Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 11 Part 2
Ruangan itu jadi hening sejenak. Hanya terdapat suara dari sendok di tangan Jiheng yang berbunyi bertabrakan dengan wadahnya. Melirik, Fengjiu melihat Donghua memperhatikan tangan Jiheng. Di tangan Jiheng kelihatan bintik-bintik merah.
“Bukankah aku sudah bilang kau tidak bisa menyentuh Changsheng-teng?”
Fengjiu menghentikan tangannya yang sedang memegangi teh; di sisi lain, Liansong Jun memelankan ketukan kipasnya.
Pundak Jiheng sedikit bergetar.
Hingga akhirnya, ia menjawab, “Anda masih ingat kalau aku alergi pada Changsheng-teng.”
Malu-malu, Jiheng mendongak dan berkata, “Aku khawatir Anda tidak terbiasa dengan makanan dari kediaman Putri Jiu’ge, jadi aku membuat dan membawakan sup hari ini. Jika Mulianzi tidak terdapat Changsheng-teng, supnya akan kehilangan rasa yang biasa Anda makan. Aku tidak apa-apa, asalkan aku tidak menyentuh akarnya terlalu lama. Namun, melihat bahwa Anda mencemaskanku, aku ...”
Ketika Jiheng sedang ragu melengkapi kalimatnya, Fengjiu meletakkan cangkir tehnya dan berdeham.
“Aku akan pergi memeriksa bagaimana persiapan makanannya.”
Xiao Yan berdiri sedih.
“Aku ikut denganmu.”
A Li melihat ke depan dan belakang kemudian berdiri juga.
“Aku juga, aku mau pergi juga.”
Tangan Donghua yang sedang memegangi sendok sup tergantung di udara. Donghua menatap Fengjiu yang kini telah bangkit dari kursinya.
Perhatian Fengjiu ada pada sesuatu yang berada dalam lengan jubahnya. Setelah merogoh sejenak, ia mengeluarkan sebuah bungkusan kue manis dan memberikan dua potong untuk A Li.
“Tetaplah di sini dan makan ini. Jangan mengikuti dan menggangguku.”
Kemudian, Fengjiu berbalik dan menawarkan dua lainnya pada Xiao Yan.
“Kau juga, makanlah dan jangan ikuti aku.”
Tetapi Fengjiu mendadak menarik kembali tawarannya.
“Oh, tapi kesehatanmu tidak baik. Kau tidak boleh makan kue lobak.”
Jadi Fengjiu memberikannya pada A Li. A Li memandangi kue lobak di tangannya setengah harian. Ia merenungi pilihan apakah ia memakan kuenya atau pergi mengganggu Fengjiu.
Setelah berpikir sejenak, A Li ragu-ragu, “Aku akan memakannya sambil pergi denganmu. Mengikutimu tidak akan menggangguku memakan kue-kue ini.”
Fengjiu melototi A Li kemudian mengalihkan matanya pada Xiao Yan yang berdiri diam. Menurut Fengjiu, Xiao Yan selalu seperti kelinci yang tak bisa diam. Sangat jarang melihatnya begitu diam. Fengjiu hanya dapat menatap Xiao Yan selama beberapa waktu.
Saat Fengjiu menatapnya, ia menyadari kalau Xiao Yan sedang mengamati mangkuk sup di depan Donghua. Ia mendadak mengerti. Xiao Yan pasti sangat ingin Jiheng memasak untuknya seperti Jiheng memasakkan untuk Donghua.
Xiao Yan pasti merasakan kesedihan dan amarah karena Jiheng tidak memasak untuknya. Fengjiu sebenarnya sangat mudah dipancing rasa keibuannya; setelah ragu sejenak, Fengjiu memutuskan ia harus menghibur Xiao Yan. Fengjiu menurunkan kepalanya dan melihat ke kantung permen dari lengan jubahnya.
Tapi, apa yang harus dilakukan, Xiao Yan tidak makan permen, dan ia tidak tahu bagaimana lagi caranya untuk menghibur Xiao Yan.
Fengjiu menatap Xiao Yan dan menghela napas, “Aku membuatkan beberapa kue lobak, kacang kacang hijau, kacang merah, dan kue kismis tadi pagi untuk camilan di hari hujan. Kau tidak menyukai kacang hijau ataupun kacang merah. Kue kismis kau makan, tetapi aku menambahkan jahe yang tidak kau sukai.”
Lalu Fengjiu menghela napasnya lagi.
“Baiklah, kau boleh ikut dan menggangguku.”
Xiao Yan tampak lebih sedikit ceria.
“Tidak bisakah kau membuatkanku kue yang kusukai?”
Kemudian, ia bertanya lagi dengan lebih menyedihkan, “Atau kau sudah tidak ingat lagi apa yang aku sukai?”
Xiao Yan tidak pernah terlihat sesedih ini. Fengjiu dipenuhi rasa simpati.
Ia pun berkata pada Xiao Yan dengan suara yang penuh kasih sayang yang biasa digunakan untuk seekor peliharaan, “Tentu saja aku ingat, kue kismis beku dengan rasa licorice.”
Lalu Fengjiu menambahkan: “Bagaimana kalau kita meminta sebuah pesanan kue ini? Meng Shao bilang kalau koki di sini sangat hebat; mungkin saja sesuai dengan seleramu.”
Xiao Yan menjawab masih dengan kesuramannya, “Baiklah, minta mereka membuatkannya.”
Lalu ia menambahkan, “Belakangan ini aku menyukai asin. Minta mereka menambahkan garam pada licoricenya. Kalau tidak enak, kita bisa tetap gunakan resep yang lama. Atau mereka dapat membuatkan kue kuning telur juga, kurasa aku bisa memakannya.”
Kepala Fengjiu berdenyut. Ia pasti sudah mencekik Xiao Yan di hari biasa karena meminta begini banyak.
Namun, karena Xiao Yan sedang rentan sekarang, Fengjiu menahan diri dengannya dan menggertakkan giginya: “Baiklah, aku akan menyuruh mereka membuatkannya asin untuk kau coba.”
Di saat bersamaan, Jiheng berseru, “Guru, sup Anda tumpah!”
Fengjiu menoleh dan di saat yang sama menangkap mata dingin Donghua. Selagi Jiheng membersihkan tumpahan di atas meja, Donghua dengan kepala yang agak mendongak menatap intens pada Fengjiu.
Tatapan mata Donghua yang mantap membuat Fengjiu terkesima. Sup Mulianzi-nya masih beruap.
Liansong terbatuk-batuk untuk mengusir keheningan dan berbicara: “Aku mendengar banyak soal kemampuan memasak Putri Jiu’ge. Kue kacang hijau dan kacang merah merupakan beberapa favoritku. Akankah aku mendapatkan kehormatan untuk mencicipi kue buatanmu hari ini?”
Fengjiu mulai mati rasa karena semua tatapan dari Donghua. Liansong sungguh memilih waktu yang tepat. Ia dengan segera memberikan Liansong potongan terakhir dari bungkusannya.
Musik pun berlanjut dan tatapan Donghua teralihkan pada pertunjukan.
Jiheng yang terlupakan sesaat pun mendadak mengeluarkan suaranya: “Guru, apa Anda ingin tambah lagi?”
Yan Chiwu sudah pergi hingga ke tangga dan sekarang memberikan tanda dengan matanya untuk mendesak Fengjiu turun. Fengjiu mengangkat roknya dan berbalik pergi.
Ketika Fengjiu melewati Donghua, ia tiba-tiba mendengar suara pelannya: “Ternyata kau familier dengan kesukaannya.”
Tanpa sadar, Fengjiu menurunkan pandangannya dan mengangkap tatapan mata Donghua lagi. Donghua tampak begitu dingin. Apakah Fengjiu melakukan kesalahan lagi?
Ia mempertimbangkan segala yang terjadi dan, seolah ia akhirnya mengerti, berkata, “Ah, apakah kau juga ingin mencicipi masakanku? Sejujurnya, tidak ada yang istimewa dari kue-kue buatanku. Aku paling handal membuat ikan kukus. Tetapi bukankah aku telah membuatkannya untukmu?”
Setelah semua yang Fengjiu katakan, ekspresi Donghua masih tidak berubah.
Fengjiu menggaruk kepalanya, lalu melanjutkan setelah beberapa saat: “Ah, jadi kau memang ingin memakannya ... tapi sudah habis sekarang.”
Fengjiu melihat ke arah A Li.
“Atau kita bisa meminta Yang Mulia Pangeran jika ia bersedia berbagi beberapa denganmu ...”
Fengjiu belum menyelesaikan perkataannya ketika A Li dengan cepat menyembunyikan bagiannya di belakang punggungnya.
“Yang Mulia Ketiga punya enam potong, kenapa kau meminta padaku?”
Setelah berpikir sejenak, A Li menambahkan: “Dan lagipula, aku pendek. Aku juga harus makan agar aku bisa tumbuh.”
“Aku rasa memiliki satu lebih banyak atau kurang tidak akan mengganggu pertumbuhanmu ...”
“Tetapi Yang Mulia Ketiga punya enam, aku hanya empat,” A Li cemberut.
“Aku tidak akan memberikannya pada Kakak Donghua ... Maksudku, Donghua Dijun.”
Yang Mulia Ketiga menikmati membuat lebih banyak masalah. Ia pun memegangi keenam kue di tangannya dan menyeringai lebar, mengesampingkannya. Tak banyak kesempatan untuk membuat Donghua jengkel.
Dalam kegembiraan berlebihnya, Pangeran Ketiga memberitahu Donghua, “Putri Jiu’ge mungkin mengetahui apa yang Yan Chiwu sukai, namun itu tidak berarti Jiu’ge mengetahui apa yang Donghua Dijun sukai. Ambil kue-kue ini sebagai contohnya ... mereka sesuai seleraku, namun mereka belum tentu sesuai dengan seleramu. Mengapa kau harus bertengkar denganku demi kue yang mungkin saja tidak sesuai dengan seleramu?”
Donghua: “...”
Xiao Yan berdiri menunggu di tangga.
Tak sabaran, ia pun mendesak Fengjiu, “Kita jadi pergi atau tidak? Kalau kokinya tidak bisa membuatnya tepat waktu, kau yang harus membuatkannya untukku!”
Pada saat ini juga, sebuah benda terbang mendesing ke arah Xiao Yan dan membuatnya tersandung jatuh dari tangga.
Setelah serentetan suara jatuh yang keras, sebuah geraman marah langsung terdengar: “Bajingan mana yang mencoba membunuhku?!”
Wadah sup yang tadinya berada di tangan Donghua telah menghilang tanpa dapat dijelaskan.
“Maaf, tanganku tergelincir,” Donghua berkata, menatap linglung.
A Li dengan mulut yang penuh dengan kue lobak menyemangati tak jelas, “Whoa, tergelincirnya cukup jauh!”
Liansong: “...”
Fengjiu: “...”
***
Setelah makan malam yang menghamburkan uang di Zuilixian, Fengjiu tidak menyangka hasil dari menghabiskan semua kekayaannya adalah pengurungannya sendiri.
Kenyataannya adalah, setelah bangun awal pagi ini, Fengjiu mengikuti jalan kecil di dalam kediaman dan menuju ke gerbang untuk ke sekolah. Tentu saja kakinya mendarat di tanah ketika, ‘bam’, Fengjiu terlempar ke belakang setelah bersentuhan dengan sebuah medan pelindung bening.
Fengjiu tumbuh besar dalam asuhan bibinya, Bai Qian, semenjak ia masih kecil. Bibinya sangat memanjakannya, jadi Fengjiu sudah keras kepala bahkan saat masih bayi rubah.
Kapan saja ayah Fengjiu yang tegas menghukumnya, ia selalu mendobrak pintu atau jendela untuk kabur. Tak satu pun hukuman yang tak dapat ia hadapi. Akan tetapi, kepintarannya benar-benar tidak berguna kali ini.
Donghua begitu tidak tahu malu, ia telah menyelimuti seluruh Jifeng Yuan di dalam medan pelindungnya. Fengjiu tidak cukup hebat untuk keluar dari barikade ini. Sekarang di usianya, ia akhirnya terkurung di suatu tempat.
Fengjiu bergegas menuju kamar Donghua, siap menghadapi Donghua. Dijun baru saja turun dari ranjangnya, sekarang sedang mengikat jubah luarannya.
Bertemu dengan tatapan marah Fengjiu, Donghua berbicara padanya dengan suara lesu khas orang mengantuk, “Aku rasa aku mendengar kalau kau tertarik dalam kompetisi buah Saha itu.”
Fengjiu terlihat kebingungan.
Dijun menjelaskan santai, “Semenjak aku menggunakan namaku untuk membuatmu ikut serta dalam kompetisi, bukankah reputasiku akan ternoda jika kau tidak menang?”
Sungguh hal yang aneh untuk keluar dari mulut Donghua. Bukankah sang Raja selalu mengabaikan hal seperti reputasi? Sejak kapan ia mulai mempedulikannya?
Masih kebingungan, Fengjiu bertanya pada Donghua, “Tapi apa hubungannya itu dengan mengurungku di dalam sini?”
Dijun menengadah ke arah Fengjiu, sekarang telah selesai mengikat jubahnya.
“Agar aku dapat mengajarimu sendiri.”
Di luar, sebuah ranting patah karena terkena beratnya salju yang tebal. Burung-burung yang ketakutan terbang pergi dan menabrak pelindung bening.
Fengjiu tidak pernah mendengar kalau Donghua, sang Raja yang terlahir dari Laut Biru semenjak awal mulanya waktu, menerima murid. Dapat diajari oleh Donghua bahkan lebih dari sebuah angan-angan belaka.
Meskipun Jiheng memanggil Donghua dengan sebutan ‘guru’, Fengjiu sungguh kesulitan membayangkan Donghua dapat benar-benar mengajarinya sesuatu. Bagi Donghua yang condong merasa ingin mengajari Fengjiu jelas sebuah hal yang aneh.
Meskipun demikian, Fengjiu selalu menganggap dirinya seorang dewi yang bijaksana. Jika Donghua dapat mengajarinya secara pribadi beberapa gerakan rahasia, apa susahnya memenangkan buah Saha di kompetisi mendatang? Memikirkan ini, kemarahan Fengjiu hanyut dan ia tersenyum cerah menyetujuinya.
Masih ada alasan lainnya mengapa Fengjiu berubah pikiran. Turnamen yang diadakan sepuluh hari dari sekarang sangatlah penting bagi Fengjiu. Dua hari yang lalu, Fengjiu diberitahu, semua kompetisi termasuk duel diadakan di luar ibu kota.
Terlebih lagi, menurut hukum Lembah Fanyin, sihir dilarang diluar tembok kota. Bagaimana jika tantangannya berubah jadi semacam kompetisi mengukir buah, Fengjiu cemas.
Beruntungnya, setelah menanyakan Meng Shao, Fengjiu mengetahui kompetisi ini memang tidak membutuhkan terlalu banyak teknik; melainkan sebuah pertandingan berpedang. Namun, karena peraturannya melarang sihir, hasilnya akan tergantung pada kemampuan berpedang itu sendiri.
Adu pedang merupakan masalah mudah bagi Fengjiu; bagaimanapun juga, ia telah bermain dengan pedang Taozhu semenjak ia masih bayi. Akan tetapi, saat Meng Shao melambaikan tangannya untuk menunjukkan pada Fengjiu arena terapung dari es yang menjulang di balik kabut di lereng gunung yang kosong, Fengjiu tertegun membatu.
Ketika Meng Shao lanjut mengatakan para kandidat akan bertarung di atas es dan yang pertama jatuh akan kalah, Fengjiu tertegun lebih jauh lagi ...
Permainan ini tidak ada di Qingqiu. Inilah mengapa Fengjiu pergi pagi-pagi ke sekolah. Ia sudah berencana menanyakan pada Meng Shao, beberapa trik yang lebih baik untuk mengatasi lawannya.
Tanpa diduga, Dujin mengurung Fengjiu. Seolah Donghua sudah salah minum obat, ia bahkan menawarkan diri untuk melatih Fengjiu sendiri. Pada saat ia terbangun dari kegirangannya, ia menemukan dirinya sedang berdiri di dapur, membuatkan sarapan untuk Donghua.
Apakah Donghua sungguh mengurung Fengjiu di sini demi membantunya memenangkan turnamen yang sudah dekat?
Apakah Donghua sebaik itu?
Atau Donghua salah minum obat?
Tapi, bahkan dengan pengobatan yang salah pun, Dijun tidak mungkin sebaik itu.
Fengjiu menyajikan Donghua sarapannya sembari pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Selama makan, ia hampir tidak menyentuh makanannya, dan tidak tahu apa yang sedang dimakannya. Ketika ia membereskan meja, Fengjiu mendengar samar Donghua merencanakan rencana pelatihan selama sepuluh hari ke depan.
Tampaknya, Donghua berkata kalau tiga hari pertama akan dihabiskan untuk mempelajari caranya berjalan. Donghua memang benar sedang mempermainkan Fengjiu. Dari apa yang Fengjiu pelajari beberapa hari ini, ia tahu kalau ia tidak boleh menentang Donghua meskipun ketika Donghua menggodanya.
Fengjiu harus mencari tahu setiap detail rencananya, kemudian mencari kesempatan untuk keluar dari sini. Itu akan jadi strategi yang lebih baik.
***
Di akhir jam Naga (sembilan pagi), Fengjiu berjalan perlahan menuju halaman belakang untuk bertemu dengan Donghua. Matanya membola di detik kakinya melewati pintu yang melengkung.
Halaman luas itu telah berubah menjadi sebuah arena mengapung penuh tiang-tiang salju. Setiap tiang, setinggi dua orang, disusun menjadi kolom dan baris persis seperti tempat bertarung di lereng gunung yang ditunjukkan Meng Shao padanya.
Di luar tempat itu, semua tempat lainnya dalam halaman yang biasanya bersalju kini dipenuhi tunas-tunas baru, seluruh pemandangan musim semi. Pada pohon aprikot tua, bunga putih bermekaran berbintik-bintik pada dahannya seperti tetesan embun.
Sinar pagi berkilauan mengenai medan pelindung bening itu. Di bawah sebuah kanopi besar, Dijun sedang berbaring dengan malas di sebuah bangku panjang. Sungguh upaya yang luar biasa bagi sang Raja hanya agar dapat berjemur di tengah salju.
Ketika mata keheranan Fengjiu sekali lagi melirik ke arena es, tubuhnya tiba-tiba saja terangkat. Saat ia mendapatkan kembali kesadarannya, sebuah konsep menyapu debu salju dari wajahnya.
Fengjiu menemukan dirinya tengah berdiri sendirian di atas sebuah tiang salju. Donghua telah meninggalkan bangkunya. Hari ini Donghua mengenakan sebuah jubah putih.
Berdiri tegak dan elegan di luar arena, ia mendongakkan kepalanya ke arah Fengjiu sekilas, lalu berkata tanpa tergesa: “Pertama, kita gunakan satu hari untuk berlatih berdiri. Apabila besok kau dapat berjalan di atas sana dengan mata tertutup seperti yang kau lakukan di tanah, kita akan mulai berpedang di hari ketiga.”
Donghua melanjutkan untuk mengamati Fengjiu sedikit lagi.
“Kau sudah berdiri cukup lama meskipun sihirmu telah di ambil. Tidak buruk.”
0 comments:
Posting Komentar