Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 6 Part 5
Ketika Fengjiu tersadar dari lamunannya, baik Donghua dan Jiheng sudah tidak ada. Hanya tersisa tempat pembakaran yang bersinar di dekatnya. Zhonglin berdiri tanpa bergerak semeter jauhnya dari tempat pembakaran.
Saat Zhonglin melihat rasa bersalah di mata Fengjiu, ia menghela napas dan melambai ke arahnya.
“Dijun bilang untuk mengurungmu, tetapi ia tidak mengatakan di mana dan untuk berapa lama. Aku juga tidak bisa bertanya masalah apa yang kau lakukan hingga membuat air mata dan darah berceceran di mana-mana.”
Ia kemudian mendesah, “Datanglah ke kamarku untuk sementara waktu.”
Kapan saja jika Fengjiu menyebabkan masalah, ia akan melarikan diri tepat saat ayahnya meninggikan sebuah tongkat. Jika Fengjiu tidak ingin dikurung, ia masih bisa melarikan diri.
Tetapi Fengjiu tidak melarikan diri; mati rasa, ia mengikuti Zhonglin di jalan bertabur bunga, kekosongan menginvasi jiwanya. Fengjiu ingin menangkap sesuatu, tetapi ia tidak tahu apa yang ingin ditangkapnya.
Seekor kupu-kupu terbang di depan matanya; Fengjiu mengangkat kaki depannya untuk mengibas. Zhonglin berbalik untuk melihat dan menghela napas lagi.
***
Duduk di kamar Zhonglin, suasana hati Fengjiu jadi lebih parah seiring waktu berjalan. Zhonglin memberitahunya kalau Putri Jiheng terkena hemophilia sejak kecil. Satu luka kecil dapat membuat pendarahan hebat apalagi sebuah luka yang dalam.
Setelah menggunakan obat terbaik Donghua, kondisi Jiheng sekarang bisa dikatakan membaik. Tetapi Zhonglin tidak mengatakan berapa lama Donghua berniat mengurungnya, atau kenapa ia tidak mengunjungi Fengjiu.
Apakah Donghua mengeluarkan Fengjiu dari pikirannya setelah Fengjiu tak lagi terlihat di pandangannya?
Ataukah Donghua telah menemukan peliharaan berbulu lainnya dan melupakan Fengjiu?
Donghua sepertinya punya banyak minat: memancing, membuat dupa, keramik ... tetapi terkadang Fengjiu merasa Donghua tidak benar-benar mempedulikan semua itu, jadi ia tidak tahu apakah ada sebagian kecil hati Donghua yang mempedulikan Fengjiu.
***
Beberapa hari kemudian, Fengjiu menemukan bergumpal-gumpal bulunya menyatu membentuk lingkaran di tubuhnya. Tampaknya, Zhonglin tidak bisa melihatnya terikat juga, jadi ia memutuskan sendiri untuk membiarkan Fengjiu keluar, di saat bersamaan mengingatkannya agar tidak berpapasan dengan Dijun sehingga Zhonglin tak akan kehilangan posisi sebagai pengurus di Istana Taichen.
Fengjiu menganggukkan kepalanya sebagai janji dan berjalan keluar tanpa gairah untuk memandikan sinar matahari pada bulunya yang memudar.
Fengjiu tak bisa pergi ke banyak tempat yang biasa dikunjungi Donghua. Tanpa tahu arah tujuannya, ia tiba-tiba mendengar beberapa pelayan muda yang tak bekerja sedang bercakap-cakap.
“Siapa saja yang kalah harus memberi makan si monster berbulu itu hari ini. Siapa saja yang curang adalah kura-kura!”
Pelayan muda itu mengangguk terpaksa, “Baiklah, siapa saja yang curang adalah kura-kura.”
Lalu, ia berbisik penasaran, “Singa salju bersayap satu itu sungguh menakutkan tetapi Raja Iblis Merah mengirimkannya sebagai tunggangan Putri Jiheng. Apa kau pikir putri yang baik dan lembut itu bisa menunggangi monster semengerikan itu?”
Pelayan muda lainnya menjawab dengan aura berpengetahuan, “Siapa yang tahu? Tetapi Dijun sendiri kelihatan sangat senang ketika monster itu dibawa masuk ke dalam istana.”
Fengjiu pernah mendengar Zheyan berkata kalau Donghua menyukai binatang yang berbulu mengilap. Terlebih binatang itu juga harus terlihat hebat.
Dalam pikiran kosongnya, Fengjiu mengartikan perkataan para pelayan itu menjadi seperti ini:
Donghua telah menemukan peliharaan lain yang jauh lebih disukainya. Fengjiu bahkan tak punya hak berada di sisinya sebagai peliharaan lagi.
Empat ratus tahun.
Fengjiu telah melakukan apa pun yang mungkin dapat dilakukan. Jika memang inilah hasilnya, bukankah itu berarti Donghua dan Fengjiu memang tidak pernah ditakdirkan sejak awal?
***
Fengjiu melamun mengikuti arah ke mata air biru. Segera ia melihat sebaris pagar kayu menghadang jalannya. Fengjiu merangkak di bawah celah kecil dan lanjut menuju mata air. Tiba-tiba ia berhenti setelah beberapa langkah.
Fengjiu menyembunyikan dirinya di belakang sebatang pohon aprikot tua di sebelah jalan dan ragu-ragu. Setelah sekian lama, ia memunculkan kepalanya yang berantakan untuk mengintip.
Berdiri di kejauhan adalah seekor singa putih hanya dengan satu sayap yang tiba di waktu yang tak diketahui Fengjiu.
Dan orang yang berdiri di depan singa unik itu?
Donghua yang tidak dilihat Fengjiu selama berhari-hari ini.
Beberapa awan pelangi mengapung di atas hutan. Pertanda berkumpulkan kebahagiaan yang besar. Fengjiu bersandar di belakang pohon untuk mengintip Donghua.
Pria itu berdiri di sebelah semak bunga, setegak dan seindah sebuah patung batu. Fengjiu masih jengkel, tetapi ia merindukan Donghua. Namun, di saat bersamaan, Fengjiu pun tak berani menujukkan dirinya. Donghua masih marah soal luka Jiheng.
Fengjiu merasa kalau ialah yang lebih patut dikasihani daripada keduanya, tetapi karena ialah yang mengejar-ngejar Donghua, Fengjiu yang harus mundur—ia sudah mengetahui ini sejak lama.
Di sebelah Donghua terdapat sebuah peti yang terbuka. Beberapa jamur salju menyembul keluar dari dalamnya. Fengjiu tahu kalau singa salju adalah monster spesial yang hanya memakan jamur. Tetapi Donghua tidak perlu memberi makan monster itu dengan makanan terbaik yang bahkan belum pernah Fengjiu cicipi rasa jamur itu!
Donghua membungkukkan tubuh dan mengambil satu jamur. Seperti petir, singa salju yang berdiri beberapa langkah jauhnya melompat ke depan dan menghabiskan jamur dari tangan Donghua.
Jamur itu habis dalam sekejap mata dan monster itu bersendawa puas. Fengjiu berbalik kesal. Dari sudut matanya, ia melihat si singa salju tak tahu malu itu menyentuhkan kepalanya di telapak tangan Donghua.
Gestur itu merupakan hak spesial Fengjiu; ia pun mengepalkan tangan dalam benaknya. Donghua terdiam sejenak sebelum mengelus bulu putih halusnya seperti yang dilakukan Donghua pada Fengjiu kapan saja ia ingin dimanjakan olehnya.
***
Fengjiu merasa kalau ia semakin sering jatuh pingsan beberapa hari ini. Kali ini, ketika ia terbangun dari pingsannya, baik Donghua dan si singa salju telah menghilang.
Fengjiu mengelap matanya dan tetap hanya tersisa awan pelangi di hadapannya.
Fengjiu sedang berdebat apakah itu semua hanyalah mimpi ketika ia mendengar sebuah suara rendah mengejek, “Hei, apa kau peliharaan yang pernah disukai Dijun?”
Fengjiu berpikir kalau kata ‘pernah’ itu agak menusuk. Tetapi ia terlalu depresi untuk mempedulikannya. Ia baru saja berputar sedikit ke arah suara itu ketika pikirannya langsung tersentak bangun.
Berdiri di hadapan Fengjiu, mengajukan pertanyaan itu adalah singa salju bersayap satu yang sama. Singa itu berdiri cukup jauh dari Fengjiu, tetapi bahkan dari jarak sejauh itu, tubuh raksasanya menghalangi sejumlah besar sinar matahari di atas kepala Fengjiu, mendorongnya ke dalam bayangan dari pohon aprikot.
Singa salju itu menatap ke bawah ke arah Fengjiu dengan rasa tertarik yang teramat sangat.
Dengan suara mencemooh yang sama, ia berkata: “Aku terus mendengar dari para pelayan betapa Dijun dulunya sangat menyukaimu. Aku kira kau pastilah seekor rubah yang istimewa.”
Singa itu mendengus.
“... Tetapi ternyata ini—dirimu.”
Ego Fengjiu tersakiti. Ia melihat ke bawah pada dirinya sendiri dan melihat kalau bulunya memang kusut. Kemudian ia melihat kembali ke arah singa salju untuk melihat kalau ternyata bulu singa salju itu sangat lembut dan bersih.
Apakah Fengjiu sudah sampai pada situsi dibandingkan dengan seekor peliharaan sungguhan?
Merasa sangat menyedihkan, Fengjiu pun berbalik untuk pergi.
Singa salju itu melompat seperti angin puyuh dan menghadang jalan Fengjiu. Ia mengangkat kakinya mendorong Fengjiu hingga jatuh.
“Pergi secepat itu?”
Fengjiu nyaris saja pingsan karena dorongan itu. Ia melotot balik pada tubuh besar dan tak masuk akal yang menghentikan jalannya tetapi Fengjiu lupa kalau ia adalah seekor rubah saat ini.
Tampang marah ini mungkin akan terlihat hebat pada wajah manusia tetapi efektifitasnya pada wajah rubah sangatlah terbatas.
Singa salju itu menyipitkan matanya dan mendorong Fengjiu lagi.
“Apa? Apa kau tidak senang?”
Melihat Fengjiu merangkak bangkit, singa itu mendorong satu kakinya ke bawah mengenai dada Fengjiu dan menahannya di tanah.
Singa itu menatapnya dengan ejekan dari atas.
“Aku juga dengar, karena Dijun menyukaimu, kau menjadi sangat manja hingga kau berani melukai nyonyaku, Jiheng.”
Dengan kaki lainnya, singa itu menekan ke bawah kedua kaki depan Fengjiu yang memukul-mukulinya.
Ia berkata puas, “Putri mudaku tidak mempermasalahkannya karena ia baik hati. Tetapi aku tidak baik hati seperti dirinya. Anggap saja ini nasib buruk karena kau bertemu denganku hari ini.”
Fengjiu tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh singa itu selanjutnya. Rasa sakit langsung memenuhinya, dari tubuh bagian depannya selagi wajahnya merasa panas dan pedih saat sebuah objek tajam menyentuh pipinya dan merobeknya.
Rasa sakit langsung menyebar ke seluruh wajah Fengjiu. Ia berteriak kesakitan. Tetapi seperti seekor ikan dengan mulut menganga, Fengjiu tak dapat mengeluarkan suara apa pun.
Singa salju itu tanpa tergesa menarik cakar bernoda darahnya; tetes demi tetes jatuh ke atas kelopak mata Fengjiu.
Fengjiu megap-megap mencari udara selagi matanya melebar. Pandangannya kini diselimuti bercak-bercak merah. Awan di ujung langit, bunga Fuling putih di kejauhan, semuanya berubah menjadi merah.
Singa indah dari sebelumnya sekarang mengenakan sebuah mantel dari bulu merah.
Dengan ekspresi kaget, singa itu tersenyum jahat: “Kau benar-benar bisu seperti yang mereka katakan.”
Fengjiu pernah mendengar sebelumnya soal kekuatan dari singa bersayap satu. Banyak dewa dari Jiuchongtian, tua dan muda, berusaha menangkap salah satunya untuk dijinakkan dan dijadikan sebagai binatang tunggangan mereka.
Hanya pangeran termuda Tianjun yang pernah menangkap satu beberapa tahun sebelum ini, dan ia menghadiahkannya pada keponakannnya, Yehua.
Tetapi Yehua tidak terlalu tertarik dalam menunggangi binatang langka. Ia lalai dan meninggalkan makhluk itu di dalam tempat berburu Tianjun.
Fengjiu tahu kekuatannya sendiri. Meskipun ia memang seekor rubah, semua sihirnya dipelajari dengan menggunakan wujud manusianya. Banyak mantra kuat yang harus dipanggil dengan menggunakan jari. Dalam keadaannya sekarang, kekuatan mereka terlalu jauh berbeda, dan akan sangat tidak bijaksana untuk melawannya.
Singa salju ini mengelus wajah penuh luka Fengjiu dengan cakarnya. Fengjiu tidak sanggup menangis untuk mengurangi rasa sakitnya. Ia bertanya-tanya apakah Jiheng pun merasakan rasa sakit yang sama waktu itu.
Mungkin tidak.
Serangan Fengjiu tidak disengaja, dan cakarnya jauh lebih kecil. Mereka tidak akan pernah setajam dan sekejam milik seekor singa. Singa ini tampak sangat terhibur. Seperti seekor kucing bermain dengan tikus yang ketakutan di bawah cakarnya, ia menampar pipi kiri Fengjiu yang berlumur darah.
“Apa kau masih berharap kalau Dijun akan datang kemari untuk menyelamatkanmu? Apakah kau mendapatkan simpatinya dengan tampang menyedihkan ini juga dulu? Tetapi coba lihat, sekarang ada seekor binatang langka seperti diriku di sini, kenapa juga Dijun masih harus menyukaimu?
"Yang Mulia dan Putri datang mengunjungiku setiap harinya semenjak aku tiba di sini, tetapi mereka tidak pernah menyebut soal anjing kampung sepertimu sekali pun. Aku dengar dari para pelayan kalau sang Raja mengurungmu selama beberapa waktu sekarang ...”
Singa itu tertawa keras.
“Ah, dari yang kutahu, Dijun tidak bilang untuk membebaskanmu. Bagaimana bisa kau keluar kemari?”
Fengjiu tahu jenis monster jahat seperti ini suka membuat binatang lain menyerah padanya. Semakin banyak ia melawan, semakin parah pula ia akan menyiksa Fengjiu. Dengan temperamennya yang eksentrik, bahkan singa ini mungkin akan menyiksa Fengjiu sampai ia mati.
Ada sebuah pepatah mengatakan: kematian bisa seringan bulu angsa, atau seberat Gunung Tai.
Apabila seorang penerus keluarga Bai akan mati di sini hari ini dengan cara semacam ini, Fengjiu tidak punya hak untuk mendapatkan papan kematian leluhur di Qingqiu.
Fengjiu berbaring di lahan terbuka dengan napas yang putus-putus. Ia tidak mengerti, mengapa, sebagai seorang dewi, ia harus menghadapi segala hal ini di Jiuchongtian dan mendapati dirinya dalam situasi seperti ini.
Jiheng punya Donghua yang melindunginya dan seekor singa salju untuk membalaskan dendamnya. Tetapi orang-orang yang menyayangi Fengjiu dari Qingqiu tak mengetahui apa pun soal penderitaannya.
Singa itu menampari Fengjiu beberapa kali lagi, lalu tidak mendapatkan respon, kehilangan rasa tertariknya seperti yang sudah diduga. Ia menertawakan Fengjiu, menggunakan cakarnya untuk mengambil perhiasan kecil dari leher Fengjiu dan dengan entengnya berjalan pergi.
Perhiasan kecil itu adalah sebuah giok putih yang dipakaikan Donghua padanya di hari ia membawa Fengjiu kembali ke Jiuchongtian. Sangat cocok dengan warna bulunya, dan ia sangat menyukainya, tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuhnya.
Tak hanya menyentuh giok itu, ia bahkan mencurinya. Tetapi Fengjiu tak sanggup melakukan apa-apa. Ia hanya bisa menahan rasa pedih ini dalam diam.
Fengjiu melihat ke awan di atas langit. Matanya mulai terbakar dan air mata panas mengalir dari sudut matanya.
Cinta—mengejar cinta apakah memang sesakit ini?
Fengjiu berbaring di atas rerumputan untuk waktu yang lama. Rasa sakit cakaran dari lukanya telah menghisap seluruh energinya. Ia hanya berharap ada seseorang yang lewat dan membawanya pulang ke rumah dan memberinya sedikit obat penahan rasa sakit.
Tetapi, matahari sekarang telah berganti ke arah barat secara perlahan; akan segera gelap. Fengjiu kemudian ingat, kalau ini adalah sebuah lahan tak berpenghuni, siapa pula yang akan sesantai itu dan sengaja melewatinya?
Langit berubah makin gelap tiap menitnya, udara menjadi lebih dingin tiap detiknya. Tubuh Fengjiu beralih dari demam menjadi kedinginan. Pikirannya yang terang sekarang terasa sangat berat. Meskipun tubuhnya terasa kebas, namun mati rasa ini membantu meringankan rasa sakit dan Fengjiu bisa merangkak sedikit lebih cepat.
Masih agak sulit untuk keluar dari hutan ini sebelum benar-benar gelap dan Fengjiu bisa meminta perlindungan dari rumah seseorang. Sepertinya Fengjiu akan mati di sini malam ini. Semakin ia cemas, semakin ia tidak memperhatikan arah.
Fengjiu tidak tahu kemana lagi ia merangkak—kepalanya sekarang selamban siput. Tiba-tiba saja ia jatuh ke dalam air. Ia menggapai-gapai panik dan tersedak air berkali-kali. Kemudian rasa darah tiba-tiba memenuhi mulut Fengjiu, matanya menggelap, dan ia tak sadarkan diri.
***
Menurut Siming, ia baru saja menyelesaikan makan malamnya hari itu. Setelah menyikat giginya, ia pergi untuk merebus seteko teh yang dihadiahkan padanya dari seorang dewa di Dunia Bawah.
Mengambil kesempatan dari cahaya bulan yang menerangi malam, Siming berpikir untuk membawa keluar sebuah kursi ke kolam teratai untuk memancing.
Ada satu yang mengambil umpannya segera setelah Siming melemparkannya dan pancing itu terasa sangat berat ketika ia menariknya. Siming sangat senang dengan kenyataan bahwa ia mungkin mendapatkan tangkapan sekali-seumur-hidupnya tetapi ketika Siming menggulung pancingnya, di umpan itu terdapat rubah yang sekarat. Rubah kecil ini, tentu saja, Fengjiu.
Fengjiu tinggal di kediaman Siming selama tiga hari berturut-turut. Ia harus pergi mencari kenalannya dan menggunakan segala cara meminta obat demi merawat Fengjiu.
Ada perawatan hangat dan ada pula perawatan tipe dingin. Mengingat kalau Fengjiu selalu takut pahit, Siming terus menambahkan madu ke dalam cairan obat itu agar Fengjiu bisa menelannya dengan mudah.
Terima kasih pada obat ajaib ini, luka Fengjiu sembuh dengan cepat. Setelah tiga atau empat hari, Fengjiu dapat turun dari ranjangnya.
Memegang Buku Takdir di tangannya, Siming mengulangi pertanyaan yang telah diajukan tak terhitung berapa kali sebelumnya: “Yang Mulia, hamba sungguh penasaran. Sebagai seorang dewi yang kuat, apa yang membuat Anda jatuh hingga ke tahap menyedihkan ini?”
Tetapi suasana hati Fengjiu sedang buruk beberapa hari ini, jadi ia tak menjawab. Ada kalanya ketika Fengjiu menggulung dirinya di dalam selimut, melamun. Awan melayang di luar panel jendela; bangau menyanyikan lagu indah mereka.
Tetapi pikiran Fengjiu sedang kacau.
Cinta miliknya ini yang telah bertahan selama lebih dari dua ribu tahun lamanya—apakah ini akhirnya saat untuk melepaskannya?
Fengjiu sungguh sudah pada batas akhirnya. Lebih dari empat ratus tahun yang lalu ketika Siming masih seorang petugas rendahan yang bertugas memilihkan pelayan untuk banyak istana di Langit, ia meminta Siming untuk membawanya masuk ke Istana Taichen sebagai pelayan agar dapat berdekatan dengan Donghua.
Takut kalau orang tuanya mengetahui putri mereka merendahkan diri sendiri untuk menjadi seorang pelayan di Jiuchongtian, Fengjiu memohon pada Zheyan untuk menghilangkan tanda lahir di keningnya.
Ketika Fengjiu pergi, Zheyan bahkan menyemangatinya: “Putri Fengjiu sangat cantik dan pintar, bahkan tahu caranya memasak. Meskipun Donghua dingin, bisa menolak kecantikan dan kebaikanmu, ia tidak akan bisa menolak masakanmu. Jangan khawatirkan apa pun, pamanmu Bai Zhen dan aku akan berada di sini untuk membantumu.”
0 comments:
Posting Komentar