Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 8 Part 1
Pagi berikutnya, Fengjiu tiba di sekolah untuk bertanya pada teman sekelasnya, apa nama guru mereka. Fengjiu tidak tahu kalau menjilat akan sesulit ini, ataupun mencari tahu nama gurunya bisa jadi jauh lebih sulit ketimbang mencari tahu nama para wanita aristokrat.
Setelah enam bulan, Fengjiu hanya berteman dengan Pangeran Xiangli Meng di sekolahnya, selain dengan Yan Chiwu. Saat Fengjiu mendatangi tempatnya, sayangnya, ia baru tahu kalau bahkan sang pangeran pun tidak mengetahui nama guru mereka.
Saat ini waktu kelinci (sekitar jam 5-7), dan di langit terdapat bulan sabit yang memancarkan sinar terangnya.
Biasanya hanya sedikit sekali murid ambisius yang dapat terlihat menyalakan lampu di jam ini. Akan tetapi, ada suara berisik hari ini, yang dapat terdengar dari jarak yang masih agak jauh. Memang tidak keras, tetapi jelas sekali datangnya lebih dari satu atau dua orang.
Rasa kantuk Fengjiu menghilang ketika berpikir dapat menangkap sesuatu yang menyenangkan. Burung-burung di pagi hari memang adalah yang terbaik; hal yang bagus ia hanya tidur sebentar hari ini.
Sejumlah mutiara malam menerangi ruang kelas yang besar. Fengjiu diam-diam menyelinap masuk dari pintu belakang dan mengintip ke dalam. Kebanyakan teman sekelasnya ada di dalam sana.
Mereka berpindah bolak-balik, terlihat jelas seolah mereka sedang mempersiapkan sebuah penyergapan di sekitar sekolah. Dengan sebuah gambaran robek di tangannya, satu orang berdiri dengan berkacak pinggang memberi perintah pada semua orang.
Ini adalah saudara sepupu Meng Shao, Putri Jielu. Fengjiu berdiri di dekat sana selama sesaat. Di saat itu, beberapa teman sekelas Fengjiu berjalan masuk; mereka adalah teman dekat Jielu, dan dari percakapan mereka, Fengjiu mendapatkan inti dari apa yang sedang terjadi.
Ternyata, seorang dewa dari Jiuchongtian harusnya datang hari ini untuk memberi pelajaran soal kesenian teh. Tetapi kemarin, sebelum kelas dibubarkan, guru mereka telah memberi tahu mereka bahwa dewa ini tak dapat datang karena urusan tak terduga dan telah mengirimkan seorang dewa senior untuk datang menggantikan tempatnya.
Ide besar Jielu dan para pengikutnya adalah untuk memasang sebuah jebakan guna mengusir si guru pengganti. Saat kelas tanpa seorang pengajar, dewa sebelumnya bisa saja datang setelah sempat. Fengjiu berpikir kalau ini agak kekanakan.
***
Fengjiu belum lama bersekolah di sini, tetapi ia mendengar banyak sekali rumor mengenai dewa ini. Dalam rumornya, tak seorang pun pernah menyebutkan namanya, barangkali karena rasa hormat, jadi tampaknya ia adalah seorang dewa yang sangat dihormati.
Dikatakan pula ia memiliki posisi yang sangat tinggi di Jiuchongtian, dan sangat berpengetahuan soal jalan Buddha. Meskipun demikian, ia tak penah menerima seorang murid.
Di masa lalu, Tianjun pernah membuat sebuah permintaan padanya untuk menerima Putra Mahkota Yehua, tetapi langsung ditolak. Pendeknya, orang ini adalah orang yang sangat luar biasa.
Seseorang yang sangat luar biasa, tetapi masih cukup peduli untuk datang mengajarkan sebuah klan biasa seperti Biyiniao. Meskipun ia hanya datang sekali setiap sepuluh tahun, dan hanya setengah hingga sebulan tiap kali, kunjungannya sudah cukup membuat seluruh klan merasa terhormat.
Satu-satunya hal yang disesalkan adalah klan ini tidak bergaul dengan klan lain, jadi kehormatan ini tetap tersembunyi di dalam lembah.
Ketika Fengjiu pertama kali mendengar kabar ini, ia mengingat-ingat semua dewa yang pernah ia ketahui di Jiuchongtian dan mempersempit daftarnya menjadi dua orang.
Pertama adalah Donghua; yang lainnya adalah Taiqing Daode Tianzun, yang juga dikenal dengan Taishang Laojun.
Untuk menolak Yehua sebagai muridnya adalah sesuatu yang mungkin dilakukan oleh Donghua. Akan tetapi, Donghua bukan tipe yang akan merepotkan dirinya sendiri untuk datang kemari dan mengajar.
Ada begitu banyak wanita di lembah ini. Bukankah Donghua meninggalkan Klan Iblis karena ia tidak mau direpotkan oleh para wanita di sana?
Di sisi lain, Taishang Laojun dari Istana Doushuai juga merupakan orang tua yang menarik; tetapi membuat Lembah Fanyin sampai seheboh ini karena seorang Tetua sepertinya suatu hal yang tak pernah terpikirkan oleh Fengjiu.
***
Hari mulai senja. Pemandangan pegunungan yang seolah terpahat muncul di jendela. Kabut yang ada di atasnya telah menghilang. Dedaunan hijau menunjukkan tanda kehidupan di dalam angin bersalju.
Setelah para murid itu bekerja keras membuat perangkap dan berdiri untuk beristirahat, Xiangli Meng kebetulan saja berjalan masuk dan menatap terperanjat pada adegan di depan matanya.
Meng Shao menghela napas dan berkata pada sepupunya, “Aku tahu kau sangat mencintainya. Tetapi dari segi usia saja, ia bisa dengan mudah menjadi leluhurnya leluhurnya leluhurmu. Perasaanmu padanya hanya akan menjadi gangguan untuknya, dan ia tidak akan datang kemari untuk mengajar lagi.”
Meng Shao mendesah sekali lagi. “Tidak jadi masalah buatku, tetapi ibuku, Yang Mulia Ratu, akan menghukummu dengan berat. Ketika hari itu tiba, jangan tanya kenapa aku tidak mau membelamu. Bagaimanapun juga, beberapa hari lalu aku mendengar kalau ia telah mendapatkan seorang istri di Jiuchongtian.
"Walaupun mereka belum mengambil sumpah mereka, mereka bisa dianggap telah menikah. Dikatakan pula kalau ia sangat mencintai istrinya, mereka bahkan tidur dan mandi bersama ... Hei, hei, hei, kenapa kau menangis, jangan menangis ...”
Putri Jielu tidak mempedulikan martabat sepupunya sama sekali dan meraung kencang. Meng Shao mungkin terlihat sangat ramah-tamah, tetapi ironisnya ia tidak tahu bagaimana caranya menghadapi air mata seorang wanita. Meng Shao hanya mampu berdiri kaku, terdiam.
Fengjiu berputar dan menaikkan tangannya untuk menutup rahangnya yang merosot. Kemudian, ia menopangkan dirinya di atas meja, pelan-pelan duduk, dan menuangkan secangkir teh untuk menenangkan keterkejutannya.
Playboy paling terkenal di Jiuchongtian sudah pasti Pangeran Ketiganya Tianjun, Liansong. Akan tetapi, bahkan Liansong saja tidak pernah dirumorkan mandi bersama seseorang yang belum dinikahinya.
Katakanlah hal itu memang terjadi, bukankah seharusnya hal itu dirahasiakan?
Fengjiu sungguh telah meremehkan Taishang Laojun.
Tsk, tsk, ternyata si tua itu memang bukan seorang vegetarian. Beliau memang sangat blak-blakan, benar-benar brilian, dan sangat patut dicontoh.
Fengjiu sedang mengigiti kelingkingnya sambil merenung ketika ia mendengar Putri Jielu berkata melalui telinganya:
“Kau sengaja melakukan ini. Kau sendiri menyukai si Ratu Qingqiu tetapi tak bisa memilikinya. Karena itulah kenapa kau diam-diam berharap kalau semua orang lain di dunia ini akan jadi sekesepian dirimu. Yang Mulia terlalu berbudi luhur untuk menjadi bagian dari rumor tak jelas ini. Aku tidak akan mempercayai satu kata pun yang kau ucapkan.”
Jielu pergi sambil menghentakkan kaki.
Wajah Meng Shao memucat ketika kata ‘Ratu Qingqiu’ disebut oleh Jielu, yang dapat didengar jelas oleh Fengjiu pula. Bibinya, Bai Qian sudah menikah, tetapi tampaknya reputasinya masih sangat kuat.
Bai Qian bahkan dapat mematahkan hati seorang pria dari tempat seterpencil lembah ini; ia telah membuat keluarga Bai bangga. Tetapi, pangeran kedua Meng Shao hanyalah seorang anak kecil dibandingkan dengan bibinya; ia tidak akan pernah melirik ke arah Meng Shao jika mereka bertemu.
Fengjiu menggelengkan kepalanya simpati pada Meng Shao yang masih berdiri melamun di kejauhan. Saat Meng Shao akhirnya melihat ke arah Fengjiu, mata mereka bertatapan.
Setelah bertatapan beberapa lama, Meng Shao mengangkat cetak biru Putri Jielu dan mengisyaratkan Fengjiu untuk menghampirinya:
“Jiu’ge kemarilah. Kau adalah yang terbaik dalam memasang perangkap. Masih ada begitu banyak kelemahan dalam desain Jielu yang bisa kulihat. Ia ingin membuat dewa yang berkunjung itu tidak bisa keluar dan mengajar selama beberapa hari. Menurutmu, bagaimana cara kita menyusun kembali ini?”
Fengjiu mengerti kalau Meng Shao tengah berbicara padanya ketika ia mengatakan ‘Jiu’ge’.
Fengjiu sedang menggunakan identitas putri ke-sembilan dari Klan Burung Hantu selagi ia berada di Lembah Fanyin. Nama putri kesembilan itu memang Jiu’ge.
Menjadi seorang yang baik hati, Meng Shao bersedia membantu sepupunya bahkan setelah ia menyinggungnya. Fengjiu memegang secangkir teh yang sudah dingin dan berjalan mendekat untuk melihat cetak biru di tangan Meng Shao.
Hanya mainan anak-anak—tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pertarungan Fengjiu dengan para gurunya.
Fengjiu menunjukkan satu jarinya ke arah gelanggang pengajaran dan berkata, “Bawa pergi semuanya. Gunakan sihir untuk membentuk sebuah sumur di sini dan sambungkan itu ke Sungai Si’xing di luar kota. Kemudian kamuflasekan dengan baik. Ia pasti akan terjatuh tepat ketika ia menginjak bagian atasnya. Aku jamin, ia tidak akan bisa menunjukkan wajahnya paling tidak selama sepuluh hari.”
Meng Shao menyatukan alisnya.
“Tidakkah itu terlalu kasar? Kalau ia keluar dan menyalahkan kita ...”
Fengjiu menyesap tehnya.
“Atau kita bisa menggali sebuah lubang dalam dan meletakkan pedang ajaib di dasarnya. Pedang putih yang akan berubah menjadi merah karena darah sekali ia terjatuh ke lubang. Tentu saja akan lebih merepotkan untuk membuang tubuhnya.”
Meng Shao mempelajari cetak birunya selama beberapa lama dan pada akhirnya memutuskan, “... ayo lakukan yang pertama.”
***
Gunung Fuyu berdiri tegak dan menggoyahkan, terselimuti hutan lebat. Meskipun musim sudah memasuki musim dingin, pepohonan masih belum berubah warna. Kanopinya masih memperlihatkan warna hijau, hanya meninggalakan celah-celah kecil dari warna birunya langit di atasnya.
Di atas langit, ada suara kepakan burung bangau. Seseorang dapat mengetahui kalau itu memang sebuah gunung yang mistis.
Zhonglin, petugas manajerial dari Istana Taichen, berdiri di depan sisi jurang Lembah Fanyin. Ia mendesah cemas. Dimulai lebih dari dua millenia sebelumnya, Lingkup Miaoyi Huiming tidak pernah tenang.
Setiap sepuluh tahun sekali, Dijun menggunakan pengajaran di Lembah Fanyin sebagai dalih untuk datang dan membersihkan tiga racun di dalam Alam Huiming.
Setiap kali Dijun datang kemari di masa lalu, ia akan membawa Zhonglin bersamanya. Tetapi ia tidak melakukannya kali ini, dan Zhonglin mencemaskan kenyamanan harian sang Raja.
Tak banyak yang mengetahui kehadiran Alam Huiming selain para dewa kuno dari zaman prasejarah. Meskipun menggunakan nama Buddha, tempat itu sama sekali tidak penuh dengan kebajikan. Dari tiga dosa duniawi, ketamakan, ketidakpedulian, dan ketidakpuasan menyebabkan peperangan dan kemungkinan punah.
Untuk melindungi Dunia Manusia, Donghua menciptakan sebuah dunia dalam tujuh hari untuk menyerap kelebihan racun yang tak sanggup ditahan oleh Dunia Manusia.
Dunia ini adalah Alam Huiming. Sepuluh ribu tahun berlalu begitu saja. Membuat Alam Huiming sebagai sebuah wadah besar untuk menampung racun, Langit dan Bumi pun tetap damai.
Meskipun demikian, jika suatu hari Alam Miaoyi Huiming akan runtuh, itu pun akan jadi akhir dari dunia yang mereka tahu.
Sayang sekali, pikir Zhonglin, bencana besar itu telah tiba tiga ratus tahun lalu. Meskipun Dijun sepertinya berhasil mencegahnya tepat waktu, yang lebih disayangkan lagi adalah, pertolongan Dijun hanya untuk memperpanjang masa waktu keruntuhannya jadi sedikit lebih lama.
Untuk seberapa lama, tidak ada yang benar-benar tahu. Selama lebih dari dua abad ini, tiga racun Alam Huiming sudah mulai menyebar. Lembah Fanyin adalah satu-satunya tempat yang tersisa di dunia yang masih cukup murni untuk menyerap racun itu.
Zhonglin menyandarkan dirinya di bebatuan dan menghela napasnya lagi. Banyak yang salah paham kalau Dijun menikmati waktu luangnya dalam kesendiriannya di Istana Taichen. Tentu saja, Dijun memang kebanyakan menikmati waktu luangnya, tetapi di saat genting begini, Dijun masih sangatlah bertanggung jawab.
Namun, Zhonglin tidak berdiri di sini untuk mendesahkan soal keselamatan dunia. Ia tidak tenang karena Dijun bertingkah agak aneh hari ini.
Dari Langit Barat, Buddha datang berkunjung ke Istana Taichen semalam untuk mendiskusikan soal kitab dengan Dijun, tetapi kenyataannya mereka mendiskusikan soal nasib Alam Huiming.
Perjalanan hari ini untuk mengajar ke Lembah Fanyin tampaknya akan tertunda. Kapan saja hal ini terjadi di masa lalu, Dijun akan mengirimkan dewa lain untuk menggantikannya.
Jadi, pintar dan cepat tanggap, Zhonglin telah mengirimkan sebuah pesan ke Lembah Fanyin yang mengatakan bahwa ada dewa senior lain yang akan datang menggantikan tempat Dijun.
Tetapi ketika Zhonglin tiba di Gunung Fuyu dengan seorang dewa senior yang sangat berpengetahuan soal teh hari ini, mereka telah melihat sosok seperti giok milik Yang Mulia, berdiri tinggi di atas bukit.
Dari jari tangan Dijun, muncul sebuah cahaya mistis, dan melalui sinar itulah ia memasuki Lembah Fanyin.
Lembah Fanyin memang sebuah tempat yang aneh. Demi menjaga diri dari racun di dunia luar, hanya pada saat titik balik matahari di musim dingin tiap tahunnya, seorang dewa dengan kekuatan luar biasa yang dapat menggunakan sihirnya untuk membuka jalan masuk lembah.
Gerbangnya akan tetap terbuka selama dua bulan mulai dari sekarang. Titik balik matahari musim dingin tahun ini jatuh tepat hari ini, yang itulah kenapa Zhonglin tidak berpikir kalau Yang Mulia perlu terburu-buru.
Ditambah lagi, Dijun bukanlah tipe yang terburu-buru. Masih ada waktu dua bulan saat Dijun dapat datang dan pergi sesukanya ke dalam dan keluar lembah.
Tetapi Dijun meninggalkan Buddha yang terhormat yang sedang bertamu di Istana Taichen untuk pergi ke Gunung Fuyu yang berjarak ribuan mil jauhnya. Tentunya, itu bukan demi pelajaran Biyiniao.
Apakah Yang Mulia memang selalu sedermawan ini?
Zhonglin merenung tanpa hasil dan menceletukkan lidahnya—mari anggap saja Dijun jadi lebih dermawan selama dua tahun terakhir ini. Ia pun berbalik dengan dewa senior dan kembali ke Istana Taichen.
***
Akademi Kerajaan Biyiniao membanggakan sebuah sejarah lebih dari 18.000 tahun. Dikatakan bahwa akademi ini diciptakan oleh dewa yang penuh selera. Bukan hanya lokasinya yang luar biasa, dekorasinya pun unik.
Di sekeliling halamannya terdapat beberapa lusin bangunan. Sebuah sungai buatan melewati medan kasar dari timur ke barat melalui jalan setapak kecil berbatu biru. Di pinggirnya tumbuh berbagai macam belalang hijau dan pohon pinus.
Saat musim panas, bayangan mereka di permukaan air setenang zen. Saat musim dingin, warna putih tunggal dari salju menyelimuti permukaan tanah. Begitu putih dan terpencil, tetapi terasa terbuka dan luas.
Fengjiu sangat menyukai pemandangan ini dan sering datang kemari untuk berjalan-jalan. Tetapi hari ini ia sedang tidak dalam kondisi ingin menikmati keadaan sekitarnya. Di lengan jubahnya terdapat salinan kitab dari tadi malam. Fengjiu melanjutkan jalannya di sekitar sungai dalam kelinglungannya.
Sejam yang lalu, Fengjiu telah melewatkan pelajaran teh dan menyelinap keluar untuk mencari Tuan Ji Han karena Fengjiu dengar ia akan mengumumkan nama para kontestan untuk tahun ini sebelum kelas malam dimulai.
Fengjiu baru saja akan mencoba memenangkan hatinya, tetapi dalam waktu singkat, ia hanya dapat membolos dan berharap bisa mempengaruhi gurunya dengan satu percobaan terakhir.
Namun, karena Fengjiu juga ingin melihat dewa senior yang dikirimkan oleh Taishang Laojun jatuh ke dalam perangkap buatannya, Fengjiu berbisik pada Yan Chiwu sebelum pergi untuk mengingat semua detail yang terjadi dan menceritakan ulang padanya.
Fengjiu kira ia telah mengurus kedua hal ini tetapi Tuan Ji Han, yang keberadaannya biasanya mudah diprediksi, sekarang tak bisa ditemukan di mana pun.
Semakin Fengjiu mencari ke segala tempat, ia semakin putus asa. Melihat ke arah kelas, Fengjiu bertanya-tanya apakah si dewa senior itu sudah jatuh dalam perangkap atau belum.
Fengjiu ingin kembali ke kelas menghindari dingin, tetapi jika dewa itu pintar dan tidak terjatuh, maka ia akan dihukum karena membolos. Ia berpikir lagi, dan memutuskan bahwa yang terbaik adalah dengan menunggu di luar.
Selagi Fengjiu menunggu, ia berpikir bisa saja ia membakar beberapa tugasnya demi mendapat rasa hangat kalau saja tidak untuk menjilat Tuan Ji Han. Meskipun, ia telah menuliskan sepuluh salinan. Membakar satu seharusnya tidak apa, kan?
Fengjiu berlutut di sebelah pohon pinus tua dan meraih ke dalam lengan jubahnya. Saat itu, seseorang menepuk pundaknya. Fengjiu berbalik dan melihat Xiao Yan memberi isyarat sebuah belati berlawanan dengan wajah cantiknya.
“Katakan, haruskah aku membuat sayatan begini, atau begitu, atau ke sebelah sini, atau ke sini kemudian ke sana? Menurutmu, dari sudut pandang wanita, mana yang akan membuatku terlihat lebih tampan?”
Fengjiu terlihat berpikir keras dan mengangkat jarinya untuk menggambar sebuah 王 di atas kening Xiao Yan.
“Kurasa kau terlihat paling bagus dengan ini.”
Dengan suasana hati yang buruk, Xiao Yan membuang pisau itu dan duduk di bawah di samping Fengjiu.
“Kau juga tidak merasa kalau bekas pisau akan membuat wajahku jadi lebih baik? Kalau begitu, bagaimana dengan jenggot? Aku rasa jenggot cocok juga dengan wajahku ...”
Omong kosong Xiao Yan masuk telinga satu dan keluar dari telinga yang lainnya. Fengjiu senang Xiao Yan akhirnya menyadari para gadis tidak menyukainya karena ia terlalu cantik.
Tetapi, Fengjiu juga merasa jikalau suatu hari Xiao Yan sungguh berjenggot dan punya tanda di keningnya, para gadis juga tidak akan menyukainya, seperti penampilannya sekarang.
Dua ranting patah karena beratnya salju. Fengjiu bersin.
Ia mengacaukan lamunan Xiao Yan: “Apa kau melihat Fuzi dalam perjalananmu kemari? Kemana saja ia seharian ini, aku sudah mencarinya lama sekali.”
Xiao Yan tiba-tiba saja menoleh dan menatap Fengjiu kaget.
“Memangnya kau tidak tahu?”
“Apa ... apa yang harusnya aku ketahui?”
Fengjiu melompat dan mundur hingga ke pohon.
Xiao Yan menggaruk kepalanya.
“Melihat betapa murungnya dirimu, kukira Saudara Meng sudah memperingatkanmu setelah kelas dibubarkan.”
Masih menggaruk kepalanya, Xiao Yan melanjutkan: “Bukan masalah besar, sebenarnya. Ini kabar buruk dan baik untukmu. Jangan cemas, tunggu dan akan kuberitahu kau. Separuh dari kabar buruknya datang dari perangkap yang kau pasang. Orang yang seharusnya jatuh ke dalam perangkap, tidak jatuh. Tetapi guru yang kau cari ... ini kabar baiknya, ia menginjaknya dan jatuh ...”
Xiao Yan menjeda untuk mengamati reaksi Fengjiu dan melanjutkan:
“Saudara Meng pikir dengan kefamilieran guru itu dengan tempat lokal, kau tidak akan punya cukup waktu untuk lari. Hanya dalam setengah jam, ia akan sanggup merangkak kembali dari Sungai Si’xing dan bersumpah ia akan mengulitimu hidup-hidup. Menurut analisis Saudara Meng dari ekspresi wajahnya saat itu, kemungkinannya besar sekali, ia pasti akan melakukannya.”
Kemudian Xiao Yan menatap Fengjiu, mulai menyadari.
“Tadinya kupikir aneh juga karena kau tidak lari untuk bersembunyi meskipun kau sudah tahu. Aku malah masih berpikir kalau kau adalah seorang yang pemberani. Ternyata kau tidak tahu apa-apa.”
Fengjiu duduk bersandar di pohon selagi ia mendengarkan Xiao Yan. Kepalanya pusing, ia melihat sesosok gelap mendekat ke arah mereka dari kejauhan, terlihat sangat mirip dengan gurunya. Dalam sekejap mata, Fengjiu sudah melarikan diri seperti bayangan petir.
Selagi berlari, Fengjiu bermaksud untuk berhenti dan menjelaskan pada gurunya yang marah kalau itu semua adalah sebuah kesalahpahaman. Tetapi pada akhirnya, Fengjiu memutuskan untuk berlari jauh lebih kencang.
Hidup memang tidak dapat diprediksi seperti ini. Lupakan saja soal memuji gurunya agar dapat ikut serta dalam kompetisi. Bahkan jikalau Fengjiu menyerahkan sepuluh salinan kitab menggunakan kedua tangan dengan hormat pada gurunya pun, pria itu hanya akan mengulitinya lebih cepat.
Yan Chiwu mengejar Fengjiu, berteriak kencang, “Aku masih belum selesai. Masih ada kabar bagus lagi yang belum kau dengar ...”
0 comments:
Posting Komentar