Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 2 Part 3
Cerita lama ini dimulai lebih dari dua ratus tahun yang lalu. Fengjiu hanyalah seorang anak kecil yang bodoh saat itu. Ia pergi sendirian ke Gunung Qinyao di tanah selatan dan tanpa sengaja memprovokasi seekor iblis macan.
Iblis itu nyaris saja memakannya ketika Donghua Dijun lewat dan menyelamatkan nyawanya. Fengjiu pun mengabdikan diri sepenuhnya pada Donghua sejak saat itu. Untuk membayar kebaikannya, ia malah berakhir berutang budi pada Siming.
Fengjiu menyelinap masuk ke dalam Istana Taichen di Langit ke-13 dan menjadi seorang pelayan di sana. Ia mencoba yang terbaik tapi tidak memiliki cukup keberuntungan. Terlebih lagi, adik angkat Donghua, Putri Zhi’he, telah meletakkan segala macam rintangan untuk mempersulit dirinya.
Donghua tidak begitu memperhatikan urusan domestiknya. Ia juga tak memiliki seorang Ratu, jadi segala hal yang terjadi di dalam Istana diawasi oleh Zhi’he.
Hari-hari Fengjiu terus dilalui penuh kesulitan. Kemudian, Donghua entah bagaimana caranya tertipu masuk ke dalam Lingkup Teratai Jahat, pada akhirnya memberikan Fengjiu kesempatan takdir terakhirnya.
Sejak masih sangat muda, Fengjiu selalu bertekad baja seperti seorang anak lelaki. Demi menyelamatkan Donghua dari bahaya, ia tidak berpikir dua kali untuk menukarkan penampilannya, suaranya, juga kesembilan ekor berharganya dan berubah menjadi seekor bayi rubah.
Yah, Fengjiu mungkin memang punya motif tersembunyi. Ia kira bahwa dengan cinta yang ia berikan sebagai balasan kebaikannya, Donghua mungkin akan balik mencintainya demi membalas kebaikannya.
Setelah kerja keras selama 2000 tahun, Fengjiu akhirnya mendapatkan sedikit hadiah. Tapi kehidupan tidak pernah bisa ditebak.
Setelah lukanya membaik, secara tak langsung, Donghua membiarkan Fengjiu untuk berada di sisinya siang dan malam, menemaninya. Fengjiu sungguh merasa bahwa itu adalah hari-hari terbahagianya.
Meskipun sebagai bayi rubah, Fengjiu telah kehilangan segala kemampuan sihirnya, ia tetap merasa sangat puas. Ia merasa sangat bahagia bahkan di dalam mimpinya.
Malam itu, Fengjiu tertidur lelap. Pagi harinya, ia terbangun oleh burung yang mematuk ke jendelanya, meminta makanan. Di bantalnya terdapat tulisan tangan Donghua.
Donghua menuliskan bahwa ketika ia terbangun, ia harus datang ke atrium sehingga Donghua dapat memberikannya makanan enak.
Fengjiu dengan bahagia melompat keluar dari ranjang dan langsung menuju atrium, menggoyangkan satu-satunya ekor yang tersisa. Ketika ia sampai di sana, Fengjiu kaget saat mengetahui ada Zhi’he di depan ranjang bunga, sedang menangis sambil berargumen dengan Donghua soal sesuatu.
Fengjiu rasa itu bukan saat yang tepat baginya untuk datang jadi ia bersembunyi diam-diam di balik sebuah pohon jujube terdekat. Karena ia dibesarkan dengan baik, Fengjiu tidak ingin menguping pembicaraan mereka. Ia pun menurunkan kepala dan menutupi telinga tajamnya dengan cakar-cakarnya.
Mereka terus saja berargumen cukup lama, kebanyakan berisi apa yang dikatakan oleh Zhi’he. Tangisannya membuat Fengjiu tidak nyaman. Percakapan mereka akhirnya selesai.
Fengjiu menurunkan cakarnya perlahan ketika ia tiba-tiba mendengar Donghua berbicara dengan nada suara yang rendah.
“Aku berjanji pada ayah angkat untuk menjagamu, jadi aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kenapa kau harus cemburu pada seekor peliharaan?”
Lama setelah Donghua pergi, Fengjiu merangkak keluar dari balik pohon jujube.
Zhi’he tersenyum berkata padanya, “Kau lihat, kau itu hanya seekor peliharaan, jadi bagaimana mungkin kau bermimpi untuk memiliki kakak angkatku? Tidakkah kau pikir itu cukup menggelikan?”
Fengjiu merasa tersakiti tapi ia tetap berusaha kuat. Mendengar secara langsung Donghua mengatakan hal semacam itu memang sakit, tetapi ia hanya mengatakan yang sebenarnya.
Mengejar Donghua dengan cara ini bukanlah pendekatan yang terbaik. Fengjiu sendiri menginginkan lebih. Namun, ini baru permulaannya.
Mereka bilang bahwa, hujan itu mengalir.
***
Serentetan memori yang tak pernah ingin diingatnya membanjir kembali dan membangunkannya dari mimpi indahnya. Satu per satu, semuanya terasa begitu menyakitkan.
Fengjiu selalu lebih berani dari kawan sejawatnya, tapi ia tetaplah seorang bayi. Dengan segala kesulitan dan keluhannya, pada akhirnya ia pun jadi berkecil hati.
Zhi’he dengan telak telah memenangkan ronde perang psikologi kali ini. Fengjiu tidak peduli jika ia kalah dari Zhi’he; ia hanya merasa sedih karena tidak mampu membuat Donghua menyukainya.
Akan tetapi, Fengjiu sama sekali tidak mengerti kenapa Zhi’he sangat tidak menyukainya. Bahkan ketika ia memutuskan untuk meninggalkan Jiuchongtian, Zhi’he masih saja membuat hidupnya sulit.
Di malam Fengjiu meninggalkan Jiuchongtian, Zhi’he yang mengenakan sebuah gaun pernikahan merah mendatanginya.
Berpura-pura baik, ia mengelus kepala Fengjiu dan berkata, “Aku telah bersama kakak angkat selama 90.000 tahun. Ia adalah orang yang membesarkanku semenjak aku lahir, dan sekarang akhirnya aku akan menikahinya. Aku sangat bahagia. Kau adalah seekor rubah kecil yang baik, apa kau turut berbahagia juga untukku?”
Lalu sambil tersenyum samar, Zhi’he mencemooh, “Apa, tidak? Tapi, tentu saja, kau memang tidak pernah bahagia melihatku bersama kakak angkat.”
Fengjiu masih mengingat secerah dan sebulat apa bulannya malam itu. Menginjak bayangannya sendiri, membuat Fengjiu merasa bahwa ia menyeret langkahnya menuju sungai takdir. Sungai itu begitu dalam dan bundar, seolah ingin menenggelamkannya.
Memori masa lalu kembali layaknya kabut sepintas.
Fengjiu melirik ke arah panggung di mana Zhi’he baru saja menyelesaikan tariannya. Tiga ratus tahun masih terlalu singkat. Kenalan lamanya masih belum berubah.
Di masa itu, walaupun ditindas oleh Zhi’he, Fengjiu tetap keras kepala soal Donghua. Ia dengan bodohnya menganggap penghinaan itu sebagai bagian dari percobaan yang diberikan Langit, dan Zhi’he merupakan salah satu alat Langit untuk mengujinya.
Setelah meninggalkan Jiuchongtian dan entah bagaimana menjadi sadar, Fengjiu akhirnya menyadari bahwa Zhi’he hanyalah rivalnya. Selama ribuan tahun ia membiarkan dirinya ditindas tanpa alasan.
Akan tetapi, kalau ia sengaja berlomba kembali ke Jiuchongtian hanya untuk membalas rasa sakit dan penderitaannya, itu akan jadi cukup menyedihkan.
Bagaimana caranya Fengjiu membalaskan dendam selagi tetap terlihat murah hati? Ia memikirkannya lama dan penuh perhitungan, tetapi setelah tidak mendapatkan solusi yang memuaskan, ia memutuskan untuk menyerah.
Namun, seolah Langit mengerti dendam selama tiga ratus tahunnya dan sengaja mengatur hari ini untuk Fengjiu. Bagaimana mungkin ia mengecewakan kehendak Langit, terlebih lagi ketika lawannya tengah tersenyum memprovokasi. Apabila Fengjiu tidak membuat hal sedikit sulit untuknya, ia akan memberikan senyum cantiknya sebagai balasan.
Saat gadis pelayan muda membawakannya cangkir lain, senyum mengejek Zhi’he tampak makin merekah. Ia terlihat begitu puas dengan dirinya sendiri ketika raut menjengkelkan makin terkumpul di sudut matanya.
Fengjiu menerima cangkir baru itu. Melihat Zhi’he meningkatkan provokasinya, bibirnya pun melengkung mengukir sebuah senyuman.
Di sebelahnya, Bibi Bai Qian menatap Zhi’he lalu balik menatap Fengjiu.
Bai Qian menegur lembut, “Tianjun sedang mendiskusikan masalah resmi dengan bawahannya. Sekarang dirimu adalah Ratu dari Qingqiu. Kau memiliki keberuntungan untuk menyaksikan keagungannya dan mendengarkan pengajarannya, tapi bagaimana bisa, bukan hanya tidak memperhatikan, kau malah tersenyum mendengar perkataan Beliau?”
Memang terdengar seolah bibinya tengah menegurnya, tetapi duet keduanya yang mereka nyanyikan untuk mengelabui Ayah Fengjiu yang kaku bukan sesuatu yang dapat dilatih hanya dalam jangka waktu seratus dua ratus tahun.
Dalam sepersekian detik, Fengjiu langsung paham. Ia meletakkan kedua tangannya dengan sopan.
"Aku tidak berani. Aku hanya sedang berpikir ... saat seorang bawahan Qingqiu diasingkan, ia harus mengumpulkan beberapa perstasi agar dapat dikembalikan pada statusnya yang semula, menjadi seorang dewa. Belakangan ini, Paman ipar menyebutkan, terjadi kerusuhan di tanah selatan.
"Aku selalu berpikir bahwa Putri Zhi’he, sebagai seorang dewi air akan dikirim ke medan perang. Aku khawatir jika ia dikirimkan ke wilayah di selatan dan baru boleh kembali ke Jiuchongtian setelah memenangkan pertempuran.
"Namun memang tampaknya itu hukuman yang terlalu berat. Manampilkan sebuah tarian jauh lebih baik, bukan? Aku berpikir kalau kekhawatiranku ternyata sia-sia, jadi aku tersenyum lega awalnya.
"Setelah itu, aku menyadari betapa baik dan penuh kebajikan peraturan Langit, karena itulah aku tersenyum lagi dengan rasa hormat yang mendalam. Lalu kemudian, aku berpikir, beruntungnya Putri Zhi’he yang dapat dimaafkan karena bakatnya, tapi bagaimana dengan seorang dewi yang tak memiliki bakat untuk menebus kesalahannya jika ia melakukannya? Untuk alasan inilah, aku tersenyum lagi dalam kebingungan.”
Para dewa-dewi yang hadir di sana semuanya dapat mendengarkan perkataan yang diucapkan oleh bangsawan Qingqiu ini menyisihkan wajah penguasa mereka.
Fengjiu dengan sengaja menyanggah perkataan Tianjun, akan tetapi, ucapannya sangat tulus, sangat rendah hati, dan sangat sopan. Dengan elegan, Fengjiu menangkup kedua tangannya dan menghadap ke arah para dewa-dewi.
“Aku berasal dari tanah pedesaan, jadi aku tidak cukup berwawasan. Aku telah membuat diriku terlihat memalukan di hadapan kalian semua.”
Fengjiu kembali duduk, dan dari jauh membuat gestur yang sama pada Tianjun.
Liansong menyenggol Donghua dengan kipasnya dan berkata, “Dia setara denganmu yang suka menyemburkan kata-kata pahit. Ayahku pasti sedang mengalami sakit kepala sekarang.”
Donghua membalikkan cangkir tehnya di dalam telapak tangannya dan mengetahui akting Fengjiu.
“Bagaimana mungkin? Aku jauh lebih handal darinya.”
Di tempat duduknya yang tinggi, Tianjun tidak menyangka bahwa kejadiannya akan berakhir seperti ini. Namun, ia adalah penguasa Langit. Ia sudah banyak berlatih, ia mampu mengubah wajahnya jauh lebih cepat ketimbang seseorang membalikkan halaman buku.
Menyapukan pandangannya sekilas ke seluruh area, tatapan matanya akhirnya mengerti keadaannya sekarang.
Dengan suara beratnya, Tianjun berkata, “Pertanyaan yang diajukan Ratu Qingqiu memang benar. Hukum dalam Langit memang selalu adil. Jika Zhi’he ingin kembali ke Langit, tentu saja ia harus mendapatkan prestasi yang cukup.”
Tianjun berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, “Tentu saja peraturan jelas tertulis, tapi pemahaman kita tentang pergerakan aneh di wilayah Selatan masih belum meyakinkan. Kita akan membahas topik ini lain kali saat kita lebih paham soal situasinya.”
Tak kenal lelah, Fengjiu tetap bersikap pantas. Menoleh ke arah Zhi’he di panggung, ia melepaskan senyum kepuasan.
Wajah Zhi’he langsung berubah seputih lembaran kertas. Sepasang mata almond besar menatap ganas ke arahnya, terlihat seolah api dapat menembak keluar kapan saja. Semuanya jadi hening.
Suara dingin yang santai tiba-tiba terdengar, “Aku akan pergi menggantikannya.”
Tangannya yang masih mengelus menara Haotian pun terhenti ketika ia mendongak.
“Jika ia harus pergi ke medan perang demi kembali ke Langit.”
Zhi’he mengangkat kepalanya. Wajah pucatnya kini bersemu merah muda, sorot kehidupan pun kembali ke matanya.
Tianjun pun mendongak dan dengan santai menyapukan matanya ke semua orang di bawahnya. Selain Donghua, Bai Qin adalah Dewi dengan pangkat tertinggi.
Saat Tianjun akan bertanya mengenai pendapatnya, Bai Qian berhenti memainkan kipasnya dan memberikan senyuman yang kelewat hangat.
“Di Qingqiu, aku mendengar bahwa kedua orang tua Putri Zhi’he telah meninggal dunia. Mereka mengangkat Dijun, dan sudah jelas Dijun mengingat kebaikan mereka.”
Tampaknya semua telah diputuskan. Fengjiu menatap dingin ke arah Donghua dan Zhi’he. Fengjiu memasang senyuman tulus dan ikut serta bermain dengan bibinya.
“Betapa mengharukan cinta kasih Donghua Dijun untuk adiknya.”
Kemudian tanpa mempedulikannya, Fengjiu lanjut mengigit kuaci biji melonnya. Selain dirinya, tak ada lagi yang berani membantah Donghua di hadapan semua orang.
Para dewa-dewi sibuk bergosip dengan semangat. Kebanyakan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mereka hanya senang mendapatkan tontonan. Mereka hanya tahu satu hal, bahwa sekarang mereka bisa memastikan rumor yang berseliweran kesana-kemari sebelumnya.
Sebagai contoh, pagi ini Donghua menggoda seseorang di dalam Aula Qing Yun. Dan ternyata orang itu bukanlah adik angkatnya Zhi’he melainkan si Ratu yang terkenal dari Qingqiu—Yang Mulia Fengjiu.
Akan tetapi, ada juga yang cukup pintar dan berbisik karena mereka duduk cukup jauh: “Sebenarnya, inilah menurutku. Coba beritahu aku jika ini terdengar benar. Ini mungkin adalah pertarungan cinta antara si adik dengan si istri. Si adik mungkin saja memiliki perasaan rahasia kepada kakaknya, dan si istri tidak tahan dengan adik kecilnya, sehingga ...”
Setelahnya, si dewa ‘cepat tanggap’ ini, karena keahlian langkanya dalam menjelaskan secara logis tentang suatu masalah, menjadi asisten Siming dalam menangani buku takdir.
Siming memberinya penghargaan tinggi; masa depannya tampak cerah.
Bai Qian hanya hadir kali ini karena suaminya, Yehua, tidak bisa datang. Melalui sepuluh mil kebun persik, Zheyan datang berkunjung kemarin. Dewa berpangkat tinggi itu begitu menjaga Bai bersaudara. Tampaknya ia datang untuk menceramahi Yehua soal satu dan lain halnya.
Karena Yehua punya terlalu banyak pekerjaan penting lainnya yang harus ia kerjakan, istrinyalah yang harus pergi menggantikannya. Bai Qian merasa repot dan tidak suka bersosialisasi.
Ia melihat Tianjun kabur setelah tiga ronde minuman seperti yang selalu dilakukannya, jadi Bai Qian pun demikian. Ia ingin menarik Fengjiu pergi juga, tapi memikirkan bagaimana Fengjiu menutup dirinya seharian penuh di Istana Qing’yun dengan A Li, Bai Qian pun hanya berhenti sejenak untuk mengingatkannya agar selalu berhati-hati.
Peringatan Bai Qian tidak ada gunanya. Fengjiu minum gila-gilaan. Ia menerima ajakan bersulang dari semua orang, ia bahkan menawarkan secangkir lagi. Mereka semua memujinya.
Seperti kata pepatah, ‘anggur memperlihatkan karakter asli’.
Semua orang setuju bahwa Fengjiu berjiwa ksatria. Akan tetapi, perjamuan malam ini adalah perkumpulan yang ramah. Minumannya hanya terbuat dari buah yang difermentasi. Rasanya ringan, dan meskipun mereka lambat, tapi kadar alkoholnya cukup kuat.
Bagaimana mungkin Fengjiu tahu? Ia pikir ia sedang meminum jus buah, jadi apa yang perlu dikhawatirkan? Terlebih lagi, ia merasa jantungnya tengah berapi-api malam ini, jadi ia memerlukannya untuk memadamkan rasa panas ini menggunakan jus.
Fengjiu minum dan terus minum, akhirnya merasa pusing. Ia tidak sanggup membedakan masa lalu dengan masa sekarang, orang-orang maupun tempat. Ia hanya tahu bahwa seseorang mengatakan sesuatu soal pesta. Kemudian satu per satu, orang-orang datang dan berpamitan.
Fengjiu mulai merasa kebingungan, tetapi berusaha mempertahankan gengsinya, ia masih menjawab mereka satu per satu. Dalam waktu singkat, tak ada lagi suara di taman. Hanya sinar dari mutiara malam yang terpancar dari pepohonan, menganyam bayangan dalam kekacauan yang semerawut.
Fengjiu menatap minuman di tangannya. Ia selalu bertingkah biasa saja ketika sedang mabuk, jadi tidak ada seorang pun yang pernah mendeteksi kadar mabuknya.
Pergerakannya hanya jadi sedikit lebih lamban, dan terkadang jika ia terlalu mabuk, tidak akan ada reaksi sama sekali.
Contohnya, kepalanya serasa kosong kali ini. Siapa dia? Apa yang ia lakukan di sini? Apa yang ada dalam cangkirnya? Ia tidak tahu jawaban dari semua pertanyaan ini.
Fengjiu mencicipi cairan itu dan menganggap bahwa rasanya aman. Kemudian tiba-tiba ia merasa haus. Cangkir anggur rasanya kekecilan, mungkin lebih baik ia menukarnya dengan sebuah cangkir teh.
Setelah bepikir lagi, mungkin lebih baik untuk sekalian saja menggunakan teko tehnya. Pada saat ini, entah darimana, ia mendengar langkah kaki yang stabil. Ditemani dengan aroma wewangian cendana putih, langkah itu terhenti di depannya.
Fengjiu mengangkat kepalanya penasaran dan melihat Donghua yang kembali setelah pergi tadi, sedikit membungkuk untuk menatapnya. Tatapannya terhenti di jemari Fengjiu.
“Kenapa kau masih di sini?”
Otak siput Fengjiu mulai bekerja dengan kecepatan penuh ketika ia melihat Donghua. Tiba-tiba saja, ia mengingat siapa Donghua, dan siapa dirinya. Namun, ingatan yang berasal dari tiga ratus tahun yang lalu itu memainkan trik dalam benaknya.
Fengjiu tidak dapat mengingat apa pun yang terjadi selama tiga ratus tahun terakhir. Malahan, ia merasa bahwa ia sedang berada di Istana Taichen saat ini. Wajah tampan itu, mata yang dalam, dan surai perak milik Donghua, dan ia adalah si rubah kecil yang begitu mencintainya, yang mencari segala cara demi tetap berada di sisinya.
Fengjiu menatapnya setengah harian dan akhirnya mengangkat cangkirnya untuk menunjukkan pada Donghua: “Minum jus.”
Donghua menurunkan kepalanya hingga ke lengannya yang terulur, membauinya sejenak, lalu menatapnya.
“Ini anggur.”
Fengjiu menatap Donghua selama beberapa saat lagi. Sebuah ekspresi kebingungan muncul di wajahnya. Ia melihat ke menara yang berada di tangan Donghua yang mirip dengan sebuah senjata dan mengabaikan pertanyaan soal minumannya, mengajukan pertanyaan lain.
“Apakah kau akan bertarung dengan seseorang?”
Fengjiu merenung sejenak kemudian berkata, “Kalau begitu bawalah aku bersamamu. Aku janji tidak akan menyebabkan masalah untukmu.”
Fengjiu lupa bahwa ia sedang dalam wujud manusianya dan berpikir kalau dirinya masih si rubah kecil yang dapat dibawa Donghua dengan nyaman di lengannya.
Ia pun menggesturkan dengan tangannya: “Aku sangat amat kecil, kau bisa menyelipkanku di mana saja, bisa kan?”
Jepitan bunga di kepala Fengjiu terlepas dan jatuh ke atas meja. Donghua duduk di sebelahnya, memungutnya, kemudian menyerahkannya pada Fengjiu.
“Kau mabuk.”
Fengjiu menatap intens pada jepitan bunga itu lama sekali tanpa mengenalinya. Matanya beralih.
Lalu untuk sekian waktu yang lama, ia menganggukan kepalanya dengan cantik dan berkata, “Mungkin, sedikit.”
Kemudian Fengjiu memegangi kepalanya dan menggerutu, mengatakan bahwa ia pusing. Tampaknya ia benar-benar pusing karena tubuhnya dengan cepat roboh ke samping.
Donghua menangkapnya dan membantu Fengjiu bangun.
Ketika Donghua melihatnya berhasil duduk tegak, ia bertanya, “Apa kau masih bisa menemukan jalanmu kembali? Akan kuantar kau pulang.”
“Pembohong,” Fengjiu mengamati cangkirnya dan mengalihkan pembicaraan, “Kau pergi untuk memberikan pelajaran pada seseorang ...”
Ia melamun kemudian memegangi kepalanya seraya melanjutkan, “Siapa itu namanya?”
Fengjiu terdengar pilu sekarang: “Kau menyuruhku untuk menunggumu, tapi kau tak pernah kembali,” kemudian menuduh, “Tetap saja aku yang harus pergi mencarimu.”
Donghua masih mencari cara bagaimana menyelipkan tusuk konde itu kembali ke rambut Fengjiu.
Ia mencoba berbagai gaya berbeda dan bertanya skeptis pada Fengjiu, “Kapankah ini?”
Fengjiu menurunkan kepalanya patuh dan membiarkan Donghua bermain dengan rambutnya.
“Baru-baru ini.”
“Jangan bergerak,” Donghua memberitahunya lembut.
Fengjiu berhenti bergerak dan berkata dengan pasti, “Aku yakin tidak salah. Rubah punya ingatan yang luar biasa.”
Donghua menyelipkan tusukan itu ke rambut Fengjiu dan mengaguminya sesaat sebelum kemudian berkata: “Kau benar-benar keliru. Siapa diriku?”
“Dijun~”
Fengjiu bangkit berdiri.
Mata bulatnya yang lemah menatap Donghua lama sekali seolah ia baru saja mengingat sesuatu saat ini, mengucapkan, “Donghua. Tetapi kau yang paling jahat.”
Donghua sedikit terkejut mendengar Fengjiu memanggil namanya.
Kemudian merasa geli, ia bertanya, “Mengapa?”
“Kau mengatakan bahwa aku hanya seekor peliharaan,” Fengjiu menjawab jujur, matanya berkabut.
“Saat aku pergi, kau tidak menghentikanku.”
Kebingungan, Donghua pun berkata, “Aku tidak ingat. Aku ...”
Ia belum selesai bicara saat Fengjiu roboh menimpa dadanya. Ternyata Fengjiu sudah terlalu mabuk.
Donghua merendahkan tubuhnya untuk menatap Fengjiu. Fengjiu mungkin menyemburkan semua perkataannya dalam keadaan mabuk. Donghua tidak perlu terlalu memikirkannya.
Cahaya yang bersinar dari mutiara malam pun mengenai wajah Fengjiu. Donghua tidak tahu mengapa Fengjiu minum hingga sebanyak itu; padahal ia tampak cukup bijaksana hingga saat ini.
Donghua membawanya dan terbang ke Istana Qing’yun. Tanpa sadar, Fengjiu menenggelamkan kepalanya di dalam pelukan Donghua. Jemari panjang lentiknya dengan lembut menarik kerah dari jubah Donghua.
Kening Fengjiu yang biasanya terlihat dingin dengan tanda bunga phoenix mekar pun terlihat sangat mempesona malam ini. Ditambah lagi wajah bersemu polos miliknya ... Fengjiu tak tampak seperti seorang ratu yang berkuasa saat ini.
Namun ada satu hal.
Apa yang dikatakan Fengjiu?
Donghua berpikir dan terus berpikir.
Benar, Fengjiu mengatakan, ‘peliharaan’.
0 comments:
Posting Komentar