Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 8 Part 2


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 8 Part 2


Kemudian, melihat guru mereka mendekat dengan cepat, Xiao Yan takut ia membocorkan lokasi Fengjiu dan cepat-cepat berteriak ke arah lain. 

Xiao Yan merasa puas dengan dirinya sendiri hari ini. Akhirnya ia berhasil melaksanakan seni interaksi sosial—kemajuan ini bukanlah hal kecil.

Hulu sungai sepanjang pinggirannya merupakan sebidang besar Saha-Manjusaka.

(T/N : Saha-Manjusaka – sebuah bunga ajaib yang sering disebut dalam kitab Buddha. Sering pula dikenal dengan sebutan klaster amarilis atau lili laba-laba merah.) 

Mereka mekar dengan indahnya, berkebalikan dengan latar belakang bersalju. Fengjiu hanya punya sedikit ketertarikan pada tanaman dan bunga, jadi pengetahuannya soal mereka agak kurang.

Fengjiu hanya tahu kalau ini disebut Saha-Manjusaka karena Donghua sering menggunakan mereka dalam upacara. Ia tidak ingat melihat siapa pun beberapa waktu yang lalu, tetapi di detik ini, ada sesosok ungu elegan berdiri damai di antara bunga-bunga.

Fengjiu tadinya mengira ia sedang bermimpi. Dari Langit ke Bumi, tak ada seorang pun yang sesetia ini pada kain berwarna ungu seperti ini dan dapat mengenakannya seindah Donghua.

Namun, kenapa juga Donghua ada di sini sekarang? 

Jika untuk menyelamatkan Fengjiu, Donghua harusnya datang enam bulan yang lalu; datang sekarang bahkan lebih kecil lagi kemungkinannya.

Akan jauh lebih masuk akal bagi Donghua untuk berada di surga di suatu tempat di Jiuchongtian membaca sutra Buddha atau memancing di kolam teratai.

Selagi Fengjiu sibuk menghalau teorinya, dengan ceroboh ia jatuh ke depan, tetapi beruntungnya berhasil berpegangan pada sebuah batang tepat waktu.

Fengjiu menyapukan pandangannya pada bidang bunga di belakang pohon pinus tua di sisi lain sungai sekali lagi dari sudut matanya dan kali ini sosok ungu itu tak lagi berada di sana.

Fengjiu meniupkan napasnya ke tangannya dan berputar untuk memeriksa apakah gurunya berhasil mengejarnya, menabrak seseorang.

Beberapa langkah di belakangnya adalah guru Fengjiu. Ia membungkuk dengan satu tangan di pinggul tuanya, berusaha berdiri tegak. 

Sewaktu Ji Han melihat Fengjiu mundur ke belakang dan ingin kabur, dengan cepat ia menangkap lengan pakaian Fengjiu.

Yah, sebut saja Fengjiu terkejut! Gurunya yang biasa lambat tiba-tiba saja jadi setangkas seekor kelinci. Sebelum Fengjiu bisa bereaksi, kedua tangan dan kakinya sudah diikat dengan tali ajaib.

“Murid yang tidak patuh, berhenti di sana!” 

Fengjiu mendengarnya berbicara.

“Pelajaran pertama yang harus dipelajari murid adalah untuk menghormati guru mereka. Setelah ini, aku harus menghukumu ke penjara air. Kau tidak merasa itu tidak adil, kan? Karena aku melihat sebuah penjara air tepat di sini.”

Sebelum Ji Han bahkan menyelesaikan perkataannya, ia sudah mulai membacakan mantra untuk melemparkan Fengjiu ke bawah sungai.

Tidak mungkin lagi menggunakan sebuah mantra perlindungan setelah Fengjiu terikat dengan tali ajaib. Tanpa sebuah pelindung, Fengjiu sepertinya akan mati jika ia dibenamkan di dalam air musim dingin ini.

Tetapi Fengjiu tidak pernah suka memohon apa pun bahkan sejak ia masih anak-anak. 

Saat Fengjiu dilemparkan ke udara, ia bahkan menjawab balik dalam cara angkuh khas Paman Bai Zhennya:

“Betapa sialnya aku hari ini.” 

(T/N : Fengjiu menggunakan kata  ye untuk menyebut aku, menunjukkan kesenioritasannya daripada si pendengar.)

Kemudian Fengjiu lanjut menggertakkan giginya bersiap menerima hukuman.

Wajah guru Fengjiu berbuah jadi ungu karena kemarahan. Kumis panjangnya melingkar seiring dengan dua jari telunjuknya. Saat mantra yang akan membenamkan Fengjiu ke dalam sungai nyaris selesai, kedua tali yang mengikat anggota tubuh Fengjiu tiba-tiba saja terlepas.

Sebuah suara yang tak tergesa mencapai mereka dari belakang: “Kalau kau menghukumnya di penjara air, siapa yang akan mengurus makananku?”

Butiran salju seukuran bulu angsa terus turun ke bawah—langit diselubungi dengan warna putih. Donghua Dijun dalam jubah ungunya perlahan muncul dari balik bunga Manjusaka di sebelah dua pohon pinus tua.

Butiran salju yang mendarat di rambut perak Donghua langsung mencair. 

Donghua sendiri adalah seorang dewa yang paling luar biasa di dunia ... di mana pun ia berdiri, pemandangan berubah menjadi surga.

Saha-Manjusaka di bawah kaki Donghua pelan-pelan memberi jalan untuk jalanan bersalju. Fengjiu menurunkan pandangannya dan mengikuti jejak kaki yang ditinggalkan Donghua di salju.

Saat sudah sampai di sungai, Fengjiu pun terbangun dari bengongnya dan menatap balik Donghua, kemudian berputar dan melarikan diri.

Selama setengah tahun, ada kalanya Fengjiu bahkan bermimpi, A Li, sepupunya terbang ke Dunia Bawah dengan sebuah kereta kuda berapi untuk menyelamatkannya. Tetapi melihat Donghua di sini, di Lembah Fanyin adalah sesuatu yang tak pernah dimimpikan oleh Fengjiu.

Awalnya, Fengjiu kira ia tidak akan mempermasalahkan kenyataan bahwa Donghua tidak menyelamatkannya ketika jatuh ke dalam lembah.

Namun, melihat Donghua hadir secara nyata, hanya berdiri di depannya tanpa ada sedikit pun rasa penyesalan di wajahnya, untuk beberapa alasan membuat Fengjiu murka.

Guru Ji Han tadinya menunjukkan kegembiraannya karena telah berhasil mengikat muridnya yang nakal, tetapi sekarang ketidakberuntungan menimpanya.

Kakinya yang lemah langsung berlutut untuk menyapa sang Raja. Tetapi Dijun tidak memperhatikan sapaan Fuzi. Dijun justru mengejar murid nakal yang baru saja diikatnya.

Guru yang masih berlutut itu memberikan kata-kata emasnya pada Dijun.                                   

Apakah Dijun mengatakan ia bertemu dengan si anak kecil Jiu’ge itu hari ini dan merasa ia pintar, jadi Dijun ingin ia melayaninya selama beberapa hari, ataukah maksudnya Dijun telah lama mengenal Jiu’ge sebelumnya dan datang kemari untuk menyelamatkannya ketika tahu gadis itu sedang dihukum?

Jantung kecil Ji Han pun serasa melompat ke tenggorokannya. Oh, Tuhan, masalah apa ini.

***

Sebuah arus lembut membuat kepingan salju berterbangan di atas dahan-dahan. Fengjiu tahu Donghua telah berhasil mengejarnya, tetapi ia tidak akan berhenti.

Dalam kurang dari tiga langkah, Donghua berdiri diam di depan Fengjiu. Ia terus berjalan tetapi Donghua tetap menghalangi jalan Fengjiu.

Fengjiu mendongak dan memelototi Donghua. 

“Jangan bilang padaku kalau kau di sini untuk menyelamatkanku. Kemana saja kau selama enam bulan terakhir ini?”

Fengjiu mencemooh, “Apa, kau akhirnya ingat untuk menyelamatkanku hari ini? Yahkau tahu, aku tidak membutuhkannya!”

(T/N : Lagi, Fengjiu menggunakan kata  ye yang mengisyaratkan senioritasnya ketimbang Donghua.)

Fengjiu berputar dan mengikuti aliran sungai untuk kembali. Ketika kaki Donghua sekali lagi muncul di tanah di depannya, Fengjiu berhenti. 

“Pergi, jangan menghalangiku!”

Berdiri dengan jarak satu meter, Donghua mengamati Fengjiu selama beberapa waktu dan akhirnya mengeluarkan suaranya: “Lucu sekali, apa kau sedang marah padaku? Apa bedanya antara menyelamatkanmu setengah tahun lebih lambat dengan setengah tahun lebih cepat?”

Dengan satu lompatan, Fengjiu mundur hingga tiga puluh meter jauhnya dari Donghua. Api kemarahan dalam diri Fengjiu sudah nyaris meletus. Betapa tidak tahu malunya Donghua sebagai seorang yang lebih tua.

Apakah Donghua baru saja bertanya padanya apa perbedaan antara menyelamatkannya setengah tahun lebih lambat dengan setengah tahun lebih cepat?!

Fengjiu mengepalkan tangannya menjadi tinjuan. 

“Kau, coba saja berubah jadi saputangan, diikat di hulu pedang, merasakan horor dibawa ke pertempuran, kemudian dibuang ke dalam lembah terkutuk selama berbulan-bulan. Coba, kenapa tidak kau coba sendiri!”

Selama Fengjiu berteriak, ia tiba-tiba bertanya-tanya bagaimana bisa ia memaafkan Donghua setangah tahun yang lalu. Siapa saja yang cukup beruntung untuk selamat dalam situasi ini pasti akan menusukkan jarum pada boneka voodoo Donghua setiap hari.

Karena pemikiran ini, Fengjiu pun menambahkan dengan sombong: “Jadi aku merasa sedikit marah, tetapi aku masih belum menusukkan jarum pada boneka voodoo-mu karena aku punya didikan yang baik, beraninya kau masih bertanya padaku apa perbedaannya?!”

Fengjiu mengambil sebatang ranting pinus tua dan mematahkannya jadi dua. 

“Kalau kau bertanya hal yang konyol lagi, bersiaplah untuk menderita dengan cara yang sama seperti ranting ini!”

Fengjiu akhirnya merasa sikapnya terhadap Donghua jadi normal hari ini. Setengah tahun yang lalu, saat ia masih di Jiuchongtian, Fengjiu selalu keberatan di sekitar Donghua. Tanpa sadar, mengingat kembali dirinya pernah menyukai Donghua selama dua ribu tahun, Fengjiu selalu sopan, selalu rendah hati pada Donghua.

Semua adalah salah Fengjiu sehingga ia digoda. Saat ia masih muda, ia bahkan berteriak pada Kakek Buddha karena kesal. Tentu saja, itu tidak berakhir baik; ayahnya memukulinya karena itu.  

Biarpun begitu, Fengjiu dapat menunjukkan keberaniannya tidak kalah dari seorang anak lelaki. Ia adalah si rubah merah Fengjiu dari Qingqiu.

Berapa banyak orang di dunia yang berani membantah Kakek Buddha, tetapi Fengjiu dari Qingqiu pernah.

Berapa banyak orang di dunia yang berani mengumumkan bahwa ia akan mematahkan Donghua jadi dua bagian layaknya sebatang ranting, tetapi Fengjiu pernah.

Fengjiu merasa sangat puas dan ingin memberi tepukan tangan pada dirinya sendiri. Di saat bersamaan, ia bisa menduga Donghua akan marah. Orang penting hampir tidak pernah suka dihina seperti ini; Fengjiu mungkin tidak akan punya akhir yang baik hari ini.

Dan lagi akan baik juga untuk menyelesaikan perselisihan mereka dalam satu pertarungan terakhir.

Walaupun Fengjiu pasti kalah, dan Donghua akan mematahkan dirinya jadi dua bagian, bagaimana cara Fengjiu menangani musuhnya akan terserah padanya.

Fengjiu merasa demonstrasinya sudah pantas, karena ia bisa mendeteksi rasa terkejut yang cepat menghilang dari mata tenang Donghua yang dalam. Ini, dapat diprediksi oleh Fengjiu.

Di Jiuchongtian, Fengjiu sudah terlalu sopan. Donghua butuh waktu untuk membiasakan diri karena Fengjiu tak lagi sopan hari ini.

Donghua memandang Fengjiu dalam diam selama beberapa waktu hingga akhirnya berkata, “Jadi, apa yang coba kau katakan adalah bahwa kau sangat marah. Dan jika aku juga mengubah diriku jadi saputangan yang berada dalam kekuasaanmu, kau mungkin tidak akan terlalu marah lagi?”

Alis Donghua berkerut membentuk sebuah senyuman, “Ini bukan masalah sama sekali.”

Sebelum Fengjiu bisa bereaksi, Donghua sungguh mengubah dirinya menjadi saputangan sutra ungu dan melayang turun ke atas kepala Fengjiu

Fengjiu berdiri kebingungan. Setelah sekian lama, ia mengangkatnya lembut; ujung saputangan itu sedikit terangkat. 

Jantung Fengjiu berdebar kencang: “Astaga, ini bukan mimpi?”

Kain sutra itu menutupi mata Fengjiu seperti sebuah kain pernikahan. Ia menatap ke tanah dan hanya dapat melihat sejumlah salju berkumpul di sekitar ujung kakinya. Fengjiu berdiri setengah harian dalam kebingungan.

Fengjiu mengatakan ini dan itu, tetapi ia tidak bermaksud menyuruh Donghua mengubah dirinya jadi sehelai kain untuk meredakan amarahnya. Omelannya sudah cukup menenangkan separuh amarah Fengjiu, meskipun ia sendiri tidak yakin apa yang akan benar-benar meredakan amarahnya. Donghua bahkan sampai menyimpulkan begini, itu cukup luar biasa.

Fengjiu mengulurkan tangannya dan menyingkirkan kain sutra itu dari kepalanya. Kain ungu itu sedikit lebih besar dari bentuknya yang dulu pernah Fengjiu ubah. Di atasnya terdapat sulaman daun Bodhi yang elegan; kualitas kainnya pun sedikit lebih baik.

Fengjiu bahkan dapat mencium aroma akrab dari cendana putih yang sering digunakan Donghua. 

Ia menggoyangkannya sekilas dan saat kain itu nyaris terjatuh dari pegangannya, ia secara otomatis terbang kembali ke tangan Fengjiu, diikuti dengan suara tenang Donghua yang berbunyi di udara: “Pegang yang erat dan jangan sampai aku jatuh ke tanah. Aku takut dingin.”

Fengjiu jadi tenggelam dalam pikirannya. Akhirnya, Fengjiu berjongkok dan mengumpulkan segenggam salju untuk membungkus saputangan itu di dalamnya. Selanjutnya, Fengjiu menggali sebuah lubang salju di tanah dan menguburkan kain itu dengan puas.

Setelah setengah jam berlalu, Fengjiu mencongkel saljunya dan mengeluarkan kain basah itu, bertanya, “Hei, apa lagi yang kau takutkan?”

“…” 

***

Saat Yan Chiwu kembali ke Jifeng Yuan, ia melihat Fengjiu sedang memanggang sehelai saputangan di atas api tungku. Kapan pula anak kecil ini menjahit saputangan indah begini, Xiao Yan sendiri cukup penasaran. Tetapi karena ia sedang asik, Xiao Yan tidak dalam suasana hati untuk bercakap-cakap.

Fengjiu sudah bermain-main dengan lembaran kain itu selama hampir satu jam. Donghua tidak mengucapkan kata lain semenjak ia mengeluarkan Donghua dari dalam bola salju.

Meskipun demikian, menurut Fengjiu, pria harus selalu menepati perkataan mereka. Berubah menjadi saputangan untuk meredakan amarah Fengjiu merupakan ide Donghua, bukan dirinya.

Fengjiu tidak boleh mengecewakan Donghua dengan menolak niat baiknya, iya kan? 

Dan Fengjiu tidak akan mengecewakan niat baik Donghua. Setelah mengubur Donghua dalam salju selama setengah jam, ia merendamnya di dalam sungai es selama beberapa lama. Setelah selesai, ia masih harus mencairkan lapisan tipis es di kain itu. 

Lalu, Fengjiu menggulungnya pada sebuah jeruk untuk memeras jusnya. Kemudian, Fengjiu melebarkan Donghua di atas sebuah batuan halus untuk membersihkan sari jeruknya dengan sebuah semak besar. Akhirnya, Fengjiu merendam Donghua ke dalam air lagi sebelum akhirnya mengangkatnya untuk mengeringkannya di atas api.

Donghua tidak pernah berkata sepatah kata pun selama seluruh proses itu; Fengjiu berpikir kalau ia sangat pemberani.

Beberapa saat sebelum Yan Chiwu membuka pintunya, Fengjiu masih menatap saputangan yang terpanggang di atas api tungku. Saputangan itu begitu menderita hingga kehilangan tiga tingkat warna dari warna aslinya.

Fengjiu merasa sedikit kasihan dengan caranya memperlakukan Donghua. Tetapi dibandingkan dengan rencana aslinya untuk menggoreng Donghua dalam sebuah tong minyak, yang mana harus dibatalkan karena tidak ada minyak di Jifeng Yuan, tetapi bisa dengan mudah dibeli dari luar, Fengjiu sudah cukup toleran.

Fengjiu berpikir pada dirinya sendiri bahwa sekalinya ia selesai mengeringkan Donghua, maka semua perselisihan mereka akan lenyap secara natural. 

Bagaimanapun juga, mereka adalah makhluk abadi; kata-kata semacam ‘kemurahan hati’, ‘pengampunan’, dan ‘toleransi’ dianggap penting di dunia mereka. Sudah waktunya Fengjiu membiarkan Donghua merasakan beberapa kebaikannya.

Crackle

Sebuah percikan muncul. Yan Chiwu menarik sebuah kursi mendekat dan duduk di samping Fengjiu di dekat api dengan wajah muram. Xiao Yan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari lengan jubahnya dan membagikan separuh dari kuaci biji melonnya untuk Fengjiu.

Sinar api membuat sebuah bayangan dari sosok Yan Chiwu; ia sedang mengigiti biji melon, terlihat begitu sedih dan melankolis.

Fengjiu mengamatinya sesaat dan merasa Xiao Yan sungguh bunga yang luar biasa. Ketika bunga ini diwarnai dengan sedikit kesedihan, jadi terlihat begitu memikat. 

Jika Xiao Yan ingin jadi seorang pahlawan kapan saja dalam hidupnya, lebih baik ia bereinkarnasi ke kehidupan lain. Kalau tidak, dengan wajah selembut sutra miliknya, meskipun ditambah dengan jenggot dan sebuah goresan ‘raja’ di keningnya, Xiao Yan tetap akan jadi bunga yang mengagumkan.

Fengjiu tiba-tiba merasa kasihan padanya. 

Ia pun mendekati Xiao Yan dan bertanya khawatir, “Pendekar Xiao Yan, kenapa kau menghela napas putus asa? Apa yang terjadi?”

Xiao Yan selalu suka dipanggil ‘Pendekar’. Fengjiu kira, memulai percakapan dengan cara ini mungkin bisa memperbaiki suasana hatinya.

Wajah penuh kesukaran Xiao Yan pun entah bagaimana jadi lebih tenang. Xiao Yan mengangkat kepalanya untuk berbicara tetapi malah jadi tersedak biji melonnya. Dalam keterburu-buruaannya, Xiao Yan mengambil saputangan yang tergantung di atas api tungku dan menutupi mulutnya untuk memuntahkan biji itu. Lalu Xiao Yan pun mengeluarkan sebuah helaan napas berat.

“Donghua si Muka Es sudah tiba di Fanyin Gu. Apa kau sudah dengar?”

Fengjiu diam-diam mengamati saputangan ungu di tangan Xiao Yan. Setelah menggunakannya untuk mengelap mulutnya, selanjutnya Xiao Yan sepertinya berencana untuk mengelap hidungnya.

Fengjiu bergidik dan bersandar ke belakang, mengangguk sekilas.

Xiao Yan mulai berkeluh kesah: “Tadinya aku mengira kalau sihirku tidak jauh mencapai level si Muka Es. Tidak, aku sebenarnya mengira kalau aku sedikit lebih baik darinya. Tetapi ...”

Xiao Yan mencengkeram saputangan di tangannya gelisah. 

“Ketika aku melewati tanah berawa Shuiyue, aku melihat Muka Es menggunakan sihir kompresi ruang untuk membentangkan jarak antara Lembah Fanyin dan Jiuchongtian ...”

Fengjiu tahu sihir kompresi ruang ini. Sihir ini sering digunakan oleh para dewa yang sudah mendekati waktu kematian mereka, dan dengan satu batang energi suci mereka yang tersisa, mereka akan mengkompresi ruang untuk melihat orang atau benda yang paling mereka inginkan di saat terakhir mereka.

Terdengar seperti teleportasi, tetapi teleportasi merupakan sebuah sihir yang digunakan untuk berpindah secara instan dalam dunia yang sama sementara kompresi ruang digunakan untuk mendekatkan jarak antara dua dunia berbeda.

Secara prinsip, ketika ruang kompresi dimunculkan, hasil kompresi ruang dan waktu akan bertindak seperti sebuah cermin di tengahnya, memperbolehkan kedua sisi untuk saling melihat satu sama lain tanpa bisa saling menyentuh.

Fengjiu tidak menyangka melihat ekspresi serius dari Xiao Yan. Sihir ini tidak sulit dilakukan bagi dewa dengan kemampuan tinggi, dan tidak perlu menunggu sampai sekarat untuk menggunakannya.

Tetapi semenjak sihir itu menguras energi setiap kali digunakan, hanya sedikit yang menggunakan sihir ini kecuali sedang dalam keadaan terdesak.

Fengjiu merasa ada sesuatu yang tidak tepat, tetapi ia menjawab dengan jawaban yang menenangkan: “Pasti ada hal mendesak di Istana Taichen. Kalau tidak, Donghua tidak akan menggunakan sihir genting kecuali ada panggilan penting. Karena kau tidak menyukai Donghua, bukankah harusnya kau bahagia ia punya masalah di rumahnya? 

"Selain itu, aku dengar, kau, juga, bisa menggunakan sihir semacam ini dan mempertahankannya selama waktu setengah bakaran dupa? Katanya, Klan Iblismu yang paling ahli dalam menggunakannya. Bahkan di Langit, hanya ada beberapa yang bisa lebih baik. Maafkan aku karena tidak mengerti, tetapi apa sebenarnya situasi yang mengganggumu?”

Xiao Yan mengatupkan rahangnya dan melihat ke arah Fengjiu dengan mata besar anak anjingnya. 

Beberapa waktu setelahnya, Xiao Yan membuka mulutnya perlahan untuk berkata: “Catur.”

“Apa?”

Xiao Yan memalingkan wajahnya ke samping, muram. 

“Muka Es sedang menggunakan mantra ini hanya untuk bermain catur jarak jauh dengan temannya di Langit. Aku baru saja melihatnya beberapa saat yang lalu, sedang bermain catur dengan si playboy Lian siapa itu.”

Jeda sejenak. 

“Aku merasa sangat dikalahkan.”

Fengjiu berdiri diam dan memperhatikan Xiao Yan yang putus asa, begitu berbeda dari diri cerianya yang biasa. Fengjiu mengangkat tangannya, ingin mengelus rambut hitam panjangnya simpati, tetapi setengah jalan berpikir lagi, dan memutuskan untuk memberi sebuah tepukan di bahunya.

“Meskipun Donghua mengalahkanmu kali ini, ada satu hal yang Donghua akan kalah darimu. Kenapa kau harus menggunakan kelemahanmu untuk melawan kelebihannya?”

Fengjiu hanya berpikir untuk menghibur Xiao Yan dengan kata-kata ini; ia tidak mengantisipasi Xiao Yan yang mempertanyakan kembali dalam situasi ini: “Contohnya?”

Fengjiu berhati-hati mencari sebuah jawaban, mundur selangkah, dan mencoba peruntungannya: “Contohnya, kau jauh lebih tampan darinya?”

Xiao Yan meremas saputangan di tangannya dan melemparkannya ke kepala Fengjiu.

Apinya meletus dan berdesis; warna ungu muda membuat sebuah gerakan melingkar di depan mata Fengjiu ...

Fengjiu akhirnya menyadari apa yang terasa salah padanya sejak awal. Setelah beberapa waktu berlalu, ia menyingkirkan helaian kain dari kepalanya dan menggenggamnya di tangannya. 

Menatapnya sejenak, Fengjiu mengatupkan rahangnya dan bertanya pada Xiao Yan, “Kapan kau bilang melihat Donghua dan Liansong bermain catur?”

Xiao Yan menatap saputangan di tangan Fengjiu bertanya-tanya kemudian menatap Fengjiu juga bertanya-tanya. 

“Barusan. Mereka mungkin masih bermain. Muka Es satu langkah di depan ketika aku pergi.”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar