Selasa, 22 Juli 2025

CTF - Chapter 186

Consort of A Thousand Faces

Chapter 186 : Interaksi Timbal Balik


Ning Lian Chen menurunkan sumpitnya dan memandangi si biksu senior. "Kaisar ini memiliki pemikiran lainnya? Aku hanya sedang memikirkan tentang urusan kerajaan kita. Guru Agung, apakah menurutmu, ini termasuk dalam pemikiran lain?"

"Yang Mulia, hanya Anda yang mengetahui apa yang sedang Anda pikirkan. Beberapa hal perlu dilepaskan agar Anda dapat menatap ke masa depan."

"Tentu saja Kaisar ini tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku sudah selesai makan, dan akan pergi ke aula pengajaran sekarang." Ning Lian Chen meletakkan sumpitnya, kasim yang ada di sampingnya membantunya mengelap mulutnya dan merapikan keliman bajunya sebelum ia memutar tumitnya dan pergi.

***

Di dalam aula pengajarannya, ada dua biksu senior yang duduk di tempat duduk di atas. Di antara mereka ada satu bantalan tersisa untuk kepala biara, orang yang sudah bertahun-tahun paling lama, menjadi seorang biksu, dan ia kebetulan adalah biksu senior yang berjalan masuk bersama dengan Ning Lian Chen.

Yun Ruo Feng duduk di bawah, meninggalkan satu bantalan kosong di sampingnya yang dimaksudkan untuk Ning Lian Chen.

"Yang Mulia, silakan duduk." Yun Ruo Feng berdiri dan menggesturkannya.

Ning Lian Chen mengangguk ringan, kemudian mengangkat keliman bajunya dan duduk bersila dengan punggung yang tegak. Biksu senior itu juga duduk di atas bantalannya, dan mulai menghitung tasbih hitam di tangannya.

Semua biksu lainnya pun mundur, hanya meninggalkan Yun Ruo Feng, Ning Lian Chen, dan ketiga biksu yang duduk.

Ketiga biksu itu memejamkan mata mereka dan terus menghitung butiran tasbih di tangan mereka sembari merapalkan doa. Bahkan, Yun Ruo Feng saja memejamkan matanya dan bernapas dengan tenang. Hanya Ning Lian Chen yang membiarkan matanya terbuka dengan kilatan dingin.

Hanya ketika biksu senior di tengah menghentikan pergerakan di tangannya dan membuka matanya, barulah hawa dingin di sekitar Ning Lian Chen menghilang. Si biksu senior berujar lambat, "Karena Lingkaran Sebab Akibat, dimana apa yang terjadi, maka terjadilah, semua orang menjalani kehidupan di dunia ini karena karma. Kematian juga merupakan suatu karma. Segala sesuatunya adalah karena karma."

Ada alasan di balik hidup dan matinya setiap orang. Semuanya adalah karena karma. Bahkan jika seseorang dibunuh oleh orang lain, itu tetap karena karma. Entah apakah karmanya baik atau buruk, ditentukan oleh kodratnya. Kita harus menerima ini, menghargai apa yang kita miliki sekarang, dan menatap ke depan, pada masa depan, daripada menjalani kehidupan dalam kebencian akan masa lalu seseorang. Melakukan demikian hanya akan menyiksa diri sendiri.

Ketika Ning Lian Chen mendengar ini, ia pun tertawa kecil. "Di dunia ini, apa yang terjadi maka sungguh terjadilah. Ada sebab dan akibatnya. Pangeran Yun, apakah Kaisar ini benar?"

"Iya." Suara Yun Ruo Feng kalem selagi ia menjawabnya dengan mudah.

Biksu senior itu menghela napas. Ia lanjut menghitung butiran tasbih hitam dan memejamkan matanya.

Setelah itu, biksu yang duduk di sebelah kiri mendadak membuka matanya dan berujar ke arah Yun Ruo Feng. "Waktunya melepaskannya. Kau tidak akan bisa menjalani kehidupanmu sendiri apabila kau mencoba terlalu keras. Kitab Suci Buddha seperti teks militer, dan harus dibaca dengan cermat. Hanya setelah melakukannya, barulah kau bisa sungguh memahami ajaran mereka."

Ekspresi Yun Ruo Feng tidak berubah, tetapi jantungnya berdebar. Waktunya untuk melepaskan—apa maksudnya itu? Kekuasaan, rasa bersalah, ataukah .... Tiba-tiba saja, ia kesulitan memahami dirinya sendiri.

Selama beberapa saat, ketiga biksu senior itu melanjutkan meditasi dan kadang-kadang menjelaskan tentang ajaran Buddha. Namun, baik Ning Lian Chen dan Yun Ruo Feng tersesat dalam lamunan mereka sendiri, hanya berpura-pura untuk memerhatikannya.

Ketika ketiga biksu senior selesai menyampaikan ajaran Buddha, mereka pun berdiri, mendorong Ning Lian Chen dan Yun Ruo Feng untuk melakukan hal yang sama.

"Sesi berdoa telah selesai. Nan Zhao pasti akan memiliki tokoh-tokoh hebat." Kepala biara itu membungkuk sewaktu ia berbicara, menggesturkan agar mereka pergi.

Ning Lian Chen mengangguk. "Terima kasih banyak, Kepala Biara." Kemudian, ia berjalan keluar dari pintu bersama Yun Ruo Feng yang mengekori tepat di belakangnya.

Si Kepala Biara menghela napas selagi ia memerhatikan kedua sosok itu pergi. Ia bergumam sendiri, "Salah satu dari mereka berhati penuh kebencian, sementara yang lainnya tidak dapat melihat dirinya sendiri dengan jelas. Masa depan Nan Zhao ...."

***

Si kasim dan pengawal kekaisaran yang berada di luar aula pengajaran bersiap-siap untuk menyambut para majikan mereka, tetapi Ning Lian Chen memberi sinyal agar mereka tetap berada di samping dan menunggu.

Semua orang berhenti sedetik sebelum melirik ke arah Pangeran Yun, yang kemudian dengan lembut menginstruksikan mereka, "Ada sesuatu yang ingin disampaikan Pangeran ini pada Yang Mulia. Kalian semua, tunggulah di luar pintu masuk kuilnya."

Semua orang mengikuti instruksinya, dan ekspresi di mata Wei Mo Hai berubah.

"Pangeran Yun, apa yang terjadi maka terjadilah. Saudari Kaisar ini dibunuh olehmu karena itu adalah takdirnya; karmanya berbicara demikian." Sudut mulut Ning Lian Chen terangkat membentuk senyum mencela dirinya sendiri.

Ekspresi Yun Ruo Feng tidak berubah. Ia masih memancarkan aura hangat. "Ia telah mengacaukan urusan mahkamah dan bertindak sebagai penguasa. Kematian adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarinya, jadi itu adalah karmanya."

"Karma, kata yang bagus sekali. Kau mengatakan bahwa Kakak Perempuan mengacaukan urusan mahkamah, tetapi apakah kau pikir ia suka mengurusi masalah mahkamah? Ayahanda Kaisar tiba-tiba saja mangkat, kemudian pangeran lainnya mati satu per satu. Kaisar ini terlalu muda dan tidak mampu mengurusi masalah mahkamah seorang diri ...."

Yun Ruo Feng menginterupsinya sebelum ia bisa menyelesaikannya. "Yang Mulia, masa lalu adalah masa lalu. Meskipun jika kau mengingatnya, kau tidak boleh sampai tenggelam dalam kenangan-kenangan itu."

"Kaisar ini merasa itu lucu. Apakah Kakak Perempuan mencarimu dalam mimpimu di malam hari? Apakah kau tidak merasa bingung?"

Di malam hari, dalam mimpiku ...Tatapan Yun Ruo Feng sedikit berbeda. Ning Lian Chen yang sekarang sangatlah tajam, dan segera menyadari perubahan dalam ekspresi Yun Ruo Feng.

"Pangeran Yun sungguh memimpikan Kakak Perempuan; apakah kau berlutut di hadapannya?" Di saat ini, Ning Lian Chen tertawa ironis. "Kenapa kau akan berlutut? Kau akan menembakkan satu panah ke arahnya dan membunuhnya dalam mimpimu."

"Cukup!" Yun Ruo Feng marah untuk yang pertama kalinya di depan Ning Lian Chen. Mau tak mau, ia hanya bisa meninggikan suaranya sebelum berhasil menenangkan dirinya lagi. "Karena kau masih belum cukup umur, Pangeran ini tidak akan memasukkan ucapanmu ke dalam hati. Namun, mana mungkin Pangeran ini memberikan Nan Zhao padamu tanpa khawatir ketika kau bertemperamen buruk begini?"

"Hanya ada Kaisar ini di sini, jadi kau tidak perlu berpura-pura bahwa kau bahkan pernah berniat memberikan kerajaan ini padaku. Pangeran Yun, kau harus memikirkannya dengan hati-hati. Haruskah kau melepaskan kekuasaan, atau Kakak Perempuanku?" Meninggalkan pertanyaan ini, Ning Lian Chen memutar tumitnya menuju pintu masuk kuil.

Yun Ruo Feng berdiri kaku di tempatnya. Apa sebenarnya hal yang tidak sanggup kulepaskan?

Tiba-tiba saja, kepala biara dari kuil itu pelan-pelan berhenti di sebelah Yun Ruo Feng dan membungkuk menyampaikan salamnya. "Pangeran Yun, Anda harus belajar untuk melepaskan, berkelana sementara waktu, dan mencari tahu apa yang sesungguhnya hati Anda inginkan."

"Apabila Pangeran ini keluar dan berkelana, siapa yang akan menangani urusan di mahkamah?" Yun Ruo Feng bertanya, memasang ekspresi lembut dan elegan.

"Semuanya harus mengikuti takdirnya." Saat si kepala biara selesai berbicara, ia berbalik dan pergi.

Tentang mengikuti takdir lagi. Tatapan Yun Ruo Feng mendalam dan tak terjelaskan. Itu adalah takdir bahwa aku bertemu Ning Ru Lan. Takdir juga yang membawaku di sepanjang jalan ini, sama halnya dengan membawanya pada kematiannya. Semuanya dalam kehidupan ini sudah ditentukan oleh takdir ini.

Di luar pintu masuk kuil, Ning Lian Chen sudah berada di dalam kereta kudanya. Wajah Wei Mo Hai penuh keseriusan sementara ia menunggu lama sekali agar Yun Ruo Feng datang.

Ning Lian Chen mencibir saat ia melihat ekspresi Wei Mo Hai dan mengangkat tirai kereta kudanya dengan sengaja. "Kau harus masuk ke dalam kuil dan melihat apa yang sedang dilakukan Pangeran Yun."

Tepat saat ia mengatakan itu, Pangeran Yun keluar melalui pintu masuk kuil dan mengangguk ke arah Wei Mo Hai. Kemudian, ia menaiki punggung seekor kuda dan pergi seorang diri.

Kereta kudanya mulai bergerak, tetapi saat Ning Lian Chen melihat Yun Ruo Feng bergegas duluan seorang diri, ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Mengapa ia begitu terburu-buru? Kemana perginya dia? Apakah sesuatu terjadi di istana kekaisaran? Ning Lian Chen mulai tersesat dalam lamunannya di dalam kereta kuda.

Yun Ruo Feng mengangkat cemetinya dan mengambil jalan pintas menuju ke ibu kota. Setelah ia sampai, ia mengarahkan kudanya ke gang sepi sebelum sampai di depan rumah posnya.

Perjamuannya akan mulai dalam sekitar empat jam, pukul tujuh malam. Ning An Lian tidak bisa menari karena cederanya, tetapi Nan Zhao harus memperlihatkan tarian yang tanpa cela.

Aku sudah mempertimbangkan pilihanku dengan hati-hati sebelum datang ke rumah posnya, tetapi entah apakah mereka setuju atau tidak, tergantung pada mereka.

0 comments:

Posting Komentar