Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 4 Part 3
Dikatakan bahwa Donghua, semenjak kelahirannya dari Laut Biru, telah memiliki kemampuan bertarung yang luar biasa melalui baku hantam dan pertempuran kecil. Akan tetapi, Donghua sama sekali tak tertarik dalam penyatuan dunia.
Klan-klan di mana saja di luar Laut Biru tanpa hentinya mengajak perang satu dengan yang lainnya. Beberapa kaki tangan yang tidak punya kesempatan untuk bergabung dalam peperangan pun tak tinggal diam, malah pergi mencari masalah dengan mengajak Donghua bertarung.
Tentu saja Donghua menghabisi mereka semua. Namun, ada pelindung di atas para kaki tangan ini; iblis yang lebih besar yang melindungi para kaki tangan ini merasa mereka telah dihina, jadi mereka pun bermunculan silih berganti.
Di atas para kaki tangan adalah kroni-kroninya, di atas mereka ada para bosnya. Donghua terus menghabisi mereka hingga suatu hari, ketika Donghua berbalik untuk melihat, bos terbesar sudah menjadi bawahannya.
Zheyan memegangi sebuah cangkir anggur seraya tersenyum iseng: “Jangan menilai Donghua dari topeng dingin yang dikenakannya. Kenyataannya, ia adalah objek dari begitu banyak kekaguman wanita.”
Donghua, dengan roman wajah yang rupawan, muda, dan pencapaian yang melegenda, adalah suami ideal bagi banyak wanita dari berbagai klan.
Ada seorang gadis muda dari keluarga iblis yang cukup terkenal kala itu, dianugerahi sebagai yang tercantik di wilayah itu. Gadis itu juga merupakan salah satu penggemar Donghua.
Gadis muda ini sangat menginginkan Donghua hingga suatu malam ia datang dan menyembunyikan dirinya di dalam kediaman Donghua.
Malam harinya ketika Donghua kembali dan menemukan seorang gadis cantik di belakang gorden tidurnya, ia agak kaget.
“Larut sekali baru kembali, kau membuatku cukup sedih menunggumu kembali, Tuan~~~”
Donghua mencondongkan tubuh dan menggendong si gadis dalam pelukannya.
Napas gadis itu pun jadi lebih cepat.
“Oh, betapa tak sabarnya Anda, Tuan~~~”
Si Donghua yang tak sabaran ini membawa si cantik hingga ke pintu, lalu tanpa adanya perubahan dalam ekspresinya, melemparkan gadis itu begitu saja. Tak lupa Donghua memalangi pintunya dan memadamkan penerangan.
Gadis muda ini tidak langsung menyerah. Membutuhkan beberapa kali lemparan baginya untuk akhirnya berhenti. Tetapi, gadis ini membuat sebuah tren baru.
Meskipun ditendang keluar oleh Donghua adalah hal yang sudah pasti, orang-orang bilang, paling tidak ia cukup baik untuk menggendong para gadis dari ranjangnya hingga ke pintu. Banyak gadis muda merasa kalau itu cukup sepadan, dapat berada dalam pelukan Donghua meski hanya sesaat.
Sejak saat itu, para gadis dari klan iblis menemukan cara untuk membuka medan pelindung yang dibuat Donghua di sekitar rumahnya, dan berlomba satu sama lain demi menyusup ke dalam ranjang Donghua.
Seiring berjalannya waktu, Donghua jadi malas dan tak lagi membuat sebuah medan pelindung. Ia menganggap tindakannya melemparkan gadis cantik tiap malam sebelum tidur sebagai sejenis olah raga, dan berhasil hidup dalam damai selama bertahun-tahun.
Lalu datang suatu malam ketika akhirnya tak ada lagi wanita yang merangkak ke atas ranjang Donghua. Kali ini, sepasang alis tebal dan mata sedalam musim gugur, seorang pemuda cantik.
Donghua membawa pemuda itu hingga ke pintu dan segera melemparkannya keluar.
Pemuda itu meraung, “Kau menggendong mereka semua dalam pelukanmu sebelum melemparkan mereka keluar. Kenapa kau malah membawaku dengan cengkeraman di leher? Kau tidak adil. Sama sekali tidak adil!”
Zheyan menuangkan lebih banyak anggur ke cangkirnya dengan santai.
“Sebegitu parahnya hingga saat Fushen datang ke Laut Biru dan meminta Donghua untuk pergi bersamanya, Donghua langsung mengikutinya tanpa mengatakan apa pun. Wanita dari Klan Dewa paling tidak, pasti punya lebih banyak pengendalian diri ketimbang mereka yang berasal dari Klan Iblis, tetapi Donghua tidak pernah benar-benar menemukan kedamaian hingga hari di mana ia memasuki Istana Taichen.”
Zheyan menghela napas dengan dibuat-buat.
“Untuk seorang pahlawan sampai bersembunyi begitu, tak heran kalau wanita disebut dengan macan betina. Ini juga mirip dengan Moyuan dari Kunlun yang menolak mengambil murid wanita. Pada zaman dahulu ketika bibimu menjadi muridnya, Bai Qian harus berdandan seperti seorang pria. Untungnya bibimu tidak berjalan di jalan yang sama dengan para murid wanita Moyuan yang terdahulu. Kalau tidak, Moyuan tak akan semulia sekarang ketika ia bertemu denganku.”
Setelah membocorkan rahasia orang-orang, Zheyan dengan bebasnya memperingatkan Fengjiu, “Meskipun kenyataannya adalah seperti yang kukatakan, jangan menulis hal semacam itu di esaimu di sekolah. Guru-guru hanya ingin jawaban yang benar. Akan tetapi, jawaban yang benar dengan kenyataan tidak pernah sama.”
Fengjiu bahagia mendengar kalau Donghua menganggap wanita yang menyukainya itu merepotkan. Tetapi kemudian berpikir tentang dirinya sendiri dan khawatir kalau Donghua bisa saja tidak menyukainya juga.
Fengjiu memegangi buku catatannya dan bertanya khawatir pada Zheyan, “Jika Donghua tidak menyukai wanita, juga pria, lalu apakah itu artinya ia tidak suka apa pun?”
Pertanyaan sulit.
Zheyan berpikir sejenak dan menjawab, “Aku rasa Donghua mungkin menyukai sesuatu yang berbulu dan berwarna merah.”
“Donghua suka monyet?” dengan sedih Fengjiu bertanya.
Lalu dengan ekspresi terluka, ia menambahkan, “Apa bukti yang kau punya?”
Berdeham, Zheyan membalas, “Memangnya semua yang berbulu dan merah itu monyet? Bagaimana bisa kau berpikir soal monyet? Bukan monyet. Aku hanya berpikir, karena semua tunggangan Donghua adalah makhluk berbulu, ia mungkin lebih menyukai binatang berbulu.”
Fengjiu langsung semangat. Ia mengubah dirinya menjadi wujud aslinya. Kaki depannya masih memegangi buku catatannya.
“Aku juga adalah binatang berbulu! Katakan, apakah menurutmu ia akan menyukaiku?”
Fengjiu lalu menyadari apa yang dikatakannya dan ragu-ragu menaikkan cakarnya untuk mengelus hidungnya.
“Itu ... aku hanya bertanya karena penasaran.”
Zheyan berucap dengan nada tertarik, “Donghua menyukai yang jauh lebih kuat. Tunggangannya selalu macan dan singa.”
“Lihat aku. Apakah aku kuat atau tidak?”
Fengjiu berkata selagi ia memamerkan giginya dan membuat geraman rendah.
Fengjiu begitu naif dulu. Jika semuanya berakhir hanya sampai di sini, tentunya ini bukan kisah yang merugikan.
***
Di depan mata Fengjiu, Gunung Fuyu bergetar akibat gempa. Yan Chiwu diselimuti cahaya gelap. Ia mengayunkan pedang Xuanjie ke segala arah. Donghua berdiri di atas segumpal awan, jubahnya berkibar terkena angin.
Dari jemari Donghua terbentuk sebuah wadah cekung besar terbalik. Fengjiu mengenalinya sebagai kurungan Tiancang. Ia pernah mendengar soal benda ini sebelumnya. Sebuah benda pusaka dari Jiuchongtian yang terbuat dari es suci. Bersembunyi di dalamnya akan menjamin keselamatan seseorang, tak sehelai rambut pun akan terluka.
Kurungan Tiancang mengambang tepat di sebelah Donghua. Fengjiu menahan napasnya memperhatikan Donghua menyingkirkan sekumpulan rambut di pundaknya yang telah terpotong akibat angin setajam silet.
Rambut yang terpotong?
Fengjiu melihat ke atas dan bawah barulah menyadari kalau ia sudah kembali ke wujud manusianya. Embusan angin kencang mulai terasa; gaun sutranya berkibar di tengah angin.
Fengjiu, yang pikirannya bekerja sangat cepat dalam keadaan mendesak ini membolakan matanya kaget dan berkata, “Kau, kau, kau tahu siapa aku? Dan kau tahu bagaimana caranya mengembalikanku ke wujud awal.”
Saat ini, Fengjiu terangkat ke udara.
Kemarahan Fengjiu pun menggelora: “Lalu kenapa kau tidak segera membongkarnya dari awal?”
Aliran iblis mengenainya, menambah marah hati Fengjiu dan membuatnya jadi besar mulut.
“Kenyataannya, kenyataannya, aku memang berubah jadi saputangan untuk menghindari rasa malu, tetapi apa yang kau perbuat juga bukanlah tindakan yang terhormat. Kau jelas-jelas dengan sengaja mempermainkanku. Apa aku begitu lucu bagimu?”
Fengjiu tahu ia bukanlah tipe gadis yang disukai Donghua, tetapi ia tetaplah seorang gadis. Fengjiu juga, butuh disayangi. Tetapi Donghua bahkan tidak memperlakukannya dengan benar.
“Kalau kau sudah tahu siapa aku, kau tidak harus membawaku ke tempat berbahaya begini. Kau mengikatku ke hulu pedangmu untuk melihat ketakutanku, bukan? Apa yang kukatakan tentang dirimu itu bukannya sengaja, kau tahu.”
Sudut mata Fengjiu memerah marah. Donghua gagal menemukan kata-kata dan hanya menatapnya lama.
Akhirnya, Donghua berkata, “Aku minta maaf.”
Fengjiu memang orang yang berapi-api.
Sekalinya ia mendengar permintaan maaf Donghua, Fengjiu langsung tenang dan membersihkan tenggorokannya: “Lupakan, kali ini ...”
Donghua menambahkan dengan gaya santainya yang biasa, “Aku merasa sangat terhibur.”
Perkataan penuh rasa maaf dari Fengjiu terkunci rapat di tenggorokannya. Kemarahan menembak kepalanya, menyebabkan percikan amarah di matanya.
Donghua mengelus rambut Fengjiu dan tersenyum seraya berkata, “Telingamu memerah karena marah.”
Fengjiu mengira ia telah salah dengar. Bagaimana bisa Donghua bercanda dengannya, orang yang terus-terusan menggerutu ini?
Tiba-tiba saja, sebuah bola api membara meledak dari belakang. Di bawah mereka adalah banjir besar. Makhluk buas dan ular melenguh bersemangat. Sebelum Fengjiu dapat mengembalikan kelima indranya, seluruh tubuhnya sudah diangkat oleh Donghua semudah ia mendorong Fengjiu ke dalam kurungan Tiancang.
“Tunggu di dalam, jangan keluar.”
Fengjiu ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Ia mengenggam tembok kurungan ketika ia mengira mendengarkan dua kata samar: “Baik-baiklah.”
Yan Chiwu melihat ke arah kurungan Tiancang di mana Fengjiu berada dan mengayunkan pedang Xuanjie tepat ke arah Donghua.
“Brengsek, apa kau sedang menghinaku? Kenapa kau membawa keluargamu bersama dalam pertarungan kita?”
Yang satu adalah seorang dewa dari Langit. Yang lainnya adalah seorang penguasa dari klan Iblis. Bumi terus berganti warna. Sesekali, hujan musim semi turun membasahi bumi, sesekali hujan salju turun menutupi pengelihatan mereka.
Empat musim berganti seiring pergerakan pedang mereka. Percikan bermunculan dari pedang keduanya seperti kembang api di atas bukit Gunung Fuyu.
Bertengger di bahu gunung, Fengjiu menyandarkan diri di tembok kurungan Tiancang dan menyaksikan pertarungan itu. Fengjiu tiba-tiba saja terkesiap, air matanya menggenang membentuk tirai kabut, menutupi semua di belakangnya.
Baru saja beberapa saat yang lalu, Donghua berada di posisi kalah, tetapi entah bagaimana ia memutar balik keadaan. Pedang panjang itu berkilauan; gerakan menipu itu mengarah langsung ke dada Donghua.
Mata Fengjiu terbuka lebar. Pedang Xuanjie berubah warna dari putih menjadi merah.
Ini bohong, bohong. Apakah benar-benar menusuk Donghua? Tetapi kemudian setelah dua langkah, anehnya malah Yan Chiwu yang berteriak kesakitan.
Kabut yang menggeliat layaknya ular itu pun perlahan menguap. Donghua menggunakan pukulan telapak tangannya, mendorong Yan Chiwu menjauh.
Fengjiu pun merunduk secara refleks. Tiba-tiba saja sebuah tarikan kuat menariknya dari belakang. Sebelum Fengjiu dapat mempertahankan dirinya sendiri, ia telah terhisap ke dalam pusaran berputar.
Fengjiu masih mendengar suara Donghua yang berteriak di belakangnya, suara serakya berbeda dari nada tenangnya di hari biasa.
Suara Donghua penuh amarah di dalam pusaran angin puyuh: “Xiao Bai!”
***
Meringkuk di tengah angin yang berkibar, Fengjiu dibuat tak berdaya selama beberapa detik. Jadi, beginilah cara Donghua memanggil Fengjiu. Baginya, tak ada yang istimewa dari cara Donghua memanggil namanya dengan panggilan seperti anak kecil itu.
Kenyataannya, saat Fengjiu masih kecil, ia selalu iri dengan nama bibinya, Bai Qian. Dua karakter, pendek dan manis.
Tetapi kenyataannya nama Fengjiu akan tetap terdiri dari tiga karakter. Ia berharap paling tidak, tiga kata itu adalah kata yang menarik, seperti milik teman baik pamannya, Su Moye yang namanya punya makna lirikal.
Kalau itu hanya Fengjiu, paling tidak masih bisa dianggap sebagai bentuk elegan dari hal yang biasa atau hal biasa dari bentuk elegan, seperti milik para tetua.
Tetapi marga keluarganya harus di tambahkan. Di tempat Taishang Laojun, ada seorang pelayan muda yang dekat dengan Fengjiu. Gadis ini dipanggil Pill Wuji Baifeng (Pill Ayam Hitam Phoenix Putih). Ia sering memikirkan soal namanya dan selalu berakhir dengan helaan napas.
Semua orang di dunia tidak berani menyebut Fengjiu dengan nama lengkapnya, jadi seiring berlalunya waktu, mereka salah mengira nama Fengjiu, Feng sebagai marganya. Tetapi Donghua memanggilnya Xiao Bai, dan ia suka dipanggil demikian.
Donghua tidak dapat meraih mereka.
Terluka, Yan Chiwu memanggil angin topan dan entah bagaimana Fengjiu ikut masuk ke dalamnya.
Menggenggam pundak Fengjiu, Yan Chiwu berteriak, “Kenapa kau tidak jatuh dalam perangkapku? Bagaimana bisa ilusiku tidak bekerja padamu? Apakah si Muka Es mengeluarkan batuk darah hanyalah tipuan belaka?”
Kemudian meraung sedih, “Apakah sihirku tidak berguna sekarang? Bagaimana bisa aku hidup lagi? Aku sudah menodai gelarku. Akan lebih baik jika angin ini membawaku hingga ke Neraka jadi aku bisa bereinkarnasi jadi seekor kura-kura. Ayo, mati bersama!”
Fengjiu mulai gemetaran. Ia harus berpikir cepat. Ia sungguh tidak ingin pergi ke neraka bersama Yan Chiwu dan bereinkarnasi jadi dua saudara kura-kura.
Fengjiu menutupi telinganya dan meninggikan suaranya: “Tidak, sihirmu bukannya tak berguna. Aku melihatnya memuntahkan darah.”
“Nona Muda, harusnya kau meninggalkan kurungan Tiancang untuk melindungi kekasihmu. Sekalinya kau datang, Donghua akan kewalahan jadi aku bisa menyerangnya. Hal semacam itu adalah jebakan wanita cantik dalam tiga puluh enam jenis jebakan. Tetapi lihat apa yang kau lakukan? Kau datang di saat yang tidak tepat, karena itulah aku terkena serangannya.”
“Maafkan aku kalau timingku tidak tepat, tetapi kau ...”
Angin mendorong mereka hingga kehilangan keseimbangan.
“Aku rasa kau tidak baik sekarang ... dan tentang jebakan wanita cantik dalam tiga puluh enam jenis jebakan? Itu ditulis oleh Siming yang tak pernah menang melawan siapa pun. Perkataannya tak bisa dipercaya."
Seusai Fengjiu mengucapkan kata terakhirnya, keduanya tersandung hingga jatuh ke dalam lembah yang dalam.
Setelah jatuh ke dalam lembah selama beberapa saat, Fengjiu mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang dikatakan oleh Yan Chiwu sebelum mereka jatuh ke bawah sini.
Cukup masuk akal, Fengjiu harusnya berada di pihak Donghua. Ia tidak berlari ke sana untuk melindungi Donghua karena ia merasa kecil dan lemah, Yan Chiwu bisa saja membunuhnya tetapi maksimal, Yan Chiwu hanya bisa memberi Donghua beberapa goresan saja.
Kemampuan mereka pun berada dalam level yang berbeda, dan kemampuan mereka menahan pedang juga begitu berbeda. Dan meskipun semua ini masuk dalam pertimbangan Fengjiu, kenyataannya ia juga masih tetap begitu mengkhawatirkan Donghua.
Terlepas dari gurauannya, Donghua dengan terhormat membiarkan Fengjiu berada dalam kurungan Tiancang untuk menjaga keamanannya.
Oleh karena itu, Fengjiu bukannya bersikap licik, ataupun ia masih dendam akan masa lalu. Tetapi, bagaimana bisa Donghua mulai mengerti setiap pertimbangan dan perasaan Fengjiu yang ada saat itu?
Donghua pastilah menyesalkan perihal Fengjiu yang kurang bijaksana dan tidak melindunginya.
Setelah selesai mengumpulkan pikirannya, Fengjiu berbalik dan mengucapkan maafnya pada Yan Chiwu.
Fengjiu menerima dalam pikirannya kalau Donghua sudah salah paham.
Beberapa saat sebelumnya, Donghua masih meneriaki nama Fengjiu. Sesaat setelah Fengjiu terjatuh ke dalam lembah dan bayangan Donghua tak terlihat di mana pun. Fengjiu tidak bisa menyalahkan Donghua. Ia pasti sangat marah padanya kali ini.
0 comments:
Posting Komentar