Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 6 Part 1

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 6 Part 1


Fengjiu tahu awal mula dari cerita cinta ini. Pada saat itu, takdir Jiheng dan miliknya belum saling terjalin satu sama lain.

Pada hari itu tiga ratus tahun yang lalu, ketika sinar suci terpecah di Gunung Fuyu, Donghua menginjakkan kakinya keluar dari Lingkup Teratai Jahat dengan gagahnya.

Hal pertama yang dilakukan Donghua bukanlah mencari Yan Chiwu, tetapi malah membawanya kembali ke Istana Taichen. 

Di atas langit terbuka Langit ke-13, di bawah rimbunnya bayangan dari pohon Sal, berlusin-lusin tetua berbaris memprotes dari pintu masuk hingga ke gerbang Istana untuk menunggu hukuman mereka karena gagal menjaga Giok Pengunci Arwah.

Donghua terus berjalan dan memasuki Istana di tengah gumpalan awan biru dan rapalan doa Buddha. Tak ada satu pun yang berani mengangkat kepalanya; setiap orang tahu apa kesalahan yang ditanggungnya.

Banyak dari mereka merupakan pendekar dari zaman dahulu kala, yang wajahnya dikenali Fengjiu melalui buku-buku sekolahnya. Donghua mempercayakan Fengjiu pada Zhonglin, pelayan pria kepercayaannya di Istana Taichen.

Tetapi Fengjiu tak ingin orang lain yang mengurusnya. Dalam bayangannya, Donghua adalah yang terbaik dalam menggantikan perbannya, membersihkan lukanya, dan menyikat bulunya.

Fengjiu mencengkeram jubah Donghua dengan cakar kecilnya dan menolak untuk melepaskannya. Donghua menjauhkan lengan kecil Fengjiu. Kaki pendek Fengjiu tak sanggup meraih Donghua seberapa keras pun ia mencoba. Fengjiu akhirnya menyerah dengan wajah tertunduk suram.

Dua pelayan yang berani yang berdiri dekat mereka pun terkikik geli. Fengjiu melototi mereka marah. Bahkan mata dingin Donghua pun memancarkan sebuah senyuman langka saat ini.

Donghua mengangkat Fengjiu dan membaringkannya di atas ranjang, kemudian membelai kepalanya. Fengjiu berpikir kalau Donghua akan memanjakannya lagi, jadi ia pun mulai memanjat lagi ke jubah Donghua, tetapi kali ini Donghua telah menggambar sebuah lingkaran di sekitar Fengjiu, menahannya di dalam sebuah medan pelindung.

“Bayi rubah ini sangat nakal,” Donghua memberitahu pelayannya. 

“Jaga dia baik-baik. Jangan biarkan ia berlari kesana-kemari, agar luka di kakinya tidak bertambah parah.”

Fengjiu masih ingin ikut. Ia menggunakan taktik menangisnya lagi dan berpura-pura menghapus air mata dari matanya. Donghua menyandarkan diri di ambang jendela untuk mengamatinya. 

“Aku suka membuat orang lain menangis. Kenapa kau tidak menangis lebih kencang?”

Tangisan Fengjiu langsung tertahan di tenggorokannya. Setelah ia berhenti, Donghua mendekat dan mengusap kepala Fengjiu. 

“Baik-baiklah dan dengarkan Zhonglin. Aku akan kembali untukmu setelah aku mengurus semuanya.”

Fengjiu mendongak menatapnya, dan akhirnya mengangguk kalah. Fengjiu menghela napas. Itu terjadi seperti kemarin. Beberapa hari berlalu tetapi Donghua tak kunjung kembali padanya. Pada akhirnya, Fengjiu tak sabar lagi dan menipu Zhonglin agar menyingkirkan medan pelindungnya.

Di jalannya mencari Donghua, Fengjiu bertemu dengan Siming di Gerbang Selatan Langit.

***

Di masa lalu, Fengjiu tak banyak memikirkan secara signifikan apa yang terjadi di kala itu, tetapi sekarang setelah beberapa abad berlalu, ia mempelajarinya dari mendengarkan cerita Yan Chiwu, kalau ada beberapa hal yang terjadi, dan mereka semua signifikan.

Ini adalah sambungan dari cerita Fengjiu, Donghua, dan Jiheng yang tak pernah diketahui Fengjiu sebelumnya.

Beberapa hari Donghua menghilang, ia pergi mencari Pendekar Xiao Yan untuk duel lainnya. Pendekar Xiao Yan memikirkan hati-hati soal ini dengan perhitungan dan pembahasan yang saksama. 

Tuan Yan mengelap hidungnya dan menyimpulkan, “Setelah pertarungan, Donghua seharusnya lari tunggang langgang kembali ke asalnya. Untuk alasan apa ia malah berkeliaran di Gunung Baishui?”

Fengjiu menggunakan sebuah daun besar yang ditemukannya di sebelah jurang untuk menghadang sinar matahari. 

“Mungkin ia punya waktu setelah pertarungan, jadi dia pergi ke Gunung Baishui mencari tanaman Longnao dan Blue ...”

Perkataan Fengjiu menyinggung titik lemah pada hati Pendekar Xiao Yan yang sensitif. Mata marah dan terlukanya mendorong masuk kata ‘teratai’ keluar dari mulut Fengjiu.

“Lihatlah tubuhku yang tegap ini. Apakah aku tampak seperti seorang sahabat karib di matamu? Bagaimana bisa Donghua pergi berjalan-jalan setelah sebuah pertarungan denganku?”

Fengjiu dengan berani menatap balik Xiao Yan. Ia dengan santai membenarkan posisi daun di atas kepalanya dan menjawab, “Tentu saja tidak. Maksudku adalah ... mungkin Donghua pergi ke Gunung Baishui mencari tanaman obat untuk mengobati lukanya.”

Pendekar Xiao Yan tampaknya cukup menyukai penjelasan ini. Ia mengangguk dengan sangat serius. 

“Kau benar. Muka Es pasti pergi ke Gunung Baishui untuk tanaman obat penyembuh.”

Xiao Yan pun melanjutkan: “Kalau tidak, tak akan ada perkataan ‘Langit itu buta.’ Di saat yang sama, Jiheng juga datang ke Gunung Baishui ...”

Seperti yang dikatakan oleh Fengjiu, perjalanan Donghua ke Gunung Baishui memang untuk mencari dua bahan suci untuk sebuah dupa ajaib. Di dalam rawa-rawa, hiduplah sebuah jenis teratai biru dan tanaman parasit Longnao yang bertahan di atasnya.

Mereka berusia sepuluh ribuan tahun dan merupakan keajaiban Gunung Baishui. Karena kedua tanaman ini saling bergantung satu sama lainnya agar dapat hidup, ada aroma kayu di dalam teratainya sementara ada aroma teratai di dalam kayunya. Tak terhitung jumlahnya biksu pembuat dupa yang membahayakan diri demi mencari kedua tanaman itu.

Ada begitu banyak bahaya sebab tipografi dari gunung itu agak sulit. Rawanya pun merupakan tempat tinggal dari ular air yang berbisa. Di masa kecilnya, Fengjiu ingin menjadikannya sebagai binatang peliharaan.

Ketika Donghua kembali dan dengan santainya mengeluarkan sebuah kantong berisi Teratai Biru dan beberapa getah Longnao, Fengjiu tahu kalau ular air yang pernah diinginkannya tampaknya telah hangus.

Sementara, mengenai perjalanan Jiheng ke Gunung Baishui, itu menyangkut rahasia dari Klan Iblis.

Klan Iblis memiliki tujuh cabang. Xuyang, kakak lelaki Jiheng, adalah Raja dari Cabang Merah. Semenjak Jiheng masih kecil, kakaknya selalu memerintahkan seorang pengawal pribadi untuk Jiheng. 

Lelaki ini memiliki roman wajah yang tampan dan indah meskipun terlahir dari kalangan rendah, mendapatkan kekaguman dari tetua klan. Bahkan Ibu Suri Wang yang tinggal menyendiri di dalam istana dalam pun menyukainya.

Saking begitunya sampai Xuyang merasa tak tepat bagi si pengawal tampan untuk melindungi Jiheng. Akan tetapi, ketika ia berniat memilih seseorang yang tak begitu tampan, orang pertama yang menentang adalah ibu mereka sendiri.

Ibu Suri Wang menangis dramatis bahkan mengancam akan membunuh dirinya sendiri. Jiheng, yang masih sangat muda, berdiri dan ikut menangis tanpa tahu kenapa.

Minsu, si pengawal muda, menarik lengan pakaiannya, dengan lugu memohon, “Yang Mulia, Anda telah membuat Ibu Suri menangis. Mohon segera hibur Beliau.”

Kebingungan, akhirnya Xuyang pun menyerah. Semakin bertumbuh Minsu, ia menjadi semakin tampan. Semakin Xuyang melihatnya, semakin ia merasa ada yang salah pada anak itu.  

Saat mereka makan, Minsu tidak menyentuh parsley dan terong yang bergizi. 

Xuyang mengernyit, ini tidak bagus.

Saat Minsu mengenakan jubah biru pucatnya, ia terlihat begitu halus dan lembut. Jiheng mendekatinya dan memuji Minsu. 

Xuyang mengernyit, ini tidak bagus.

Saat Minsu berlatih pedang di taman, ia tidak membawa sebuah handuk dengannya. Bagaimana kalau ia terserang flu dan tak dapat mengurus Jiheng? 

Xuyang mengernyit, ini tidak bagus.

Kuda Minsu tidak sehat belakangan ini. Bagaimana bisa ia menempuh perjalanan jauh jika Jiheng membutuhkannya untuk mengurus sesuatu? 

Xuyang mengernyit, ini tidak bagus.

Jadi, Xuyang mengeluarkan empat dekrit sekaligus: pertama, semua orang harus memakan parsley dan terong tiap waktunya makan; kedua, tidak ada seorang pun yang boleh mengenakan pakaian biru pucat di dalam istana; ketiga, semua orang harus membawa sebuah handuk saat berlatih pedang jika ia tidak ingin dihukum berat; keempat, akan dibuat sebuah kandang kuda kerajaan dan seseorang boleh meminjam seekor kuda jika kudanya sakit.

Tentu saja, Minsu dengan semangat datang untuk meminjam seekor kuda ketika kandang kuda itu telah beroperasi. Terlebih lagi, ia telah memakan sayurannya belakangan hari ini dan tubuh lembutnya telah berubah jadi lebih berisi dan tegap.

Xuyang puas. Hanya demi adik kecilnya, ia harus melakukan begitu banyak hal. Menjadi seorang Raja dari Klan Iblis, tanggung jawab Xuyang begitu besar. Tetapi sekarang ia harus menambahkan adiknya dan pengawal tampannya ke dalam daftar panjang bebannya.  

Seberapa banyak Minsu berbicara dengan Jiheng hari ini? 

Apakah beberapa kalimat lebih sedikit dari kemarin?

Seberapa jarak terdekat antara Minsu dan Jiheng? 

Tidakkah sepertinya satu inci lebih dekat dari hari sebelumnya?

Setiap detailnya membuat Xuyang sakit kepala. Terlebih lagi, mata Xuyang tak dapat berhenti mengikuti Minsu, kapan pun ia di sekitarnya untuk melihat apakah anak tampan itu memperlakukan adiknya sesuai norma atau tidak.

Tetapi hingga waktunya ia duduk merundingkan perihal pernikahan Jiheng dengan para tetua klan, dan memutuskan untuk mengirimnya ke Istana Donghua Dijun, Istana Taichen, tak tampak satu tanda romantis pun di antara keduanya seperti yang selama ini dikira oleh Xuyang.

Untuk beberapa alasan, Xuyang merasa sedikit kecewa, tetapi juga pertama kalinya setelah sekian tahun, ia merasa Minsu mungkin ... cukup baik. Bulu matanya yang berkibar saat ia menurunkan matanya agak manis.

Sejak saat itu, perkataan dan tindakan Xuyang terhadap Minsu menjadi jauh lebih lembut.

***

Tetapi, untuk beberapa alasan, setelahnya, Xuyang sering memergoki Minsu melamun sendirian di taman. 

Di beberapa kesempatan, Minsu bahkan tidak menyadari kalau Xuyang berdiri di depannya. Dan ketika Minsu menyadarinya, ia akan melarikan diri seperti seekor kelinci sebelum Xuyang dapat mengucapkan satu kata pun.

Pernah, Xuyang begitu penasaran. Ketika Minsu ingin kabur lagi, ia pun menarik kerahnya untuk menarik Minsu kembali. Tanpa diduga, si bocah itu bahkan menggunakan metode melepaskan kulit ala kumbang untuk kabur darinya, meninggalkan  jubah kosong di tangan Xuyang.

Xuyang memegangi jubahnya selagi ia mematung selama beberapa lama. Ia tidak melihat Minsu selama beberapa hari setelahnya. Xuyang hanya sekali melihat sebuah jubah yang mirip dengan milik Minsu. Ketika dilihat lebih dekat, ia sudah menghilang.

Xuyang mencurigai pengelihatannya yang mungkin jadi lebih buruk. Ia selalu memperhatikan soal kesehatan dan olah raga semenjak masih muda.

***

Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan di taman setelah makan siang, Xuyang melihat satu sosok yang mirip dengan Minsu dari kejauhan di dekat kolam teratai. Ia berjinjit dan cukup yakin bahwa itu benar Minsu, mengenakan jubah hijau dan membungkuk di dekat bebatuan seperti labu hijau tengah menggambar sesuatu.

Minsu tampak begitu konsentrasi dan tulus. Xuyang tahu kalau Minsu tidak pernah menyukai tulis menulis sejak ia masih kecil. Di usianya sekarang, Minsu bahkan hanya tahu beberapa ratus kata. Apa yang membuatnya ingin menulis? Cukup membuat Xuyang penasaran.

Xuyang ragu sejenak, kemudian memutuskan untuk mengendap-endap di belakangnya untuk melihat apa yang Minsu lakukan.

Aroma teratai memenuhi udara dingin. Separuh dari perkamen dipenuhi tulisan tangan yang berantakan. 

Kata-katanya tampak terjalin satu sama lain, “Betapa puitisnya, malam berhujan ini. Aku tetap terbangun merindukan kehadiranmu.

Meski tidak berpengalaman, Xuyang masih bisa mengetahui kalau ini adalah puisi cinta. Namun, di atasnya tak tertulis ditujukan untuk siapa. Sulit menebak untuk siapa itu sebenarnya.

Xuyang dengan cepat merebut perkamen itu dari atas meja marmer. Minsu melihat ke atas dari posisinya dan merona merah padam. Ia mengulurkan tangannya untuk merebut kertas itu kembali tetapi terlambat. 

Siliran angin lembut melengkungkan satu sudut kertas itu ke atas. 

Xuyang harus menebak semua kata dalam kesulitan dan akhirnya berhasil membaca dua kalimat keras-keras: “Cahaya bulan yang terang menyelimuti sel kosong ini. Aku melemparkan dan memutarnya tanpa guna.”

Xuyang menjeda untuk bertanya, “Untuk siapa ini?”

Minsu biasanya seriang monyet balita. Tetapi kali ini ia membiarkan wajahnya terus menghadap ke tanah, telinganya terbakar merah selagi ia berdiri diam di tempat.

Pemahaman mendatangi Xuyang tiba-tiba. 

“Untuk Jiheng?”

Minsu mendongakkan kepalanya kaget dan dengan cepat menurunkan kepalanya lagi. Xuyang tetap berdiri di depan Minsu. Melihat wajah yang mengisyaratkan bahwa itu benar, Xuyang pun perlahan dikuasai amarah.

Pengawal kecil ini berani menyimpan perasaan untuk adik kecilnya tetapi Minsu tak pernah meninggalkan jejak apa pun. 

Xuyang berpikir pada dirinya sendiri, apakah karena tak ada halangan yang merangsangnya sebelum ini, tetapi sekarang karena Xuyang memilihkan Jiheng salah satu pernikahan terbaik di dunia, yang menyebabkan anak kecil ini membiarkan perasaan tersembunyinya terlihat?

Penampakan Minsu ini terlihat seolah ia tak sanggup lagi menahan perasaannya untuk Jiheng jadi ia akhirnya menuliskan sebuah puisi cinta untuknya. Tentu saja, Jiheng adalah seorang putri yang memikat, dan sangat pantas mendapatkan puisi ini ...

Xuyang merenung dalam kejengkelannya sesaat, tetapi ia tak membiarkannya tampak di wajahnya. Pada akhirnya, ia menggeram dan berbalik pergi.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar