Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 2 Part 1
Saat Fengjiu masih kecil, kedua orang tuanya ingin membangun sebuah tempat penuh cinta hanya untuk mereka berdua, jadi selama waktu itu, Fengjiu dititipkan kepada Bibinya, Bai Qian.
Tumbuh besar bersama bibi ini, Fengjiu melakukan segala hal mulai dari menjerat burung di angkasa hingga menangkap ikan di sungai.
Pernah satu kali, Fengjiu bahkan mencabuti seluruh bulu burung Jingwei milik paman keempatnya hingga botak selagi pamannya tidur siang.
Membandingkan dengan masa kecilnya yang jauh lebih liar, Bai Qian pun menutup sebelah mata pada kenakalan yang dilakukan oleh Fengjiu.
Meskipun demikian, bibinya, Bai Qian memang membesarkannya dengan pemahaman demi kebaikan yang lebih besar. Sebagai contohnya, Bai Qian pernah berkata pada Fengjiu bahwa hal terpenting menjadi seorang dewi bukanlah takut kehilangan muka, karena menjadi tak tahu malu pun merupakan suatu bentuk keberanian sehingga membuat seseorang dapat mengambil langkah pertama dengan berani.
Tidak peduli apa yang terjadi, selama Fengjiu tidak takut akan rasa malu dan terus bertahan, ia pasti bisa sukses nantinya. Bertahun-tahun kemudian, Fengjiu menggunakan logika yang sama untuk diturunkan pada A Li ketika ia memberi semangat padanya untuk memperebutkan hak berada di kamar tidur ibunya, melawan sang ayah.
"Yang paling penting selama menjadi dewa adalah rasa tidak tahu malu. Selama dirimu tidak tahu malu ... segalanya bisa saja dilakukan."
***
Di malam hari, A Li mengulangi ucapan ini kata demu kata kepada Bai Qian, bertanya kepada sang ibu apa sebenarnya maksud dari menjadi tidak tahu malu juga bertanya bagaimana caranya agar bisa bermuka tebal seperti ayahnya.
Bai Qian meletakkan mangkuk berisi sup teratai yang baru saja akan dibawakannya kepada Yehua sebagai camilan tengah malam, kemudian pergi ke ruang belajar di dalam Istana Zhangsheng lalu memilih beberapa bundel sutra Buddha.
Bai Qian membungkus bundelan itu ke dalam sebuah wadah kayu dan mengambil keuntungan dari waktu yang telah larut, mengirimkan mereka ke tempat Fengjiu. Ia pun dengan santai menambahkan sebuah instruksi kepada keponakan tersayangnya, apabila Fengjiu tidak selesai menyalin semuanya sebelum matahari terbenam esok hari, sederet kencan buta akan menantinya mulai dari matahari terbit hingga tenggelam.
***
Fengjiu sudah nyaris hanyut ke dalam dunia mimpi ketika ia dibangunkan oleh pelayan Bai Qian, Nainai. Selagi matanya mengejap kebingungan, Fengjiu melihat tumpukan sutra disusun meninggi di hadapannya. Fengjiu baru ingat bahwa ia mengatakan omong kosong pada A Li pagi ini, dan sekarang menangis sesengukan dalam penyesalan.
Hari berikutnya, tidak mampu menyelesaikan salinan semua tulisan suci itu, Fengjiu dibawa ke Taman Sinar Bulan di Langit ke-32.
Taman Sinar Bulan diselimuti dengan berbagai pepohonan liar; di tengah-tengah kanopi terdapat bunga-bunga luar biasa tak terhitung jumlahnya. Ini adalah tempat dimana Daode Tianzun dari Taiqing mengajar murid-muridnya.
(T/N : 道德天尊 Daode Tianzun – lebih dikenal sebagai Taishang Laojun, yang ketiga dari Daoist Trinity yang menguasai Dunia Kemurnian Agung dikenal dengan sebutan 太清 Taiqing.)
Semua dewa muda berkumpul di pesta ini. Fengjiu menyapukan matanya dan memperkirakan bahwa ada sekitar seratusan orang yang hadir. Beberapa tengah berbincang dengan kenalan mereka, beberapa lagi menatap pintu masuk Taman dengan gugup.
Tidak jadi masalah apabila hanya beberapa orang, empat atau lima orang, tetapi Fengjiu terkesima melihat nyaris selusinan dari mereka yang bersikap demikian.
Fengjiu pemberani, namun bahkan dirinya pun mengambil langkah mundur karena kaget, mundur lagi, dan lagi.
Dari dekat, suara Bai Qian terdengar memberi tahu pelayan di sampingnya: "Ah, kurasa kita harus mengikatnya saja. Tak peduli apa pun, ia harus menghadiri pesta ini. Kita tidak boleh membiarkannya kabur di tengah jalan."
Hati Fengjiu bergejolak dan ia langsung berbalik dan lari. Ia melompat mencari jalan keluar dari sana. Para pelayan mengikuti tepat di belakangnya, menyamakan langkahnya.
Fengjiu tidak tahu kapan ia mulai kehilangan jejak mereka. Ia hanya tahu ketika ia melalui dedaunan lebat dari pohon Sal, ketika rantingnya bergoyang dan kelopak bunga kuning pucat jatuh ke rambutnya, di belakangnya, suara dari angin yang mengejar pun terhenti.
Fengjiu menghela napas dan menengok ke belakang. Benar-benar tak ada siapa pun. Hanya ada Sungai Perak yang mengalir di kejauhan, dengan cahaya kemerahan matahari tenggelam yang samar-samar terefleksikan di permukaan air yang berkilauan.
Perkataan ceroboh membawa masalah. Mulut Fengjiu membuatnya masuk dalam masalah dan ia harus menerjemahkan kitab suci Buddha sepanjang hari.
Saat ini, dengan dua pohon Sal berada tepat di depan matanya, otak Fengjiu dipenuhi dengan Long Agama. Apa yang tertulis di sana?
'Pada saat itu, Buddha yang terhormat mencapai parinirvana di bawah pohon Sal di dalam kebun di Kushinagar.'
Kata-kata semacam ini ...
Fengjiu menepis kelopak bunga dari rambutnya dan menghela napas selama ia berjalan. Memang tidak sia-sia jika ia bisa berhasil mengingat ayat yang sulit seperti itu.
Fengjiu melihat ke sekitar dan menyadari betapa kotor dan lelah dirinya setelah pengejaran itu. Ia bertanya-tanya apakah ia harus melepaskan pakaiannya dan berendam di bawah mata air Wangtian di belakang pohon-pohon Sal ini.
Ia merenung cukup lama. Bulan akhirnya muncul dari Timur, dan meskipun belum menggantung cukup tinggi, juga belum seromatis yang dilihat oleh manusia yang menatapnya dari kejauhan, sinar keperakan dingin dari bulan mampu memisahkan antara bebatuan dengan bunga-bunga di sekitar meskipun lemah.
Beberapa langkah lagi, kabut tipis menyelimuti permukaan air yang biru, menyatu dengan energi hangat mistis. Fengjiu melihat ke sekitar; sudah lewat jam Anjing (lewat jam sembilan malam) dan ia berasumsi tak akan ada orang yang datang di waktu begini.
Fengjiu melepaskan mantelnya, kemudian jubahnya lalu pakaian dalamnya, selanjutnya masuk ke dalam air jernih itu.
Ia merendahkan dirinya dan membiarkan air hangat itu mendekati area lehernya. Baru sekaranglah Fengjiu dapat melepaskan helaan napas lega. Ia melihat ke telapak tangannya dan melihat begitu banyak kelopak bunga Sal telah hanyut terbawa angin.
Fengjiu mengumpulkan mereka dan mulai membentuk mereka menjadi helaian. Tiba-tiba ia mendengar suara gemerisik dari balik bebatuan besar.
Tangan Fengjiu yang sedang mengumpulkan kelopak bunga tersentak di tengah udara. Riak kecil datang ke arahnya di permukan air yang jernih, menghancurkan pantulan bulan.
Figur berpakaian putih muncul dari balik bebatuan besar di tengah mata air. Fengjiu tercekat ketika ia melihat figur itu menyeberangi air itu dan semakin mendekat. Pada akhirnya seseorang bertubuh tinggi muncul dari kabur, dengan rambut panjang perak dan wajah yang tampan.
Fengjiu bersandar di tembok batu. Meskipun ia selalu tebal muka, tapi ini jelas situasi yang sangat memalukan. Wajahnya berubah pucat. Akan tetapi, sebagai Ratu Qingqiu, ia dengan cepat mendapatkan kembali kendali dirinya dan mempertimbangkan untuk menyapanya.
Namun, untuk menyapa di situasi semacam ini juga termasuk sebuah seni.
Jika saja ia hanya kemari untuk mengamati bunga, maka Fengjiu dapat bertanya padanya, "Cuaca hari ini sangat cerah. Apakah Yang Mulia juga kemari untuk menikmati pemandangan bunganya?"
Tetapi, bagaimana bisa Fengjiu menaikkan lengannya yang tak terutup helaian pakaian dan bertanya, "Cuaca hari ini sangat cerah. Apakah Yang Mulia juga kemari untuk mandi?"
Selagi Fengjiu kebingungan menentukan akan mengatakan apa, Donghua dengan santainya berjalan ke tepi lain dari sungai itu tanpa repot melirik sekali pun ke arahnya.
Fengjiu berpikir pada dirinya sendiri bahwa mungkin saja Dijun tidak melihatnya. Kalau begitu, ia masih belum kehilangan muka di hadapannya, iya kan?
Ia baru saja akan beranjak diam-diam ketika Donghua Dijun menghentikan langkahnya ke tepian dan dalam sekejap, menyelipkan jubahnya menutupi tubuh Fengjiu. Di saat yang bersamaan, Fengjiu mendengar suara seseorang dari jarak dekat.
Terdengar seperti suara Pangeran Liansong, yang tertawa canggung.
"Oh, ya ampun, aku minta maaf. Aku tidak melihat apa pun, tidak melihat apa pun. Aku pergi sekarang."
Mati rasa, Fengjiu merobek jubah putih Donghua dari atas kepalanya. Matanya menatap ke kejauhan dimana ranting-ranting itu bergerak sedikit di bawah sinar bulan.
Donghua hanya mengenakan jubah dalamannya, berdiri di tepi sungai memperhatikan Fengjiu dalam waktu lama.
Hingga akhirnya, ia bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Berendam," Fengjiu menjawab jujur.
Wajahnya merona merah muda akibat air sungai. Tiba-tiba saja ia teringat bahwa mata air di sini berwarna kebiruan, sangat jernih hingga bisa melihat ke dasarnya. Wajahnya bertambah merah.
Dalam hitungan detik Fengjiu terlihat seolah ia baru saja dicelupkan di dalam air mendidih.
"Kau ... tutup matamu. Kau tidak boleh melihat kemari. Tidak, lihat ke arah lain ... cepat lihat ke arah lain!"
Donghua tanpa tergesa melihat ke arahnya dari kepala hingga kaki dan akhirnya, dengan kesabaran luar biasa, menolehkan wajahnya ke arah lain.
Dengan panik, Fengjiu melihat ke tumpukan pakaian di tepi danau. Ia tidak menyangka akan berada dalam situasi seperti ini ketika ia melepaskannya. Bahkan pakaian dalamnya pun terasa sangat jauh sehingga jika ia ingin mengambilnya, setengah dari tubuhnya harus keluar dari air demi mendapatkannya.
Fengjiu sangat kebingungan sampai ia lupa bahwa ia adalah seekor rubah. Ia hanya perlu berubah bentuk kembali ke wujud aslinya dan Donghua tidak akan bisa melihat apa pun.
Ketika Fengjiu masih kesusahan, jemari panjang langsing telah membawakan rok putihnya ke depan matanya. Donghua, di saat ini masih memalingkan wajahnya. Bulu mata panjangnya pun masih tertutup rapat.
Fengjiu baru saja akan mengambil roknya ketika ia bertanya ngeri, "Bagaimana kau tahu kalau aku menginginkan pakaianku?"
Biasanya demi menjaga citra Ratu Qingqiu, Fengjiu selalu berakting murah hati dan bijaksana. Tapi sekarang ia menunjukkan sifat kekanakannya, layaknya seorang dewi muda yang ceria.
Donghua terdiam lalu baru saja akan menarik tangannya. Meskipun Fengjiu cerewet, ia dengan cepat merebut roknya dengan kecepatan cahaya. Dengan cepat pula menutupi area sensitif di tubuhnya dan naik ke tepi danau untuk berpakaian.
Terlalu malu untuk mengucapkan selamat tinggal, Fengjiu buru-buru meninggalkan tempat itu.
Donghua kembali memanggilnya, "Hei, kau melupakan sesuatu."
Fengjiu tidak tahan untuk menoleh ke belakang dan melihat Donghua sedang membungkukkan tubuhnya untuk memungut sesuatu. Ketika ia menyadari apa itu, seluruh darah di tubuhnya berkumpul di kepalanya.
Benda yang dipungut oleh Donghua adalah ... sebuah pakaian dalam.
Pakaian dalam sewarna teratai merah muda.
Pakaian dalam Fengjiu.
Pakaian Donghua sedikit menganga, memperlihatkan sedikit bagian dari tulang selangkanya. Masih dengan ekspresi yang tak berubah, dengan santainya ia menyerahkan pakaian dalam itu.
Fengjiu tidak tahu harus menerimanya atau tidak, merasa seluruh dunia telah runtuh.
Selagi mereka berdua tetap diam di jalan buntu, pohon yang berdekatan itu mendesau, lalu keluarlah figur elegan Liansong.
"Umm, aku melupakan kipasku. Aku kembali untuk mengambilnya tetapi sepertinya aku mengganggu kalian berdua. Aku akan datang untuk meminta maaf di lain hari. Kalian berdua ... silakan lanjutkan ..."
Fengjiu ingin menangis kencang. Ia langsung menyambar pakaian dalamnya dan melompati tembok. Angin sepoi-sepoi membuat kelopak bunga Sal terangkat dan memutar mereka di udara.
Liansong tersenyum samar dan menatap lurus ke arah Donghua.
"Apa kau tidak akan mengejarnya?"
Kemudian dengan percikan nakal di matanya, ia bertanya, "Si cantik jelita yang kau temui di Teras Chengtian di waktu yang lalu adalah Fengjiu dari Qingqiu? Tetapi bukankah kau tahu? Kalau kau ingin menjadikannya sebagai Ratumu, di masa depan kau harus memanggil si cecunguk kecil Yehua itu sebagai pamanmu ..."
Donghua menatap ke arah jubahnya dan menjawab tanpa tergesa, "Beberapa hari yang lalu aku mendengar sebuah rumor yang mengatakan bahwa kau jatuh hati pada Cheng'yu Yuanjun?"
Liansong menutup kipas di tangannya.
"Hei ..."
Donghua melanjutkan, "Aku berpikir untuk menjadikannya sebagai putri angkatku. Bagaimana menurutmu?"
Liansong, "..."
***
Fengjiu bukanlah orang dengan tipe untuk memikirkan segala detail kecil dalam kehidupan. Tetapi apa yang terjadi barusan bukanlah hal kecil. Siapa yang tahu apa konseskuensinya?
Setelah kehilangan martabatnya di hadapan Donghua, Fengjiu tidak dapat menunjukkan wajahnya di mana pun. Ia menyembunyikan diri di dalam Istana Qing'yun milik A Li, berharap akan ada seseorang yang menawarkan penghiburan. Siapa saja selain bibinya, Bai Qian.
***
Namun, sudah sangat lama dan tak seorang pun datang untuk membantu menghilangkan beban pikirannya. Fengjiu akhirnya mendekati A Li.
"Kalau kau pernah menyukai seorang gadis, lalu setelah bertahun-tahun kemudian kau bertemu lagi dengannya ..."
Mencari contoh yang mendekati, Fengjiu akhirnya bertanya, "Dan ia mengetahui bahwa dirimu masih mengenakan popok. Apa yang akan kau lakukan?"
A Li menatapnya dan menyanggah, "Aku sudah lama tidak mengenakan popok lagi."
"Aku bilang kan seandainya. Seandainya," Fengjiu dengan cepat menambahkan.
A Li berpikir sejenak, wajahnya kemudian merona merah.
Malu-malu, ia berpaling dan berkata agak malu, "Kalau begitu, sangat memalukan. Hanya jika kau menjatuhkan pakaian dalammu saat kau melihat orang yang kau sukai lagi, yang dapat dibandingkan dengan sesuatu sememalukan itu."
Masih tidak nyaman, A Li menambahkan, "Jika itu masalahnya, aku lebih baik menghantamkan kepalaku ke tahu dan bunuh diri."
Tadinya, Fengjiu mulai ceria lagi. Namun, setelah mendengarkan perkataan A Li, ia malah jadi depresi lagi selama berhari-hari.
Di hari keempat, Bai Qian mengirimkan seorang pelayan dengan sebuah pesan yang mengatakan bahwa penyanyi dan penari dari Teras Chengtian telah sembuh dan akan melakukan pertunjukkan di Hebi Yuan, memintanya untuk datang dan menonton. Saat inilah, Fengjiu akhirnya menyingkirkan kesedihannya dan meninggalkan Istana Qing'yun.
***
Di panggung di dalam Taman Hebi terdapat sekumpulan jenderal wanita dengan pakaian mencolok, menyanyikan bait yang heboh.
Bai Qian dengan kipas putih sutranya bergeser mendekati Fengjiu lalu berkata, "Langit sedang gempar beberapa hari terakhir ini karena rumor yang menarik. Apa kau pernah mendengarnya?"
Ia terbatuk. "Itu, tentu saja, aku tidak terlalu bersemangat soal gosip."
Dengan kebijaksanaan mutlak, Fengjiu menjawab, "Tentu saja Bibi tidak mencemaskan hal semacam ini. Aku juga tidak. Tetapi, ayo, lanjutkan."
Bai Qian mengangguk dan melanjutkannya tanpa tergesa.
"Benar sekali, kita berdua bukan tipe yang suka ikut campur dengan urusan orang, jadi kau juga pasti tidak akan berpikiran demikian. Donghua Dijun yang kita semua pikir adalah seorang pria yang terhormat ... kita telah ditipu habis-habisan. Sudah bagus kau memutuskan takdirmu dengannya tiga ratus tahun yang lalu. Suatu keberuntungan, Langit membantumu melepaskan takdir itu sampai tuntas."
Fengjiu mengangkat kepalanya penuh perhatian.
"Mereka mengatakan bahwa Donghua menyembunyikan seorang wanita cantik di dalam Istana Taichen, dan ia benar-benar jatuh hati padanya," Bai Qian berkata sambil mengupas sebuah kacang kenari.
Fengjiu meletakkan cangkir tehnya dan menurunkan pandangannya.
"Kalau begitu, inilah mengapa Yang Mulia Donghua tidak pernah meninggalkan Istana Taichen selama bertahun-tahun."
Ia pun tertawa kecil, "Tentu saja, apabila di sisinya ada gadis cantik, ia tak akan pernah merasa kesepian lagi tanpa perlu meninggalkan kediamannya."
Bai Qian menyerahkan sebutir kenari yang telah dikupas pada Fengjiu.
"Kau tidak perlu terlalu mempedulikannya. Kalian berdua kan memang tidak ada hubungan apa pun lagi. Aku memberitahu ini padamu bukan untuk membuatmu kesal."
Fengjiu mengangkat kembali cangkir tehnya dan bertanya, "Kira-kira siapa, ya, yang begitu dicintai oleh Dijun?"
"Aku pernah bertanya pada Siming satu kali, bukannya aku mau, ya. Aku tidak terlalu peduli pada masalah ini. Akan tetapi, Siming juga tidak mengetahui apa-apa. Setelah rahasia ini menyebar, semua orang mulai menebak-nebak, siapakah dewi misterius itu. Tapi Donghua tidak pernah membuka mulutnya sekali pun mengenai masalah ini. Karena itulah mereka semua tidak bisa memikirkan nama lain selain adik angkatnya, Zhi'he. Namun, menurutku, Zhi'he berada di dunia manusia selama ini. Kurasa bukan dia orangnya."
Fengjiu menggenggam cangkir tehnya dan mendengarkan dengan saksama.
Bai Qian menyesap tehnya sekali lagi lalu melanjutkan.
"Sementara untuk si cantik jelita, ia benar-benar ada. Kudengar Donghua meninggalkan Istana Taichen dan pergi ke pemandian air panas dengannya minggu lalu. Mereka tertangkap basah oleh Pangeran Liansong, karena itulah sekarang rumor itu menyebar."
Fengjiu terjatuh dan mendarat di tanah.
"Pemandian air panas ...?"
Ia bertanya seraya menopangkan tangannya ke kursi.
Bai Qian melihat ke bawah dengan terkejut dan melanjutkan, "Apa kau juga kaget? Aku sangat terkejut! Rumor ini baru saja menyebar beberapa hari lalu, tapi setelah beberapa analisis, kurasa ini cukup bisa dipercaya. Apa kau tahu Cheng'yu Yuanjun yang disukai oleh Pangeran Liansong? Sebelum aku kembali, Cheng'yu yang merawat A Li. Kudengar, Cheng'yu sebenarnya adalah putri tidak sah dari Donghua dan dewi ini."
Di tengah usahanya memanjat, Fengjiu kembali jatuh ke tanah. Ia sangat paham akan posisinya. Ia adalah seorang janda. Ada pepatah terkenal dari dunia manusia: 'banyak skandal yang menanti di depan rumah seorang janda.'
Fengjiu baru saja menyadari bahwa bukan karena dirinya adalah seorang janda yang bermartabat, sehingga tidak ada skandal apa pun menimpa dirinya selama tiga ratus tahun menjanda. Nyatanya adalah karena Qingqiu adalah tempat yang damai.
Di sisi lain, Fengjiu baru saja tiba di Jiuchongtian beberapa hari dan sudah terjadi rumor yang terbang hingga ke atap. Mendengar rumor semacam itu sekarang membuatnya khawatir.
Fengjiu merasa bahwa ia belum melakukan tugasnya, hidup sebagai janda yang baik kalau ia terperangkap dalam skandal ini. Bahkan tiga ratus tahun lalu, ia tidak akan senang jika disandingkan dengan Donghua melalui gosip semacam ini.
Fengjiu menguasai satu hal yang bahkan bibinya, Bai Qian tidak sanggup. Ketika menghadapi masalah membingungkan, Bai Qian tidak akan pernah bisa melupakannya. Akan tetapi, Fengjiu tidak begitu; ia menghadapi masalah hanya sebagai kemampuannya.
Menurut Fengjiu, kelebihan terbaiknya bukanlah memasak. Siming pernah memujinya satu kali karena ketabahannya dalam berusaha tapi juga tegas ketika ia memutuskan untuk melepaskan. Ia percaya kelakuannya sesuai dengan pujian Siming.
Sebelumnya, Fengjiu tidak mempersiapkan dengan matang; lalu ia mengingat sebuah pepatah ciptaannya. Setelah menjalani hidup selama 30.000 tahun, ia telah membentuk koleksi substansial dari berbagai pribahasa berdasarkan pengalamannya.
Fengjiu harus menggali ingatannya yang paling lama sebelum akhirnya berhasil mengingatnya: 'Seseorang tidak boleh terikat dengan seorang pria yang terikat dengan wanita lain, tak peduli seberapa hebatnya pria tersebut. Terlebih lagi jika pria itu terikat dengan pria lain.'
Fengjiu pernah hidup dan mati demi dirinya tapi ia tidak pernah memperhatikannya sama sekali. Ia bahkan mungkin malah mencintai orang lain.
Fengjiu merendahkan statusnya sendiri untuk menjadi seorang pelayan, menghabiskan ratusan tahun menyapu dan membersihkan debu di istananya. Fengjiu bahkan tidak masuk kualifikasi untuk berbicara dengannya.
Seluruh kejadian ini--Fengjiu bisa berpura-pura tidak pernah terjadi. Sudah seharusnya ia menghindari apa yang dapat dihindari.
Menyadari hal ini, Fengjiu memastikan untuk menjaga jarak darinya. Namun, untuk beberapa alasan, jarak antara mereka justru semakin terkikis. Ia telah berpikir untuk waktu yang lama dan memutuskan untuk lebih banyak berusaha menjauh darinya mulai dari sekarang.
Sayangnya, baru saja Fengjiu mengambil keputusan ini, ia menyadari bahwa gelang kekuningan yang selalu dikenakannya di pergelangan tangannya, hadiah dari Qingti, telah menghilang. Itu adalah gelang yang sangat penting.
Dengan hati-hati Fengjiu mencoba mengingat kejadian-kejadian lalu dan menebak bahwa ia pasti menghilangkannya di belakang Istana Taichen milik Donghua malam itu.
Sebelum mereka menjaga jarak lebih jauh, Fengjiu harus datang dan mengunjunginya untuk yang terakhir kalinya.
Namun, ini sungguh urusan yang menghebohkan. Fengjiu harus super hati-hati, jangan sampai ia membuat orang-orang di sekitarnya sadar. Betapa rumitnya.
Fengjiu mengevaluasi situasi dan ingat kalau tanggal 5 Mei tinggal sebentar lagi. Meskipun Donghua tinggal menyendiri di Langit ke-13, ia masih punya tanggung jawab yang tak dilepaskannya pada Tianjun, seperti menyimpan catatan para dewa.
Ada pepatah: "Kenakan rok hijau, mendatangi gerbang Langit; bersyukur pada Langit dan Bumi, beri penghormatan pada Dongjun."
Setiap tahunnya ketika manusia naik ke Langit sebagai dewa-dewi baru, mereka akan mampir ke Aula Qing Yun, dan Donghua yang akan memberikan mereka gelar yang sesuai.
(T/N : Aula ini 青雲 (qīng yún) atau Awan Hijau berbeda dengan kediaman milik A Li yang disebut 慶雲 (qìng yún), atau Awan Keberuntungan.)
Seperti yang selalu dipraktikkan, Donghua Dijun akan tetap di belakang mengecek catatan di Cermin Lianxin yang tergantung di Aula Qing Yun ketika semua orang mengambil cuti di akhir.
Fengjiu menduga bahwa tak ada kesempatan yang lebih baik untuk datang menemuinya di saat itu.
Pada hari kelima di bulan Mei, burung Luan memenuhi udara dengan kicauan mereka dan bunga Mandarava mekar di dalam hujan.
(T/N : 鸞鳥 luan niao – seekor burung istimewa berbulu merah dan lima garis warna; pertanda kedamaian. Di buku ke-empat 淮南子Huainanzi, dikatakan bahwa 羽嘉yujia melahirkan 飛龍feilong, yang kemudian melahirkan 鳳皇fenghuang, lalu melahirkan 鸞 luan, yang kemudian melahirkan segala makhluk berbulu lainnya.)
(T/N : Bunga Mandarava – bunga ajaib yang sering disebutkan namanya di naskah Buddhist; dinamakan berdasarkan seorang putri yang melepaskan status bangsawannya demi menjalankan Dharma.)
0 comments:
Posting Komentar