Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 11 Part 9


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 11 Part 9

Betapa baiknya jika apa yang harus dilakukan Fengjiu adalah membujuk Donghua untuk membiarkannya memiliki buah itu. Tetapi ini tidak terjadi tiga ratus tahun yang lalu, tiga ratus tahun kemudian, masih juga menjadi angan-angan. Fengjiu tidak dapat menahan kesedihannya dengan mimpi yang sia-sia itu.

Fengjiu menarik napas dalam dan menatap langit malam yang penuh dengan marabahaya. Kemudian, ia memejamkan matanya dan mentransfer seluruh energi abadinya menjadi sebuah perisai pelindung.

Fengjiu berangsur menghilang bersamaan dengan energi keabadiannya yang terkuras. Wajahnya semakin pucat saat perisai pelindung berubah dari merah menjadi warna emas yang membutakan mata.

Cahaya emas menembak ke arah Mata Air Jieyou. Tanahnya langsung berguncang, gunung-gunung bergetar, angin melolong layaknya tangisan iblis.

Empat ular piton melompat keluar dari pilar batu. Mulut mereka terbuka selebarnya seraya mengembuskan napas beracunnya. Taring tajam yang panjang menusuk ke cahaya emas.

Kilatan cahaya itu menahan serangan ular piton dan terus melaju mendekati Mata Air Jieyou. Keempat ular itu melotot marah. Mereka mendesis ke langit, api dan petir keluar dari mulut semerah darah mereka.

Secara bergelombang, mereka menembaki cahaya keemasan itu. Kecepatan cahaya emas itu perlahan melambat, tetapi masih terus menangkis, masih terus berlari menuju pohon Saha.

Saat cahaya itu mencapai pohon, cahaya itu langsung tersembunyi di dalam kanopi tebal pohon. Takut mereka akan melukai pohon suci itu, serangan piton-piton berkurang, mereka hanya mampu menunggu diluar sambil menggeleparkan ekor mereka dengan marah, memutar balikkan air di dalam mata air itu.

Bibir Fengjiu memucat; ia mengelap keringat dingin dari pelipisnya kemudian gemetaran memetik buah itu dari pohonnya.

Piton-piton yang marah besar menyerang si pencuri. Fengjiu buru-buru mendekatkan diri dengan pohon untuk menghindari taring mereka. Perisai pelindungnya mulai retak di bawah serangan gencar mereka.

Mereka lebih mengancam daripada yang dibayangkan Fengjiu. Akan sulit baginya untuk berbalik pergi. Meskipun api dan petir dari mulut piton itu hanya menumbuk perisainya, tubuh Fengjiu tetap tidak dapat lepas dari kerusakan. Tidak ada luka, namun tulang dan sendinya sakit semuanya.

Fengjiu tidak pernah menduga bahwa rasa sakit seperti ini dapat terjadi. Sekarang karena ia telah mendapatkan buah Saha, para ular piton itu mendesis dengan amarah yang memuncak.

Mereka menyerang lebih ganas ketika Fengjiu berbalik. Saat awan hitam tiba, guntur dan petir menyerang langsung ke atas perisai pelindungnya. Tubuh Fengjiu mengalami rasa sakit yang tajam saat ia merasakan perisainya retak di sekitarnya.

Tubuhnya terasa sakit seolah disayat pedang; kaki Fengjiu mulai melambat. Perisainya berubah warna dari keemasn menjadi merah kemudian secara pasti melemah menjadi cahaya perak.

Sepuluh langkah lagi dan Fengjiu akan keluar dari wilayah piton-piton itu. Tiba-tiba saja Fengjiu mendengar sebuah ledakan keras—perisai pelindungnya telah hancur berkeping-keping.

Fengjiu melihat ke atas dengan ketakutan. Sebuah cahaya petir mengincar kepalanya dari atas. Bersembunyi di belakang petir itu merupakan mata memerah si piton yang mirip dengan dua bola api membara.

Taring tajam beracun menyerang Fengjiu. Ia pun menghindarinya secara naluriah. Taring itu hanya menyerempet lengan jubahnya tetapi Fengjiu terpental sepuluh meter ke belakang akibat kekuatan anginnya.

Dari kejauhan, sebuah bola api besar sekarang keluar dari mulut ular piton, berbelok ke arah Fengjiu. Seluruh penempaan dirinya selama 30.000 tahun telah habis sekarang; apa yang dimiliki ia sekarang tidak akan mampu menahan serangan.

Di detik ini, Fengjiu mengira inilah akhirnya. Jantungnya jatuh ke dalam lubang dalam bersalju. Ia menutup matanya menunggu, ketika hanya satu meter bola api itu mencapai dirinya, mendadak bola api itu memantul ke belakang.

Kurungan Tiancang. 

Di saat terakhir, memang keluar untuk menyelamatkan Fengjiu sekali lagi.

***

Fengjiu berusaha bangun dengan susah payah. Beberapa meter di depannya lagi-lagi muncul seekor piton. Ia memegangi buah ajaib itu dan mengambil beberapa langkah ke depan, lalu langsung mundur.

Kurungan Tiancang tidak dapat mengikuti Fengjiu cukup cepat. Ia menyadarinya saat ini, kemampuan sihir kurungan itu dapat bertindak seperti perisai pelindung tetapi tidak mampu bergerak sesuai dengan gerakan tubuh seseorang layaknya perisai pelindung.

Tanah di sekitar Mata Air Jieyou berguncang hebat. Dalam sekejap, orang-orang mengerumuni untuk menonton. Fengjiu sudah memikirkan konsekuesinya jika buah Saha menghilang.

Sepertinya, Donghua, Jiheng, dan Meng Shao akan menduga bahwa itu adalah perbuatan Fengjiu, tetapi mereka tidak akan bisa melakukan apa pun tanpa adanya bukti.

Namun saat ini, jika Fengjiu terus berada di dalam Kurungan Tiancang untuk menyelamatkan nyawanya, semua orang dapat melihatnya terperangkap di dalam matriks ini. Ketika itu terjadi, perang antara Biyiniao dan Qingqiu akan sulit dihindari.

Fengjiu harus meninggalkan wilayah bermantra ini apa pun yang terjadi. Semoga saja, ia masih sanggup melarikan diri dengan sepuluh langkah lagi. Ia tidak boleh ketakutan.

Fengjiu hanya perlu mempertahankan matanya tetap terang, pikirannya tetap jernih. Maka, jika ia menggunakan kepingan terakhir dari energinya, ia tidak percaya kalau ia tidak dapat melarikan diri, ia menyemangati dirinya sendiri.

Mata Fengjiu mulai buram karena keringat tetapi ia mengamati dengan tenang pergerakan keempat ular piton itu. Setelah menyerang Kurungan Tiancang yang sekuat pualam secara berkesinambungan, ular-ular itu juga kelelahan, mereka mengambil waktu untuk bernapas.

Fengjiu memanfaatkan kesempatan ini untuk lari tiba-tiba, keluar dari kurungan. Secepat kilat, ia berlari kencang menuju perbatasan matriks. Hanya tersisa beberapa langkah lagi untuk keluar. Kakinya mendadak tersandung.

Desisan menggelegar para piton itu bergemuruh di atas kepala Fengjiu. Hal terakhir yang dilihatnya adalah api kemarahan kemudian anehnya, padam dari mata memerah si piton.

Mata semerah darah itu mendadak bersimbah air mata. Tidak pernah melihat air mata seekor piton sebelumnya, Fengjiu menatap tercengang selama beberapa waktu.

Dalam kekosongan, sebuah suara dalam dan dingin, tersedak memanggilnya, “Yang Mulia Aranya.”

Fengjiu dengan jelas mendengar itu adalah suara dari seekor piton. Ia pernah mendengarkan kisah Aranya sambil lalu, tetapi ia tidak pernah benar-benar memikirkan soal itu.

Dengan suara ini, rasa dingin mulai mengambil alih tubuh Fengjiu. Rasa sakit meningkat, menyebar ke seluruh tubuhnya, berakhir dengan jeritan keterkejutan.

Semenjak Fengjiu menginjakkan kakinya dalam wilayah piton ini, rasa sakit tak pernah sekali pun melepaskannya. Tetapi ia menahannya tanpa mengutarakan satu kata pun. Hingga akhirnya, ia tak mampu lagi menahan rasa sakitnya dan mengeluarkan jeritannya.

Kesadaran Fengjiu perlahan menghilang bersamaan dengan rasa sakit yang menyiksa.

***

Bagi penjaga Istana Taichen, Zhonglin, ada hal yang membebani pikirannya belakangan ini. 

Yang Mulia bertingkah aneh semenjak ia kembali dari Lembah Fanyin. Tentu saja, Dijun selalu adalah orang yang eksentrik.

Zhonglin sendiri tidak dapat benar-benar mengerti sang Raja meskipun telah berada di sisinya selama bertahun-tahun. Namun, kali ini, keanehannya agak berbeda dari waktu lainnya.

Sebagai contohnya, Donghua memegangi sebuah buku di tangannya, linglung setengah harian tanpa membalikkan halamannya.

Sebagai contoh, Donghua lupa memanaskan air dan malah menggunakan air dingin untuk menyeduh tehnya.

Sebagai contoh, Donghua memegang sumpit di tangannya tanpa tahu apa yang tengah dimakannya selama waktu makan.

Pernah ada satu kali ketika Dijun bertanya padanya apa cara terbaik untuk melepaskan seseorang sehingga tiada seorang pun yang mengetahui ketidakhadirannya.

Zhonglin merupakan seorang dewa yang berprinsip seumur hidupnya, tentu saja ia tidak dapat memberikan sebuah nasihat mengenai hal ini. 

Dijun tampak kecewa. 

Zhonglin dapat mengetahui kalau Dijun kehilangan akalnya di suatu tempat beberapa hari ini.

Pangeran Liansong datang mencari Dijun di sore hari setelah ia kembali ke Istana Taichen. Liansong sering mengunjungi Istana Taichen, jadi kunjungannya bukanlah hal baru.

Tetapi Pangeran Liansong yang selalu memperlihatkan ekspresi riang di wajahnya, menggunakan tampang serius hari ini. Sudah cukup lama semenjak Zhonglin melihatnya seperti ini.

Terakhir kali mungkin ketika Cheng’yu Yuanjun naik ke Langit lebih dari empat ratus tahun yang lalu.

Rubah yang dibawa kembali Dijun bersamanya telah dibawa kembali oleh dua pelayan muda dari kediaman tabib hari ini. Di bawah pengobatan ajaib sang tabib, kondisi rubah itu tak lagi serius, dan sekarang menatap penyelamatnya penuh kekaguman. Ini merupakan seekor rubah yang baru saja dapat mengambil wujud manusianya.

***

Kenyataannya, Dijun bukan seorang yang siap menyelamatkan orang lain. Zhonglin juga keheranan mengapa Dijun menyelamatkan seekor rubah kali ini. Tetapi melihat bulunya yang merah, Zhonglin mendadak teringat pada bayi rubah bersemangat yang pernah tinggal di sini tiga ratus tahun lalu.

Tampaknya ini adalah tindakan kebaikan yang muncul karena kenangan masa lalu. Meskipun bayi rubah pada saat itu tak dapat berubah bentuk, warnanya pun cukup biasa, energi abadinya jauh lebih kuat dari semua yang dapat berubah wujud.

Dijun sangat menyukainya. Selama bertahun-tahun, Zhonglin dapat mengetahui Dijun mencintai rubah itu lebih dari apa pun. Namun, rubah itu menghilang entah bagaimana. Takdirnya dengan Dijun mungkin terlalu rapuh.

Zhonglin melihat ke kejauhan tanpa sadar dan menghela napas. Ia baru saja akan menuju aula utama untuk mengurus beberapa hal ketika ia mendadak menemukan Liansong, yang baru saja pergi tetapi sekarang kembali, berdiri di hadapannya.

Liansong mengangkat kipasnya dan bertanya, “Baiklah, apakah Donghua ada di kebun, aula utama, atau di kamar tidurnya? Aku terlalu malas mengambil rute yang salah.”

Zhonglin selalu mengetahui letak pasti Dijun. Liansong langsung menuju kamar tidur Donghua, tidak satu pun langkahnya yang sia-sia. 

Saat ini, Donghua sedang menyusun sebuah permainan catur, tetapi tak ada satu pun batu catur di atas papannya.

Donghua sudah memegangi sebuah batu catur di tangannya selama beberapa lama tanpa meletakkannya. Setelah dilihat lebih dekat, ia tampaknya tidak sedang memikirkan soal permainan, ia terlihat seperti pikirannya telah pergi meninggalkannya.

Di belakang layar pembatas terdapat sebuah sarang kecil. Seekor rubah merah takut-takut menjulurkan kepalanya keluar, mata gelap sayunya menatap Donghua malu-malu.

Liansong datang dengan sebuah alasan; ia berjalan lurus ke arah Donghua. Sang Raja terbangun dari lamunannya dan mempersilakan Liansong untuk duduk.

Liansong menuju ke kursi yang terlihat paling nyaman dan berkata ke intinya: “Buah Saha dari klan Biyiniao tahun ini, dapat mengembalikan darah dan tulang dari seorang manusia yang sudah mati, apa kau sudah mendengar soal ini?”

Donghua meletakkan sebuah batu catur hitam di atas papan, kemudian mengambil yang putih dan menjawab linglung, “Sudah, kenapa?”

Liansong mengernyitkan alisnya. 

“Aku dengar Fengjiu pernah menikah dengan seorang manusia untuk membalas budi. Setelah pria itu meninggal, Fengjiu kembali ke Qingqiu. Walaupun Siming mengatakan tidak ada yang terjadi antara keduanya, terasa aneh jika kau menghubungkannya dengan buah Saha. 

"Jadi aku memanggil Siming ke Istana Yuanji pagi ini untuk minum-minum. Siming tidak kuat dengan alkohol. Hanya setelah beberapa botol, Siming mengatakan segala hal yang bahkan tidak kutanyakan. Ada kaitannya denganmu.”

Batu catur putih jatuh di papan. 

“Sudah biasa bagi urusan Xiao Bai berhubungan denganku,” kata Donghua. 

Ia kemudian memberi isyarat pada Liansong supaya melanjutkan.

Liansong ragu sebelum meneruskan. 

“Menurut Siming, Fengjiu menukarkan bulunya dengan Raja Iblis Hitam, Nie Chuyin, demi menolongmu. Setelah mendapatkan bulu Fengjiu, Nie Chuyin meminjamkan sebuah bulu merah sementara untuk dikenakan Fengjiu.”

Liansong mengamati Donghua selagi ia memberitahunya, “Kejadian ini terjadi tepat 305 tahun yang lalu.”

Donghua tampaknya terkejut. Tangan yang meletakkan batu catur di atas papan pun tetap terdiam di tempatnya. 

“Maksudmu, bayi rubahku yang hilang adalah Xiao Bai?”

Liansong menuangkan lebih banyak teh, menyesapnya, dan melanjutkan. 

“Aku dengar kau pernah menyelamatkan Fengjiu saat ia masih sangat muda. Sejak itu, Fengjiu tidak dapat melupakanmu. Lebih dari tujuh ratus tahun lalu ketika Istana Taichen mencari pelayan, Fengjiu meminta Siming membawanya kemari, ke dalam istanamu sebagai seorang pelayan wanita. Tetapi entah kenapa, kau tidak pernah memperhatikannya. 

"Kemudian, ketika Fengjiu mendengar kau terperangkap di dalam Lingkup Teratai Jahat, ia pergi untuk menolongmu dan berubah menjadi bayi rubah yang berada di sisimu, sepertinya berharap ia dapat menyentuh hatimu. Namun, setelahnya, kau berencana menikahi Jiheng ...”

Sampai di titik ini, Liansong melirik Donghua yang tengah menahan syok emosional dan dengan ragu melanjutkan, “Apakah benar bahwa sebelum pernikahanmu dengan Jiheng, Fengjiu membuat Jiheng terluka dan kau memerintahkan Zhonglin untuk mengurungnya, kemudian melupakannya sekian lama?”

Setelah melihat Donghua mengernyit mengangguk, Liansong meneruskan, “Katanya, Zhonglin kasihan pada Fengjiu dan membiarkannya keluar. Setelahnya, ia malah disiksa oleh singa salju Jiheng dan nyaris kehilangan nyawanya. Beruntung, Fengjiu diselamatkan oleh Siming. 

"Saat Siming sedang mabuk, ia mengatakan bahwa Fengjiu terluka sangat parah saat itu. Butuh waktu tiga hari istirahat di tempat tidur di kediaman Siming bagi Fengjiu untuk terbangun. Tetapi kau sama sekali tidak peduli, tidak pergi mencarinya, jadi Fengjiu patah hati dan kembali ke Qingqiu.”

Kemudian Liansong melanjutkan kembali dengan menyesal, “Tidak heran kau mencari hingga ke seluruh sudut Langit hingga Bumi masih juga tidak menemukannya. Terasa aneh juga bagiku, bagaimana ia bisa menghilang tanpa jejak.”

Lalu Liansong menambahkan, “Aku merenungkan semua hal ini dan dapat menduga kalau kau tidak menyadari semua ini sama sekali. Hubungan kalian tampak berjalan baik belakangan ini, tetapi mungkin masih tersisa kesalahpahaman yang dimiliki Fengjiu padamu.”

Dijun yang jarang menujukkan emosinya sekarang mengusap pelipisnya gelisah. 

Liansong menatapnya terkejut dan bertanya, “Ada apa?”

Suara Donghua terdengar berbeda dari biasanya. 

“Kau benar. Fengjiu pasti masih membenciku. Aku sedang berpikir apa yang harus dilakukan.”

“Ah, aku juga mendengar beberapa hal tentang turnamen Akademi Biyiniao yang terjadi kemarin. Hadiah untuk pemenang pertama seharusnya buah Saha, tetapi kau menukarkannya dengan sekeranjang buah persik di menit terakhir? Ketika hadiahnya diumumkan, Fengjiu tidak terlihat baik.”

Liansong melirik ke arah rubah kecil yang menjulurkan kepalanya dari balik layar pembatas dan berkata, “Aku akan menjaga rubah kecil ini sekarang. Kau harus pergi menemui Fengjiu, aku takut terjadi sesuatu yang buruk.”

Tangan yang sedang memijat pelipisnya berhenti saat Donghua mendongak keheranan: “Apakah Xiao Bai terlihat tidak sehat?”

Liansong melambaikan tangannya untuk berkata: “Aku juga tidak begitu yakin.”

Kemudian Liansong tersenyum lagi dan melirik Donghua. 

“Aku biasanya dapat menebak pikiran seorang wanita, tetapi Xiao Bai-mu, jujur saja, sulit ditebak. Ia tampak begitu marah barusan ini jadi aku ingin kau segera menemuinya, mungkin ...”

Liansong belum selesai ketika mereka mendengar keributan dari luar. Mereka berdua baru saja berdiri ketika pintu kamar telah didorong dengan bunyi keras.

Yan Chiwu berdiri di pintu masuk, penuh dengan kemarahan. 

“Hina sekali! Fengjiu sedang terperangkap di dalam formasi ular dengan nyawanya sebagai taruhan dan kalian berdua masih duduk-duduk di sini bermain catur dan mengamati rubah?”

Pangeran Liansong sempat tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan membeku saking terkejutnya tiba-tiba dimarahi.

Donghua langsung mengerti, tetapi ia mengabaikan kutukan dari Yan Chiwu, mengernyitkan alisnya, dan dengan tenang bertanya, “Apa yang terjadi pada Xiao Bai?”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar