Consort of A Thousand Faces
Chapter 186 : Interaksi Timbal Balik
Ning
Lian Chen menurunkan sumpitnya dan memandangi si biksu senior. "Kaisar ini
memiliki pemikiran lainnya? Aku hanya sedang memikirkan tentang urusan kerajaan
kita. Guru Agung, apakah menurutmu, ini termasuk dalam pemikiran lain?"
"Yang
Mulia, hanya Anda yang mengetahui apa yang sedang Anda pikirkan. Beberapa hal
perlu dilepaskan agar Anda dapat menatap ke masa depan."
"Tentu
saja Kaisar ini tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku sudah selesai makan, dan
akan pergi ke aula pengajaran sekarang." Ning Lian Chen meletakkan
sumpitnya, kasim yang ada di sampingnya membantunya mengelap mulutnya dan
merapikan keliman bajunya sebelum ia memutar tumitnya dan pergi.
***
Di
dalam aula pengajarannya, ada dua biksu senior yang duduk di tempat duduk di
atas. Di antara mereka ada satu bantalan tersisa untuk kepala biara, orang yang
sudah bertahun-tahun paling lama, menjadi seorang biksu, dan ia kebetulan
adalah biksu senior yang berjalan masuk bersama dengan Ning Lian Chen.
Yun
Ruo Feng duduk di bawah, meninggalkan satu bantalan kosong di sampingnya yang
dimaksudkan untuk Ning Lian Chen.
"Yang
Mulia, silakan duduk." Yun Ruo Feng berdiri dan menggesturkannya.
Ning
Lian Chen mengangguk ringan, kemudian mengangkat keliman bajunya dan duduk
bersila dengan punggung yang tegak. Biksu senior itu juga duduk di atas
bantalannya, dan mulai menghitung tasbih hitam di tangannya.
Semua
biksu lainnya pun mundur, hanya meninggalkan Yun Ruo Feng, Ning Lian Chen, dan
ketiga biksu yang duduk.
Ketiga
biksu itu memejamkan mata mereka dan terus menghitung butiran tasbih di tangan
mereka sembari merapalkan doa. Bahkan, Yun Ruo Feng saja memejamkan matanya dan
bernapas dengan tenang. Hanya Ning Lian Chen yang membiarkan matanya terbuka
dengan kilatan dingin.
Hanya
ketika biksu senior di tengah menghentikan pergerakan di tangannya dan membuka
matanya, barulah hawa dingin di sekitar Ning Lian Chen menghilang. Si
biksu senior berujar lambat, "Karena Lingkaran Sebab Akibat, dimana apa
yang terjadi, maka terjadilah, semua orang menjalani kehidupan di dunia ini
karena karma. Kematian juga merupakan suatu karma. Segala sesuatunya adalah
karena karma."
Ada
alasan di balik hidup dan matinya setiap orang. Semuanya adalah karena karma.
Bahkan jika seseorang dibunuh oleh orang lain, itu tetap karena karma. Entah
apakah karmanya baik atau buruk, ditentukan oleh kodratnya. Kita harus menerima
ini, menghargai apa yang kita miliki sekarang, dan menatap ke depan, pada masa
depan, daripada menjalani kehidupan dalam kebencian akan masa lalu seseorang.
Melakukan demikian hanya akan menyiksa diri sendiri.
Ketika
Ning Lian Chen mendengar ini, ia pun tertawa kecil. "Di dunia ini, apa
yang terjadi maka sungguh terjadilah. Ada sebab dan akibatnya. Pangeran Yun,
apakah Kaisar ini benar?"
"Iya."
Suara Yun Ruo Feng kalem selagi ia menjawabnya dengan mudah.
Biksu
senior itu menghela napas. Ia lanjut menghitung butiran tasbih hitam dan
memejamkan matanya.
Setelah
itu, biksu yang duduk di sebelah kiri mendadak membuka matanya dan berujar ke
arah Yun Ruo Feng. "Waktunya melepaskannya. Kau tidak akan bisa menjalani
kehidupanmu sendiri apabila kau mencoba terlalu keras. Kitab Suci Buddha
seperti teks militer, dan harus dibaca dengan cermat. Hanya setelah
melakukannya, barulah kau bisa sungguh memahami ajaran mereka."
Ekspresi
Yun Ruo Feng tidak berubah, tetapi jantungnya berdebar. Waktunya untuk
melepaskan—apa maksudnya itu? Kekuasaan, rasa bersalah, ataukah .... Tiba-tiba saja, ia kesulitan memahami dirinya
sendiri.
Selama
beberapa saat, ketiga biksu senior itu melanjutkan meditasi dan kadang-kadang
menjelaskan tentang ajaran Buddha. Namun, baik Ning Lian Chen dan Yun Ruo Feng
tersesat dalam lamunan mereka sendiri, hanya berpura-pura untuk memerhatikannya.
Ketika
ketiga biksu senior selesai menyampaikan ajaran Buddha, mereka pun berdiri,
mendorong Ning Lian Chen dan Yun Ruo Feng untuk melakukan hal yang sama.
"Sesi
berdoa telah selesai. Nan Zhao pasti akan memiliki tokoh-tokoh hebat."
Kepala biara itu membungkuk sewaktu ia berbicara, menggesturkan agar mereka
pergi.
Ning
Lian Chen mengangguk. "Terima kasih banyak, Kepala Biara." Kemudian,
ia berjalan keluar dari pintu bersama Yun Ruo Feng yang mengekori tepat di
belakangnya.
Si
Kepala Biara menghela napas selagi ia memerhatikan kedua sosok itu pergi. Ia
bergumam sendiri, "Salah satu dari mereka berhati penuh kebencian,
sementara yang lainnya tidak dapat melihat dirinya sendiri dengan jelas. Masa
depan Nan Zhao ...."
***
Si
kasim dan pengawal kekaisaran yang berada di luar aula pengajaran bersiap-siap
untuk menyambut para majikan mereka, tetapi Ning Lian Chen memberi
sinyal agar mereka tetap berada di samping dan menunggu.
Semua
orang berhenti sedetik sebelum melirik ke arah Pangeran Yun, yang kemudian
dengan lembut menginstruksikan mereka, "Ada sesuatu yang ingin disampaikan
Pangeran ini pada Yang Mulia. Kalian semua, tunggulah di luar pintu masuk
kuilnya."
Semua
orang mengikuti instruksinya, dan ekspresi di mata Wei Mo Hai berubah.
"Pangeran
Yun, apa yang terjadi maka terjadilah. Saudari Kaisar ini dibunuh olehmu karena
itu adalah takdirnya; karmanya berbicara demikian." Sudut mulut Ning Lian
Chen terangkat membentuk senyum mencela dirinya sendiri.
Ekspresi
Yun Ruo Feng tidak berubah. Ia masih memancarkan aura hangat. "Ia telah
mengacaukan urusan mahkamah dan bertindak sebagai penguasa. Kematian adalah
sesuatu yang tidak dapat dihindarinya, jadi itu adalah karmanya."
"Karma,
kata yang bagus sekali. Kau mengatakan bahwa Kakak Perempuan mengacaukan urusan
mahkamah, tetapi apakah kau pikir ia suka mengurusi masalah mahkamah? Ayahanda
Kaisar tiba-tiba saja mangkat, kemudian pangeran lainnya mati satu per satu.
Kaisar ini terlalu muda dan tidak mampu mengurusi masalah mahkamah seorang diri
...."
Yun
Ruo Feng menginterupsinya sebelum ia bisa menyelesaikannya. "Yang Mulia,
masa lalu adalah masa lalu. Meskipun jika kau mengingatnya, kau tidak boleh
sampai tenggelam dalam kenangan-kenangan itu."
"Kaisar
ini merasa itu lucu. Apakah Kakak Perempuan mencarimu dalam mimpimu di malam
hari? Apakah kau tidak merasa bingung?"
Di
malam hari, dalam mimpiku .... Tatapan Yun Ruo
Feng sedikit berbeda. Ning Lian Chen yang sekarang sangatlah tajam, dan segera
menyadari perubahan dalam ekspresi Yun Ruo Feng.
"Pangeran
Yun sungguh memimpikan Kakak Perempuan; apakah kau berlutut di
hadapannya?" Di saat ini, Ning Lian Chen tertawa ironis. "Kenapa kau
akan berlutut? Kau akan menembakkan satu panah ke arahnya dan membunuhnya dalam
mimpimu."
"Cukup!"
Yun Ruo Feng marah untuk yang pertama kalinya di depan Ning Lian Chen. Mau tak
mau, ia hanya bisa meninggikan suaranya sebelum berhasil menenangkan dirinya
lagi. "Karena kau masih belum cukup umur, Pangeran ini tidak akan
memasukkan ucapanmu ke dalam hati. Namun, mana mungkin Pangeran ini memberikan
Nan Zhao padamu tanpa khawatir ketika kau bertemperamen buruk begini?"
"Hanya
ada Kaisar ini di sini, jadi kau tidak perlu berpura-pura bahwa kau bahkan
pernah berniat memberikan kerajaan ini padaku. Pangeran Yun, kau harus
memikirkannya dengan hati-hati. Haruskah kau melepaskan kekuasaan, atau Kakak
Perempuanku?" Meninggalkan pertanyaan ini, Ning Lian Chen memutar tumitnya
menuju pintu masuk kuil.
Yun
Ruo Feng berdiri kaku di tempatnya. Apa sebenarnya hal yang tidak
sanggup kulepaskan?
Tiba-tiba
saja, kepala biara dari kuil itu pelan-pelan berhenti di sebelah Yun Ruo Feng
dan membungkuk menyampaikan salamnya. "Pangeran Yun, Anda harus belajar
untuk melepaskan, berkelana sementara waktu, dan mencari tahu apa yang
sesungguhnya hati Anda inginkan."
"Apabila
Pangeran ini keluar dan berkelana, siapa yang akan menangani urusan di
mahkamah?" Yun Ruo Feng bertanya, memasang ekspresi lembut dan elegan.
"Semuanya
harus mengikuti takdirnya." Saat si kepala biara selesai berbicara, ia
berbalik dan pergi.
Tentang
mengikuti takdir lagi. Tatapan Yun Ruo Feng mendalam dan tak
terjelaskan. Itu adalah takdir bahwa aku bertemu Ning Ru Lan. Takdir
juga yang membawaku di sepanjang jalan ini, sama halnya dengan membawanya pada
kematiannya. Semuanya dalam kehidupan ini sudah ditentukan oleh takdir ini.
Di
luar pintu masuk kuil, Ning Lian Chen sudah berada di dalam kereta kudanya.
Wajah Wei Mo Hai penuh keseriusan sementara ia
menunggu lama sekali agar Yun Ruo Feng datang.
Ning
Lian Chen mencibir saat ia melihat ekspresi Wei Mo Hai dan mengangkat tirai
kereta kudanya dengan sengaja. "Kau harus masuk ke dalam kuil dan melihat
apa yang sedang dilakukan Pangeran Yun."
Tepat
saat ia mengatakan itu, Pangeran Yun keluar melalui pintu masuk kuil dan
mengangguk ke arah Wei Mo Hai. Kemudian, ia menaiki punggung seekor kuda dan
pergi seorang diri.
Kereta
kudanya mulai bergerak, tetapi saat Ning Lian Chen melihat Yun Ruo Feng
bergegas duluan seorang diri, ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Mengapa
ia begitu terburu-buru? Kemana perginya dia? Apakah sesuatu terjadi di istana
kekaisaran? Ning
Lian Chen mulai tersesat dalam lamunannya di dalam kereta kuda.
Yun
Ruo Feng mengangkat cemetinya dan mengambil jalan pintas menuju ke ibu kota.
Setelah ia sampai, ia mengarahkan kudanya ke gang sepi sebelum sampai di depan
rumah posnya.
Perjamuannya
akan mulai dalam sekitar empat jam, pukul tujuh malam. Ning An Lian tidak bisa
menari karena cederanya, tetapi Nan Zhao harus memperlihatkan tarian yang tanpa
cela.
Aku
sudah mempertimbangkan pilihanku dengan hati-hati sebelum datang ke rumah
posnya, tetapi entah apakah mereka setuju atau tidak, tergantung pada mereka.
0 comments:
Posting Komentar