Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 5 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 5 Part 3


Pada awalnya, Fengjiu malu-malu berada dalam pelukan Donghua. Tetapi setelah satu dua hari, ia bahkan sudah lupa bagaimana mengeja kata malu, selalu menyentuhkan cakarnya pada tangan Donghua. 

Saat mereka tidur, Fengjiu berpura-pura tak sadar dan mendekatkan diri pada Donghua. Jika Donghua menjauh satu inci maka Fengjiu akan maju dua inci. Jika Donghua berbalik menghadap arah lain, Fengjiu akan meratap tanpa tahu malu seperti yang sering dilakukannya dengan ibunya. Cukup berguna, taktik ini.

***

Gerimis datang di hari terakhir mereka di dalam Lingkup Teratai. Donghua menggunakan sihirnya untuk membentuk sebuah kubah melingkar bening. Fengjiu bersandar di atasnya selagi ia menyaksikan hujan malam hari.

Rintik hujan dari langit tanpa batas jatuh dengan warna hijau giok burung pekakak. Cahaya bintang mempertegas buliran yang mengilap itu.

Fengjiu memikirkan hari esok ketika mereka akan meninggalkan tempat ini. Bagaimana kalau Donghua tidak membawanya ke Langit bersamanya, dan mereka harus terpisah.

Bahkan jika Fengjiu ingin menyusup ke dalam Istana Taichen lagi, ia masih harus menunggu selama tiga tahun lagi. Fengjiu menggelengkan kepalanya sedih dan merasa lebih suram mendengarkan bunyi hujan.

Fengjiu berbalik untuk tidur ketika ia melihat Donghua ternyata telah tertidur lelap. Rambut perak panjangnya tergerai ke bawah layaknya salju di atas pegunungan, atau cahaya bulan di Milky Way.

Tertidur begini, Donghua tampak terpahat dari bongkahan es. Mata Fengjiu bersinar, kesedihannya langsung pergi ke sembilan tingkat awan.

Fengjiu berjinjit di atas Donghua. Ia berlutut di depan wajah Donghua dan menatap wajahnya selama beberapa waktu. Ketika Fengjiu memastikan Donghua tertidur lelap, ia pun memejamkan matanya dan melangkah mendekat, ingin menciumnya.

Fengjiu sudah lama ingin melakukannya tetapi Donghua selalu bermeditasi beberapa malam terakhir ini. Ia tak sanggup menunggu dan akhirnya tertidur lebih dulu. Langit ternyata berbelas kasihan pada Fengjiu malam ini dan akhirnya memberinya kesempatan ini. Fengjiu gembira sekali. 

Tetapi Fengjiu hanyalah seekor rubah saat ini. Jadi agak aneh apabila mencium Donghua di bibir.  Fengjiu ragu setengah harian dan akhirnya menjilati sudut bibir Donghua dengan satu jilatan cepat.

Kemudian Fengjiu dengan segera berbaring dan berpura-pura tertidur. Donghua tetap diam. Fengjiu menunggu hingga beberapa detik, menyentuhnya beberapa kali, dan menjilati pipinya dua kali lagi.

Melihat kalau Donghua masih tak memberikan respon, keberanian Fengjiu bertambah dan ia meletakkan dua kaki depannya di atas pundak Donghua. Fengjiu menjilati alis dan hidung Donghua, tetapi terlalu malu untuk menyentuh bibirnya.

Betapa indah bibir Donghua, pucat dan dingin saat dilihat sekilas ... apakah mereka akan terasa sedingin yang terlihat jika Fengjiu menjilatinya ... tidak, tindakannya jauh lebih suci dari itu, jika Fengjiu akan mencium Donghua.

Fengjiu ragu sejenak. 

“Ini adalah ciuman pertamaku,” dia pikir. 

Secara formal, Fengjiu mengusap bibir Donghua ringan. Dalam sekejap, sang Raja yang harusnya tertidur pulas tiba-tiba saja membuka matanya.

Mata Fengjiu sendiri melebar. Ia sudah menduga kalau ini bisa saja terjadi dan telah mempersiapkan dirinya. Hanya ... betapa pahitnya karena ciuman pertamanya juga adalah ciuman tersingkat yang pernah disaksikan dunia.

Cahaya bintang berkelap-kelip layaknya permata tak terhitung jumlahnya. Rintik hujan yang mirip emerald berjatuhan dari atas kubah bening, gelembung pecah di sana-sini menghasilkan suara musikal seperti hasil dari kecapi bersenar tujuh.

Wajah Donghua penuh dengan air liur Fengjiu, tetapi ekspresinya tetap tak berubah selagi ia menatap Fengjiu mantap. Fengjiu berhenti sejenak dan dengan sopan menarik kembali lidahnya. Kemudian, Fengjiu mengangkat cakarnya untuk mengelap bersih semua liur yang ada di wajah Donghua, berpura-pura tak terjadi apa pun.

Benar-benar seekor rubah. Donghua tidak akan terlalu memikirkan soal ini. Fengjiu hanya harus berpura-pura sebagai peliharaannya; inilah rencananya.

Fengjiu tanpa rasa bersalah menatap balik Donghua selama sesaat dan seperti dugaannya, semua baik-baik saja. Meskipun tidak bertahan lama, dapat mencium bibir Donghua sudah cukup.

Fengjiu menguap dan berbaring untuk tidur, tanpa sadar menyentuh Donghua dengan cakarnya lagi. Di luar kubah, hujan mulai reda. Fengjiu pun perlahan memasuki alam mimpinya. Tanpa memikirkan Donghua, Fengjiu berputar dan memental ke segala arah dalam tidurnya, terkadang lurus, terkadang melebar.

***

Ketika Fengjiu terbangun keesokan harinya, langit luas terbuka di depan matanya. Kubangan-kubangan kecil berisi air tertinggal bekas hujan di malam sebelumnya. Permukaan airnya berkilauan di bawah sinar matahari seperti ornamen bercahaya.

Donghua meditasi dari jarak agak jauh. Jiheng menemukan batu api dan jerami kecil di suatu tempat dan membuat api untuk membakar beberapa ubi jalar untuk Fengjiu.

Fengjiu berjalan tanpa tergesa ke arah Jiheng untuk melihat bagaimana sang Putri membuat api. Perut Fengjiu membuncit dan ia bersendawa sekali. Fengjiu terus saja bersendawa selama tujuh hingga delapan kali ketika akhirnya Jiheng mengelus perut buncitnya.

Donghua mungkin sudah selesai bermeditasi dan perlahan mendatangi mereka untuk membantu Jiheng membuat api.

Di saat ini, Jiheng sedang membalikkan tubuh Fengjiu untuk mengamati perutnya. 

Ia memanggil Donghua khawatir, “Dijun, bisakah Anda kemari dan melihatnya? Bayi rubah ini sepertinya sedang sakit.”

Fengjiu berbaring di punggungnya dengan ke empat kakinya menunjuk langit. Masih mengantuk, Fengjiu membuka matanya melihat sepatu Donghua berhenti tepat di depannya.

Donghua duduk di sebelah Jiheng dan juga mengelus perut buncitnya. Fengjiu merona. Seorang pria mengelus perutnya seperti ini sangat berbeda dari Fengjiu yang menjilati wajah Donghua. Hanya orang-orang yang intim dengan satu sama lain lah yang berlaku seperti ini. Kaki-kaki Fengjiu mulai bergetar gugup.

Jiheng bertanya dengan napas tertahan, “Apa yang salah dari bayi rubah ini? Lingkup Teratai Jahat dipenuhi dengan hal buruk. Ia juga terluka beberapa hari yang lalu. Apakah energi jahat merasuki tubuhnya?”

Donghua memengangi kaki Fengjiu untuk mengecek nadinya dan menjawab, “Tidak.”  

Meskipun Fengjiu membagi separuh perhatiannya pada fakta kalau Donghua sedang memegangi tangannya, ia masih menggunakan separuh sisanya untuk mempedulikan soal kesehatannya.

Mendengarkan jawaban Donghua, Fengjiu akhirnya tenang. 

Tetapi dengan suara tenangnya yang tak berubah, Donghua menambahkan, “Denyut nadinya baik.”

Donghua menatap lurus tepat ke mata lebar rubah Fengjiu dan berkata, “Kita punya kabar gembira.”

Jiheng bagaikan tersambar petir. Batu api di tangannya terjatuh dan mengenai kaki belakang Fengjiu. Rasa kantuk Fengjiu menghilang seluruhnya.

Setelah setengah harian, Fengjiu akhirnya mengerti, ia terengah dengan air mata yang mengalir jadi dua air terjun dari mata bulatnya.

Seperti salju dingin di malam berkabut, Donghua memijat kaki Fengjiu yang memar dan menambahkan dengan gaya acuh tak acuhnya, “Tidakkah tetua rubah memberitahumu? Klan kalian punya aturan yang sangat ketat. Kau tidak boleh nakal dengan orang lain, sekalinya kau nyaman dengan seseorang, akan sangat mudah untuk ...”

Donghua belum selesai saat Jiheng tergagap di samping, “Aku ... aku belum pernah ... mendengar soal ini.”

Donghua mengalihkan matanya, “Apa kau juga seekor rubah?”

Jiheng menggelengkan kepalanya.

Tanpa tergesa, Donghua menjawab, “Kalau begitu tentu saja mereka tak akan memberitahumu tentang rahasia klan mereka.”

Fengjiu benar-benar kebingungan. Ia bukanlah seorang dewi rubah, tetapi ia memang sedang menggunakan rupanya sekarang. Mungkin mengenakan bulunya juga membuat Fengjiu mendapatkan ciri-ciri khusus dari klan itu.

Meskipun Fengjiu selalu menginginkan adanya kemajuan dalam hubungan mereka, ia tak menyangka kalau kemajuannya hingga di titik ini.

Jika ini adalah anak Fengjiu, ia harus mempertahankannya, bukankah begitu? 

Tetapi bagaimana pula melahirkan itu? 

Fengjiu mendengar kalau banyak hal yang harus diperhatikan saat sedang mengandung. Siapa yang harus ditanyakannya soal ini?

Terlebih lagi, marga siapa yang harus digunakan oleh bayi ini? 

Donghua tidak memiliki marga. Mempertimbangkan latar belakang keluarga dan leluhur klan, memang yang terbaik adalah bagi anak ini mengambil marga keluarganya, Bai.

Tetapi sebuah nama resmi juga terlalu penting untuk diputuskan Fengjiu sendiri. Anak ini pun butuh sebuah panggilan di rumah. Bisakah mereka memanggilnya Bai Gungun?

Dalam sekejap, sepuluh ribu hal melintas di benak Fengjiu. Tidak stabil, Fengjiu merangkak pergi menuju sebuah tempat yang tenang untuk memikirkan soal masa depan.

Ada sedikit kesedihan dalam bayangan Fengjiu; ia tak menyadari senyuman nakal dalam mata dingin Donghua yang begitu cepat menghilang seperti saat munculnya.

***

Betapa bodohnya Fengjiu kala itu. Ia tidak tahu bahwa mengerjai orang merupakan salah satu hobi spesial Donghua.

Jika saja si pendiam Yehua atau Moyuan yang tersinggung, mereka biasanya tak akan memperhatikan hal semacam itu. Atau jika itu adalah Liansong yang memang lebih suka disinggung, ia akan membalasnya ratusan kali.

Sementara untuk Donghua ... orang ini agak spesial. Semenjak awal masa, sedikit orang yang bisa menyinggungnya dan masih dapat hidup.

Cukup memalukan sebenarnya. Setelah satu bulan penuh dibohongi oleh Donghua, Fengjiu akhirnya menyadari bahwa tak akan ada benih hanya karena ia mencium Donghua sekali.

Setelah Donghua membawa Fengjiu ke Jiuchongtian, Fengjiu pergi menemui Siming dan meminta saran untuk menjaga kehamilan.

Fengjiu masih ingat Siming menertawakannya kemudian menunjuk ke langit untuk bersumpah: “Yang Mulia, Donghua mengerjai Anda. Jika Anda tiba-tiba saja memiliki Donghua kecil dalam perut Anda hanya karena menciumnya, kemudian aku akan akan memiliki Siming kecil di perutku karena tidak pernah mencium siapa pun.”

Apabila Siming telah bersumpah demi nyawanya, Fengjiu rasa ia pasti mengatakan yang sebenarnya. Tetapi setelah mengetahui kenyataannya, Fengjiu kecewa, merasa sedikit suram dan sedih.

Dan perihal apa yang dikatakan Yan Chiwu mengenai Donghua yang jatuh cinta pada Jiheng di Lingkup Teratai Jahat, Fengjiu tak pernah mendengar soal ini sebelumnya. Dalam ingatan Fengjiu, Donghua menghancurkan Lingkup Teratai itu jadi berkeping-keping dengan satu tebasan pedang.

Giok Pengunci Arwah juga ikut berubah menjadi abu sebagai hasilnya. Jiheng dan Donghua paling jauh pun hanya menjadi teman duduk saja di Gunung Fuyu saat itu.

Setelahnya, mereka pergi menjalani alur mereka sendiri. Pada saat itu, Fengjiu sangat khawatir kalau Donghua tidak akan membawanya kembali ke Istana Taichen bersama dengannya.

Fengjiu hanya seekor rubah tanpa latar belakang jelas sementara Donghua menyukai ketenangan dan keheningan. Jiheng pun tampak sangat menyukai Fengjiu. Bagaimana kalau Donghua memberikannya pada Jiheng?

Sebagai seekor binatang berbulu halus, Fengjiu memang dilahirkan sebagai favorit di antara para gadis. Terlebih lagi, Fengjiu mengerti bahasa manusia sehingga semua orang lebih menyukainya lagi.

Saat mereka berpamitan, Jiheng seperti yang sudah diduga meminta Donghua agar memperbolehkannya memelihara Fengjiu. Donghua sedang menggantikan perban Fengjiu saat itu dan ia dengan cepat menolak.

Dari luar, tampak Fengjiu bertingkah seolah jawaban Donghua hanya asal lalu di depan matanya, tetapi di dalam, Fengjiu tengah melakukan salto kebahagiaan.

Akan tetapi, ketika Fengjiu mengangkat kepalanya dan melihat mata berkabut Jiheng di wajah cantiknya itu, Fengjiu merasa sedikit bersalah pada si Putri.

Jadi demi si Putri, Fengjiu mengeluarkan beberapa tetes air mata miliknya dan melihat ke arah Jiheng dengan tatapan kerinduan yang sedih.

Jiheng memang sangat sensitif, ia menangkap ekspresi halus Fengjiu. Mengusap air mata di wajahnya, Jiheng telah memutuskan untuk melawan Donghua demi Fengjiu. 

“Bayi rubah ini juga ingin bersama denganku. Lihatlah, ia tahu kita akan berpisah, itulah mengapa ia terlihat sedih. Kalau ini yang diinginkannya ...”

Ini ternyata agak problematik. Fengjiu baru saja akan menarik kembali air matanya ketika Donghua mengangkatnya. Ia berkedip dan melihat Donghua mengernyit sekilas.

Dalam sekejap, Fengjiu didorong masuk ke dalam lengan pakaian Donghua. 

“Ia hanya seekor bayi bodoh yang belum mengerti apa-apa. Energi jahat yang berlebihan di dunia Iblis tak akan baik untuknya,” Donghua menjawab dengan suara dingin yang terasa jauh.

Fengjiu berusaha mengeluarkan kepalanya dari balik lengan jubah Donghua. Di dekatnya terdapat dua awan mengambang yang menunggu mereka. Sebelum Jiheng dapat mengatakan hal lain, Donghua telah membawa Fengjiu dan menginjak awan itu, mengendarainnya bersamaan dengan embusan angin.

Fengjiu merasa Donghua mengejeknya. Karena dalam keluarga rubah berekor sembilan menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam wujud manusia, mereka memang jadi sedikit lamban ketika berubah kembali menjadi wujud rubah asli mereka.

Tetapi Fengjiu telah berusia 30.000 tahun; ia bukan bayi rubah bodoh. Fengjiu berpegangan pada lengan jubah Donghua dan berbalik untiuk melihat ke arah Jiheng. Sang Putri berlari mengejar mereka berurai air mata.

“Dijun, bagaimana bisa Anda bertengkar denganku karena seekor bayi rubah? Tak bisakah Anda berbaik hati dan membiarkanku memilikinya sebentar saja? Hanya sebulan, tidak, setengah bulan, tidak, sepuluh hari. Tak bisakah hanya untuk sepuluh hari ...?”

Fengjiu tak dapat mempercayainya. Apakah ia sebegitu menariknya bahkan di usia semuda ini? Sudah pasti Fengjiu tidak kalah dari bibinya Bai Qian ataupun pamannya Bai Zhen.

Donghua sudah pasti mendengarkan perkataan Jiheng, tetapi dengan santainya ia tetap melanjutkan, jelas sekali memilih mengabaikan perkataannya.

Di lain pihak, Fengjiu, yang terharu akan perkataan Jiheng dan berjanji dalam hatinya akan membalas budi sang Putri suatu hari nanti. Tetapi di saat bersamaan pula ia mencatat kalau ada satu hal yang tak dimengerti Jiheng soal Donghua. 

Berbaik hati dan kata-kata omong kosong lainnya yang mirip dengan itu bukanlah hal yang dipedulikan oleh Donghua.

***

Ingatan utuh Fengjiu mengenai Jiheng berakhir di sini. Sisanya hanya sedikit dan potongan-potongan seputar tibanya Jiheng di Istana Taichen sebagai calon pengantin Donghua.

Kehidupan Fengjiu memasuki masa kelam ketika ia mendengar berita soal pernikahan Donghua. Kesedihan mengambil alih hari-harinya, dan dari ingatan buruknya, ia hanya dapat menyadari kalau itu adalah pertama kalinya istana sepi diambil alih dengan kebahagiaan dan keramaian semenjak Fengjiu tiba di sana.

Meskipun Donghua masih tetap membawa Fengjiu kemana pun ia pergi, baik ketika bermain catur ataupun membaca buku, hatinya terasa sangat berat dan Fengjiu tak lagi merasa puas dan bahagia berada di samping Donghua.

Sang Putri terus mencoba mendekati Fengjiu. Ia bahkan membuatkan sendiri berbagai makanan untuk menyenangkan rubah kecil yang pernah disukainya di Lingkup Teratai. Tetapi Fengjiu merasa sangat tidak nyaman kapan saja ia melihat wajah cantik Jiheng, dan karena itulah ia selalu menghindari Jiheng.

***

Suatu malam ketika Fengjiu kembali ke istana, ia melihat Jiheng duduk di jembatan giok putih dengan beberapa ubi jalar bakar di tangannya. Wajah Jiheng berubah cerah ketika ia melambai menyuruh Fengjiu mendatanginya.

Tetapi dengan cepat Fengjiu pergi ke belakang pintu masuk yang melengkung itu. Ketika Fengjiu menoleh untuk mengintip Jiheng untuk yang terakhir kalinya, ia melihat senyum sang Putri memudar bersamaan dengan senja yang temaram, terlihat sangat putus asa.

Fengjiu tetap berada di belakang pintu masuk sampai Jiheng memutar tubuhnya untuk pergi, masih dengan ubi jalar bakar di tangannya. Pandangan Fengjiu jadi kabur seiring dengan sinar matahari terbenam yang membutakan matanya.

***

Melihat kembali ke tahun-tahun yang lalu, Fengjiu menyadari bahwa akan selalu hadir takdir berbeda di antara orang-orang. Benang-benang takdir yang tak terhitung jumlahnya ini saling terjalin menjadi apa yang mereka ketahui sebagai trichiliocosm besar.

Sebagai seorang yang abadi, Fengjiu seharusnya melihat takdir masa lalunya dan memasuki eksistensi kosmos yang luas. Tetapi ia malah terlalu mementingkan dirinya dan Donghua sampai gagal melihat yang lainnya.

Semua yang perlu dilakukan oleh Fengjiu adalah melihat ke dalam mata Donghua maka ia akan buta akan segala hal lainnya.

Fengjiu berada tepat di sisi Donghua, orang terdekat dengannya, tetapi Fengjiu tetap tidak mengetahui perasaan Donghua pada Jiheng ataupun takdir Donghua dengan Zhi’he.

Melihat lagi ke belakang, sebenarnya cukup memalukan. Fengjiu adalah seorang dewi, tetapi ia tidak lebih bijaksana dari para manusia itu sendiri. 

Selagi merenungi dirinya, setelah Fengjiu kembali ke Qingqiu, ia mencoba mengingat-ingat apakah Donghua pernah sungguh mencintai Jiheng, tetapi Fengjiu tak bisa mengingat banyak. Lalu secara bertahap, ia menyingkirkan semuanya dari pikirannya.

Fengjiu tak menyangka kalau hari ini, dua ratus tahun kemudian, ia akan mendapatkan keterangan dari Yan Chiwu, orang yang sama yang memulai takdir pahit antara Fengjiu, Donghua, dan Jiheng. Kata ‘takdir’ itu sendiri memang suatu keajaiban.

Di awal Juni, Lembah Fanyin diterangi matahari yang bersinar terik. Pendekar Xiao Yan mengelap keningnya selagi ia menatap awan-awan yang mengambang di kejauhan. Duduk di samping Fengjiu, ia membicarakan soal satu-satunya percintaan Donghua selama ribuan tahun ini. Dalam opini Xiao Yan, tak ada yang bagus mengenai cerita cinta ini.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar