Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 11 Part 5

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 11 Part 5

Di akhir jam Macan (5 pagi), lengan Fengjiu digoncangkan dengan keras. 

Fengjiu berbalik dan bergumam ngantuk, “Yang Mulia, jangan menggangguku selarut ini. Biarkan aku ...”

Kata ‘tidur’ belum sempat keluar dari mulut Fengjiu ketika ia tertahan dalam mata terkejut Xiao Yan yang sedang mencondongkan diri di ranjang Fengjiu.

Bulan bercahaya tinggi di atas langit. 

“Kau dan Muka Es telah ... berkembang hingga titik ini?”

Xiao Yan bertepuk tangan. 

“Aku memang tidak memandang remehnya.”

Kemudian Xiao Yan berkata senang pada Fengjiu, “Jiheng harusnya menyerah saja soal Donghua. Aku tahu Donghua tidak sesetia diriku. Dia tidak mampu menahan rencana godaanmu.”

Sekarang menggaruk kepalanya bahagia, Xiao Yan bertanya, “Bagaimana aku harus menghibur Jiheng agar ia jatuh ke pelukanku tanpa keraguan?”

Sebutir mutiara malamlah yang menyinari kamar itu. Fengjiu melihat Xiao Yan bersandar di ranjang sambil melihat bulan. Xiao Yan tampak senang, lalu termenung, kemudian cemas.

Kebingungan, Fengjiu tidak tahu apa yang sedang terjadi. 

Ia mengusap matanya, mencubiti Xiao Yan dan bertanya, “Apakah itu sakit?”

Melompat ke belakang, Xiao Yan menangis, “Jangan mencubitku, kau tidak sedang bermimpi! Aku membuka medan pelindung Muka Es untuk membawamu menghibur teman kita.”

Akhirnya teringat tujuannya datang kemari, Xiao Yan memberitahu Fengjiu dengan nada serius, “Apa kau tahu apa yang terjadi pada Meng Shao?”

Fengjiu sudah terkurung di dalam Jifeng Yuan selama tiga hari. Ia bahkan tidak bisa berbicara dengan seekor nyamuk; tentu saja, Fengjiu tidak tahu apa-apa.

Tetapi, ekspresi serius Xiao Yan menghilangkan rasa kantuknya. 

Khawatir, Fengjiu bertanya, “Meng Shao?”

Ekspresi Xiao Yan bertambah muram. 

“Jenderal Changshengnya baru saja mati. Ia sudah minum-minum dari pagi hingga subuh, berduka atas kematiannya. Sepupunya, Jielu takut Meng Shao bisa mati karena minum-minum di sana dan datang meminta bantuanku. Tapi, kau tahu, aku tidak pandai membantu orang lain. Wanita lebih baik dalam hal ini ...”

Fengjiu mengenakan sebuah jubah luaran dan merenung, “Aku tidak pernah tahu kalau Meng Shao memiliki pria di kediamannya. Sungguh teman yang buruk karena kita tidak pernah menyadari kesukaannya. Ya ampun, pasti ia sangat terkejut karena kehilangan seseorang yang dicintai seperti ini. Kasihan sekali Meng Shao.”

Ketika Fengjiu selesai berbicara, ia mendadak teringat hal-hal semalam, dan berusaha mengingat apakah itu nyata atau tidak.

Fengjiu berjalan ke arah nakas di dinding, membuka tempat pembakaran dupa unicorn, membauinya sekilas. Tidak ada aroma dupa pembuat kantuk.

Fengjiu mengambil mutiara malam Xiao Yan dan meneliti pembakaran itu apakah ada abu baru. Tidak ada. Menatap ke cermin perunggu, memar di kening Fengjiu sudah tidak ada lagi. Tetapi tidak ada sisa salep Mufurong juga. 

Apakah Fengjiu bermimpi? Tetapi, kenapa ia memimpikan hal semacam ini?

“Ada apa?” 

Xiao Yan bertanya selagi ia menerima mutiara malam dari tangan Fengjiu.

Fengjiu terdiam sedetik sebelum menjawab, “Aku bermimpi.” Jeda sejenak. “Tidak usah dipikirkan, bukan apa-apa.”

Fengjiu berjalan menuju pintu, kemudian kembali ke lemari di dekat jendela, mengeluarkan sebuah botol berwarna kehijauan.

“Sebelumnya, aku meminjam madu berkualitas tinggi dari Meng Shao untuk membuat kue madu. Aku tidak menyangka harus menggunakannya untuk mengatasi mabuknya secepat ini. Sayang sekali.”

Xiao Yan mengernyit. 

“Wadah madu ada di kanan. Yang di tanganmu bertuliskan ‘kecap’ di atasnya.”

Xiao Yan mengamati Fengjiu sebentar dan menghela napas, “Kau bertingkah aneh malam ini. Kenapa kau tidak lanjut tidur saja. Kalau aku tidak dapat membujuk Meng Shao, aku akan membuatnya pingsan dengan sebuah tongkat.”

Fengjiu memijatt pelipisnya. 

“Mungkin aku hanya pusing akibat kurang tidur. Karena aku sudah terbangun, aku harus pergi.”

Fengjiu sedikit mengerang lalu berkata, “Tetapi kita tetap harus membawa tongkat itu.”

***

Di bawah panduan dari cahaya bintang, mereka menuju langsung ke Zuilixian. 

Air mata Meng Shao, ingus, dan alkohol bercampur jadi satu selagi ia menatap ke tubuh Jenderal Changsheng yang terbaring di kotak keramik.

Sejumlah pelayan berlutut mengelilingi Meng Shao. Mereka mencoba membujuknya dengan air mata, memberitahunya sesuatu soal yang mati sudah pergi, mereka harus mengantarnya pergi sekarang, Yang Mulia Pangeran juga harus bersemangat agar si jenderal dapat pergi dengan tenang.

Fengjiu tak bisa berkata-kata. Begitu pula dengan Xiao Yan. 

Ternyata Jenderal Changsheng yang membuat Pangeran Meng Shao mengalami kesedihan tak berujung merupakan seekor jangkrik berkepala merah.

Si Putri Jielu yang tampak kelelahan dibantu oleh dua orang pelayan. 

Xiao Yan menggaruk kepalanya dan berkata pada Jielu kebingungan, “Saudara Meng sungguh sensitif, ia terluka karena seekor jangkrik. Aku tidak yakin apa yang harus kukatakan padanya untuk menghiburnya.”

Fengjiu melirik ke arah kotak keramik yang membungkus tubuh Jenderal Changsheng dan entah mengapa merasa sedikit familier. Terdapat kelopak bunga bertebaran tergores di sisi-sisinya.

Tampak seperti sesuatu yang dibawa oleh wanita muda, bukan sesuatu untuk seorang pria gagah seperti Meng Shao. Fengjiu melihat lagi—Jenderal Changsheng terbaring kaku. Dari tubuhnya, seseorang dapat mengetahui ia dulunya seekor jangkrik yang pemberani ketika masih hidup.

Fengjiu mengerutkan alisnya dan berkata pada Putri Jielu, “Mungkin setelah hidup sekian lama di lembah, jangkrik ini telah menyerap cukup banyak esensi abadi dan berubah menjadi seorang pemuda tampan, jadi karena itulah Meng Shao sangat mencintainya?”

Jielu tersentak menangis, menutupi telinganya, dan melayangkan pelototannya pada Fengjiu. 

“Berani sekali kau menodai reputasi sepupuku seperti itu?”

“Aku ingin beranggapan jangkrik ini berubah jadi seorang gadis juga,” Fengjiu menjawab tak berdaya. 

“Tetapi ini seekor jangkrik jantan ... Kakak, cobalah lihat, bukankah ini seekor jangkrik jantan?”

Xiao Yan mendekat untuk melihat dan menjawabnya, “Dari bertahun-tahun pengalamanku dengan adu jangkrik, ini sudah pasti seekor jangkrik jantan!”

Wajah Jielu berubah ungu penuh amarah. Ia menunjuk pasangan itu tanpa kata-kata. Pelayannya yang tahu, membawakan secangkir teh untuk menenangkan Jielu.

Setelah amarahnya sedikit reda, Jielu melotot ke samping ke arah pasangan kakak beradik itu, mendesah pasrah, dan berkata, “Lupakan saja, meskipun aku tidak mempercayai kalian berdua, kalian merupakan sahabat terdekat sepupuku. Mungkin ia akan mendengarkan kalian. Jangkrik ini hanyalah seekor jangkrik. Tidak dapat berubah menjadi seorang pemuda tampan maupun gadis cantik di tengah malam.”

Jielu memandang tajam pada keduanya. 

“... tetapi orang yang menghadiahkan Meng Shao jangkrik ini adalah seseorang yang istimewa. Ialah yang disimpan Meng Shao dalam hatinya.”

Fengjiu dan Xiao Yan langsung memasang telinga mereka untuk mendengarkan.

Dibatasi oleh peraturan klan mereka, para Biyiniao tidak pernah melakukan pernikahan dengan klan lain. Peraturan klan merupakan sebuah masalah hidup dan mati bagi klan khusus ini.

Langka sekali bagi makhluk mistis untuk menyerap cukup banyak esensi keabadian dan menjadi abadi layaknya para naga, phoenix, atau rubah berekor sembilan.

Klan lain hidup dengan masa hidup yang terbatas—seribu tahun, mungkin sepuluh ribu tahun. Di antara mereka, Biyiniao merupakan yang terpendek; mereka hidup tidak lebih dari seribu tahun.

Dibandingkan dengan para dewa yang hidup di luar lembah, hidup mereka secepat matahari bersinar dan tenggelam. Menikahi orang luar yang hidup panjang dapat menyebabkan tragedi, dan karena alasan inilah, klan mereka melarang pernikahan dengan orang luar.

Di usia ke enam puluh, seorang Biyiniao telah dianggap dewasa dan dapat menikah. Kedua adik lelaki dan ketiga adik perempuan Meng Shao telah menikah. Terlebih, jika dibandingkan dengan Pangeran ketiga Xiangli yang telah memiliki tujuh Biyiniao kecil, Pangeran Kedua yang lebih tua dari Pangeran Ketiga sekitar dua puluh tahun masih membujang.

Setelah makan, Fengjiu dan Xiao Yan sering mendiskusikan masalah ini berkali-kali tanpa pernah mendapatkan sebuah jawaban. Jadi, mereka dengan cemas mendengarkan penjelasan Putri Jielu hari ini.

***

Putri Jielu menyesap tehnya lagi, berdeham dan menceritakan ulang kisah cinta tanpa harapan yang dimulai tujuh puluh tahun yang lalu.

Seorang pemuda tampan telah bertemu seorang gadis. Sejak itu ia mabuk cinta, kehilangan napsu makannya, dan jatuh sakit. Hingga hari ini, ia bertekad tetap membujang jika tidak bisa memiliki si gadis.

Katanya, si gadis itu yang memberikan Jenderal Changsheng beserta kotak keramik itu pada si pemuda. Setelah kembali ke rumah, ia akan menatap kotak itu selagi merindukan si gadis. Tentu saja, si pemuda adalah Meng Shao yang menarik dari Lembah Fanyin.

Xiao Yan bertanya, “Gadis muda yang tidak dapat dinikahi oleh Saudara Meng pastilah orang luar? Jika ia masih hidup, mereka masih memiliki sebuah kesempatan. Meng Shao akan melanggar aturan lembah, tetapi itu bukanlah hal besar. Aku sering melanggar aturan klan kami juga. Para tetua tidak pernah bisa melakukan apa pun tentang itu. Hanya menatap seekor jangkrik siang dan malam, sekarat karena kecintaan bukanlah tindakan seorang pria.”

Memangnya apa yang bisa dilakukan para Tetua Iblis pada Raja Cabang Biru mereka, pikir Fengjiu. Peraturan klan mereka dibuat hanya untuk bersenang-senang. Namun, Fengjiu menyetujui sisa perkataan Xiao Yan yang lainnya.

Fengjiu mengangguk kuat dan dengan ketulusannya, bertanya pada Jielu, “Dari keluarga mana asalnya si gadis muda ini? Siapa namanya? Kami bisa membantu mencarinya jika itu dapat membuat impian Pangeran Kedua jadi kenyataan. Sebagai sahabat, kekhawatiran kami juga akan berkurang.”

Jielu kembali menyesap tehnya, tampaknya tersentuh kebaikan mereka. 

“Ratu Qingqiu dari Klan Rubah Putih Berekor Sembilan, pemimpin Wilayah Timur, Yang Mulia Fengjiu. Aku tidak yakin apakah kalian pernah mendengar tentangnya? Dialah yang dicintai oleh Meng Shao.”

Fengjiu terjatuh dari kursinya. Xiao Yan menjatuhkan rahangnya. 

“Apa?”

Saat Fengjiu memegangi lengan Xiao Yan dan merangkak naik, melihat ke arah sosok minum-minum Meng Shao dari dua meja jaraknya, sebenih ingatan jatuh ke tanah, bertunas, dan berbunga. Fengjiu akhirnya mengingat kenapa kotak keramik itu tampak begitu familier.

***

Memang benar ada kisah semacam ini, dan tampaknya terjadi tujuh puluh tahun lalu.

Tujuh puluh tahun lalu, seorang teman lama Zheyan datang berkunjung ke kebun persiknya dan kebetulan bertemu dengan Fengjiu yang datang untuk memetik persik. Itu merupakan cinta pada pandangan pertama.

Teman lama Zheyan merupakan seorang penguasa dari para dewa pegunungan. Ia memerintah sungai dan gunung yang tak terhitung jumlahnya di dunia manusia. Kediamannya berada di puncak Gunung Zhi’yue di Wilayah Utara.

Namanya adalah Cang’yi Shenjun. 

Cang’yi Shenjun bukan berasal dari keluarga kuno dari zaman dahulu kala. Ia menjadi penguasa pegunungan karena pencapaian yang baru-baru saja ia dapatkan.

Untuk alasan inilah, Zheyan sangat menghormatinya. Menurut perkiraan Zheyan, Cang’yi merupakan dewa junior terbaik dalam sejarah belakangan ini.

Cang’yi Shenjun merupakan seorang pria yang tegas. Tanpa keraguan, ia meminta Zheyan mengunjungi Qingqiu sebagai mak comblangnya. Zheyan pun menyetujuinya.

Secara mengejutkan, pencapaian Cang’yi dan karakter murah hatinya segera disukai oleh ayah Fengjiu, Bai Yi. Setelah Fengjiu mewarisi takhta Wilayah Timur, hal pertama yang diurus Bai Yi adalah untuk mencarikan seorang suami yang pantas guna menguatkan posisi Fengjiu.

Setelah beronde-ronde tak terhitung, mata jeli Bai Yi akhirnya jatuh pada Cang’yi. Meski demikian, Fengjiu tidak pernah menyetujui soal perjodohan ini. Meski ia memprotes, ia tentu saja tak dapat menang melawan ayahnya.

Ketika iring-iringan pernikahan dari Gunung Zhi’yue tiba di Qingqiu, ayah Fengjiu mengikatnya dan melemparkannya ke dalam sebuah tandu dengan delapan pembawa tandu yang akan mengikuti jalan berputar kembali ke kediaman sang pengantin pria.

Cang’yi Shenjun sedang tertahan oleh urusan di dunia manusia kala itu. Yang menyambut sang pengantin wanita adalah seorang jenderal dengan pangkat di bawah Cang’yi.

Fengjiu melihat keluar tandunya dan si jenderal ini paling tidak setinggi sepuluh meter. Memperkirakan kalau ia tak akan mampu menang melawan si jenderal, Fengjiu duduk diam sepanjang jalan.

Fengjiu berencana untuk beraksi ketika tandunya sampai di istana. Ia akan membuat kekacauan saat itu dengan menolak meninggalkan tandunya untuk menikahi Cang’yi, sehingga seluruh dunia akan tahu.

Mari lihat apakah ayahnya dapat memaksa Fengjiu saat itu. Para pembawa tandu itu cepat; hanya dibutuhkan setengah hari ketika mereka sampai di kaki Gunung Zhi’yue.

Proses pernikahan yang berbelit-belit ini menemukan jalannya hingga ke jalan masuk gunung ketika  tangis ketakutan terdengar dari luar tandu. Fengjiu mengangkat tirai tandunya dan menatap ke luar.

Si jenderal setinggi sepuluh meter itu sedang menggunakan cambuk sembilan bagian untuk mencambuki seorang pemuda lemah yang mungkin saja seorang tamu dari prosesi ini.

Fengjiu melemparkan tusuk rambut emasnya untuk menghentikan pencambukan dan mengirimkan pelayannya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Kenyataannya cukup mudah. 

Si pemuda tidak berasal dari istana ini. Entah bagaimana caranya ia bergabung dengan prosesi ini sepanjang perjalanan, ingin menaiki Gunung Zhi’yue tanpa alasan jelas.

Terdapat sebuah peraturan di Gunung Zhi’yue: jika seseorang bukan berasal dari gunung ini, ia tidak diperbolehkan untuk menginjak tanahnya. Lonceng pelangi berbunyi tepat ketika ia masuk, dan langsung di seret keluar, kemudian dipukuli.

Kaki pemuda itu tampak dicambuk sakit sekali, darah merembes dari celana panjangnya. 

Dengan lemah ia menjelaskan, “Aku ... Aku terpisah dari kakakku, dan aku sedang mencarinya, aku melihat prosesi pernikahan. Aku tidak pernah melihat sebuah pernikahan asing sebelumnya, jadi aku tetap di sini untuk menonton. Aku tidak punya maksud lain.”

Fengjiu melihat kepada si pemuda yang tengah gemetar kesakitan di tanah di kejauhan. Untuk saat ini, Fengjiu tidak mempedulikan apakah ia berkata jujur atau tidak.

Jika pemuda itu memang hanya seorang anak yang ingin bersenang-senang, Gunung Zhi’yue sungguh berpikiran sempit. Jikalau pemuda itu berbohong, ini dapat memberi Fengjiu keuntungan ketika ia mengacau di Gunung Zhi’yue besok ...

Fengjiu mengangkat tirainya dan dengan cepat melangkah menuju tempat insiden. 

Ia membantu si pemuda untuk bangun dan berpura-pura terkejut selagi berkata: “Ya ampun, bukankah ini Xiao Ming? Aku sudah merasa kalau itu kau saat melihat dari jauh, tetapi kakakmu seharusnya berada di tempat Zheyan atau kembali ke rumah di Qingqiu. Bagaimana kau bisa terpisah darinya? Ya sudah, kenapa kau tidak ikut bersamaku dulu? Dalam dua hari, aku akan meminta seseorang membawamu kembali ke Qingqiu agar kau dapat bertemu dengan kakakmu.”

Selagi Fengjiu membantunya bangkit, ia menangis kencang dalam kesedihan yang berlebihan, “Oh, tidak, bagaimana bisa kau terluka separah ini? Ini tidak bisa! Kau, kau, kau. Kau juga. Cepat, bantu Tuan Muda Ming ke dalam tanduku.”

Si pemuda yang kebingungan dibawa pergi oleh sejumlah pelayan yang gugup. Saat pemuda itu duduk tenang di dalam tandu, ia masih tidak mengerti apa yang terjadi.

Dalam ingatan Fengjiu, si pemuda itu sangatlah pemalu. Ia hanya duduk diam di dalam tandu. Meskipun luka di kakinya begitu sakit, ia menahannya hingga mereka tiba di istana Gunung Zhi’yue.

Melihat wajah menahan sakit pemuda itu, Fengjiu mengeluarkan dari lengan jubahnya, sebuah silinder bambu dengan seekor jangkrik berkepala merah yang dihadiahkan paman kecilnya untuk Fengjiu.

Anak-anak lelaki biasanya menyukai jangkrik, mungkin jangkrik ini dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit. Fengjiu memunculkan sebuah kotak keramik dan memasukkan jangkriknya ke dalam situ, kemudian memunculkan seekor jangkrik berkepala hijau untuk beradu dengan si kepala merah.

Si pemuda membelalakkan matanya, terpaku. Melihat bahwa pemuda itu tertarik dengan hal semacam ini, Fengjiu menghadiahkan mereka semua untuknya. Ia tidak menyelamatkan pemuda itu tanpa tujuan lain. Merasa bersalah, ia memberinya hadiah kecil sebagai gantinya.

Si pemuda merona dan berterima kasih pada Fengjiu dengan suara kecil, “Nona, Anda sangat baik karena telah menolongku. Aku pasti akan membalas kebaikan Anda suatu hari nanti.”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar