Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 11 Part 3


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 11 Part 3


Fengjiu berjuang mempertahankan keseimbangannya dan tidak berani bergerak. Suaranya dipenuhi kegelisahan yang ditahan: “Aku, aku tidak memberitahumu kalau tanpa sihirku, aku sangat takut ketinggian. Ahhh ... tolong aku, Yang Mulia!”

Fengjiu berteriak saat ia tergelincir dan jatuh. Namun, jatuhnya tidak sesakit yang ia bayangkan. Fengjiu berkedip dan melihat Donghua dalam pandangannya, menangkapnya.

“Hei, kau tidak dengan sengaja meninggalkanku di atas sana, mengira kalau aku akan terjatuh, kemudian mengambil kesempatan untuk mendapakan keuntungan, kan?”

Tangan Dijun masih melingkar di sekitar pinggang Fengjiu. 

Terkejut, ia bertanya, “Apakah kau sedang mengigau?”

“Lalu mengapa kau memegangiku seperti ini? Lihat, tanganmu masih berada di pinggangku.”

Dijun melihat ke tangannya, lalu memandang sekilas dan berkata, “Jadi kau sudah bisa berpijak, kalau begitu?”

Tanpa menunggu jawaban Fengjiu, Donghua menarik tangannya. Fengjiu sedang bersandar pada Donghua. Ketika Donghua menyingkirkan tangannya, ia jatuh ke tanah. Beruntungnya, tidak terlalu sakit, terima kasih berkat salju tebal menjadi bantalan jatuhnya.

Fengjiu menggertakkan giginya dan memanjat bangun. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat Donghua menawarkan uluran tangannya. Mata Donghua yang biasanya tenang menunjukkan percikan godaan yang membuat Fengjiu kesal.

Fengjiu memutar kepala dan mendorong Donghua pergi untuk bangkit sendiri. 

“Aku hanya sedang bersenda gurau denganmu. Bagaimana bisa kau begitu picik?” ia berkata, seraya membersihkan salju dari tubuhnya.

Kemudian, setelah memikirkan sesuatu yang lain, kemarahan Fengjiu terpancing lagi: “Sebenarnya kau sedang mempermainkanku, kan? Bagaimana bisa aku berjalan dengan mata tertutup di atas sana hanya dalam satu hari? Kau punya teknik rahasia tapi tidak memberitahuku. Tidakkah kau picik? 

"Sungguh hal yang bagus kau tidak pernah menerima seorang pun murid. Kami hanya akan digoda olehmu sepanjang hari, hingga alhasil kami mungkin bahkan bisa menua lebih cepat dan masih tidak mempelajari satu hal pun.”

Fengjiu berbicara sangat berani, kepala terangkat tinggi hingga membuat tusuk rambut di rambutnya bergoyang nyaris jatuh. Pada akhirnya, tusuk rambut itu jatuh dari rambutnya dan Donghua, yang memang telah menunggu, mengulurkan tangan untuk menangkapnya.

Melihat ke bawah ke tusuk rambut di tangannya, mata Donghua berkilauan, mengingat sesuatu. 

“Mereka bilang, bertemu seorang guru yang ceria merupakan rahmat dari Tuhan.”

Fengjiu sungguh tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan. 

“Jangan kira aku tidak pernah membaca bukuku. Mereka jelas-jelas mengatakan seorang guru yang serius, bukan guru penggoda.”

“Oh, benarkah? Aku lupa. Tetapi sama saja,” Donghua menjawab secara mengagetkan. 

Lalu, Donghua menyelipkan tusuk rambut itu kembali ke rambut Fengjiu.

Selagi mengaguminya, Donghua memberitahu Fengjiu, “Jika kau mengincar buah Saha, cukup lakukan sesuai yang kukatakan; kau tidak akan salah. Meskipun untuk berlaku curang dalam kompetisi semacam ini agar membuatmu menang itu sangat mudah, sayangnya mereka telah memilihku sebagai salah satu dari jurinya. Apakah aku terlihat seperti tipe yang akan mengesahkan kecurangan?”

Terlalu mengejutkan mendengar kata-kata ini keluar dari mulut Donghua.

Fengjiu berputar ke samping dan mengusap rahangnya: “Aku tidak merasa kau tidak familier pada hal-hal semacam ini ...”

Dijun tidak senang dengan tusuk rambut di kepala Fengjiu. Ia melepaskannya dan mengubahnya jadi sebuah bunga merah muda, lalu dengan hati-hati menyematkannya kembali ke rambut Fengjiu. 

“Kalau begitu, mari anggap saja aku menjadi jujur untuk sekali ini.”

Kendatipun Donghua berkata begitu, Fengjiu tahu memang tepat bagi Donghua untuk mengajarinya sesuai dengan peraturan. Identitas Fengjiu istimewa. Terlebih lagi, Ratu Biyiniao juga akan hadir.

Jika terjadi sesuatu yang buruk, terbongkar, maka nama Fengjiu pun akan terkena imbasnya, dan ia hanya akan menciptakan sebuah badai dalam cangkir teh, permusuhan antara Qingqiu dan Fanyin sudah pasti semakin meruncing. Dijun tidak sedang mempermainkannya, Donghua perhatian dan Fengjiu menyukainya.

Namun, Dijun tidak mengatakan satu pun hal ini dengan jelas, jadi Fengjiu pikir, akan lebih baik kalau ia tetap berpura-pura tidak mengetahui tujuan Donghua. 

Fengjiu diam-diam menyentuh tusuk rambut barunya dan berdeham: “Kalau begitu, aku harus berterima kasih padamu karena bersusah payah mengajariku.”

Selagi Fengjiu mengucapkan kata-kata ini, ia merasa komentarnya sedikit tidak hormat, jadi ingin mengatakan sesuatu untuk menyelamatkan diri, tetapi Dijun dengan santainya bicara lebih dulu: “Tidak masalah. Hanya saja, cukup langka bertemu seseorang sesuram dirimu. Aku menantikan tantangannya.”

Benar-benar tercengang, Fengjiu menyingkirkan semua rasa bersalahna dan tersulut emosi lagi: “Aku tidak percaya aku lebih bodoh daripada Zhi’he. Bukankah kau juga mengajarinya?!”

Donghua merasa terhibur dengan wujud marah Fengjiu. 

Ia menikmati mengamati Fengjiu selama beberapa waktu sebelum menjawab: “Zhi’he? Aku memang membimbingnya karena kewajiban selama beberapa waktu, bertahun-tahun yang lalu. Tetapi aku bukanlah guru Zhi’he. Setelah tak mampu belajar dariku, ia menjadi murid Doumu Yuanjun.”

Donghua kemudian menambahkan, “Apakah ini mengganggumu?”

Fengjiu terkesima pada kata-kata ‘karena kewajiban’. Ia tidak memperhatikan sisa perkataan Donghua. 

Melupakan kemarahannya, Fengjiu tanpa sadar mengulangi kata-kata itu: “Karena kewajiban?”

Angin meniupkan debu salju yang membentuk sebuah tirai tipis di atas mata Fengjiu.

Donghua linglung dan akhirnya menjawab, “Aku adalah yatim piatu. Pada mulanya ketika aku pertama kali muncul dari Laut Biru, aku tidak memiliki cukup banyak energi suci dan menjadi incaran para makhluk buas. 

"Orang tua Zhi’he membawaku pulang karena simpati dan membesarkanku karena kasih sayang. Sembilan puluh ribu tahun kemudian, tepat sebelum mereka meninggal dunia, mereka akhirnya memiliki Zhi’he. Semenjak mereka mempercayakan Zhi’he padaku, tentu saja aku harus memperhatikannya ...”

Mungkin karena itu sudah lama sekali, Donghua sendiri kesulitan mengingat detailnya. 

Donghua merenung, “Tetapi sepertinya Zhi’he tidak mempelajari apa pun dariku. Zhonglin memberitahuku bahwa Zhi’he pernah mengatakan bahwa ia tidak perlu mempelajari apa pun karena aku selalu ada untuknya.”

Meskipun tampaknya Donghua seolah tidak memiliki penampilan yang penuh perhatian di tahun-tahun belakangan ini, tetapi karenanyalah, tidak ada lagi ruang untuk perkembangan lebih jauh.

Donghua sendiri sudah terkenal tidak menyukai orang-orang yang tak memiliki tujuan. Dari perkataan ini, tampaknya ia tidak senang dengan Zhi’he.

Tetapi Fengjiu merasa dirinya juga bukan seorang yang bercita-cita tinggi, jadi ia hanya bisa merasa simpati pada Zhi’he. 

“Sejujurnya, jika aku adalah Zhi’he, aku juga merasa kalau aku tidak perlu mempelajari apa pun karena kau selalu ada.”

Angin membawa bunga aprikot dari kejauhan. Kelopaknya berterbangan di atas kepala Fengjiu. 

Selagi mencegah rambutnya tertiup angin, Fengjiu mendengar suara Donghua: “Kau? Kau berbeda, Xiao Bai.”

Fengjiu menengadah dan menangkap tatapan matanya. Dijun diam-diam menatap Fengjiu sesaat. 

"Aku sedikit haus karena percakapan ini. Aku akan menyeduh teh. Luangkan waktu untuk berlatih.”

“...”

“Kau juga mau?”

“...”

***

Hari pertama terperangkap di dalam medan pelindung, Fengjiu berlatih berjalan di atas tumpukan salju selama ratusan kali di bawah sinar matahari yang lembut dan angin sepoi-sepoi. Mulanya, ia ketakutan dan terjatuh dua kali.

Tetapi ternyata tidak terlalu sakit dan Fengjiu pun akhirnya tenang. Ia terjatuh lebih dari lusinan kali sepanjang hari itu. Kakinya dipenuhi goresan, keningnya benjol. Ketika matahari terbenam, Fengjiu, yang semula takut ketinggian, dapat berjalan normal di kolom salju ini.

Donghua telah menyeduh teh, duduk di luar arena, dan bermain catur seorang diri seharian.

***

Di hari kedua, cuacanya meningkat jadi lebih baik daripada hari pertama. Tiupan salju tak lagi sekuat itu. Dijun menepati janjinya dan menutup mata Fengjiu. Lalu, ia melemparkan Fengjiu ke atas arena untuk melatih langkahnya di formasi es.

Setelah tergelincir selama beberapa waktu, tanahnya tiba-tiba mulai bergoyang. Berpikir kalau Dijun menambahkan tantangan baru, Fengjiu dengan cepat bersandar pada sebuah tiang untuk mempertahankan keseimbangannya.

Tanpa diduga, salah satu dari tiang di belakang terpotong, membuat Fengjiu berputar. Dalam kepanikan, ia kehilangan pijakannya saat ia terguling ke tanah, bibirnya mendarat pada sesuatu yang lembut.

Fengjiu meraba-raba mencari, saat ia mencoba mengigit kecil ketika mendadak ia mendengar Dijun mendengus dalam kegelapan. Tersentak, Fengjiu menurunkan ikatan kain sutra di matanya.

Wajah Dijun muncul beberapa inci dari wajah Fengjiu. Sebaris bekas gigi tajam berjajar di bibir bawahnya. Wajah Fengjiu pucat pasi kemudian merona merah.

Di udara, Pangeran Ketiga Liansong sedang mengibaskan kipasnya seraya tersenyum cerah. 

“A Li ribut ingin datang mencari sepupunya. Aku membuka medan pelindungmu tanpa mengetahui kalau aku akan mengganggu kalian berdua. Salahku, salahku.”

A Li memang melayang di udara, melihat ke bawah pada mereka. Matanya membulat. Mulutnya terbuka begitu lebar hingga dapat memasukkan dua butir telur ke dalamnya. 

Terkejut, A Li bertanya, “Apakah Kakak Fengjiu baru saja mencium Kakak Donghua? Apakah aku akan segera punya seorang keponakan?”

Lalu dalam kecemasan, A Li menangis, “Apa yang harus kulakukan, aku masih belum mempersiapkan diriku untuk memiliki seorang keponakan.”

A Li menaiki sebuah awan pelangi dan terbang pergi dalam kegusaran. Liansong Jun  melihat ke bawah pada dua orang yang sedang berhimpitan di atas tanah, tetapi karena ia takut A Li akan menyebabkan masalah, ia mengejar anak itu selagi merasa sedih karena harus meninggalkan pertunjukan seru itu.

Fengjiu diam-diam meluncur turun dari tubuh Donghua dan mengendap-endap kembali ke arena. 

Setelah beberapa langkah, suara Dijun memanggil Fengjiu dari belakang: “Xiao Bai, bukankah seharusnya paling tidak, kau meminta maaf karena mengigitku?”

“Maaf aku telah menggigitmu.”

“Apa kau sungguh menyesal?”

Fengjiu tersandung dan melotot balik, kesal. 

“Apa yang kudapat dari berbohong padamu?”

“Apa lagi yang dapat diharapkan seseorang dari berbohong?” 

Donghua bertanya dengan kebingungan yang serius. 

“Bukankah untuk kepuasan dirimu sendiri?”

“... Baiklah, kau menang.”

***

Pada hari ketiga di bawah langit yang hangat berangin, Fengjiu telah menguasai bagaimana menyeberang dengan mata tertutup di atas kolom-kolom salju seolah ia sedang berjalan di atas tanah selama dua hari latihan keras.

Fengjiu pernah ke sekolah, dan samar-samar mengingat kata-kata ini dari salah satu buku kuno: 

“Layunya hati, karena semuanya adalah fenomena, dan karena semua adalah kekosongan, oleh sebab itu fenomena juga merupakan kekosongan. Mencapai tahap ini akan menuntun pada keberhasilan.”

(T/N : Ini bukanlah perkataan dari semua sutra yang diketahui si penterjemah. Namun jika mempertimbangkan ingatan akademik Fengjiu, ia mungkin mengubah karangan dengan kata lainnya dari Prajnaparamita Hrdaya, atau Heart Sutra.)

Dari frasa Buddha ini, Fengjiu meyakini bahwa ‘fenomena’ adalah tumpukan salju ini, dan ia akan benar-benar menjadi gagah berani apabila ia dapat masuk ke mode pembantaiannya di hutan bersalju ini dengan mata terbuka tanpa mempedulikan tumpukan salju.

Fengjiu harus berlatih hari ini seolah tak ada yang ada. Ia mengutarakan ide ini pada Donghua. Donghua sangat terkesan dan setuju untuk membiarkan Fengjiu menyingkirkan penutup matanya. Ia berputar beberapa kali, merasa bahwa ini memang berjalan dengan sangat lancar.

Bunga aprikot putih tergantung layaknya gumpalan awan. Mungkin bosan bermain catur seorang diri selama dua hari, Dijun menemukan sedikit tanah liat bagus di suatu tempat dan menyibukkan diri membentuknya saat ia duduk di luar arena bersalju.

Pernah melihat Donghua membuat keramik di masa lalu, Fengjiu tahu kalau ia selalu berkonsentrasi pada karyanya. Namun roman wajah Donghua berbeda hari ini.

Saat Fengjiu berlatih, ia melirik ke arah Donghua dari waktu ke waktu. Sekali, dua kali, kemudian tiga kali. Ketika keempat kalinya, Fengjiu tergelincir dan menjatuhkan sebuah tiang setinggi sepuluh meter. Tetapi akhirnya, Fengjiu berhasil melihat apa yang dibuat oleh Dijun. Tampaknya ia sedang membuat sebuah boneka.

Fengjiu hanya terjatuh satu kali hari itu, sebuah hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan dua hari sebelumnya. Saat makan malam, Dijun memberi Fengjiu lebih banyak potongan ikan kukus sebagai hadiahnya.

Saat Fengjiu memikirkan bagaimana caranya bertanya sambil lalu pada Dijun, boneka macam apa yang ia buat selama siang tadi, Fengjiu tersedak tulang ikan dan dipaksa menelan setengah mangkuk cuka ke dalam tenggorokannya oleh Dijun untuk menurunkan tulang ikannya. Setelahnya, Fengjiu lupa akan pertanyaannya.

Apa yang sebenarnya dibuat oleh Dijun, Fengjiu masih penasaran sebelum ia pergi tidur. Ia tahu Donghua membuat sendiri begitu banyak perangkat porselen, tetapi tidak pernah Fengjiu melihatnya membuat sebuah boneka porselen.

Fengjiu jatuh tadi siang karena ia sibuk mencuri lihat pada Donghua. Ketika Donghua melihatnya, awalnya Donghua menatap Fengjiu sangat lama, lalu dengan tekun membalikkan punggungnya dari Fengjiu.

Fengjiu tidak dapat menebak apa yang sedang dilakukan Donghua. Namun, semakin lama Fengjiu tidak diberitahu, semakin ingin ia tahu. Jadi, haruskah ia menyelinap masuk ke dalam kamar tidur Donghua malam ini selagi ia tertidur untuk mencari tahu?

Walaupun tidak pantas bagi seorang wanita untuk berkeliaran di dalam kamar seorang pria di malam hari, ia sudah pernah berada di kamar Donghua berkali-kali sebelumnya. 

Fengjiu bahkan pernah tidur di atas ranjang Donghua beberapa kali. Kamar Doghua sudah mirip dengan halaman belakang Fengjiu. Apa salahnya mengunjungi kamarnya sekali lagi?

***

Cahaya bulan tersaring melalui jendela. Mengantuk, Fengjiu memikirkan mengenai masalah itu dengan kepalanya yang berdenyut dan punggungnya yang sakit. Ia hanya berencana menutup matanya sesaat sebelum menyelinap masuk ke dalam kamar Donghua, tetapi karena terlalu lelah akibat latihan siang tadi, kelopak matanya tertutup rapat di detik ia berbaring. Ia langsung tertidur segera setelahnya.

Meski demikian, masalah ini tetap ada di kepala Fengjiu, dan ia tidak tidur dengan lelap. Selepas tengah malam, samar-samar ia mendengar langkah kaki yang mendekat. Lalu, ada suara pintu terbuka diikuti dengan lebih banyak langkah kaki mendatangi ke arah ranjangnya.

Ini merupakan langkah, yang tak peduli di situasi apa pun, selalu tenang dan seimbang; langkah yang sama dengan yang Fengjiu dengarkan tak terhitung berapa kali ketika ia masih berada di Istana Taichen.

Fengjiu mencoba membuka matanya namun kantuk terasa memberatkan kelopak matanya seperti sebuah mantra. Kamar itu hening untuk sesaat. Fengjiu merasa ia sedang bermimpi.

Fengjiu sepertinya memimpikan ini karena ia ingin menyelinap ke dalam kamar Donghua sebelum tertidur. Ia merapatkan selimutnya erat dan melanjutkan tidurnya.

Tetapi dalam keadaan samar, Fengjiu dapat mendengar serentetan suara lembut. Sebelum ia dapat tertidur lelap, ia menghirup aroma dupa yang membuatnya mengantuk. Pikiran Fengjiu yang tadinya berkabut sekarang benar-benar mati rasa.

Akan tetapi, satu sinaps masih bekerja. Apakah dupanya dinyalakan oleh Dijun? 

Fengjiu mengingatkan dirinya sendiri untuk melihat ke dalam pembakaran besok pagi untuk melihat apakah ada abu dupa di dalamnya. Maka Fengjiu akan tahu apakah Dijun terbangun untuk mengurusnya.

Ketika pikiran Fengjiu berkelana dalam malam, ranjangnya mendadak tenggelam. Karena cukup tua, ranjang itu mengeluarkan suara berdecit. Fengjiu merasakan telapak tangan dingin diletakkan di atas keningnya.

Ketika jarinya berpindah ke dua benjolan yang didapat Fengjiu selama latihan tadi pagi, ia merasakan rasa sakit menusuk sekilas. 

Bagaimana mungkin mimpinya terasa begitu nyata dan detail?

Fengjiu menggertakkan giginya, menarik napas dalam, menggumamkan sesuatu, dan membalikkan punggungnya. Tangan itu mundur. Tak lama kemudian, aroma bunga mengambil alih aroma dupa. Fengjiu bersin, bergumam lagi, dan berbalik.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar