Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 5 Part 2
Bertahun-tahun kemudian, Fengjiu mengetahui bahwa sihir hebat ini berasal dari teknik Dharmachakra milik Langit Barat. Tujuannya adalah untuk mendoakan makhluk hidup dengan menggunakan awan Buddha. Hanya ada tiga orang yang mampu menggunakan teknik ini di dunia.
Pada saat itu, Fengjiu tidak tahu bahwa sihir itu begitu langka. Ia hanya terkesima dan terlampau senang membayangkan bagaimana kalau pedang Taozhu-nya dapat membelah diri menjadi dua puluh dua sapu, betapa cepat itu bisa membantunya menyapu halaman.
Ketiga orang yang mempelajari teknik ini adalah Buddha dari Langit Barat, Moyuan dari Gunung Kunlun, dan Donghua yang ada di depan mata Fengjiu. Kedua orang yang disebut pertama tak perlu diragukan lagi telah mencapai puncak tertinggi dalam kedamaian pikiran (Bodhicitta) dan memang sering menggunakannya untuk mendoakan makhluk hidup; sedang Donghua hanya terpaksa saja menggunakannya.
Jika Donghua ingin meninggalkan Lingkup Teratai Jahat, ia hanya perlu menghancurkan dunia yang dijaga oleh Giok Pengunci Arwah. Apabila Donghua tidak mengatasi semua roh jahat, mereka akan terlepas ke luar ketika lingkup ini dihancurkan.
Membunuh mereka dengan sebuah tebasan dari pedangnya seperti yang biasa dilakukan Donghua hanya akan menambah lebih banyak kebencian yang mewabah di dunia.
Selalu ada orang-orang berbahaya yang menunggu untuk mengambil keuntungan dari hal semacam ini dan memicu kerusuhan besar di peradaban. Karena alasan inilah, Donghua memilih rute penyelamatan yang lebih panjang.
Meskipun ada beberapa yang tak dapat dicerahkan kembali, paling tidak jumlahnya akan jauh berkurang. Memberikan penerangan kepada orang lain membutuhkan usaha keras, dan terdapat puluhan ribu roh jahat.
Menggunakan awan Buddha sekali saja telah mengkonsumsi sebagian besar energi Donghua. Ia tidak punya waktu untuk memulihkan diri selagi di luar medan pelindung terdapat berbagai aura kejahatan yang belum diterangkan.
Jarang sekali Donghua berada dalam masalah. Fengjiu menghargai kesempatannya dan dengan senang hati melompat ke dalam tangga sejarah. Sekalinya Fengjiu menginjakkan kakinya, ia bersemangat sekali untuk memamerkan diri.
Pertama-tama, hari ini berbeda. Ia telah meminjam separuh dari sihir Nie Chuyin dan sekarang merupakan seekor rubah yang benar-benar kuat.
Kedua, Donghua sedang memperhatikannya dari bawah sana. Jarang sekali Fengjiu dapat memamerkan diri di depannya; jika Fengjiu tidak berlagak sedikit, akan sia-sia rasanya setelah ditipu oleh Nie Chuyin.
Fengjiu memperkirakan angin dan dengan berani melompat keluar dari medan pelindung Donghua. Para iblis itu terlambat bereaksi akibat awan Buddha beberapa saat yang lalu.
Di atas mereka terlemparlah serentetan bola api dan petir yang menyambar. Keduanya begitu tepat; seratus serangan, seratus kali kena. Mereka mendatangi Fengjiu berulang kali, para iblis yang meneror ini. Dengan mudah Fengjiu menghancurkan mereka semua dengan satu gerakan.
Tentu saja, Fengjiu juga terluka; semuanya karena kecelakaan. Karena Fengjiu belum menguasai tekniknya, ia menghanguskan beberapa bagian bulu di perutnya dan mendapatkan luka melepuh ketika menyemburkan bola api.
Fengjiu juga tidak benar-benar hebat dalam mengeluarkan sengatan listrik. Ia menaikkan cakarnya untuk menembak tetapi lupa menariknya kembali sehingga mengenai perut depannya dan ia terluka bakar juga di area itu ...
Tanpa persiapan, Fengjiu tak segera merasakan sakitnya. Kemudian tiba-tiba saja rasa sakit itu menyerangnya. Menusuk masuk ke dalam tulang dan organ dalamnya. Fengjiu jatuh dari awan dan pingsan kesakitan.
Fengjiu tidak tahu bahwa ketika ia jatuh, ia ditangkap oleh lengan Donghua yang terus memperhatikannya dari bawah. Semua itu terjadi bertahun-tahun lalu, tetapi Fengjiu masih bisa mengingat kalau ia tak langsung terbangun.
Malahan, Fengjiu memimpikan sesuatu. Mirip dengan cerita di mana Buddha mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan seekor macan betina yang kelaparan. Sungguh murah hati.
(T/N : ini merupakan satu dari cerita ternama Buddhist dimana Buddha (Pangeran Sattva) mendatangi seekor macan betina kelaparan suatu hari dan mengorbankan dirinya untuk menjadi makanan sang macan betina agar macan itu tak memakan anak-anaknya sendiri karena putus asa.)
Di dalam mimpi Fengjiu, matahari yang bersinar terik dari atas dan udara dipenuhi dengan asap dan debu. Laut Biru telah mengering menjadi 81 bidang tanah.
Di tanah lapang terbuka terdapat sebuah ranjang batu. Donghua berbaring di atasnya, tampak telah kelaparan selama berhari-hari. Fengjiu memperhatikannya dengan hati yang berdenyut nyeri.
Untuk beberapa alasan, Fengjiu dapat berbicara, dan ia menawarkan anggota tubuhnya pada Donghua.
“Kenapa kau tidak menggerogoti anggota tubuhku sekarang? Sudah terpanggang. Lemaknya pun masih menetes, lihat.”
Donghua mengambil kaki depan Fengjiu, berpikir sejenak, dan sungguh mengigitinya seperti yang disuruh.
Sakit, tetapi perasaan manis mengambil alih saat Fengjiu bertanya padanya, “Aku sengaja memanggangnya garing di luar tetapi lembut di dalam. Bukankah sangat empuk dan enak?”
Donghua memegangi sesuatu di tangannya dan berkata, “Kurasa kita butuh lebih banyak garam.”
Garam turun menghujani seperti kepingan salju. Fengjiu menyalak kesakitan dan terbangun bersimbah peluh.
***
Mata Fengjiu terbuka lebar dan orang yang memenuhi pandangannya memang benar adalah Donghua, tetapi orang yang memegangi anggota tubuhnya yang terluka adalah seorang wanita cantik berpakaian serba putih yang belum pernah ditemui Fengjiu sebelumnya.
Anggota tubuh Fengjiu diselimuti dengan tapal gelap. Wanita itu merobek gaunnya kemudian menggunakan kain sutra tipis itu untuk membalut kaki Fengjiu yang terluka dengan hati-hati.
Fengjiu baru mengetahui bahwa si cantik ini merupakan si terkenal Jiheng.
Ketika Jiheng mendengar bahwa ialah penyebab pertarungan Yan Chiwu dan Donghua, Jiheng segera datang ke Gunung Fuyu dengan harapan dapat menghalangi keduanya. Akan tetapi, Jiheng tersesat di jalan dan terlambat sampai. Lalu, entah bagaimana, ia pun jatuh ke dalam Lingkup Teratai Jahat dan bertemu Donghua yang terperangkap di sini.
Bertahun-tahun kemudian ketika segalanya telah berlalu, Fengjiu akhirnya menyadari kalau Jiheng punya lebih banyak takdir dengan Donghua ketimbang dengannya. Ia tidak pernah terlalu memikirkan ini sebelumnya.
Dulu, Fengjiu berbaring di pangkuan Jiheng dan matanya dipenuhi dengan refleksi Donghua yang duduk berjarak beberapa langkah dari mereka berdua. Hatinya berdebar dalam kekaguman, dan tak ada ruang untuk memikirkan urusan orang lain.
Saat itu, dua ratus tahun telah berlalu semenjak pertama kali Donghua menyelamatkan Fengjiu di Gunung Qinyao.
Dalam masa dua ratus tahun, jarak terdekat mereka muncul ketika Donghua memancing di kolam halaman depan dan Fengjiu menyapu di sisi lain dari kolam itu, ketika Donghua bermain catur di samping kolam lili di halaman belakang dan Fengjiu menyapu di seberang posisi Donghua, dan ketika Donghua menyirami tanaman teh dikebun, Fengjiu menyapu di halaman dekat sana.
Meskipun Fengjiu tak pernah menatap terlalu dekat dengan Donghua selama bertahun-tahun, gambarannya sudah terpatri di hatinya sejak hari pertama. Fengjiu mengetahui wajah Donghua jauh lebih baik daripada ia mengetahui buku pelajarannya.
Donghua tidak berubah sama sekali. Ia masih setampan dan semulia biasanya, tetapi semenjak Donghua kehilangan energi murninya, ia terlihat lesu, seperti seseorang yang baru saja terbangun dari tidurnya.
Donghua duduk lesu dan memperhatikan jemari cepat Jiheng yang menyusuri bulu merah menyala Fengjiu. Ia terdiam dalam pengamatannya.
Gerakan Jiheng berubah-ubah, tetapi semua wanita cantik di Klan Iblis suka memanjangkan kuku mereka. Daging lembut Fengjiu tak sanggup menahan cakaran tanpa sengaja dari Jiheng.
Ketika Fengjiu merintih kesakitan, Donghua mengambil beberapa lembar sutra yang dicelupkan dalam air hujan dan berkata pada Jiheng, “Biar aku saja."
Tanpa mengetahui kalau Donghua sama sekali tak punya pengalaman untuk membalut luka, Fengjiu terus merengek ke arah Donghua. Ia bahkan terisak menyedihkan.
Saat Lingkup Teratai Jahat tenggelam dalam kegelapan, kabut hanya perlahan melintas dan mengelilingi medan pelindung. Dikelilingi lapisan berkabut, medang pelindung tampak sedang mengambang.
Sutra yang basah dari embun itu pun melingkar di sekitar anggota tubuh dan perut Fengjiu. Donghua yang acuh tak acuh ternyata jauh lebih lembut ketimbang Jiheng. Rasa sakit Fengjiu berkurang dan Donghua sudah selesai sebelum Fengjiu menyadarinya.
Saat Donghua mengobati luka Fengjiu, ia terlihat begitu sabar dan perhatian. Ia pernah melihat raut wajah seperti ini ketika Donghua sedang membuat keramik; ekspresi yang sama, campuran antara fokus dan acuh tak acuh. Betapa Fengjiu menyukai roman wajah Donghua yang seperti ini.
Selagi Donghua menyimpulkan ikatan terakhir, Jiheng mendekat ke arah mereka dan bertanya, “Yang Mulia, bagaimana ... ia bisa bergerak kalau Anda membebatnya seperti ini?”
Fengjiu menaikkan anggota tubuhnya yang dibebat seperti labu dan berkejap. Perban basah itu tak akan mengering selama sepuluh hari ke depan. Kaki Fengjiu terasa dingin dan basah, dan ia tak merasakan sakit lagi.
Tetapi berdiri hanya dengan tiga kaki tidaklah stabil. Ketika Fengjiu terjatuh, beruntungnya ia diangkat ke dalam pelukan Donghua.
Donghua menarik anggota tubuh Fengjiu yang dibebat ke depannya dan berkata, “Coba keluarkan napas bola api.”
Fengjiu tak benar-benar tahu kenapa tetapi ia melakukan seperti yang disuruh dan mengeluarkan bola api. Ketika bola api itu menyentuh area sutra yang membebatnya, terdengar bunyi desisan dan segera hilang.
Donghua mematikan sisa bara apinya dan berkata, “Harus tebal supaya tidak lagi membakarnya sampai ke dalam.”
Jiheng kebingungan menatap Fengjiu kemudian menyadari maksud Donghua dan tertawa, “Dari pengertian sederhanaku, bayi rubah ini terluka karena situasi berbahaya yang kita hadapi. Ia tidak akan melukai dirinya sendiri dalam kondisi normalnya. Anda mengkhawatirkan yang tidak perlu.”
Melihat Fengjiu melebarkan matanya jengkel, Jiheng kemudian menambahkan dengan penuh pertimbangan, “Dia terlihat cukup pintar, ia tak mungkin sebodoh itu.”
Fengjiu membangun sebuah perasaan ramah pada Jiheng karena pujian ini. Donghua mengelus bulu lembut di kepala Fengjiu.
Mendengar ini, ia menatap ke bawah dan berkata, “Tidak bisa dipastikan.”
Fengjiu merasa kalau Donghua telah sangat salah paham padanya. Ia tahu kalau Donghua selalu lebih menyukai binatang yang pintar. Satu setelah yang lainnya, monster tunggangan Donghua selalu lebih pintar dari yang sebelumnya. Hal itu sudah jadi bukti yang cukup.
Setelah berpikir lama, Fengjiu menyimpulkan satu-satunya cara untuk menghapus kesan yang salah dari Donghua adalah dengan mengeluarkan sebuah bola api yang dapat melukai orang lain tetapi tidak dirinya.
Jadi, terengah-engah, Fengjiu melepaskan sebuah bola api yang telah dibuatnya di dalam perutnya. Tetapi karena ia bernapas terlalu keras, tenggorokannya jadi gatal dan ia malah memuntahkan serentetan api yang tersumbat.
Angin yang berlawanan menangkap api dan meniupkannya ke kaki Fengjiu yang tak terluka, bulunya langsung terbakar.
Donghua cepat-cepat menangkap kakinya dan melepaskan energi dingin dari ujung jarinya untuk membekukan bola api itu.
Ia pun mengangkat Fengjiu dan bergumam pada Jiheng, atau mungkin pada dirinya sendiri, “Memang sama sekali tidak pintar.”
Fengjiu menatap kaki kanannya yang terbakar dan dengan malu mengalihkan pandangannya dari tatapan Donghua. Ia sedih, terluka, dan malu di saat bersamaan.
Dalam ingatan Fengjiu yang sudah menua dan pudar, ia tinggal bersama Donghua dan Jiheng selama tujuh hari di dalam Lingkup Teratai Jahat. Untuk keluar dari dunia buatan ini, Donghua harus menggunakan waktu itu untuk memulihkan energi murninya.
Mereka bilang, rumah adalah tempat di mana sebuah hati yang damai bersemayam. Fengjiu merasa damai di sisi Donghua. Bahkan tanah tandus Lingkup Teratai pun menjadi cerah baginya.
Sayang sekali bagian tubuh depannya terluka dan tak kondusif untuk bergerak. Kalau tidak, Fengjiu pasti sudah berguling di tanah untuk merayakannya.
Donghua bermeditasi tiap hari. Jihenglah yang mencari makanan. Setelah mencari kemana-mana, ia menemukan bahwa hanya ada ubi jalar di tempat ini.
Pemberdayaan ilmu sang Putri membuatnya dapat bertahan selama setahun penuh tanpa memakan apa pun, belum lagi Donghua. Tetapi Fengjiu kehilangan sebagian besar energinya setelah pertarungan. Perutnya tenggelam ke dalam tulang rusuknya hanya sehari tanpa makanan.
Karena alasan inilah, Jiheng harus bekerja keras mengais makanan khusus untuk Fengjiu. Jiheng sungguh seorang yang baik karena telah memperlakukan Fengjiu sebaik ini. Hari-hari pertama, Fengjiu dapat mengeluarkan sebuah bola api dan membakar ubi jalarnya sendiri. Tetapi Fengjiu tak menyangka kalau Nie Chuyin ternyata sangat perhitungan.
Kekuatan yang dipinjamkan Nie Chuyin pada Fengjiu hanya bertahan paling lama selama tiga hari; setelah tiga hari, secara otomatis kekuatan itu menghilang, bahkan tak meninggalkan segumpal asap pun.
Jiheng mempelajari sihir air, sehingga ia tak dapat membantu Fengjiu untuk membuat api juga. Menyedihkan. Fengjiu agak pemilih. Ia tak bisa makan ubinya kalau tidak dibakar.
Di saat ini, Donghua sedang duduk dalam posisi meditasi pengobatan di dekat mereka. Api putih indah dan besar sekali yang mirip dengan seekor phoenix yang bereinkarnasi mengelilingi Donghua.
Karena Laut Biru tempat asal Donghua mengumpulkan begitu banyak energi Yin, ia selalu membutuhkan api suci untuk nenyeimbangkan kekuatannya. Setiap kali Donghua menyelesaikan satu tahap penyembuhan, ia harus berlatih di bawah api suci sebelum dapat memanfaatkan energi itu sesuai keuntungannya.
Jiheng menatap penuh kekaguman. Fengjiu lebih muda dari Jiheng, jadi ia merasa jauh lebih kagum lagi. Matanya bersinar terang. Fengjiu menahan rasa sakitnya dan meletakkan anggota tubuh kirinya di tanah. Dengan tubuh bagian kanan, Fengjiu melemparkan sebuah ubi jalar dengan sekuat tenaganya ke dalam api itu.
Fengjiu gembira sekali ketika melihat ubi itu berhasil masuk, dan langsung melemparkan sekitar tujuh hingga delapan buah ubi lagi. Kemudian, Fengjiu duduk diam di pinggir untuk menunggu. Tentu saja, api suci perlahan muncul dan mengeluarkan aroma dari ubi jalar bakar. Beberapa ubi menggelinding di tanah, dua lagi ada di pangkuan Donghua.
Jiheng menganga kaget melihat tindakan Fengjiu. Mengabaikan tatapan Jiheng, Fengjiu dengan bahagia mengigiti ubi jalar itu dan pelan-pelan menarik dua sisanya dari pangkuan Donghua. Kemudian, Fengjiu mengumpulkan sisanya dan menyembunyikannya.
Fengjiu belum selesai ketika Donghua mengangkatnya dengan menjepit tengkuknya. Jiheng tersentak dan memejamkan matanya. Fengjiu masih memegangi sebuah ubi jalar panas saat ini, perutnya nyaris saja terbakar. Tetapi Donghua mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga akan disayangkan jika melepaskan ubi itu sekarang dan menghancurkannya.
Donghua melirik ke arah Fengjiu dan merebut ubi jalar tersebut.
“Apa kau akan memakan semua ini sekaligus?”
Fengjiu membulatkan matanya dan mengangguk penuh semangat. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan diri, jadi tentu saja Fengjiu akan berselera makan.
Donghua mengernyit dan meletakkan Fengjiu kembali ke tanah. Kemudian Donghua membelah ubi itu jadi dua dan memberikan potongan yang lebih kecil pada Fengjiu.
“Kau hanya boleh makan sebanyak ini hari ini.”
Fengjiu tak dapat mempercayai telinganya. Kakinya jadi lemas. Ubi itu begitu kecil, bagaimana mungkin ia bisa kenyang.
Donghua pun melanjutkan dengan tenang pada Fengjiu, “Atau kau bisa pergi ke batu besar itu selama setengah jam. Kemudian aku akan memberikan sisanya padamu.”
Dengan sedih Fengjiu mengambil separuh kecil ubinya dan pergi ke batu untuk berdiri di sana.
Jiheng menyelinap dan berjongkok di samping Fengjiu, “Apa kau tahu betapa takutnya aku saat kau melemparkan ubi-ubi jalar itu ke kepala Yang Mulia?”
Fengjiu berbalik dan mengabaikan Jiheng. Jiheng tidak mengatakan apa pun untuk membantunya. Dan ia bilang dirinya adalah teman Fengjiu.
Jiheng memutar posisi Fengjiu dan tertawa, “Yang Mulia hanya sedang bercanda denganmu. Tebak apa yang baru saja kulihat? Api suci ternyata tidak baik untuk membakar ubi jalar. Lebih baik untuk membakar mereka perlahan dengan api kecil. Kalau tidak, ubi itu akan hangus di luarnya tetapi belum matang di dalamnya. Kau akan langsung terserang sakit perut. Yang Mulia sedang membakar ubi lainnya untukmu sekarang. Mereka akan selesai setelah waktu berdirimu selesai lalu ia akan mengembalikan semuanya padamu.”
Malam itu, Fengjiu memakan ubi jalar bakar terenak yang pernah ia cicipi selama tiga ratus tahun terakhir.
Fengjiu mempelajari kalau ingatan mental seseorang sangat mudah kusut, terutama bagi makhluk abadi yang hidup selama mereka, tetapi ingatan akan selera seseorang akan berubah menjadi insting natural.
Sebagai contohnya, Fengjiu masih bisa mengingat rasa dari masakan rumahan buatan ibunya di masa kecilnya tak peduli berapa lama waktu berlalu; sama halnya dengan rasa ubi jalar bakar buatan Donghua sore itu.
Sembari menatap wajah bercahaya Jiheng, selagi sang Putri berbicara dengan Donghua, Fengjiu terkadang merasa iri. Tetapi ketika tiba saatnya Lingkup Teratai menjadi malam, Fengjiu cukup senang karena dirinya adalah seekor rubah merah.
Di saat begini, Jiheng akan beristirahat di gua lain untuk menghindari rumor, tetapi Fengjiu dapat tidur di sebelah Donghua. Terlebih lagi, Donghua memang sangat menyukai binatang berbulu.
Kapan saja ketika suhu udara menurun di malam hari, bahkan jika Fengjiu merasa ia bisa bertahan, Donghua akan memeluk Fengjiu dalam dekapannya agar Fengjiu tetap hangat.
0 comments:
Posting Komentar