Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 2 Part 3

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 2 Part 3

Tampang lembut di wajah Dijun detik ini tidak dapat jadi lebih mematikan lagi. 

Jantung Fengjiu berdegup begitu kencang selagi ia dengan putus asa melawan: “Sudah pasti bukan karena alasan ini. Jika ini alasannya, lalu segala hal yang kulakukan ...”

Masih dengan ekspresi yang tidak berubah, Dijun mengoreksi perkataannya: “Ini baru salah satunya.” 

Donghua menambahkan: “Paling utama adalah karena aku berlutut untuk meminta pengampunanmu.”

Fengjiu tidak putus asa lagi.

Fengjiu terhempas.

Fengjiu yang terhempas diam-diam memasukkan tinjuannya ke dalam mulutnya. Aura Dijun ketika ia berlutut, terlebih lagi aura Donghua saat berlutut di hadapannya—ia berusaha keras membayangkannya tetapi masih tetap mustahil untuk dibayangkan.

Sesuatu yang begitu luar biasa hingga Fengjiu tidak sanggup membayangkannya. Sesuatu yang begitu langka, tidak akan terjadi selama ribuan tahun. Tetapi Fengjiu melupakan semuanya. Sebuah aib yang bisa membuat menangis.

Dijun bilang ia berlutut untuk melamarnya. Menyingkirkan kisah mengerikan soal si raja yang terkenal ini ternyata berlutut, lebih penting lagi, mengapa Dijun ingin menikahi Fengjiu?

Ini, sungguh sebuah misteri bagi segala usia.

Rasa penasaran Fengjiu mengambil alih syoknya dan sementara ia menyemburkan: “Kau terpaksa menikahiku karena kau merasa bersalah, benar kan? Lalu bagaimana dengan Jiheng tercintamu?”

Dijun sempat tercengang sejenak. 

Ia menjawab kebingungan: “Jiheng dan aku, bagaimana bisa kau memikirkan hal semacam itu? Usia kami terlalu berbeda ...”

Donghua melihat mata gelap berkaca-kaca Fengjiu selagi pemahaman mendadak menjadi lebih jelas bahwa usia mereka berdua bahkan jauh lebih besar. 

Kernyitan terpasang di wajahnya selagi ia memberitahu Fengjiu ringkas: “Jiheng dan aku tidak ada hubungannya satu sama lain.”

Fengjiu begitu terkejut mendengar ini secara langsung dari Donghua. 

Saking terkejutnya, Fengjiu mulai bergumam pada dirinya sendiri: “Sebenarnya, apakah aku masih bermimpi sekarang?”

Fengjiu mencubiti dirinya, dari matanya langsung mengalir dua tetes air mata. 

Dengan mata berkabut, Fengjiu berkata: “Oh, jadi aku tidak sedang bermimpi, aku sungguh terkena amnesia dan melupakan begitu banyak hal. Aku merasa dunia ini sudah berubah hingga aku tidak bisa mengenali beberapa halnya.”

Fengjiu melihat Donghua kebingungan: “Sebenarnya aku masih punya satu pertanyaan lagi, aku tidak yakin apakah aku bisa menanyakannya padamu atau tidak?”

Pertanyaan ini sedikit menyakitkan, namun semenjak Fengjiu begitu penasaran, ia tidak punya kesabaran lagi untuk menunggu Donghua mengangguk dan berbicara sebelum Donghua: “Jika kita memang menikah seperti yang kau katakan, aku masih bingung, mengapa ayahku menyetujui pernikahan ini, karena kau ...”

Fengjiu sedikit kesulitan memberitahu Donghua ini: “Karena ayahku adalah seorang dewa yang sangat kuno. Kau tidak berasal dari keluarga mapan, maupun berkuasa. Kau tidak memuaskan kriteria calon menantu lelakinya ...”

(T/N : Fengjiu mungkin juga mengatakan ayahnya agak vulgar karena kata (biasa) dapat mencakup mana saja, dari kuno hingga vulgar).

Dijun terdiam sesaat. 

“Jadi Qingqiu memiliki peraturan semacam ini untuk memilih menantu lelaki, aku tidak tahu soal ini.”

Donghua merenunginya kemudian berkata sungguh-sungguh, “Mungkin Bai Yi tidak merasa aku punya masa depan yang megah, tetapi semenjak aku berlutut di hadapanmu, aku berhasil menaklukkannya dengan kejujuran dan kehormatanku, jadi ia mengasihaniku dan menyetujuinya.”

Mendengarkan cerita yang melayang keluar dari mulut Dijun, Fengjiu bertanya-tanya jika itu terdengar agak mencurigakan. Tetapi ia tidak dapat terlalu menunjukkan juga apa yang aneh dari cerita itu.

Jika mereka membicarakan soal alasan, alasan Donghua sangat logis. Orang-orang dari Qingqiu selalu terkenal berhati lembut dan mudah dipenuhi dengan kasih sayang.

Maka, jika meninjau kembali semuanya, Dijun tidak membohongi Fengjiu. Ia dan Donghua benar-benar telah menikah.

Fengjiu tidak mengerti mengapa ia berdamai dengan dirinya sendiri dan setuju menikahi Dijun. Meski demikian, Dijun pastilah telah berjuang mengurai segala kekusutan di kepalanya. Pasti tidak mudah bagi Dijun.

Ternyata, ia dan Dijun akhirnya mencapai sebuah akhir. Kuasa ilahi memang sesuatu yang tidak dapat diduga. Ketika kau berpikir demikian, ternyata jadinya begitu. Akan tetapi, ini merupakan suatu kesenangan bagi makhluk abadi yang hidup sangat lama.

Karena Langit sulit diprediksi, Fengjiu menjadi sedih sesaat. Ketika ia kembali dari lamunannya, ia melihat mata gelap Dijun berhenti padanya. Ia tidak mengerti kenapa, tetapi kebahagiaan mulai memenuhi hatinya.

Fengjiu berpura-pura terbatuk keras, berusaha susah payah menekan suasana hatinya yang riang gembira, kemudian ia berbalik sementara menghadap Donghua dan berkata, “Dijun, apa kau yakin kau hanya berlutut di hadapanku? Meskipun aku tidak ingat apa-apa, apa kau yakin tidak melakukan hal memalukan lainnya?”

Dalam bayangan Fengjiu, meskipun menggunakan dua pertanyaan yang tak perlu dijawab, ia telah menyuarakan keraguannya pada tiap kalimat itu. Jika sesuatu mencurigakan, maka itu tidak sepenuhnya benar.

Setelah mendengarkan komentar Fengjiu, Dijun mendadak terdiam; ini adalah contoh terbaiknya. Ia memang sangat pintar karena berhasil menyadari hal ini seorang diri!

Fengjiu mengendalikan perasaan kagum pada dirinya sendiri yang meluap dan berkata dengan sedikit kepuasan: “Jangan mencoba menipuku hanya karena aku tidak bisa mengingatnya. Aku mengubah pikiranku hanya karena kau berlutut di hadapanku? Jangan meremehkanku. Aku tidak percaya padamu!”

Fengjiu menambahkan kalimat terakhir awalnya agar ia dapat mendengarkan beberapa kata menenangkan dari bibir Donghua. Namun, entah mengapa, Dijun malah terperangkap dalam diam setelah mendengarkannya hingga sebuah dahan kering jatuh mengenai tirai ranjang dan memecah keheningan.

Pikiran Donghua tersentak kembali selagi ia menjawab lembut, “Jika aku ingin kau mempercayaiku,” ia merenung sejenak, “Apa yang harus kulakukan, Xiao Bai?”

Fengjiu yakin itu adalah sebuah penampakan dari rasa malu Donghua, ia tidak menjawab pertanyaan Fengjiu, malah memutarbalikkan percakapannya. Ditambah lagi, Donghua harus menebus kesalahannya dengan melakukan berbagai macam hal memalukan hingga ia tidak mampu mengingat kenangan-kenangan itu.

Fengjiu merasa senang. Akan tetapi, ia masih belum sepenuhnya mengerti mengapa Dijun ingin menebus kesalahannya. Namun, bukankah Fengjiu sudah melupakan alasannya?

Fengjiu telah melupakan terlalu banyak hal hingga ia tidak mampu mengerti segalanya hanya dalam satu dua detik.

Dijun masih mengernyitkan alisnya, ia tampak termenung seraya bertanya pada Fengjiu, “Apa yang kau ingin aku lakukan, Xiao Bai?”

Karena Fengjiu dengan pasti meyakini bahwa Donghua sedang malu-malu saat ini, dalam hatinya ia merasa gembira. Ia merasa bahwa tidak seharusnya ia memaksa Dijun merasa lebih buruk lagi. Jika Dijun menggunakan trik untuk mengubah topik pembicaraan, Fengjiu pun harus mengikutinya.

Fengjiu menggaruk kepalanya dan menjawab perlahan, “Apa yang harus kau lakukan? Aku tidak benar-benar memikirkan apa yang kuinginkan untuk kau lakukan juga.”

Jeda sejenak, kemudian: “Meski begitu, aku dengar, jika seseorang ingin membuktikan cintanya, biasanya ia akan mengeluarkan hatinya sebagai bukti ... Oh, kau mungkin tidak pernah mendengar soal ini. Dari apa yang dikatakan bibiku, ini adalah hal yang populer di dunia manusia.

"Saat seseorang ingin menyatakan perasaannya, tidak ada yang lebih tulus dari mengeluarkan hatinya. Manusia mati ketika hati mereka dikeluarkan, jadi ketika kematian dijadikan momentum kenangan, ingatan semacam ini tidak pernah gagal menjadi hal penting ataupun tidak pernah gagal menjadi ketulusan.”

Melihat wajah mengernyit Dijun, Fengjiu terbatuk dan berkata: “Itu, aku hanya mengatakannya karena kau bertanya apa yang aku ingin kau lakukan. Aku memikirkan sesuatu untuk dikatakan, tetapi tak ada yang terpikirkan.”

Fengjiu menggaruk kepalanya dan menambahkan: “Saat ini aku tidak dapat memikirkan satu hal pun yang sungguh kuingin kau lakukan.”

Mata Fengjiu melirik sekilas ke sudut tirai selagi ia mengejapkan matanya: “Jika ada dupa di lemari sekarang, aku mungkin dapat tertidur dengan lebih nyenyak. Kau bisa membantuku menyalakan pembakar dupanya sekarang, saat aku terpikirkan sesuatu, aku akan memberitahumu lagi nanti. Semenjak kita adalah suami dan istri, mari hentikan pembahasan ini.”

Ketika kata ‘suami dan istri’ meninggalkan mulut Fengjiu, sebuah kilatan menyala di matanya dan ia pun memalingkan wajahnya malu-malu.

Ada suatu perasaan baru selagi kata-kata itu bertahan di bibirnya. Bukannya Fengjiu belum pernah menikah sebelumnya. Tetapi pernikahannya dengan Ye Qingti di dunia manusia karena keadaan, hanya sebuah nama, ia tidak pernah memanggil Fengjiu sebagai istrinya, Fengjiu pun tidak pernah menganggap dirinya demikian pula. Jadi, sebenarnya, beginilah sebuah pernikahan dengan cinta yang saling bersambut.

Perhatian terpatri dalam mata Donghua, tetapi tidak ada yang aneh dalam suaranya. 

Akhirnya, Donghua berkata, “Baiklah, biar aku berhutang padamu saat ini dan mintalah padaku nanti.”

Donghua berbalik dan menyalakan pembakar dupa untuk Fengjiu.

Mereka memang benar-benar telah menikah. Dijun menyetujui segala hal yang Fengjiu katakan hari ini, hujan merah turun dari langit saja tidak akan lebih aneh dari ini.

Dijun duduk di pinggiran ranjang dengan punggung menghadap Fengjiu. Ia memunculkan sebuah pembakar dupa perunggu yang berkaki tiga dari tangannya kemudian mengambil beberapa batu api dari lengan jubahnya; tindakannya begitu cepat dan halus.

Fengjiu butuh waktu untuk mengingat ekspresi Dijun hari ini. Walaupun ini kebanyakan hanyalah opininya, tampaknya ada beberapa perbedaan yang tak terlalu kentara, dan perbedaan kecil semacam ini agak sulit dimengerti.

Fengjiu tidak bisa mengerti, jadi ia tidak berencana untuk memahaminya. Malahan, ia berlutut dekat dengan Donghua, ingin melihat dupa macam apa yang sedang dibakarnya.

Tanpa aba-aba, punggung ungu itu mendadak berbalik, mengagetkan Fengjiu. Wajah Dijun hanya beberapa inci jauhnya dari milik Fengjiu ... dengan jarak sedekat ini dengan Dijun, terlihatlah bibir dinginnya ... 

Fengjiu berusaha menguasai dirinya: “Aku ingin melihat dupa macam apa yang sedang kau bakar.”

Karena Fengjiu sedang berlutut, ia duduk dengan posisi ketinggian yang lebih dari Dijun, menundukkan Dijun di posisi langka yang lebih rendah. Fengjiu perlahan berdiri tegak untuk menjauhkan diri dari wajah Dijun.

Namun, di tengah jalan, bahu kirinya sudah dipegangi oleh tangan Dijun, dan ia jadi sedikit tertarik ke arah Dijun. Posisi mencondongkan diri Fengjiu ini seolah-olah ia ingin melakukan sesuatu pada Dijun.

Kepala Donghua sedikit menengadah. 

“Tampaknya kau sedang memikirkan sesuatu.”

Ketika Dijun menanyakan dengan keras pertanyaan ini, Fengjiu tidak sedang memikirkan apa pun. Tetapi karena Dijun bertanya, ia mengingat sesuatu. Pop. Percikan api menjalar dari kepala menuruni hingga leher Fengjiu.

Karena mereka terlampau dekat, napas Dijun tanpa disengaja meluncur mengenai bibir Fengjiu selagi Donghua berbicara. 

Ia bertanya lagi, “Apa yang sedang kau pikirkan?”

Melihat wajah tampan Dijun dari jarak sedekat ini, Fengjiu mendadak tersadar.

Dalam lintasan kehidupan abadi yang tak pernah ada habisnya, tidak tetap dan tanpa akhir, tampaknya pada pandangan pertama, seseorang dapat menikmati segalanya dan semua hal. Namun kenyataannya, itu hanya tampak demikian.

Dibandingkan dengan kehidupan tanpa akhir, jika dalam hipotesis yang tidak mungkin, maka akan lebih baik jika Fengjiu dapat bertemu dengan seorang pria tampan yang ia sukai hanya dalam satu masa kehidupan.

Namun, masalah bertemu dengan belahan jiwa ini memang agak sulit dipahami. Di saat hal yang sukar dipahami ini datang, Fengjiu tidak boleh membiarkan pertemuan itu jadi sia-sia.

Terlebih lagi, ‘hipotesis yang tidak mungkin’ dan ‘sukar dipahami’ ini juga secara kebetulan menjadi suami yang Fengjiu nikahi.

Fengjiu mengulurkan tangannya untuk menangkup wajah Dijun. Dengan determinasi yang sembrono, ia mencoba bersandar pada Dijun dengan satu tukikan ... di saat bersamaan, Fengjiu langsung merasakan tangan Dijun menariknya, dan sebelum ia menyadarinya, kepalanya telah tiba-tiba tertunduk dan bertemu dengan bibir Dijun.

“Jadi kau sedang memikirkan ini ...” ada sedikit tawa dalam suara Dijun.

Fengjiu memang memikirkan ini, tetapi bagi Fengjiu memikirkannya, dan lain lagi kalau Donghua yang menyebutkannya keras-keras. Ia tidak akan pernah mengakui hal semacam ini meski ia dibunuh sekali pun.

Fengjiu agak melunak dan dengan sepantasnya berkata: “Siapa yang sedang memikirkan ini? Aku hanya terpikir, semenjak kita sudah menikah, pada masa pertama kita ... pastinya bukan aku yang mengambil inisiatif untuk menciummu. 

"Beberapa saat yang lalu ... beberapa saat yang lalu, memang akulah yang memulainya, tetapi itu hanya karena aku sedang bermimpi dan sedikit kebingungan. Saat aku terbangun, sebenarnya aku seorang yang sangat pandai menahan diri ...”

Dijun memotongnya dan berkata, “Kau memang benar. Akulah yang mengambil inisiatif.”

Fengjiu ingin berkata lagi, tetapi kata-kata tak terucapnya tertelan oleh sebuah ciuman.

Dijun memejamkan matanya, dan Fengjiu menyadari bahwa bulu matanya sangat panjang. Di belakang, hutan putih diterangi mutiara malam di atas kanopi ranjang. Ia melingkarkan lengannya di sekitar bahu Dijun, sedikit mencondongkan kepalanya, ikut memejamkan matanya, dan perlahan melingkari leher Dijun.

Setiap gerakan Fengjiu dilakukan tanpa sadar. Dalam benaknya, samar-samar ia merasa pernikahan memanglah sebuah hal mistik. Bahkan dalam imajinasi terliarnya, tidak pernah ia berpikir bahwa akan datang satu hari ketika Donghua akan jadi suaminya atau bahwa Donghua akan menciumnya seperti ini. Tangan Donghua diletakkan di tengkuk Fengjiu dengan lembut, matanya terpejam tanpa pertahanan, dan Donghua menggigit bibir Fengjiu dengan begitu lembutnya.

Dijun mungkin adalah yang paling ilahi dari segala dewa, selamanya menetap di dalam Tiga Kesucian dari tanah tanpa masalah Bodhi. Tiada satu pun di dunia ini berani memikatnya masuk dalam dunia berdebu, tetapi Fengjiu memiliki keberanian mencoba hal semacam itu; ia mencoba, mencoba, dan berhasil. Fengjiu memang terlalu berbakat.

Fengjiu menarik Donghua dalam permainan cinta ini, sesuatu yang tidak pernah dialami Donghua sebelumnya. Ia pasti belum terbiasa. Bahkan, meski demikian, Donghua tidak kalah. Ia masih tetap berjalan sesuai dengan ritmenya, dengan aturannya. Donghua sudah pasti raja yang selalu diketahuinya. 

Fengjiu mencintainya.

***

Beberapa saat kemudian.

Donghua membungkuk untuk melihat Fengjiu tertidur dalam pelukannya.

Gadis yang sedang dipeluknya memiliki sepasang alis tipis, bulu mata tebal, dan bibir gemuk kemerahan. Dibandingkan ketika Fengjiu baru terbangun, ekspresinya tampaknya sudah membaik.

Satu jam terlalu pendek. Meskipun Donghua menggunakan metode tidak terhormat untuk mencegah Fengjiu bertengkar dengannya, ia tidak sungguh mempedulikan apakah itu benar atau tidak.

Sejauh yang dikhawatirkan Donghua, jika itu berguna, maka itu bagus. Hal paling penting saat ini adalah memisahkan jiwa Fengjiu agar tubuhnya dapat segera pulih di dalam segel mantra pemulihan. Donghua tidak boleh melewatkan waktunya.

Setelah beberapa bulan, ketika tubuh Fengjiu pulih dan ia dapat meninggalkan segel mantra, apakah ingatan kacaunya akan kembali? Apakah Fengjiu akan membencinya ketika ia mengingat masa ini?

Tentu saja Dijun telah memikirkan soal ini, dan itu menyebabkannya sedikit sakit kepala. Namun, tidak seperti strategi peperangan di mana langkah pencegahan dapat dirancang sebelumnya, Donghua hanya dapat berimprovisasi ketika waktunya tiba. Setelah Donghua melihat reaksi Fengjiu, ia akan tahu bagaimana cara merayunya lagi.

Donghua membawa Fengjiu yang tertidur lelap menuju rawa. Sinar bulan begitu hening dan dingin. Ia memeluk Fengjiu dengan satu tangan. Ia melambaikan tangan lainnya selagi segel mantra penyembuhan yang terendam dalam Rawa Shui’yue terlepas dari permukaan air.

Tirai air itu terpisah jadi dua di antara segel dan memperlihatkan sebuah peti mati es yang diselimuti dengan sinar putih bercahaya.

Tiupan kabut yang mengelilingi peti mati es itu langsung meluncur menuju air. Sudah jelas bahwa kabut yang menyebar ini merupakan energi abadi yang tak terbatas.

Walaupun tampak redup dalam kabut, sinar putih bulan benar-benar berbeda dari gemerlapnya zambrud hutan, langsung menyebabkan gerhana di sekitar perbatasan hutan putih itu dengan cahayanya.

Ikan-ikan yang sedang berenang di bawah air diberkahi dengan energi abadi yang setara dengan seabad penempaan diri. Mereka berlomba satu sama lain untuk berubah wujud, terburu-buru bersujud di rawa di hadapan sang dewa berjubah ungu.

Dijun tidak memperhatikan mereka dan berjalan kecil masuk ke dalam air. Dengan hati-hati memindahkan Fengjiu yang sedang tertidur dari pelukannya masuk ke dalam peti mati es. 

Donghua dapat mendengar Fengjiu mengernyit dalam tidurnya: “dingin.”

Ada seekor ikan pemberani yang menjulurkan lehernya ingin melihat bagaimana rupa dari gadis yang berada di dalam peti mati itu. Temannya langsung menariknya kembali dan mendorong kepalanya ke bawah. Si ikan kecil menahan prilakunya, kali ini menaikkan pandangannya untuk mengintip.

Dijun melepaskan jubah luarannya dan menyelimutkannya pada Fengjiu. 

Ia memegangi tangannta erat hingga Fengjiu berhenti mengigil kemudian berbisik menenangkan: “Baik-baiklah dan tunggu di sini sebentar. Aku akan kembali untukmu setelah beberapa waktu.”

Dijun lalu meluruskan rambut Fengjiu yang terurai dan berbalik untuk berkata pada roh-roh ikan yang bersimpuh: “Aku menitipkannya di sini bersama kalian. Tolong aku untuk menjaganya.”

Donghua tidak meninggikan suaranya, tetapi sekumpulan roh ikan di dalam rawa itu bahkan menundukkan kepala mereka lebih rendah lagi, menghormati, nyaris seperti tengah beribadah.

Suara mereka terdengar pengecut namun juga disiplin: “Keinginan Yang Mulia adalah perintah bagi kami.”

Bulan yang bundar menghilang di balik awan. Sekumpulan roh ikan melihat si dewa berjubah putih memperhatikan gadis di dalam peti mati itu sekian lama, kemudian meletakkan jarinya di atas kening gadis itu dan mengeluarkan jiwanya.

Layaknya sebuah aliran kabut, jiwa yang diekstrak keluar itu berayun di sekitar jemari Donghua, memberikan sedikit cahaya redup, bermartabat, dan indah.

Jiwa Fengjiu harus dimasukkan ke dalam seseorang yang hidup untuk dapat pulih. Tetapi jika jiwanya ditanamkan pada orang biasa sementara penempaan dirinya terbatas, Donghua takut jiwa Fengjiu akan tersangkut dengan jiwa orang itu dan setelahnya tidak dapat dipisahkan.

Itu akan sangat menyebabkan masalah. Lebih baik mencari seorang wanita yang sedang mengandung untuk menjadi wadah jiwa Fengjiu di dalam janinnya; itu akan jadi yang terbaik.

Dengan hati-hati Donghua mengumpulkan jiwa Fengjiu dan berbalik. Di belakangnya, peti mati es itu perlahan tenggelam masuk ke dalam air.

Hari ini tidak berangin. Hari yang bagus.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar