Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 11 Part 6


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 11 Part 6


Setelah sampai di puncak gunung, Fengjiu dibawa ke dalam sebuah kamar pribadi untuk beristirahat. Si pemuda dibawa ke kamar lain untuk diobati lukanya.

Sambil minum teh, Fengjiu memikirkan tentang janji si pemuda untuk membalas budinya. Apa sebenarnya tujuannya datang ke gunung ini?

Fengjiu telah menyelamatkannya tak peduli bagaimana seseorang memandangnya. Sudah sewajarnya pemuda itu membalas budi Fengjiu. Tetapi ada satu masalah yang membebani pikiran Fengjiu.

Fengjiu ditutupi dengan kerudung pengantin dari awal hingga akhir. Tak melihat wajahnya, apakah pemuda itu akan membalas budi pada orang yang salah?

Selagi pikiran Fengjiu masih kusut, seorang pelayan masuk dan memberitahunya bahwa Cang’yi Shenjun telah kembali. Pikiran Fengjiu jadi tambah kusut.

Di satu sisi, Fengjiu harus menangani Cang’yi, di sisi lainnya ia harus memikirkan cara untuk memporak-porandakan istana ini sebelum upacara pernikahan. Keduanya menguras kemampuan otaknya.

Harus mengurus kedua masalah ini terlebih dahulu, Fengjiu tidak punya waktu untuk memikirkan si pemuda yang ia selamatkan.

Semenjak hari itu, Fengjiu tidak pernah bertemu dengannya lagi. Layaknya tumbuhan duckweed yang berada dalam kolam teratai, wajah pemuda itu terlupakan di suatu sudut di ingatan Fengjiu.

Tumbuhan Duckweed

Jika tidak ada angin yang datang membuat riak di permukaan air, ingatan ini pasti akan terkunci setelah bertahun-tahun keheningan.

Si pemuda hanyalah orang yang lewat dari sekian banyak orang yang Fengjiu temui selama tiga puluh ribu tahunnya. Setelah sekian lama, meski mengingatnya sekarang, ia tidak mampu menghubungkan si pemuda pemalu dulu dengan si pria menarik hari ini tak peduli apa pun yang terjadi.

Tujuh puluh tahun. 

Apa yang sebenarnya terjadi selama waktu itu yang mengubah Meng Shao dari seorang pemuda pemalu menjadi seseorang yang menarik dan berkharisma? 

Dengan ratusan pertanyaan, Fengjiu melirikkan lagi matanya yang ragu ke arah Meng Shao. Tetapi kursi tempatnya duduk sedetik yang lalu kini sudah kosong. Sebuah bunyi klang terdengar di atas meja; sebuah cahaya keperakan bersinar dari botol anggrur. 

Tidak ada. 

Meng Shao telah menghilang.

Mata memerah karena alkohol, Pangeran Kedua Meng Shao memegangi bahu Xiao Yan dengan mabuk. Para Biyiniao terkenal akan ketajaman pendengaran mereka.

Perkataan Jielu pada Xiao Yan dan Fengjiu tampaknya telah didengar oleh Meng Shao, memberikannya sentakan rasa berterima kasih. 

“Benarkah? Apakah semuanya juga berpikir kalau aku harus mengabaikan peraturan klan dan dengan berani mengejar cintaku?”

Pada bagian ini, Meng Shao mendesah, “Sejujurnya, enam bulan yang lalu aku sudah tak ingin mengubur cinta ini lebih lama lagi, dan ingin meloloskan diri dari penjara ini untuk mencari pujaan hatiku. Tetapi tepat ketika aku meninggalkan kota, aku tertimpa kalian berdua hingga pingsan. Jadi kupikir, ‘sudah takdir’. Tadir telah memutuskan Yang Mulia Fengjiu dan aku tidaklah berjodoh, jadi akhirnya aku pun menyerah.”

Mata Meng Shao besinar melihat ke arah Xiao Yan dan Fengjiu di dalam ruangan yang bermandikan cahaya. 

“Tetapi sekarang dengan dukungan dari kalian seperti ini, yang satu menggunakan dirinya sebagai contoh untuk melanggar aturan klan, yang lainnya dengan tulus berusaha membantuku mencari keberadaan Yang Mulia Fengjiu ...”

Fengjiu meringis dan melirik ke arah Xiao Yan selagi ingin sekali menampar mereka berdua. 

Fengjiu mengoreksi dengan tergagap, “Kami mendadak merasa kita perlu memikirkan soal ini lebih hati-hati. Ide yang barusan itu sepertinya bukan ... sebuah ide yang bagus.”

Fengjiu berbalik ke arah Xiao Yan dan mengerling padanya. 

“Kakak, kau tampak menyesali perkataanmu. Menurutmu, ide kita agak gegabah dan buruk, bukan begitu?”

Xiao Yan mengerti maksud Fengjiu dan dengan cepat menunjukkan penyesalannya: “Benar, benar, sangat buruk.”

Suara Xiao Yan dipenuhi penyesalan, ia pun melanjutkan: “Meskipun para Tetua tidak pernah menghukumku, selama bertahun-tahun ini aku selalu merasa sangat bersalah karena melanggar peraturan klan kami. Hatiku sakit setiap kali aku memikirkan tentang itu.”

Putri Jielu menatap keduanya dengan rahang menganga. Meng Shao menatap bingung.

Fengjiu melengkapinya dengan tulus, “Yang Mulia Fengjiu ... ahem ... Yang Mulia menghadiahkanmu jangkrik dan kotak keramiknya. Kenapa kau hanya menempatkan kerinduanmu pada si jangkrik? Bukankah kotaknya juga sama? Si jangkrik sekarang sudah mati, tetapi kotaknya masih di sini. Bukankah ini sebuah pertanda bahwa ini masih belum waktunya meninggalkan semuanya untuk mencarinya?”

Fengjiu kemudian membujuk Meng Shao, “Jika Langit menginginkanmu meninggalkan segalanya demi mencari dia, ketika ia memanggil Jenderal Changsheng kembali, harusnya ia juga menghancurkan kotaknya. Tetapi Beliau tidak melakukan itu, karena masih belum waktunya. Bagaimana menurutmu, apa aku benar?”

Kebingungan di mata Meng Shao semakin dalam. 

Tak lama setelahnya, ia berkata, “Perkataanmu tampak masuk akal. Tetapi aku sedikit bingung dengan kesimpulanmu.”

Fengjiu menjelaskan pada Meng Shao dengan sabar, “Itu karena kau sedang mabuk. Kesadaranmu tak lagi jernih.”

Fengjiu lanjut menjelaskan: “Begini saja, bagaimana kalau kau istirahat untuk menghilangkan mabukmu. Setelah kepalamu jernih, kau akan mengetahui kalau perkataanku sangat masuk akal.”

Tuan Muda Meng memikirkan ini dan memutuskan untuk setuju. Setelah seharian minum-minum, Meng Shao akhirnya membubarkan para pelayan restoran.

Putri Jielu dan para pelayan memindahkan Meng Shao ke sebuah kamar tamu di Zuilixian. Jielu melepaskan helaan napas penuh kelegaan ketika akhirnya bebannya terangkat.

Setelah semua orang pergi, saat Xiao Yan dan Fengjiu berserta dua pelayan yang menguap adalah satu-satunya yang tersisa di aula utama, Xiao Yan yang telah menyaksikan sebuah pertunjukan menarik mengacungkan jempolnya pada Fengjiu dan baru saja akan berbicara ketika Fengjiu lebih dulu berkata: 

“Aku tidak tahu mengapa Meng Shao menyukaiku. Bahkan jika kau bertanya pun, aku tidak akan tahu apa yang harus kukatakan padamu.”

Kekecewaan muncul di wajah Xiao Yan. 

Fengjiu dengan hati-hati menatap ruangan itu sekilas sebelum memberitahu Xiao Yan, “Aku merasa sejak pertama kita menginjakkan kaki ke kedai minum ini, seseorang terus memperhatikanku.”

“Bukankah itu ... karena ...” 

Xiao Yan berpura-pura tak nyaman. 

“Kedua mata yang sedang bersandar di bahumu sekarang, tengah tersenyum padamu ...”

Tepat saat itu, angin bertiup dari belakang, mengangkat rambut Fengjiu naik ke lengannya. Fengjiu terkejut dan melompat ke dalam pelukan Xiao Yan.

Xiao Yan menepuk punggung Fengjiu selagi tertawa keras. 

“Terakhir kali aku memelukmu, kali ini kau yang memelukku. Kita sudah impas sekarang.”

“...”

Di luar balkon lantai kedua Zuilixian berdirilah  tanaman kaktus hijau bercahaya. Terletak di balik cahaya fajar, daunnya mendadak berputar di bawah langit tak berangin. 

Sesosok ungu diam-diam melewati dua orang di dalam tanpa sepengetahuan mereka.

***

Tujuh hari kemudian, turnamen yang telah dinanti-nanti akhirnya dimulai hingga ke bagian barat kota. Di masa lalu, ketika masih ada empat musim di Lembah Fanyin, di lereng dipenuhi dengan pohon prem, jadi bagian itu disebut dengan Lembah Prem.

Tetapi selama dua ratus tahun terakhir, es telah menghancurkan separuh dari mereka, dan Istana Kerajaan akhirnya mengubah area ini sepenuhnya menjadi sebuah lapangan olah raga.

Fengjiu berbincang penuh semangat dengan sesama teman sekelasnya semenjak ia menginjakkan kaki ke dalam arena. Karena Dijun telah membuat alasan pneumonia untuknya agar ia dapat izin dari sekolahnya, teman-teman sekelasnya sekarang mengerumuni Fengjiu dengan kagum untuk bercakap-cakap melihat betapa pemberaninya Fengjiu mengikuti turnamen segera setelah ia sembuh.

Fengjiu mengambil kesempatan untuk melihat ke sekeliling arena. Tentu saja, gundukan salju menyapa pengelihatannya. Ini merupakan formasi yang sama yang ditunjukkan Meng Shao padanya.

Tiang-tiang tajam bersinar menakutkan di dalam kabut pagi hari. Tetapi setelah dilatih oleh Dijun selama sepuluh hari, Fengjiu tidak mempedulikan tiang-tiang itu lagi; ia memandangi mereka seolah sedang melihat awan yang melayang.

Bicara soal Meng Shao, setelah Donghua melepaskan Fengjiu dari medan pelindungnya kemarin, ia bertanya kesana kemari dan mendengar kalau Meng Shao tidak lagi menunjukkan sikap yang sembrono. 

Mungkin Meng Shao sudah memikirkan segalanya? Fengjiu jadi lega sekarang karena Meng Shao tidak lagi menyiksa dirinya sendiri.

Fengjiu mengikuti ke arah stadium yang dibangun dari kayu pinus dan cemara, melingkari panggungnya. Kursi telah dipenuhi penonton. Turnamen hanya terjadi setiap sepuluh tahun sekali, jadi selalu mengundang keramaian.

Meskipun kehadiran juga cukup tinggi di tahun sebelumnya, stadium ini cukup luas bagi orang-orang untuk duduk nyaman dengan sandaran siku di tengahnya.

Hanya tahun ini, stadium terlalu penuh, terancam roboh dari dorongan massa yang mendengar kabar bahwa Dijun juga akan hadir.

Walaupun Dijun sering mengunjungi Lembah Fanyin untuk mengajar, ia hanya dapat dapat ditemukan di dalam ruang kelas ataupun lokasi mengajar lain. Para warga biasa tidak pernah punya kesempatan bertemu dengan si Raja yang luar biasa.

Tak pernah berharap mereka dapat menemui dewa tertinggi, ibu kota mendadak jadi ricuh tiga hari setelah kabar Dijun datang menyebar. Semua orang di dalam klan, dari bangsawan hingga rakyat biasa mengantre demi mendapatkan tempat.

Lembah Prem yang telah terlantar selama dua ratus tahun dalam semalam berubah menjadi seember air yang mengatur minyak mendidih.

Ratu Biyiniao telah mengambil tempatnya di atas panggung, tetapi kursi tertinggi masih kosong, tampaknya disediakan untuk Donghua. Ratu dan para bangsawan di bawah, semuanya mengenakan ekspresi hormat hingga pada tahap terlihat stres ketika memikirkan kalau mereka akan segera bertemu dengan Dijun untuk minum-minum selagi membicarakan permainan pedang.

Dengan watak Dijun, Fengjiu mengetahui ia tidak akan pernah datang tepat waktu untuk kompetisi semacam ini. Antara Donghua akan datang lebih awal, atau ia akan datang terlambat.

Hari ini mungkin akan terlambat, akan tetapi seberapa terlambatnya, Fengjiu tidak bisa menebaknya.

Pagi ini, selagi Fengjiu baru saja akan pergi, ia bertanya-tanya apakah ia harus mampir ke kamar Donghua untuk mengingatkannya. Fengjiu baru saja berjalan dua langkah ke depan ketika ia mundur selangkah.

Hubungan Fengjiu dengan Dijun agak hangat-hangat kuku beberapa hari belakangan ini.

Bicara soal hari ketika Donghua merawat Fengjiu ... Setelah kembali dari Zuilixian, Fengjiu merenung dan bertanya-tanya apakah semuanya adalah nyata. Dijun bisa saja menggunakan sihirnya untuk menghapus semua jejak sebelum meninggalkan kamarnya.

Hanya karena tidak adanya jejak tertinggal, bukan berarti Fengjiu sedang bermimpi. Untuk beberapa alasan, ia merasa bahagia pada pemikiran ini, tetapi tak ingin mengejar penjelasan lebih jauh, ia dengan cepat memutuskan ia harus berterima kasih secara layak pada Dijun.

Fengjiu dapat menambahkan beberapa dekorasi pada kue sarapan Donghua, dan ia harus mengutarakan rasa terima kasihnya dengan tulus. Ia menguap selagi ia bernyanyi, tangannya dengan cepat menyiapkan sarapan mewah.

Akan tetapi, Dijun membuat pengecualian pagi ini, dengan tidak muncul saat sarapan. Masih merasa senang meskipun terdapat sedikit kekecewaan, Fengjiu membawakan makanan itu ke dalam kamar Donghua.

Sayangnya, kamar itu juga hening tanpa adanya Donghua. Sudah hampir waktunya untuk latihan pedang, dan Fengjiu membawa pedang Taozhu ke halaman belakang.

Tanpa diduga, Donghua sedang duduk bengong di bawah pohon aprikot yang berbunga dengan sebuah buku di tangannya. Fengjiu mendekat dan memanggil namanya.

Donghua menengadahkan kepalanya untuk melihat ke arah Fengjiu. Matanya setenang gunung yang sedang tidur di kejauhan. Fengjiu berdiri linglung menatap balik Donghua.

Normalnya, jika apa yang terjadi semalam adalah benar. Mata Dijun seharusnya menatap Fengjiu dengan sekelebat kelembutan, atau paling tidak Donghua menanyakan soal luka-lukanya.

Fengjiu diam-diam menarik kembali senyumannya, merasa kalau ia telah memimpikan hal yang menggelikan. Apa yang terjadi semalam hanyalah imajinasinya; tidak ada yang benar-benar terjadi.

Orang bilang, apa yang kau pikirkan ketika siang hari akan kau impikan saat malam hari. Bagi Fengjiu untuk melihat mimpi ini sekarang, apakah itu artinya ia selalu memikirkan Dijun dan akhirnya membentuk suatu kebiasaan karenanya?

Sangat kecewa, tetapi tidak yakin apakah kecewa pada dirinya sendiri ataukah sesuatu yang lain, Fengjiu menundukkan kepalanya dan pergi ke lapangan berlatih.

Tiba-tiba, Fengjiu mendengar suara Donghua dari belakang: “Mengapa kau harus memiliki buah Saha itu?”

Frustasi, Fengjiu bahkan tidak berbalik dan menjawab Donghua asal saja, “Karena aku belum pernah mencicipinya, aku hanya ingin mencobanya, kurasa.”

Dijun terdiam sesaat, kemudian mengajukan pertanyaan mengejutkan, “Apakah kau akan menggunakannya untuk membuat kue?”

Fengjiu tidak tahu bagaimana harus menjawab Donghua. Buah Saha digunakan untuk membangkitkan orang mati. Apakah kekuatannya dapat bereaksi jika ia membuat kue dari buah itu, Fengjiu belum pernah memikirkan tentang ini sebelumnya. 

“Mungkin.”

Lalu, Dijun mengajukan lagi pertanyaan lain yang membingungkan, “Yan Chiwu menyukai kue dengan isian buah Saha belakangan ini?”

Fengiu bingung. 

“Xiao Yan?”

Mungkin memang ada kalanya ketika Yan Chiwu memberitahunya soal sesuatu yang mirip, bahwa jika mereka berhasil mendapatkan buah Saha, Fengjiu harus membuatkan kue dan membaginya jadi dua.

Fengjiu dengan bingung melihat ke dalam mata Donghua yang tak dapat dipahami dan melanjutkan menjawab samar padanya: “Mungkin saja. Tetapi ia tidak memakan kue dengan isian kacang hijau atau kacang merah dengan jahe.”

Fengjiu kemudian bergumam pada dirinya sendiri, “Dia benar-benar orang yang pemilih.”

Tiba-tiba saja, embusan angin dingin bertiup, membalik halaman buku Dijun yang baru saja diletakkan di atas meja marmer. Donghua mengernyit selagi ia meletakkan tangan di atasnya. 

Fengjiu tidak tahu apakah ia puas dengan jawabannya atau tidak, tetapi Donghua tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya.

Beberapa hari setelahnya, Dijun jadi terlihat makin tidak biasa. Ia kelihatan seolah ada sesuatu dalam benaknya. Awalnya, Fengjiu tidak mengerti alasannya, lalu ia akhirnya mengetahuinya setelah beberapa hari merenung.

Fengjiu melupakan, Dijun bertukar tempat dengan Xiao Yan dan pindah ke Jifeng Yuan agar ia bisa menggunakan Fengjiu untuk memprovokasi Jiheng. Tetapi Jiheng tidak marah seperti yang diinginkan Donghua, jadi ia pun tinggal di sini lebih lama.

Bukan hanya itu, Fengjiu menghitung hari dengan jarinya dan sudah empat atau lima hari sejak Donghua bertemu dengan sang putri. Dijun pasti merindukannya.

Namun, ini semua disebabkan oleh perencanaannya yang ceroboh. Dengan menggunakan medan pelindung untuk mengurung Jifeng Yuan, Donghua membuatnya jadi tidak mungkin bagi Jiheng yang hanya memiliki penempaan diri yang tak cukup untuk mengunjunginya.

Tetapi, jika Donghua mengangkat medan pelindungnya sekarang, ia hanya akan kehilangan wajahnya. Sepertinya inilah yang menyebabkan Dijun menderita. 

Inilah mengapa Donghua kehilangan akal sehatnya beberapa hari belakangan ini.

Di malam Fengjiu mengetahui semuanya dan pergi untuk membujuk Donghua agar mengangkat medang pelindungnya, Fengjiu mempertimbangkan bahwa Dijun tidak ingin seluruh dunia tahu perasaannya dan lebih memilih merahasiakan hubungannya dengan putri Jiheng.

Jadi, Fengjiu dengan pintar berkata pada Donghua, “Yang Mulia, mari singkirkan medan pelindung ini agar teman-teman kita dapat sesekali datang mengunjungi kita. Itu juga akan melegakan kekhawatiran teman-teman kita. Sebuah rencana yang sempurna, bagaimana menurutmu?”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar