Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 9 Part 1
Sedikit tidak tahu malu adalah satu hal, tetapi untuk jadi setidak tahu malu Donghua merupakan hal yang sangat berbeda. Fengjiu memegang erat pada saputangan itu dan segera menuju Rawa Shui’yue.
Salju yang bertaburan terus turun. Fengjiu berjalan dengan kepala tertunduk dan langkah cepat, terus memperhatikan saputangan di tangannya dari waktu ke waktu.
Fengjiu baru saja mempertimbangkan dirinya sebagai seorang dewi yang murah hati, bahkan jika Donghua tidak menjadi saputangan untuk meluapkan amarahnya, Fengjiu akan memaafkan Donghua setelah delapan atau sepuluh tahun mendendam.
Tetapi Donghua memang membohongi Fengjiu dan itu tidak termaafkan.
Tidakkah Donghua mempertimbangkan kalau Fengjiu akan membencinya seumur hidup mereka jika ia mengetahui penipuannya?
Ataukah Donghua berpikir kalau Fengjiu tidak punya cukup kecerdasan untuk membongkar kebohongannya?
Dari apa yang Fengjiu ketahui tentang Donghua, sepertinya karena alasan yang kedua, dan amarahnya langsung meningkat dua kali lipat.
Shui’yue Bailu tumbuh di rawa suci di Lembah Fanyin. Embun Air Bulan dalam legenda merupakan tumbuhan yang hidup setiap tiga ratus tahun sekali dan mati setiap tiga ratus tahun; rawa itu pun dinamai sesuai dengannya.
Walaupun disebut sebuah rawa; itu lebih mirip sebuah danau; meliputi seribu hektar di mana tiap mil dari Bailu tergenang air.
Dikatakan jika, Ratu Klan Biyiniao sangat menyukai pohon Bailu setinggi langit dan sering datang kemari untuk beristirahat di pemandian air panas.
Karena alasan inilah, meskipun pemandangannya luar biasa, Rawa Shui’yue hanya punya beberapa pengunjung dan biasanya sangat tenang.
Di dalam asap dan kabut yang mengelilingi, Donghua memang duduk di bawah sebuah kanopi Bailu besar di kejauhan, terlihat asyik bermain catur. Permainannya dimainkan di atas permukaan air, kabut ajaib mengambang di sekelilingnya.
Akan tetapi dengan kemampuan Fengjiu yang terbatas, yang dapat dilihatnya hanyalah ruang samar yang telah dikontrak Donghua. Liansong, yang dibicarakan Xiao Yan, tak lebih dari sebuah siluet putih di mata Fengjiu.
Meski demikian, siluet putih itu, melihat Fengjiu dengan sangat jelas. Bagi Liansong, satu-satunya dewi yang pantas menarik perhatiannya selain Cheng’yu adalah si bangsawan Qingqiu ini.
Semenjak Liansong berteman dengan Donghua, ia tidak pernah mengetahui Donghua punya ketertarikan pada wanita. Pria ini, Donghua, tampaknya memang terlahir sebagai seorang biksu.
Bahkan Moyuan yang dianggap paling mirip rahib di antara para biksu, pernah memiliki hubungan rumit dengan dewi leluhur Klan Iblis. Tetapi selama bertahun-tahun, Donghua tidak meninggalkan jejak, hingga Liansong pun akhirnya kehilangan minat.
Akan tetapi, si dewa rahib yang sama, baru-baru ini kelihatannya menaruh perhatiannya pada Ratu muda Qingqiu yang secara harfiah masih seorang anak kecil hanya dengan usia beberapa puluh ribu tahun. Penemuan ini mendatangi Liansong seperti sambaran petir.
***
Melihat si cantik yang sedang marah itu mendekati mereka dalam jarak seratus langkah, Yang Mulia Pangeran Ketiga menanti pertunjukannya dengan gembira.
Liansong mengetuk papan catur dan bertanya pada Donghua yang masih mempelajari langkah berikutnya, “Bukankah kau baru saja tiba di Lembah Fanyin? Bagaimana bisa kau sudah menyinggung si Putri Bai itu? Ia terlihat seolah ingin membuatmu jadi daging cincang. Aku tidak berpikir kita bisa menurunkan tirainya hingga terjadi pertumpahan darah hari ini. Apa yang kau perbuat hingga membuatnya kesal kali ini?”
Pangeran Ketiga begitu senang hingga ia melupakan langkah berikutnya sejenak. Batu catur hitam dari tangan Dijun telah mengelilingi dan melenyapkan batu catur putih tanpa ampun.
Ketika Liansong menepuk keningnya penuh penyesalan, Donghua menghela napas pelan selagi ia melihat Fengjiu mendekat.
“Tidak ada. Aku hanya meremehkan intelgensinya kali ini ...”
“…”
***
Bagaimana Fengjiu harus membuat Donghua membayarnya?
Fengjiu telah memikirkan sebuah rencana ketika ia berlari tergesa kemari. Fengjiu akan mencerca Donghua, dan jika itu tidak cukup untuk memadamkan amarahnya, ia akan memotong Donghua jadi delapan bagian.
Tetapi bukannya Fengjiu tidak tahu kekuatannya sendiri. Jika mereka harus menarik senjata, sulit mengatakan siapa yang akan jadi potongan-potongan kecil.
Di sisi lain, saputangan yang diberikan Donghua kali ini memanglah sebuah hasil seni. Fengjiu tidak memperhatikan ketika ia sedang berlaku semena-mena sebelumnya, tetapi dalam perjalanannya kemari, Fengjiu menyadari sebuah sulaman ‘Ji’ kecil di sudutnya.
Tidak tampak seperti saputangan yang akan dimunculkan Donghua begitu saja, tetapi lebih mirip seperti sesuatu yang Donghua bawa bersamanya tiap saat. Mungkin saja sebuah saputangan yang diberikan padanya oleh Jiheng-nya tercinta.
Fengjiu tiba-tiba mengingat sebuah batu giok putih hadiah Donghua untuknya dan betapa ia sangat menyayanginya. Melihat bagaimana Donghua menyimpan Jiheng dekat dengan hatinya, Donghua mungkin akan mengiris Fengjiu jadi delapan bagian jika ia menginjak-injak saputangan Jiheng di bawah kakinya. Karena pemikiran ini, Fengjiu jadi lebih marah dan terluka.
Fengjiu mengakui, tidak baik baginya untuk membuat rencana ini. Tetapi semakin ia melihat ke saputangan itu, semakin kesal ia jadinya. Ia meluruskan kepalanya dan memutuskan ia akan tetap menjalankan rencana menakjubkan ini.
Fengjiu akan merapalkan kitab Buddha nanti untuk menebusnya. Tetapi, setelah segala persiapan yang memungkinkan, Fengjiu tidak menyadari bahwa kemampuannya masih kurang.
Menginjakkan kakinya ke Rawa Shui’ye, Fengjiu langsung bersentuhan dengan mantra kompresi ruang dan jadilah bertransformasi ke wujud aslinya. Tentu saja, Fengjiu masihlah makhluk yang indah bahkan sebagai seekor rubah.
Bulu yang menyelimuti Fengjiu berwarna merah darah sementara keempat bulu di kakinya berwarna putih salju. Seperti matahari yang terbit, kesembilan ekor di belakang Fengjiu bersinar terang seperti aurora terindah.
Mereka yang tidak peduli pada mamalia berbulu tetap akan terpesona melihat penampilan Fengjiu. Tetapi untuk memuntahkan omelannya pada Donghua dengan penampilan begini ... merupakan tampilan yang menyedihkan.
Fengjiu mungkin bisa memunculkan sebuah perasaan baru dan kekaguman dari Donghua. Tetapi untuk kembali pulang sekarang, tidak, hatinya tidak sanggup.
Donghua makin terlihat jelas di pandangan Fengjiu. Tampaknya Donghua sedang memakan batu catur Liansong satu per satu selagi dengan sabar menunggu Fengjiu datang membawa lebih banyak masalah untuknya.
Postur tenang dan tentram Donghua membuat Fengjiu frustasi. Keraguannya langsung terlempar ke ujung dunia. Ia memegangi saputangan itu dan berjalan ke arah Donghua dengan niat membunuh.
Donghua tampak membeku melihat wujud Fengjiu. Fengjiu pun menatapnya.
Bukankah Donghua sangat menyukai binatang berbulu?
Tidak mungkin kan, Donghua jatuh cinta padanya sekarang?
Wujud asli Fengjiu memang selalu tidak bisa ditolak. Ketika ia masih kecil, ada satu waktu saat Fengjiu dengan nakalnya memasukkan biji puring ke dalam nasi pamannya, membuatnya terserang diare selama tiga hari.
Namun, Fengjiu hanya perlu berubah ke wujud aslinya dan pamannya segera memaafkannya. Ini adalah bukti kalau kecantikan wujud rubahnya memang sudah mematikan sejak muda.
(T/N : Hu’yan huoshui (wajah rubah membawa banjir) adalah sebuah pertunjukkan dalam kalimat original Hong’yan huoshui (wajah cantik membawa banjir).
Donghua duduk di sebelah papan catur melihat ke arah Fengjiu dengan tatapan yang menerawang jauh. Itu merupakan ekspresi yang sama yang Donghua gunakan ketika ia sedang membentuk sebuah pedang, membuat sebuah pembakar dupa, atau melicinkan set teh.
Pada titik ini, dahan pucat ramping Shui’yue Bailu memanjat tinggi hingga ke langit, ditutupi dengan kanopi daun hijau berbentuk bulan sabit dan kluster dingin dari bunga putih.
Embusan angin salju meniup bunga-bunga dari rantingnya, dan sebelum mereka bisa mengenai permukaan air, mereka sudah menghilang lebih dulu di dalam kabut putih. Segerombolan ikan berkumpul di sekitar akarnya, sesekali melompat keluar dari air.
Di suatu tempat di dalam kabut, sebuah suara menyanyikan lagu Buddha: “Subhuti, untuk mendapatkan anuttara-samyak-sambodhi, seseorang harus paham, harus melihat, harus mengerti dharma, dan tidak membuat gambaran dari dharma ...”
(T/N : Diamond Sutra (Vajracchedika Prajnaparamita Sutra), Chapter 31: Buddha menjelaskan pada Tetua Subhuti bahwa segala hal adalah ilusi dan ia harus melepaskan prasangkanya demi mencapai anuttara-samyak-sambodhi, atau kebijakan tertinggi.)
Itu merupakan sebuah adegan samar dan seperti mimpi, namun secara inheren terlihat cocok untuk seorang dewa kelas atas seperti Donghua. Tatapan menusuk Donghua pada detik ini mulai membuat Fengjiu mengeluarkan keringat dingin.
Fengjiu mengingat kalau orang ini pernah menjadi pemilik semesta. Secara teori, tak peduli bagaimanapun ia berlaku buruk pada Fengjiu, sebagai seorang junior, ia masih harus menunjukkan rasa hormatnya.
Lalu, kemudian, Fengjiu ragu, haruskah ia membuang saputangan favorit Donghua sekarang juga?
Energi ajaib tersisa mengambang di sekitar Donghua. Donghua menyandarkan pipinya dan menatap rubah itu setengah harian.
Setelah sekian lama Donghua akhirnya bertanya, “Mungkinkah aku pernah menyelamatkanmu ketika kau lebih muda?”
Fengjiu menggenggam saputangan di tangannya dan mendongak menatap Donghua. Terperangah sejenak, Fengjiu tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya.
Mengejutkan dan menyenangkan mendengar kalau Donghua masih mengingat ia pernah sekali menyelamatkan Fengjiu. Dari Langit hingga turun ke Bumi, Fengjiu merupakan satu-satunya rubah merah berekor sembilan di dunia, terlalu berharga, dan terlalu diinginkan sejumlah penculik.
Karena alasan inilah, Fengjiu biasanya menyatukan kesembilan ekornya jadi satu kapan saja ia meninggalkan rumah. Ini adalah kemampuan yang Fengjiu latih selama bertahun-tahun.
Bahkan seseorang sekuat Donghua pun tidak akan melihat kesembilan ekornya tanpa melihat lebih dekat. Inilah kenapa Donghua tidak tahu kalau orang yang pernah diselamatkannya adalah si ratu kecil Qingqiu.
Dulu, ketika Donghua menyelamatkan Fengjiu dari seekor macan di Gunung Qinyao, Donghua pikir Fengjiu adalah seekor rubah liar biasa dengan sedikit penempaan diri, jadi Donghua melindunginya dengan sebuah pelindung dan pergi.
Sudah dua ribu tahun semenjak itu, dan wujud rubah Fengjiu tidak banyak berubah kali ini. Tetap saja, untuk Donghua menyadari takdir lama mereka dalam situasi dua ribu tahun kemudian, Fengjiu bertanya-tanya apakah ia memang selalu satu langkah di depan, ataukah memang hidup yang satu langkah di belakang.
Fengjiu duduk di tanah, menatap intens pada saputangan yang dicengkeram di kakinya, merasa tidak yakin. Paman kecilnya benar. Dendam akan selalu mudah reda jika kau tidak segera mengambil tindakan.
Fengjiu sudah merencanakan untuk membuang saputangan itu ke wajah Donghua dalam perjalanannya kemari. Tetapi dengan pemandangan memikat ini, rasa dermawan Fengjiu tiba-tiba saja terbuka tinggi dan lebar, dan ia tidak sanggup melemparkan kain itu lagi.
Tak mendapatkan respon dari Fengjiu, Donghua berkata tanpa perhatian, “Kalau begitu, aku pernah menolongmu sekali, dan kau belum membalas budiku. Lalu, kali ini, kau bisa menggantinya dengan memaafkan penipuanku. Tolong kembalikan padaku saputanganku. Aku, juga, akan melupakan kalau kau telah menghilangkan semua warnanya.”
Perkataan Donghua terasa menusuk di telinga Fengjiu. Rasa dermawannya tertutup dengan begitu cepat.
Fengjiu menurunkan kepalanya menjawab, suaranya sekecil suara nyamuk: “Sebenarnya, aku sudah membalaskan budimu.”
“Apa?” Donghua bertanya kaget.
Fengjiu tiba-tiba mengangkat kepalanya dan melotot marah pada Donghua selagi ia bertanya pada Donghua dengan suara yang unik dari wujud rubahnya, “Apa kau sangat menyukai saputangan ini? Karena Jiheng yang memberikannya untukmu?”
Fengjiu mengangkat kakinya dan menggoyangkan kain itu di depan mata Donghua, kemudian mengelap hidunganya, meremasnya, membuangnya ke tanah, dan menginjak-injak saputangan itu.
Setelahnya, Fengjiu memberikan pelototan sebelum akhirnya berputar dan melarikan diri. Beberapa langkah setelahnya, Fengjiu memutar kepalanya dan meledek Donghua dengan wajah yang dibuat-buat.
Donghua menatap sosok cantik Fengjiu, merasa kalau ia jadi lebih hidup ketimbang saat ia berada di Jiuchongtian.
Pangeran Liansong menyaksikan pertunjukan dari Istana Yuanji bermil-mil jauhnya. Menjadi seorang ahli terkenal, ia punya beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan pada Donghua.
“Aku rasa aku sudah bisa menebak apa yang terjadi. Jika kau tahu Fengjiu marah karena kau mengubahnya jadi sebuah saputangan, dan menyadari kau perlu berubah jadi saputangan juga untuk meredakan amarahnya, kenapa kau malah mewujudkan saputangan palsu dan membuatnya semakin marah?”
Donghua melihat ke bawah ke kain berkerut di bawah kakinya. Kalau itu dirinya, ia pasti sudah setragis sehelai kain itu.
“Aku tidak bodoh.”
“... Tentu saja kau tidak bodoh. Tetapi kalau kau bisa menyelesaikan masalah setelah ini, aku akan memanggilmu kakek mulai dari sekarang.”
Donghua terdiam dari acara mengumpulkan buah caturnya.
Dengan santai Donghua membalas, “Aku dengar Taishang Laojun baru-baru ini mengembangkan sebuah obat baru yang dapat menghapus ingatan yang dipilih. Tanpa penawarnya, kau tidak akan bisa mendapatkan kembali ingatanmu. Pergilah, minta padanya sebotol untukku kapan-kapan.”
“... Kau tidak merasa itu sedikit hina?”
Sekarang, Donghua sudah selesai membersihkan papannya.
Donghua mempertimbangkan pertanyaan itu dengan serius kemudian menjawab singkat, “Tidak.”
Kemudian Donghua menambahkan: “Lain kali kau bertemu denganku, ingat untuk memanggilku kakek.”
“...”
***
Daftar para kontestan diumumkan hari berikutnya. Tentu saja, Jiu’ge tidak termasuk di dalamnya. Saat Fengjiu mendengar kabar buruk ini, ia membungkus dirinya dalam sebuah selimut kusut dan duduk melamun di dekat jendela.
Angin dingin tidak mampu membuang kekesalannya.
Fengjiu mengendus hidung berairnya dan bertanya pada Xiao Yan yang juga berada di dalam ruangan, “Guru tahu kalau aku kenalan Donghua, dan ia tampaknya tipe yang bijaksana. Seharusnya ia membiarkanku ada dalam daftar bahkan sebelum Donghua membuka mulut untuk memintanya. Bagaimana bisa namaku masih tetap tidak ada di sana? Atau, mungkinkah si penulisnya lupa karena ceroboh?”
Xiao Yan bersin dan mendesah, “Aku tidak tahu kalau ia sebenarnya seorang 'san zhen jiu lie', orang yang tidak tunduk pada kekuasaan. Lebih baik aku melihatnya dalam pamdangan yang berbeda mulai sekarang.”
(T/N : 三貞九烈 setia dan keras hati—digunakan untuk memuji kesetiaan dan kesucian seorang wanita.)
Fengjiu ingin mengingatkan Xiao Yan kalau sebutan 'san zhen jiu lie' bukanlah penggunaan yang akurat dalam kasus ini. Tetapi setelah dipikirkan lagi, Fengjiu bisa melihat kalau Xiao Yan mulai menggunakan idiom belakangan ini dan menampilkan beberapa budaya yang artinya bukan hal buruk.
Fengjiu menatap ke salju tebal di balik jendela dan merasa kalau ini bukan ide bagus untuk mendiskusikan topik berlogika tinggi dengan Xiao Yan, jadi Fengjiu mengubah subjeknya menjadi lebih mudah: “Berbicara soal Donghua. Kalian berdua sedang bertarung sebelum kita jatuh ke dalam Lembah Fanyin. Aku pikir kalian akan mulai lagi sekalinya kalian bertemu kembali. Aku begitu yakin kalau kau akan mencari kesempatan lain untuk berduel ...”
Mereka tidak berduel lagi, dan Fengjiu sudah kehabisan kesabaran.
Wajah Xiao Yan pun memerah.
Ia mengangkat kepalanya dan bertanya ragu, “Apa kau ... mengkhawatirkanku?”
Mata Xiao Yan berseri dengan sejenis kebanggaan selagi ia berjalan mendekat dan memberi sebuah tepukan di bahu Fengjiu.
“Memang adikku yang baik! Kau begitu baik hati meskipun kau berasal dari kediaman Muka Es. Aku tahu aku memang benar untuk menganggapmu sangat baik!”
Fengjiu terguncang karena tepukan keras Xiao Yan. Ia merasa agak malu dan tidak menjawab.
Xiao Yan pun lanjut menjelaskan: “Sejujurnya, kami berdua sudah membuat sebuah perjanjian di hari pertama ketika Muka Es tiba di Lembah Fanyin. Jika ia tidak ikut campur dalam hubunganku dan Jiheng, maka aku juga tidak akan membalas dendam.”
Fengjiu memijat pundaknya dan bertanya kebingungan, “Apa hubungannya dengan Putri Jiheng?”
“Apa aku belum pernah memberitahumu?”
Xiao Yan bertanya kaget.
“Ketika Jiheng melarikan diri dengan pengawal pribadinya, Minsu, Lembah Fanyin merupakan tempat tujuan mereka.”
Xiao Yan menggaruk kepalanya. Wajahnya yang tampak seperti bunga di bawah bulan musim gugur tiba-tiba saja bersinar merah muda.
“Sejujurnya, aku juga baru mengetahuinya setengah tahun yang lalu. Minsu yang dicintai Jiheng sebenarnya adalah seorang wanita berpakaian pria. Terlebih lagi, kakak lelaki Jiheng-lah objek dari rasa cintanya. Mereka telah berpisah. Tetapi Jiheng terlalu malu untuk kembali ke Klan Iblis dan jadilah ia tetap tinggal di Lembah Fanyin sebagai seorang musisi biasa.”
Mata Xiao Yan bersinar dengan cahaya yang sangat berbeda selagi ia dengan gembira memberitahu Fengjiu, “Apa kau masih ingat hari itu ketika kita diinterogasi di pengadilan kerajaan? Walaupun Jiheng mengenakan kerudung di wajahnya, aku langsung mengenalinya. Hubungan kami berjalan hebat selama enam bulan ini. Aku merasa luar biasa!”
Ocehan yang berasal dari mulut Xiao Yan terdengar seperti suara alien yang datang dari tempat yang jauh.
Hanya satu hal yang berhasil teringat: Pendekar Xiao Yan akhirnya belajar menggunakan kata ‘aku’ (Xiao Yan selalu menyebut dirinya ‘orang tua ini’).
Itu memang merupakan kemajuan pesat. Sementara untuk Jiheng, Fengjiu mencoba mengingat dan hanya dapat mengingatnya tak lebih dari sebuah simbol dalam ingatannya.
Xiao Yan bilang mereka pernah bertemu di Aula Kerajaan, tetapi Fengjiu tidak bisa menghubungkan si gadis berjubah putih itu dengan Putri Jiheng sebelumnya.
0 comments:
Posting Komentar