Selasa, 15 Juli 2025

Yun Niang - Chapter 1 - 4

1

Sewaktu tirai kereta disibak, aku mengikuti Song Xu dan memanjat masuk ke dalam kereta.

Putri duduk di seberangnya, memandangi kepala buntungku dengan jijik sekali.

"Kau sudah setuju untuk kembali ke kediaman bersamaku. Kenapa kau masih memegangi barang kotor itu?"

Song Xu tersenyum lembut. "Yun Niang pernah jadi istriku. Wajar bagiku untuk mengantarkannya dalam perjalanan terakhirnya."

Putri tampaknya agak waspada. "Apa kau menyalahkanku karena membunuhnya?"

Song Xu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya khawatir, jika tanpa penguburan yang pantas, arwahnya mungkin akan gentayangan di dunia ini dan menghantui Yang Mulia."

Aku hampir pinggan penuh amarah.

Dasar bajingan! Aku baru mati, dan di sini kau sudah bermesraan dengan Putri!

Sewaktu aku marah-marah, suasana hati Putri jadi berseri-seri. Ia melambaikan tangan bak gioknya. "Baiklah, aku akan membawamu keluar kota untuk menguburkannya. Mulai sekarang, kau akan melayaniku sepenuh hati."

Song Xu menundukkan kepalanya dengan patuh. "Baik, Yang Mulia."

Aku menendang Song Xu dengan kuat, tetapi kaki semi-transparanku menembus tubuhnya.

Ia tidak merasakan apa-apa.

Hah, aku sudah mati—tidak akan bisa melayangkan tendangan lagi padanya.

Oh, ya sudah. Karena ia bersedia menguburkanku, aku akan membiarkannya untuk saat ini.

Setelah membunuhku, Putri menyuruh tubuhku dibakar, hanya menyisakan kepalaku.

Begitu Song Xu selesai menguburkan kepalaku, akhirnya aku bisa bereinkarnasi dengan tentram.

Dalam kehidupan ini, kami menghabiskan lebih banyak waktu secara terpisah ketimbang bersama-sama, dan sekarang sudah waktunya berpisah selamanya, aku merasakan sakit yang tidak rela.

Bukannya aku ini tergila-gila pada cinta—hanya saja, Song Xu terlalu tampan.

Aku melayang dekat dengannya, menyandarkan kepalaku dengan ringan di bahunya, menatap penuh kerinduan ke arah sisi wajahnya yang tampan.

Ia sepertinya merasakan sesuatu, sedikit menolehkan kepalanya. Sudut mulutnya menyentuh keningku.

*

*

*

2

Keretanya melakukan perjalanan menuju sebuah bukit di luar kota dan berhenti di depan hutan bambu.

Song Xu memeluk kepalaku selagi ia keluar dari kereta sendirian, dan Putri mengangkat tirainya, mendesaknya agar bergegas.

Aku mengikuti di belakang Song Xu, melirik ke belakang ke Putri dan menjulurkan lidahku ke arahnya.

Wanita jahat, jika bukan karena takut tidak bisa reinkarnasi, aku pasti akan jadi hantu pendendam untuk menakut-nakutimu sampai mati!

Song Xu berjalan memasuki kedalaman hutan bambu, memotong sehelai pakaian dari jubahnya, dan dengan lembut meletakkan kepalaku di atasnya.

Setidaknya, ia masih punya sedikit hati nurani; ia tidak melemparkan kepalaku di tanah begitu saja.

Aku melayang-layang di sebelahnya, memandangi kepalaku di tanah.

Rambutku acak-acakan tak keruan, dan wajahku berlumuran darah—benar-benar mengerikan.

Aku menghela napas, mengeluh karena ia bahkan tidak repot-repot membersihkanku.

Tetapi, ia tidak bisa mendengarku.

Ia hanya fokus menggali lubang.

Tak ada pisau, tak ada sekop—hanya dengan tangan kosongnya.

Dengan cepat, lubang kecil itu jadi lebih dalam, dan tangannya jadi berlumuran darah.

Aku dengan gelisah menginjak-injak pisaunya beberapa kali.

"Hei, kau punya pisau, tahu."

Tetap saja, ia tidak bisa mendengarku.

Ia tetap menggali dengan tangannya.

Segera, lubangnya pun siap.

Song Xu mengangkat kepalaku dan dengan hati-hati menguraikan simpul-simpul rambutku.

Baiklah, kurasa, ia tidak sepenuhnya tak berperasaan.

Selagi ia menyisir, ia tiba-tiba bicara sendiri, "Yun'er, katakan padaku, bagaimana ia membunuhmu?"

Aku mendengus.

Kalau kau berani, tanyakan saja pada Putri. Apa gunanya bertanya pada kepalaku? Kepalaku bahkan tidak bisa bicara.

Aku menjatuhkan diri di sampngnya dan, sembari mengamuk, berkata, "Bagaimana lagi? Ia menjambak rambutku, menampar mukaku beberapa kali, lalu memerintahkan anak buahnya untuk memenggal kepalaku. Dan itu belum cukup—ia menyuruh mereka membakar tubuhku setelahnya."

Song Xu tetap tidak bereaksi, masih fokus menyisir rambutku.

Menyebalkan sekali. Bagaimanapun, kau bahkan tidak bisa mendengarku, jadi kenapa bertanya?

Segera, ia selesai merapikan rambut di keningku, memperlihatkan wajahku yang agak bengkak.

Ia mengelus pipiku, kemudian mengecup lembut bibir tak berdarahku.

"Yun'er, kau sudah menderita."

Aku menendangnya lagi.

Bung, kau sudah akan menikahi si pembunuh, jadi apa-apaan dengan tindakan penuh kasih sayang ini?

Namun, Song Xu tetap tidak tahu apa-apa soal kemarahanku.

Ia melepaskan liontin giok yang selalu dipakainya dan meletakkannya di keningku.

Lalu, ia dengan hati-hati membungkus kepalaku di dalam kain dan memasukkannya di dalam lubang yang telah digalinya.

Ia menguburkan kepalaku di bawah tanah kuning, segenggam demi segenggam.

Begitu selesai, Song Xu berjalan pergi dari hutan bambu tanpa menoleh ke belakang.

Pergi memeluk rezeki besarnya.

Aku menyaksikannya perlahan-lahan menghilang di kejauhan, diam-diam mengucapkan selamat tinggal padanya dalam hatiku.

*

*

*

3

Tiba-tiba saja, kekuatan aneh menarikku kembali.

Dalam sekejap, aku berada di samping Song Xu lagi.

Aku bingung.

Aku mencoba berjalan kembali ke makamku, tetapi segera setelah aku bergerak agak jauh dari Song Xu, aku tertarik paksa kembali padanya.

Benar-benar kebingungan, aku memutar otak untuk mencari jawaban.

Kudengar, jika seseorang meninggal dengan kemelekatan yang masih ada, arwah mereka akan tetap di sisi orang yang terikat dengan kemelekatan itu, menolak untuk pergi.

Namun aku tidak punya kemelekatan! Song Xu sudah melemparkan dirinya ke pelukan Putri—kemelekatan apa yang mungkin masih tersisa dariku?

Yang kuinginkan adalah cepat-cepat pergi ke alam baka, menenggak semangkuk sup Meng Po, dan bereinkarnasi dengan riang gembira!

Apabila aku tidak punya kemelekatan, terus apa?

Aku melihat kembali ke makamku.

Gundukan tanah yang kecil dan gersang.

Oh benar—batu nisannya! Aku tidak punya batu nisan!

Pasti begitu; itulah mengapa, aku tidak bisa pergi ke alam baka!

Sialan kau, Song Xu, begitu bersemangat untuk bergegas kembali dan menjilat Putri sampai-sampai kau bahkan tidak repot-repot memberiku batu nisan.

Aku menendangnya dan mengutuknya di sebelahnya, tetapi ia hanya menaiki kereta Putri sambil memasang senyum di wajahnya.

*

*

*

4

Segera setelah ia masuk ke dalam kereta, Putri mencondong mendekat sambil tersenyum, menempelkan dirinya dekat dengannya.

Song Xu tidak menolak, membiarkannya setengah berbaring dalam pelukannya, mengambil keuntungan dari momen itu.

Aku tidak tahan lagi dan, dengan penuh amarah, aku memanjat naik untuk duduk di atap kereta.

Keretanya melewati jalan-jalan yang akrab dan segera mendekati Kediaman Song.

Di kejauhan, aku melihat dua sosok yang familier sedang berlutut di tanah, menjerit.

"Kembalikan putriku! Kembalikan putriku!"

Suara mereka, diliputi kesedihan yang menyayat hati, terdengar dari kejauhan.

Hatiku menegang—itu ayah dan ibuku!

Aku buru-buru melayang menghampiri mereka.

Mereka memakai pakaian berkabung, berlutut di gerbang Kediaman Song, tinju mereka mengepal sampai berdarah.

Namun, gerbang Kediaman Song tetap tertutup rapat, tanpa seorang pun mengakui mereka.

Aku mencoba membantu mereka bangun, tetapi tanganku menembus tubuh mereka, berulang kali.

Putus asa, aku berlutut di sebelah orang tuaku, tidak yakin bagaimana cara menolong mereka.

Sekonyong-konyong, kereta Putri berhenti di depan gerbang.

Ia mengangkat tirai dan menyatakan dingin, "Gelandangan pedesaan mana yang berani-beraninya bertingkah begitu kurang ajar di depan Kediaman Fuma? Pengawal, seret dan penggal mereka!"

(T/N: Fuma—sebutan suami seorang Putri Kaisar.)

Mendengar perkataannya, hatiku teremas, dan aku bergegas ke kereta, mengutuknya dengan segenap kemampuan yang kumiliki.

Namun, baru saja aku mulai, rasa panas aneh menjalari seluruh tubuhku.

Oh tidak, aku sudah akan berubah jadi hantu pendendam.

Apabila aku menjadi hantu pendendam, aku akan mengambil nyawa Putri. Namun, kalau aku mengambil nyawa, aku tidak akan pernah bisa bereinkarnasi.

Iya, jika aku bisa menyelamatkan orang tuaku, memangnya kenapa kalau aku tidak bisa reinkarnasi?

Tepat sewaktu aku sedang merencanakan cara untuk membunuh Putri, Song Xu mendadak buka suara.

"Yang Mulia, hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi kita. Lebih baik tidak melihat pertumpahan darah."

Ekspresi Putri melembut seketika.

Ia bersandar malas ke jendela, menyipitkan matanya.

"Lalu, apa saranmu?"

"Orang tua Yun Niang adalah warga desa biasa. Mari kita kirim mereka kembali ke desa mereka, melarang mereka memasuki kota lagi," jawab Song Xu. "Aku bersedia menangani masalah ini mewakilimu, Yang Mulia."

"Baiklah, lakukan dengan cepat," ucap Putri, sembari menurunkan tirai.

Song Xu keluar dari kereta dan berjalan menghampiri orang tuaku.

Ketika mereka melihatnya, mereka menggila, memukulinya dengan tinju mereka.

"Kau memohon pada kami agar membiarkan Yun'er menikahimu! Setelah ia menikahimu, ia menunggu bertahun-tahun di kamar kosong. Dan sekarang kau akhirnya kembali ke ibu kota, ia mati! Dasar bajingan tak punya hati, kembalikan Yun'er pada kami!"

Tinjuan mereka memukul-mukul dada Song Xu seperti tetesan air hujan, tetapi ia hanya melihat ke bawah, diam dan tak menanggapi.




0 comments:

Posting Komentar