penampilan, tetapi tak ada seorang pun yang bisa lolos dari itu.
Sama seperti aku tidak bisa lolos menilai Song Xu, dan Song Xu tidak bisa lolos menilai Putri.
Keduanya bertukar pandang sebentar, lalu Putri tiba-tiba menekan tangannya ke keningnya.
"Song Xu, aku tidak tahu kenapa, tetapi aku merasa lelah sekali. Aku tidak punya tenaga sama sekali."
Song Xu mengerutkan alisnya penuh perhatian. "Jika Yang Mulia tidak sehat, mungkin kita harus memanggil tabib kekaisaran dari istana?"
Putri mengangguk. "Bagus. Ayahanda pasti akan sangat tertekan saat ia mendengar aku tidak enak badan."
Sudah jadi rahasia umum bahwa Kaisar menyayangi putrinya, tetapi aku tidak pernah membayangkan bahwa kasih sayangnya meluas sampai memanjakannya membunuh orang-orang yang tak berdosa.
Siang harinya, tabib datang. Usai memeriksanya sebentar, ia tidak menemukan adanya penyakit dan hanya mengatakan Putri sudah ketakutan. Ia meresepkan beberapa obat penenang dan menyarankan istirahat total.
Setelah tabib pergi, Putri bangun untuk makan siang bersama Song Xu, kemudian kembali berbaring.
Song Xu secara pribadi merebuskan obat untuknya dan menyuapinya, membujuknya untuk tidur.
Menyaksikan Song Xu bersikap begitu perhatian, aku menghela napas.
"Ya Tuhan, kalau memang ada kehidupan selanjutnya, biarkan aku jadi putri juga."
Aku tidak yakin apakah ini hanya imajinasiku saja, tetapi aku melihat sosok Song Xu terdiam sejenak.
Tak lama, Putri tertidur, dan Song Xu bangkit dan pergi ke meja tulis.
Ia menjatuhkan diri tepat di atas kepalaku.
"Hei! Kau tidak lihat ada yang duduk di sini!"
Aku menggumam marah, bergeser untuk duduk di sebelahnya.
Song Xu mengeluarkan sebuah buku dari lengan jubahnya dan mulai membolak-balikkannya.
Aku mencondong mendekat untuk melihatnya. Hah, itu buku cerita yang kubaca belum lama ini!
Saat aku masih hidup, hobi favoritku adalah membaca buku cerita.
Setelah kami menikah, Song Xu sering menemaniku ke jalan untuk membeli buku-buku baru.
Ketika ia pergi berperang, aku membaca buku cerita kapan pun aku merindukannya.
Di hari kepulangannya, aku memberitahunya tentang buku cerita baru yang baru kubeli.
Sayangnya, aku baru sampai setengah jalan sebelum aku mati.
Aku tidak pernah menyangka, Song Xu akan membawa buku cerita ini ke Kediaman Putri.
Tak bisa dipercaya. Aku sudah mati, dan bukan hanya ia tidak membakarkan bukunya untukku, tetapi ia juga menyimpannya untuk dirinya sendiri!
Aku menonjok Song Xu tiga kali dengan marah.
Ia membuka buku itu, dan di dalamnya ada pembatas buku dari daun buatanku.
Song Xu memandangi pembatas buku itu sejenak, kemudian menariknya keluar.
Aku berpikir, ia akan membalik ke halaman pertama, tetapi ia malah mulai membaca tepat dari halaman yang diberi pembatas buku.
Aku kegirangan dan merapat padanya, menyandarkan kepalaku di bahunya selagi kami membaca bersama.
Ia membalikkan halamannya dengan lambat, dan cahaya senja jatuh mengenai jari-jari rampingnya.
Persis seperti ketika aku masih hidup.
*
*
*
12
Sepanjang hari, selain makan dan minum obat, Putri tetap tidur lelap.
Berkat dirinya, aku menghabiskan hari dengan membaca buku cerita.
Pagi-pagi keesokan harinya, Kediaman Putri menerima sebuah titah kekaisaran.
Dikatakan bahwa, Kaisar, karena mencemaskan kesehatan Putri, telah memutuskan untuk menunda pernikahan.
Ia juga menitahkan agar Song Xu harus lebih dulu kembali ke Kediaman Song dan baru kembali begitu Putri sembuh.
Setelah mendengar ini, Putri jadi gila, berteriak-teriak bahwa ia ingin menemui Kaisar dan bersikeras bahwa Song Xu harus tetap tinggal.
Song Xu dengan sabar membujuknya di sisinya, mendesaknya agar mendengarkan Ayahandanya.
Putri jadi semakin marah, berkata, "Kau tahu apa? Ayah paling mencintaiku; ia pasti akan setuju!"
Song Xu menghela napas dan membawakan semangkuk obat, berkata, "Yang Mulia, obatnya sudah dingin. Mohon minum obatnya dulu sebelum mencemaskan soal pertunangan."
Tanpa terduga, Putri meraih mangkuk obat itu dan melemparkannya ke arah Song Xu.
Song Xu tidak sempat mengelak. Mangkuk itu mengenainya persis di wajahnya.
Cairan obat berwarna hijau gelap perlahan-lahan menuruni wajahnya, dan garis tipis darah pun muncul di pipinya yang tampan.
Itu wajah favoritku!
Aku geram dan menuding Putri, berteriak, "Hei, ada apa denganmu? Ia melakukan ini demi dirimu, kenapa kau memukulnya!"
Tetapi Putri tidak bisa mendengarku.
Ia melotot marah ke arah Song Xu tanpa sejejak pun rasa bersalah di wajahnya.
Saat itu, aku mendadak menyadari—Putri mungkin tidak benar-benar mencintai Song Xu.
Barangkali, ia hanya merasa ia menarik dan ingin bermain-main dengannya. Tetapi ditolak di depan umum telah menggores egonya.
Ego—sesuatu yang dihargai bangsawan lebih dari apa pun juga.
Justru karena penolakan Song Xu itulah, makanya ia sekarang bertekad untuk mendapatkannya dengan cara apa pun.
Aku mulai mengkhawatirkan masa depan Song Xu.
Dengan istri seperti ini, kehidupannya pasti akan menyedihkan.
Namun, Song Xu, yang selalu sabar, mengusap wajahnya dan berkata, "Maafkan aku karena membuat Yang Mulia kesal. Obatnya sudah tidak ada; aku akan pergi menyiapkan semangkuk lagi."
Aku tidak tahan untuk tertawa sinis.
Pria ini, gampang sekali diinjak-injak—kenapa aku bahkan mencemaskannya?
Namun, ucapan Putri selanjutnya seketika menghapus senyuman dari wajahku.
"Aku tahu! Pasti Yun Niang-lah yang ada di balik ini! Semenjak aku membunuhnya, kediaman ini berhantu! Aku akan mengutus orang untuk mencari orang tua Yun Niang dan membunuh mereka semua!"
Aku melonjak syok. "Kediamanmu berhantu karena dosa-dosamu sendiri! Apa hubungannya itu denganku? Berani-beraninya kau mengancam membunuh orang tuaku!"
Putri tidak bisa mendengarku.
Ia benar-benar memanggil pengawal dan memerintahkan mereka agar membunuh orang tuaku.
Aku panik dan mencengkeram lengan jubah Song Xu. "Song Xu, tolong beri pengertian padanya!"
Aku tahu ia tidak bisa mendengarku, tetapi ia telah melindungi orang tuaku kemarin. Tentu saja, ia akan membantu mereka lagi hari ini.
Aku dipenuhi harapan.
Namun, yang membuatku tidak percaya, tak setitik pun emosi melintasi wajah Song Xu.
Dengan ekspresi dingin, ia berkata, "Asalkan itu membuat Yang Mulia senang, rakyat jelata itu—bunuh saja mereka jika Anda menginginkannya."
Aku berdiri di sana, membeku.
Jadi, kemarin, saat ia membela orang tuaku, itu tidak tulus.
Dan saat ia bilang aku sudah menderita, dan bahwa ia akan memberikanku kecantikannya, itu juga tidak tulus.
Song Xu, aku akan menjadi hantu pendendam dan membunuhmu dan Putri.
Segera setelah pemikiran ini melintasi benakku, seluruh tubuhku mulai terbakar.
Aku tahu bahwa inilah tanda bahwa aku sudah akan menjadi hantu pendendam.
Tidak masalah. Bahkan jika aku tidak bisa reinkarnasi, itu tidak jadi soal.
Biarpun hidupku singkat, menjadi putri orang tuaku merupakan berkah terbesar dalam hidup ini.
Tepat sewaktu aku hendak menyerang Putri, Song Xu tiba-tiba mengangkat tangannya dan dengan ringan melambaikannya di depan mataku.
Dalam sekejap, aku hilang kesadaran.
0 comments:
Posting Komentar