Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 6 Part 6


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 6 Part 6


Fengjiu mengendarai awan dengan harapan tertinggi. Tetapi hari berubah jadi bulan dan bulan menjadi tahun, dan tetap saja, Donghua tidak memperhatikannya sama sekali meskipun tinggal di istana yang sama.

Itu artinya Fengjiu harus memasukkan faktor kurangnya takdir yang bermain. Jika mereka memang ditakdirkan bersama, mereka akan seperti para pria dan wanita di pertunjukkan yang disimpan oleh bibinya Bai Qian.

Bahkan jika mereka tinggal di langit terpisah, satu di Langit-36, dan satu lagi di Neraka ke-18, langit pasti akan terbelah demi menjatuhkan sang pria tepat di tempat wanitanya berada.

Tidak akan sesulit situasi Fengjiu dan Donghua. Ketika Fengjiu menjadi seekor rubah kecil, ia akhirnya bisa berdekatan dengan Donghua. Ia bisa meminta bulunya kembali dari Nie Chuyin sebelum kontrak mereka habis dengan bantuan dari paman Bai Zhen ataupun Zheyan, tetapi Donghua tampaknya sangat menyukai rubah kecil ini.

Donghua selalu memasang mata dingin pada para wanita—Fengjiu menyaksikannya sendiri. Ia tahu ia tak lebih spesial dari para dewi-dewi itu. Jika Fengjiu kembali ke wujud manusianya, Donghua pasti akan mendorongnya pergi juga, dan kemudian empat ratus tahun itu akan jadi percuma.

Tentu saja, Fengjiu tidak bisa tetap jadi peliharaan Donghua selamanya. Ia tetap harus memberitahunya kalau ia adalah Fengjiu, dewi muda dari Qingqiu.

Tetapi Fengjiu ingin menunggu, menunggu hingga mereka jadi lebih dekat ... dan lebih dekat lagi. 

Sayang sekali, hari itu tidak pernah datang.

Tiba-tiba saja, Jiheng muncul di Istana Taichen. 

Mungkin ini adalah contoh lain dari betapa buruk takdir Fengjiu dan Donghua.

***

Di saat ini, Siming datang untuk memberikan Fengjiu obatnya seperti biasa. Dari hari ketika ia tertimpa musibah ini, Siming mulai mengenakan tampang cemberut dan mengomel aneh. Terkadang terlihat seperti simpati, terkadang amarah, terkadang jadi lebih cepat marah.

Hari ini, seolah terkena mantra, Siming mengubah sikapnya dan mulai menggoda Fengjiu. Wajah tampannya adalah satu yang jauh lebih garang dari milik ayahnya. Mata memanjangnya yang indah yang selalu berisi senda-gurau kini jadi begitu muram.

Fengjiu tidak tahan untuk tak memberinya dua lirikan, dan bergidik ngeri, merangkak masuk ke dalam selimut.

Siming memindahkan obatnya ke dalam wadah emas kecil dan menumbuknya dengan sebuah alu. Ia kemudian mengambil satu sendok penuh, menambahkan gula, dan membawakannya ke mulut Fengjiu.

Fengjiu menatapnya bertanya.

Siming diam-diam menatap balik Fengjiu. 

“Obat ini tidak bisa dicampur dengan air, Anda harus menelannya kering. Tunggu hingga satu jam sebelum meminum air.”

Kemudian Siming mengambil jeruk dari piring di samping tempat tidur, mengupasnya, dan memberikan satu potong untuk Fengjiu. 

“Jika terlalu pahit, makanlah bersama dengan jeruk.”

Fengjiu mengangkat cakarnya untuk menerima jeruk itu, menurunkan kepalanya untuk menjilati obatnya, ia mendengar Siming menghela napas saat ia menghaluskan suaranya: 

“Hamba punya waktu hari ini jadi hamba pergi ke Langit ke-13 untuk bertanya-tanya soal diri Anda. Mereka bilang Anda melukai Putri dari wilayah Selatan jadi Donghua mengurung Anda? Luka Anda bukan disebabkan oleh balasannya, kan?”  

Fengjiu terdiam dari kegiatannya menjilati obat. Ia menggelengkan kepalanya pelan.

Siming kemudian berkata, “Dua hari dari sekarang adalah pernikahan Donghua, dengan si Putri Iblis yang Anda lukai itu. Apa yang akan Anda lakukan?”

Fengjiu melamun menatap potongan jeruk di cakarnya. Ia tahu kalau mereka akan menikah, tetapi tidak berpikir kalau akan secepat itu. Fengjiu mengangkat kepalanya untuk melihat kaku ke arah Siming.

Hal yang ingin ditanyakannya belum terlihat di matanya ketika Siming sudah paham lebih dulu. 

“Tidak ada seorang pun yang mencari Anda; sepertinya mereka tidak tahu kalau Anda menghilang.”

Fengjiu menurunkan kepalanya dan melanjutkan tugasnya memilih serat jeruk. Siming tiba-tiba saja menaikkan tangannya dan menyentuh kening Fengjiu. Tindakannya sebenarnya melanggar batas tetap tangannya begitu hangat di kening dingin Fengjiu.

Dengan mata yang digenangi air, Fengjiu melihat ke arah Siming kebingungan. Ia merasakan tangan Siming dengan lembut mengelus kepalanya seolah sedang berusaha menghiburnya. 

Setelahnya Siming pun bertanya, “Apakah Anda ingin kembali ke Qingqiu.”

Fengjiu mengangguk.

Siming bertanya, “Apakah Anda akan menyerah pada cinta yang telah Anda kejar selama lebih dari dua ribu tahun ini, Yang Mulia?”

Lagi, Fengjiu mengangguk.

Siming bertanya, “Apakah Anda ingin melihat Donghua untuk terakhir kalinya?”

Lalu lagi, Fengjiu mengangguk.

Setiap pertanyaan Siming rasanya berasal dari dirinya sendiri, seolah ada dua dirinya—satu yang kuat dan satu lagi yang lemah. Dirinya yang kuat mendorong si lemah untuk memberikan ultimatum pada cerita cinta itu.

Tidaklah mudah baginya untuk tetap gigih hingga hari ini. Fengjiu berhasil bertahan hingga sekarang hanya karena tidak ada lagi orang lain di sisi Donghua.

Cinta Fengjiu untuk Donghua itu indah, jenis cinta yang tegar. Tetapi Donghua akan segera melangsungkan pernikahan, menjadi suami orang lain.

Apabila Fengjiu terus mempertahankan perasaan sepihaknya, ia akan mengubah sesuatu yang indah menjadi hal yang menyesakkan hati.

Seorang gadis Qingqiu tak pantas merendahkan diri hingga seperti itu. Fengjiu masih muda, dan bisa bertindak bodoh, tetapi masalah sudah tiba di posisi di mana ia tak seharusnya tetap menancapkan tumitnya lagi.

Kalau tidak, hidup akan menjadi lebih menyedihkan—dan ia masih punya waktu seumur hidup di depannya, kenapa pula Fengjiu harus menjadikan dirinya sebagai korban dari kepedihan berkepanjangan?

Fengjiu dengan hati-hati membagi jeruk itu dan menyerahkan separuhnya untuk Siming. Mata Fengjiu kini jernih tanpa air matanya. 

Siming mengambil jeruk darinya dan setelah agak lama, berkata lembut, “Baiklah. Saat Anda merasa sedikit lebih baik besok, aku akan membawa Anda menemui orang itu.”

***

Dalam ingatan Fengjiu, pertemuannya dengan Donghua terjadi di hari berangin. Yah, tidak benar-benar bertemu dengan Donghua. 

Siming membawa Fengjiu di pelukannya dan bersama-sama menyelinap masuk ke dalam Istana Taichen menggunakan mantra tak terlihat agar Fengjiu bisa melihat Donghua dari kejauhan untuk yang terakhir kalinya.

Itu adalah sebuah taman kecil yang sering dikunjungi Donghua. Dedaunan hijau subur tak berujung menghiasi teratai berbagai warna di dalam kolam.

Di permukaan airnya adalah sebuah paviliun segi enam yang didirikan dari cendana putih yang sengaja dibangun agar Fengjiu merasa sejuk. Tetapi kali ini, orang yang duduk di dalamnya adalah Putri Jiheng dan singa salju bersayap satu miliknya.

Sebuah perkamen brokat emas tergeletak di atas meja kristal. Dengan sebuah kuas di tangannya, Jiheng sedang mengartikan sesuatu. Singa salju itu berlutut dengan benar dua kaki jaraknya dari Jiheng. Rasa sakit langsung bersenonansi ke seluruh tubuh Fengjiu seperti refleks.

Setelah dengan cepat menyelesaikan satu halaman, Jiheng mengisyaratkan singa itu untuk mendekat. Si monster ganas itu ternyata sangatlah patuh; ia menanti dalam diam saat nyonyanya membentangkan kertas perkamen Xuanzhi di atas punggungnya agar tintanya cepat mengering.

Kemudian, singa itu menyentuhkan kepalanya dengan manis ke tangan Jiheng. Merasa kegelian, Jiheng berbalik dan terkikik ke arah Donghua yang sedang duduk di luar dekat kolam teratai dan memainkan sebuah belati pendek di tangannya.

“Sepertinya Suoying lapar lagi. Jamur saljunya ada pada Guru. Ini belum waktu makannya, tetapi bolehkah kita memberinya satu jamur?”

Fengjiu mencatat dalam otaknya nama si singa salju—jadi singa itu dipanggil Suoying.

Di sebelah kaki Donghua memang ada sebuah peti kayu penuh dengan jamur yang halus dan bersinar. Suoying adalah peliharaan yang bertingkah baik. Mendengarkan perkataan Jiheng, Suoying tidak langsung menerjang Donghua seperti terakhir kali.

Suoying merentangkan punggungnya untuk menjaga keseimbangan kertas dan berjalan dengan elegan menuruni setiap tangga paviliun. Setelahnya, Suoying memakan jamur dari tangan Donghua pelan-pelan sambil menatap Donghua dengan mata besar penuh rasa terima kasih. Jiheng sangat senang dengan tingkah laku peliharaannya.

Fengjiu duduk di lengan Siming untuk menonton komposisi di depan matanya. Menyingkirkan segala pikiran picik, Fengjiu dapat melihat secara objektif betapa luar biasa dan harmonisnya gambaran yang mereka buat: sorang tuan yang tampan, seorang nyonya yang cantik, dan seekor peliharaan yang begitu dicintai keduanya. Bahkan Fengjiu saja mengagumi adegan ini.

Bunga Fuling sedang masuk musimnya. Menggempur seperti lonceng-lonceng kecil, mereka bergetar di dalam angin dan bisa jatuh kapan saja dari dahan yang melengkung tempat mereka bergantung.

Fengjiu menggeliat kecil di dalam pelukan Siming. 

Ia pun bertanya lembut pada Fengjiu, “Apa Anda ingin kembali?”

Keduanya baru saja akan pergi ketika entah darimana datangnya sebuah sinar terang ditemani suara siulan angin melewati mereka; menembus hingga ke dahan pohon Fuling dekat sana.

Fengjiu menahan napasnya dan menatap ke dalam gambar di bidang di depannya. Di dalam banjir kelopak bunga seputih salju, sesosok siluet elegan dan agung berpakaian ungu dengan tenang melangkah maju ke arah mereka.

Fengjiu memang selalu bersama Donghua, tetapi ini pertama kalinya ia punya kesempatan untuk melihat dengan jelas perangai Donghua.

Masih menahan napasnya, Fengjiu memperhatikan Donghua datang ke pohon Fuling dan mengibaskan kelopak bunga yang jatuh ke pedang itu.

Diam-diam, Donghua memegangi satu kelopak bunga dan mengangkatnya hingga terkena sinar matahari dan mengamatinya.

Ini pastilah belati yang Liansong minta Donghua buatkan untuk ulang tahun Cheng’yu Yuanjun, pikir Fengjiu. Donghua mungkin sedang menguji berat dan kecepatan pedang itu sekarang.

Jika pedangnya terlalu berat, kecepatannya akan melambat dan kecepatan angin terbentuk karena itu, hanya akan memukul kelopak Fuling tanpa memotong mereka.

Donghua asyik mengamatinya dengan cara yang terlalu familiar pada Fengjiu. Bagi Fengjiu, ini adalah roman wajah Donghua yang paling indah.

Donghua menyingkirkan pedang dari pohon itu dan lagi-lagi hujan kelopak bunga turun berhamburan. Konfeti bunga halus itu berputar di udara berbarengan dengan pergerakan Donghua.

Fengjiu mengulurkan kakinya untuk menangkap kelopak bunga yang bertebaran di cakar tajamnya. Ia melamun menatap potongan bunga yang sudah rusak.

Ketika Fengjiu mendongak lagi, siluet ungu itu telah menjauhi jarak pandangnya, perlahan menghilang di belakang tirai Fuling putih yang menari.

Mereka begitu dekat, pikir Fengjiu, tetapi Donghua bahkan tidak melihatnya. 

Namun, di mana letak kesalahan Donghua?

Donghua tidak pernah mengetahui kalau ia adalah Fengjiu dari Qingqiu.

Donghua tidak pernah mengetahui Fengjiu mencintainya. Donghua pun tidak mungkin mengetahui segala pengorbanan yang dibuat Fengjiu dan perjuangan Fengjiu demi memilikinya juga.

Mereka memang tidak berjodoh. Cinta tak dapat dicapai hanya dengan perjuangan saja. Fengjiu tahu ini, dan tahu mereka memang tidak ditakdirkan bersama, tetapi ia masih dipenuhi rasa penyesalan.

Pertanyaan dan jawaban memenuhi pikiran Fengjiu ... mereka berasal dari diri kuatnya dan dirinya yang lemah. Siming membelai kepala dan berbalik sambil menghela napas. Fengjiu masih bisa mendengarkan dialog itu berbunyi di telinganya sekarang.

“Apakah kau sedih untuk mengucapkan selamat tinggal?”

“Apanya yang harus disedihkan? Kita pasti akan bertemu lagi suatu hari.”

“Bahkan jika hari itu datang, kau tidak akan pernah melihatnya dengan perasaan begini lagi.”

“Aku sudah menyelipkan segala hal penting ke dalam ingatanku. Bukankah itu akan jadi kerugian Donghua kehilagan cintaku? Harusnya Donghua lah yang merasakan kesedihan.”

Untuk beberapa alasan, air mata tetap saja jatuh dari matanya ke atas kelopak bunga Fuling di cakarnya. Meski begitu, Fengjiu berbalik sekali lagi.

Melalui mata berair, hanya ada kelopak bunga bertebaran memenuhi langit. Pemandangan tak bertepi masih tetap berdiri diam. Fengjiu menatap kelopak bunga di cakarnya lagi dan lagi, kemudian menggulung dirinya sendiri dalam lengan Siming dan samar-samar mengajukan sebuah pertanyaan: “Akankah semuanya baik-baik saja mulai sekarang?” 

Siming berhenti untuk waktu yang rasanya seperti selamanya. 

Tangannya lagi-lagi melewati batasan untuk menyentuh kening Fengjiu selagi Siming menjawabnya, “Iya, Yang Mulia, semuanya akan baik-baik saja.”

***

Hari berikutnya merupakan tanggal 13 September. Astrologi mengatakan bahwa ini hari yang baik untuk pernikahan, beribadah, pembukaan dan menyapu rumah. Langit ke-13 akhirnya bersuka cita dalam pernikahan Donghua Dijun dengan Putri Jiheng.  

Upacara besar yang belum pernah terjadi sebelumnya ternyata sangatlah sederhana. Memang terdapat perayaan di luar Istana Taichen, tetapi tak ada pergerakan lain di mana pun di Langit. Seperti cara Donghua menangani masalah.

Fengjiu akan pergi meninggalkan Jiuchongtian malam itu juga. Sebelum pergi, Fengjiu meminta tukang masak di kediaman Siming untuk membakarkan beberapa ubi jalar untuknya. Membawa ubi jalar itu di punggungnya, Fengjiu diam-diam memutari Langit ke-13 dan meninggalkan kantong itu di depan gerbang Istana Taichen.

Itu merupakan hadiah pernikahan untuk Donghua, dan juga penghormatan terakhir dari hubungan mereka. Fengjiu berjanji untuk mengingat perhatian yang diberikan Donghua padanya selama beberapa bulan ini.

Tidak memiliki benda berharga untuk diberikan, Fengjiu harap ubi jalar ini bisa menyentuh Donghua. Akankah Donghua memikirkan rubah kecil ini ketika ia melihat ubi jalar ini?

Tetapi kalaupun tidak, tak jadi masalah juga.

Bulan yang bersinar terang menggantung tinggi di atas sana. Suara dari musik ceria pun melayang dari dalam istana. Fengjiu merasakan sebuah ketenangan kali ini; ia tidak senang juga tidak sedih. Hanya ada sebuah perasaan tak terlukiskan yang pelan-pelan menenggelamkan Fengjiu, seperti ketika ia tanpa sengaja jatuh ke dalam air setelah bertemu dengan singa bersayap satu itu.

Pada akhirnya, Fengjiu tidak tahu perasaan apa ini sebenarnya.

***

Sementara, tentang romansa satu-satunya milik Donghua selama ribuan tahun ini, Fengjiu dapat menduga mengapa Yan Chiwu menyebutnya sebagai hubungan yang tidak beruntung.

Donghua menyukai Jiheng, dan mereka tinggal selangkah lagi mendapatkan akhir bahagianya. Tetapi, di langkah terakhir mereka itu malah terbalik dan berpisah satu sama lain.

Di malam pernikahan mereka yang begitu terkenal, si pengantin wanita, Jiheng tiba-tiba saja menghilang. Sebagai gantinya, malah Putri Zhi’he yang mengenakan pakaian merah sakral pernikahan.

Terlebih lagi, Fengjiu adalah yang pertama kali mengetahui fakta ini sebelum yang lainnya.

***

Saat Fengjiu membawakan ubi jalar bakar ke Istana Taichen, Zhi’he dengan gaun merah memojokkan Fengjiu di sebuah dinding istana dan berceloteh tentang hal-hal yang tidak masuk akal.

Dengan alasan yang menggelikan, ia bahkan membohongi Fengjiu hingga mempercayai kalau Zhi’he dan Donghua masih punya kesempatan mendapatkan akhir bahagia milik mereka.

Memang terdengar mencurigakan, kalau diingat sekarang oleh Fengjiu. Tetapi, apa pun itu, Donghua akan segera menikah. Entah ia menikahi Jiheng atau Zhi’he tidak membawa perbedaan bagi Fengjiu.

Fengjiu tidak tahu apakah penderitaan beratnya telah membuat luka yang didapatnya mati rasa atau tidak, baik tubuh dan pikirannya, tetapi anehnya hatinya tak lagi kesakitan kali ini.

Lembah Fanyin. 

Di tengah panas terik, ditemani dengan beberapa suara kumbang, Yan Chiwu menjadi semakin bersemangat selagi ia melanjutkan:

“Meskipun tak ada seorang pun yang tahu kenapa Jiheng menghilang di malam pernikahan mereka, dikabarkan ia melarikan diri dengan pengawal pribadinya, Minsu.”

Xiao Yan tertawa terbahak-bahak lagi. 

“Bayangkan betapa memalukannya bagimu ketika pengantin wanitamu melarikan diri dengan pria lain di malam pernikahan kalian. Itu sungguh keberuntungan yang buruk sekali bagi Muka Es, benar kan?

Betapa mengejutkan. Setelah Fengjiu meninggalkan Jiuchongtian malam itu, ia tidak pernah bertanya soal Donghua lagi. Tetapi selagi Fengjiu kebingungan mendengar ini dari Yan Chiwu, ceritanya entah mengapa terasa meragukan.

Dari apa yang Fengjiu lihat selama ia tinggal di Istana Taichen, perasaan Jiheng terhadap Donghua penuh dengan kekaguman. Jiheng tidak nampak seperti seseorang yang hanya memperlakukan Donghua sebagai seorang pengganti untuk menyembunyikan perasaan sesungguhnya untuk orang lain. Pasti masih ada misteri lain di balik cerita ini.

Bertambahnya awan seriring sinar matahari yang mulai mundur. Sepertinya akan segera turun hujan. Fengjiu mendongakkan kepalanya untuk menatap ke langit.

Fengjiu kemudian melirik ke arah Yan Chiwu yang masih saja tertawa kecil seolah ia tak dapat berhenti sementara Fengjiu malah jadi muram karena semua ingatan lama yang tergali kembali.

Pemandangan itu membuat Fengjiu sangat kesal, dan ia tak mampu menahan diri, menghina Xiao Yan: “Bahkan seorang pendekar seperti dirimu juga jatuh cinta pada Putri Jiheng. Ia melarikan diri dengan orang lain, memangnya ia melarikan diri bersamamu? Dan meskipun Jiheng tidak melakukan ritual malam pertama dengan Donghua, upacara pernikahan telah dilakukan dan di atas kertas mereka berdua masih suami istri. Itu artinya Donghua masih lebih baik darimu. Apanya yang membuatmu senang?”

Yan Chiwu dengan ekspresi aneh menatap ke arah Fengjiu. 

“Upacara pernikahan? Aku kira kau adalah relasi dari istana Muka Es? Bagaimana bisa kau tidak tahu soal ini?”

“Tahu apa?” Fengjiu bertanya bingung.

Yan Chiwu menggaruk kepalanya. 

“Muka Es tidak menikahi Jiheng. Di hari sebelum pernikahannya, ia ingin bertemu dengan peliharaan bayi rubahnya, jadi ia menyuruh si penjaga kediamannya untuk membawakan rubah itu padanya. Kecuali, itulah saat ketika mereka menyadari bahwa rubah itu telah menghilang.”

Fengjiu tiba-tiba bangkit dan memotong perkataan Yan Chiwu. 

“Aku akan mengecek apakah bebatuan berbentuk kipas ini bisa membawa kita naik atau turun ke suatu tempat. Melelahkan sekali terperangkap di sini. Pendekar Xiao Yan, kau pasti lelah karena bicara terus-menerus selama ini. Aku pikir lebih baik kita mulai memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan diri kita.”

“Kau tidak mau dengar lagi? Tapi ini sangat menarik!” 

Yan Chiwu memanggil Fengjiu. Hanya beberapa langkah lagi ia berhasil mengejar Fengjiu dan mulai mengoceh lagi.

“Muka Es langsung keluar mencari rubah itu dan tidak punya waktu untuk menikahi Jiheng. Benar-benar sebuah lelucon, ia bahkan mendatangiku dan meminta rubah itu. Muka Es pikir aku mencuri binatang itu. Memangnya aku tampak seperti seseorang yang akan menculik rubah? 

"Kalaupun aku ingin menculik sesuatu, paling tidak harus seorang dewi Langit. Benar-benar sebuah penghinaan. Aku dengar, Muka Es masih belum berhasil menemukannya setelah mencari selama tiga ratus tahun. Kalau kau bertanya padaku, rubah itu pasti sudah mati. Aku penasaran, apanya yang istimewa dari rubah itu hingga membuat Donghua begitu menyayanginya.”

Setelah berceloteh dan terus berceloteh, Xiao Yan menaikkan pandangannya dan melihat Fengjiu sedang bersujud di dekat jurang. Bebatuan yang berada di antara sisi gunung tempat Fengjiu sedang berpijak tampak tidak stabil.

Xiao Yan cepat-cepat memperingatkan Fengjiu: “Hati-hati!”

Suara tinggi milik Xiao Yan dan panggilan tiba-tiba itu mengagetkan Fengjiu hingga menyebabkannya kehilangan keseimbangannya.

Dengan dua tetes peluh menuruni pelipisnya, Yan Chiwu pun melompat mengejar Fengjiu.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar