Selasa, 15 Juli 2025

Yun Niang - Chapter 5 - 8

 5


Ketika aku pertama bertemu Song Xu, aku masih seorang gadis desa.

Keluarga Song memegang jabatan kecil di ibu kota. Meskipun tidak makmur sekali, umumnya mereka tidak akan mempertimbangkan seorang gadis dari pedesaan sepertiku sebagai calon pasangan.

Umumnya, tentu saja.

Aku bertemu Song Xu sewaktu berkeliaran di perbukitan.

Ia sedang keluar menjelajah, sedangkan aku mengumpulkan tanaman obat untuk ibuku.

Ia tergelincir dan jatuh dari tebing berbatu, membuat kakinya cedera, dan kebetulan aku lewat dan menyelamatkannya.

Aku mengoleskan obat herbal ke lukanya dan menawarkannya sebuah roti gepeng wijen untuk meredakan rasa laparnya.

Roti gepeng itu adalah perbekalanku untuk seharian.

Aku tidak makan sepanjang hari, tetapi aku dengan keras kepala bilang aku tidak lapar.

Kuakui, itu karena ia tampan.

Kemudian, aku membawanya turun gunung dan meninggalkan di klinik.

Kukira, itu hanya pertemuan singkat. Yang mengejutkanku, tak lama setelahnya, ia datang untuk melamar.

Orang tuaku merasa kami bukan pasangan yang cocok dan tidak berani mengiyakannya.

Jadi, ia berlutut di luar bersama hadiah-hadiah pertunangan, tetap disana sehari semalam.

Orang tuaku, takut ia benar-benar melukai dirinya sendiri, dengan risau datang menanyaiku.

Mereka bertanya, apakah aku bersedia menikahinya.

Aku mengangguk malu-malu, benakku diliputi pemikiran akan wajah tampannya.

Tak ada pilihan, orang tuaku pun menyetujui pernikahan itu.

Awalnya, kami saling mencintai, tak terpisahkan.

Tetapi kebahagiaan kami tidak bertahan lama. Beberapa bulan kemudian, pecah perang di perbatasan, dan ia pun menjalani wajib militer.

Kepergian itu berlangsung selama tiga tahun.

Tiga tahun kemudian, pasukan istana kembali penuh kemenangan, dan rakyat berkumpul di sepanjang jalan untuk menyambut mereka.

Song Xu berkuda di tengah iring-iringan, penuh kepercayaan diri dan vitalitas.

Aku berdiri di kerumunan, memandangi wajahnya, sama-sama terasa akrab dan aneh, khawatir bahwa ia mungkin telah melupakanku.

Namun, ia langsung melihatku.

Ia melompat turun dari kudanya, berlari ke arahku, dan memelukku dengan erat.

Ia memberitahuku bahwa ia telah memenangkan kehormatan di medan perang, dan Kaisar pasti akan mempromosikannya.

Ia bilang, ia akan membangun rumah baru dan membawa orang tuaku ke kota.

Ia berjanji bahwa ia akan memberikanku kehidupan yang lebih baik.

Ia bilang, ia ingin kami menua bersama.

Setelah kedekatan singkat kami, aku melihatnya kembali ke rombongan menuju istana untuk tugasnya.

Aku berpikir, kami akan reuni dengan sepantasnya saat ia pulang malam itu.

Namun aku tidak pernah menyangka, yang menantiku adalah kabar bahwa Putri menyukainya dan di depan umum meminta Kaisar menganugerakan pernikahan pada mereka.

Ia mencoba menenangkanku, mengatakan bahwa Kaisar tidak setuju, dan bahwa ia sudah menolak Putri secara pribadi.

Akan tetapi, aku menyadari kegelisahan dalam ekspresinya.

Sepanjang malam, ia bolak-balik, memelukku, berulang kali mengatakan bahwa aku harus terus selalu berada di sisinya.

Kukira, ia hanya sangat merindukanku, jadi aku tersenyum dan berjanji.

Baru pada waktu fajar, ia akhirnya tertidur.

Aku menutupinya dengan selimut dan diam-diam menyelinap keluar.

Pasti karena kesusahan hidup di medan perang, makanya membuatnya begitu gelisah dan tidak tenang dalam tidurnya.

Aku ingin membelikannya beberapa ramuan obat penenang.

Tetapi, tak lama setelah aku melangkah keluar, aku dibunuh oleh Putri di jalan.

*

*

*

6

Song Xu berdiri di depan Kediaman Song dengan mata terkulai, membiarkan orang tuaku memukuli dan mengutuknya.

Akhirnya, mereka lelah, menarik kembali tangan mereka, dan ambruk di tanah, meratap.

Song Xu memanggil pelayannya, menginstruksikan mereka agar mengantarkan orang tuaku dengan selamat keluar dari kota.

Kemudian, ia berbicara diam-diam pada salah satu dari mereka, dan aku mencondong mendekat untuk mendengarkan, tetapi tidak tahu apa yang dikatakannya.

Orang tuaku menaiki kereta, dan aku juga menaikinya.

Aku menggelayuti lengan ibuku, ingin menangis, tetapi tidak ada air mata.

Aku sangat merindukannya; aku ingin pulang ke rumah bersama mereka.

Tetapi, segera setelah keretanya ditarik menjauh, kekuatan itu sekali lagi menarik jiwaku.

Aku meronta, tetapi tak punya kendali saat aku diseret kembali ke sisi Song Xu.

Aku hanya bisa menyaksikan tanpa daya sewaktu orang tuaku menghilang di jalan yang panjang.

Tiba-tiba saja, kenangan akan hari-hariku bersama mereka di pedesaan muncul lagi.

Meskipun dulu hidup miskin, setiap harinya dipenuhi dengan kegembiraan.

Di rumah, kapanpun ada makanan enak, mereka akan menyimpannya untukku lebih dulu; jika ada pakaian baru, mereka membelikannya untukku lebih dulu.

Tetangga kerap mendesak orang tuaku untuk memiliki anak lelaki, mengatakan bahwa, hanya anak lelakilah yang bisa menjadi pendukung sebenarnya.

Tetapi, orang tuaku selalu bilang bahwa, memiliki Yun'er saja sudah cukup.

Dengan orang tua yang begitu mencintaiku, mana mungkin mereka bisa terus hidup tanpa diriku?

Semakin kupikirkan, semakin sedih aku jadinya, tetapi wujud hantuku tidak bisa meneteskan air mata, jadi aku meraung dan mengutuk.

"Dasar brengsek! Kuharap aku tidak pernah menikahimu!"

"Tidak, tidak seharusnya aku menyelamatkanmu sama sekali! Seharusnya aku membiarkanmu mati di dasar tebing itu!"

Song Xu tidak bisa mendengar sepatah kata pun.

Ia hanya berdiri di sana, memandang ke gerbang kota, dengan sejejak kesedihan di matanya.

*

*

*

7

Setelah malam tiba, Song Xu sampai di Kediaman Putri.

Putri memegang lengan Song Xu dan melangkah turun dari kereta, sedangkan aku dengan enggan mengikuti di belakang mereka.

Kediaman Putri benar-benar megah—setidaknya sepuluh kali ukuran Kediaman Song.

Kediamannya dihiasi pagar-pagar berukir indah dan dekorasi yang mewah, berkilauan penuh emas dan giok.

Pantas saja Song Xu tidak tahan.

Tetapi, sewaktu ia melihat istana yang mewah itu, tak ada jejak kebahagiaan di wajahnya.

"Ada apa? Kau tidak kelihatan begitu senang."

Putri cemberut saat ia menanyainya, wajah menawannya membangkitkan rasa kelembutan.

Song Xu menggelengkan kepalanya. "Yang Mulia, aku baru kembali ke ibu kota kemarin, dan aku sedikit lelah. Selain itu, aku masih belum memiliki status resmi dengan Anda, jadi benar-benar tidak pantas bagiku untuk memasuki kediaman begitu cepat."

Putri menggelayuti lengannya. "Oh, apa masalahnya? Aku sudah memberitahu ayahku soal kita. Ia menyayangiku, dan besok pagi, titah kekaisaran untuk pernikahan kita akan diturunkan."

Hatiku tenggelam seketika.

Putri membunuhku dan segera membawa kepalaku ke Kediaman Song. Mana mungkin ia sempat mendiskusikan ini dengan Kaisar?

Kecuali, mereka sudah merencanakannya kemarin.

Rupanya, sewaktu Kaisar di depan umum tidak menyetujui permintaan Putri, ia sudah diam-diam menyetujui untuk mengangerahinya pernikahan tersebut.

Ia tahu persis bahwa Song Xu sudah berkeluarga.

Jadi, ternyata, membunuhnya telah memiliki persetujuan tanpa kata dari Kaisar.

Aku selalu berpikir bahwa Kaisar adalah penguasa yang bijak, tetapi penguasa bijak mana yang akan mengizinkan putrinya membunuh seseorang di jalanan dan merebut suami orang?

Song Xu, kau sudah bertarung dalam medan perang yang pahit selama tiga tahun, demi kaisar semacam ini.

Kukira Song Xu, seperti diriku, akan sangat kecewa. Tetapi ia tidak kelihatan terkejut sama sekali.

Ia hanya mengepalkan tinju di kedua sisi tubuhnya, buku-buku jarinya memutih.

*

*

*

8

Larut malamnya, Song Xu tinggal di kamar tamu Kediaman Putri.

Tadinya aku kira, mereka akan berbagi kamar malam ini, jadi aku secara khusus bersembunyi di atap.

Tampaknya, bagaimanapun juga, Putri tidak sepenuhnya mengabaikan semua peraturan.

Cahaya di kamar Song Xu tetap menyala. Aku melayang turun dari atap, penasaran ingin melihat apa yang sedang dilakukannya.

Tepat sewaktu aku mencapai jendela, Song Xu mengangkat matanya dan melihat ke arahku.

Tersentak, aku membeku di tempat.

Ia memandangi wajahku sekian lama, lama sekali.

Kemudian, ia berdiri, berjalan perlahan menuju jendela, dan menggumam, "Bulan malam ini benar-benar purnama."

Jadi, ia sedang memandangi bulan.

Sebelum ia meninggalkan garis depan, kami telah saling berjanji untuk memandang bulan setiap malam bersama-sama.

Meskipun kami terpisah ribuan mil, kami akan memandangi bulan yang sama.

Memikirkan ini memenuhi hatiku dengan kegembiraan.

Rasa pahit merindukan dilembutkan oleh cahaya bulan.

Selama hari-hari itu, ia menunggu dengan penuh semangat, akan hari dimana kami akan bersatu kembali dan berdampingan melihat bulan.

Aku tidak pernah membayangkan bahwa, kali berikutnya kami akan melihat bulan bersama-sama, bukannya karena jarak yang jauh, melainkan melewati batasan antara hidup dan mati.

"Yun'er, katakan padaku, apakah Putri cantik?"

Song Xu tiba-tiba bicara.

Aku terkejut.

Aku menghentakkan kakiku dengan frustasi. "Kenapa kau mengungkit-ungkit dirinya? Apa kau begitu menyukainya? Meskipun ia membunuhku, kau tetap menyukainya?"

Song Xu tidak menjawab pertanyaanku.

Tentu saja, ia tidak bisa mendengarku.

Aku hanya bisa larut dalam amarahku, tanpa bisa melampiaskannya pada siapa pun.

"Yun'er, kau menyukai wajah Putri?" tanyanya lagi.

Aku memutar mataku.

Bung, ia membunuku. Tak peduli betapa cantik dirinya, aku tidak mungkin menyukainya.

Tetapi harus kuakui, Putri memang menawan, amat memukau.

Jika aku memiliki wajahnya, akankah Song Xu merasa sedikit sakit hati sekarang?

Aku menghela napas. "Siapa yang tidak akan menyukai wajahnya? Tetapi hatinya jahat. Kau harus berhati-hati. Jika suatu hari nanti ia bosan padamu atau menyukai orang lain, ia mungkin membunuhmu juga."

Selagi aku mengatakan ini, aku benar-benar mulai cemas. Bagaimana kalau suatu hari nanti, Putri memutuskan untuk membunuh Song Xu? Apa yang akan dilakukannya?

Aku mencemaskannya ketika ia tiba-tiba saja terkekeh.

Mungkinkah ia begitu tenggelam dalam pemikirannya akan kecantikan sang Putri sampai-sampai membuatnya sebahagia ini?

"Lupakan saja, aku tidak peduli denganmu!"

Aku berteriak, marah besar, selagi aku bersiap untuk kembali melayang ke atap.

Tetapi tiba-tiba saja, Song Xu melangkah keluar dari jendela dan berjalan ke arahku.

Aku begitu ketakutan sampai-sampai aku berdiri di sana, mengakar di tempat.

Apakah ini kebetulan, atau ... bisakah ia melihatku?

Song Xu mengulurkan tangannya dan melambaikannya di udara.

Tepat dimana kepalaku berada.

Aku ngeri, membeku syok.

Hantu dibuat takut oleh manusia. Betapa memalukannya kalau sampai ada yang tahu?

Song Xu menyeringai, kedalaman mata hitamnya seperti kolam es yang tak berdasar.

Ia mencondong mendekat, dan dengan suara yang hanya bisa kudengar, berbisik, "Yun'er, bagaimana kalau aku memberikanmu kecantikannya? Apa kau suka?"

0 comments:

Posting Komentar