Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 3 Part 1

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 3 Part 1

Akhirnya, Fengjiu terbangun setelah tidur indah yang panjang. Ia duduk di atas ranjang tanpa sadar dalam waktu yang lama. Beberapa saat yang lalu, ia baru saja membubarkan beberapa pelayan yang sedang menunggu di sekeliling tempat tidurnya.

Para pelayan ini seperti air biru yang jernih—Fengjiu cukup menyukai penampilan mereka. Pelayanan mereka juga sangat terampil, teliti—mereka telah melayaninya dengan baik.

Mereka juga taat pada formalitas dan tahu bagaimana caranya menunjukkan rasa hormat—mereka memanggilnya ‘Yang Mulia’. Itu sudah menjadi sebuah alasan, tidak ada sesuatu yang dapat membuat Fengjiu tidak senang.

Apa yang membuat Fengjiu kebingungan adalah, bahwa, meskipun para pelayan ini memanggilnya dengan sebutan ‘Yang Mulia’, mereka tidak mengatakan ‘Yang Mulia Fengjiu’ ataupun, ‘Yang Mulia Jiu’ge’, malahan memanggilnya ‘Yang Mulia Aranya’.

Aranya—Fengjiu mengenali nama ini. Ia juga tahu Aranya telah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Makamnya pasti telah ditutupi oleh rerumputan, tulang belulangnya pasti telah hancur sejak lama.

Fengjiu juga mengingat ia sedang bertarung melawan ekor-ekor ular raksasa demi mendapatkan buah Saha beberapa saat yang lalu, kemudian, di tengah marabahaya, ia mendadak jatuh ke dalam kekosongan.

Fengjiu tidak tahu apa yang telah terjadi dalam kekosongan itu, tapi apa pun itu, tidak mungkin cukup untuk mengubahnya menjadi Aranya dalam sekejap mata.

Pantulan dirinya muncul di cermin perunggu yang diletakkan di samping. Tampak seorang gadis berpakaian serba merah. Ia memiliki sepasang alis tipis, mata yang cerah, hidung yang tinggi, bibir tipis, dan kulit sewarna gading.

Fengjiu mengernyit seraya mempelajari dirinya sendiri selama beberapa waktu. Tak diragukan lagi, ini memang seorang wanita yang cantik. Tetapi apakah wanita cantik ini adalah dirinya sendiri atau bukan, itu, Fengjiu tidak yakin.

Fengjiu lupa bagaimana rupanya sendiri. Ini bukan amnesia biasa. Setelah lebih dari 30 milenia mengalami pasang surut, ia telah mengalami hal demi hal, kejadian demi kejadian.

Fengjiu mengingat semuanya dengan baik, sejak ia dengan berani menantang matahari bersinar untuk keluar dari rahim ibunya, hingga ke waktu ia menyusup masuk ke dalam wilayah ular piton seorang diri hanya dengan pertolongan keberanian dirinya untuk mencuri buah Saha.

Namun, ingatan macam ini seperti sebuah buku cerita—Fengjiu mengetahui alurnya, tetapi ia hanya punya kesan samar pada karakter cerita dan pemandangannya.

Sebagai contohnya, Fengjiu dapat mengingat bibinya, Bai Qian, tetapi ia tidak dapat mengingat bagaimana rupanya. Kehidupan Fengjiu selama 30.000 tahun ini sekarang terasa bagaikan sebuah kisah yang ditulis seseorang di dalam halaman sebuah buku.

Setelah melamun sejenak, Fengjiu memang teringat sesuatu. Dalam kumpulan buku tersembunyi bibinya, Fengjiu pernah membaca sebuah fenomena perjalanan waktu, mirip dengan apa yang tengah dialaminya sekarang.

Meski demikian, itu hanyalah imajinasi para manusia. Tidak ada sihir di dunia ini yang dapat mengacaukan waktu. Jika para pelayan mengatakan Aranya, maka itu pastilah Aranya dari kisah para Biyiniao.

Fengjiu takut tempat ini merupakan sebuah replika dari Lembah Fanyin yang telah diciptakan ulang oleh seorang dewa yang sangat kuat. Meskipun ia masih muda dan kurang berwawasan, sebagai pewaris Qingqiu, ia pernah mendengar sihir semacam ini sekali atau dua kali sebelumnya.

Fengjiu takut, sebuah takdir aneh entah bagaimana caranya telah menuntunnya jatuh ke dalam dunia ini. Sementara untuk disalahartikan sebagai Aranya ... Fengjiu mengerutkan keningnya cemas, bukankah itu artinya jiwanya telah meninggalkan tubuhnya dan sekarang bersemayam dalam tubuh Aranya?

Di kening Fengjiu langsung muncul dua tetes keringat dingin. Tetapi jika ia memikirkan ini dengan hati-hati, dugaannya cukup masuk akal. Jika wajah dan tubuhnya tidak identik dengan penampilan Aranya, mengapa para pelayan menundukkan pandangan mereka dan memanggilnya ‘Yang Mulia Aranya’ hari ini?

Tetapi, jika ia memang memiliki kemiripan dengan Aranya, mengapa Meng Shao dan para Biyiniao tidak mengenali ini ketika Fengjiu pertama kali datang ke Lembah Fanyin beberapa bulan yang lalu?

Pertukaran roh bukan hal yang main-main. Jika roh Fengjiu mengambil alih tubuh Aranya, maka roh siapa yang tengah mengambil alih tubuhnya? 

Lebih penting lagi, di mana tubuhnya sekarang? 

Yang paling penting, bagaimana rupa tubuhnya itu?

Pikiran Fengjiu jadi kusut. Ia bahkan tidak tahu darimana harus memulai mencari tubuhnya. Di atas segalanya, buah Saha itu masih tersimpan di dalam tubuh Fengjiu. 

Beruntung sekali ia meletakkannya dengan bijak di dalam sebuah kantong ketika ia meninggalkan Kurungan Tiancang. Jika bukan mantra yang diucapkan sendiri oleh Fengjiu, tidak ada satu pun yang dapat membukanya.

Menyisir beberapa kejadian selama setengah harian, Fengjiu menyadari bahwa kekhawatirannya kebanyakan merupakan alarm palsu. Karena tidak ada hal penting yang menunggunya untuk dilakukan, akhirnya Fengjiu pun tenang.

Fengjiu senang karena ia adalah seorang dewi yang gagah berani. Jika ia adalah seorang wanita biasa yang cukup sial untuk jatuh ke dalam tempat ini dimana ia sendirian saja, saat masa depannya jadi tidak menentu, dan tidak ada jalan kembali, ia pasti sudah menangis ketakutan tanpa henti.

Fengjiu memang mengalami masa panik, tetapi setelah masa panik, pikirannya langsung jadi jernih. Ia akan tinggal dengan damai dimana pun ia berada, apa yang datang akan datang, untuk saat ini, ia hanya perlu tetap tinggal.

Fengjiu menduga, tidak seorang pun tahu ia telah jatuh ke tempat ini, dan ia tidak dapat mengharapkan seseorang datang dan menyelamatkannya juga. Oleh karenanya, ia berhasil menenangkan diri.

Jika takdir ini memang digariskan untuknya, tidak ada tempat baginya untuk bersembunyi. Jika bukan, cepat atau lambat, Fengjiu akan mempunyai kesempatan untuk menemukan tubuhnya dan meninggalkan tempat ini.

Tidak ada yang dapat dilakukan sekarang ini bahkan jika Fengjiu terburu-buru. Terlebih lagi, seseorang dapat melihat kalau Aranya terlahir dari keluarga yang kaya-raya. Fengjiu tidak rugi apa-apa.

Fengjiu akan menganggap ini sebagai retret yang menenangkan. Dibandingkan meminjam identitas Jiu’ge di Lembah Fanyin dan selalu mengkhawatirkan soal keuangannya, penipuan ini jauh lebih baik. Karena itu, ini sebenarnya menguntungkan.

Manusia punya kalimat puitis, apa katanya?

“Aku berjalan hingga batas air berakhir, dan duduk serta menyaksikan awan membumbung.”

(T/N :  Baris kalimat ini berasal dari Wang Wei's 終南別業 “Zhongnan Retreat”.)

Para manusia yang sibuk bertahan hidup hari demi hari layaknya semut yang mangais-ngais makanan memiliki kebijaksaan mereka sendiri. Omongan semacam ini memang sangat tepat.

Fengjiu tidak memiliki kenalan satu pun di tempat ini. Kehidupan masa lalunya tersangkut di dunia luar. Semua hal yang dilihat dan didengarnya merupakan hal yang baru baginya.

Biasanya suasana hati Fengjiu akan terpengaruh ketika ia memikirkan masa lalu; sekarang rasanya normal. Tadinya hanya dengan satu pikiran saja, mampu membuat dunianya jadi sedih, sekarang, juga, terasa normal.

Menjalani hidup Aranya, memainkan peran Aranya, membuang seluruh identitasnya sebagai Fengjiu, hidup sebenarnya berlalu dengan cukup menyenangkan. Hanya saja ada satu hal; ada hubungannya dengan ular.

Dari perkataan para pelayan dan spekulasi Fengjiu sendiri, cara berpakaian Aranya, hidupnya, cara jalannya, dan segala kebiasaan lainnya sungguh tidak jauh berbeda darinya. Fengjiu tidak harus dengan sengaja meniru apa pun; ia merasa cukup puas.

***

Fengjiu tidak dapat menduga bahwa beberapa hari setelahnya, sepasang pelayan berpakaian serba biru akan membawakan seekor ular piton biru besar dan panjang untuk menemuinya.

“Yang Mulia tidak meminta bertemu Pangeran Qing belakangan ini. Marah, ia pun menelan tiga ekor lembu jantan sekaligus. Kami pikir Pangeran Qing merindukan Yang Mulia, jadi kami sengaja membawakannya kemari untuk bertemu dengan Anda. Cuacanya cerah hari ini, apakah Anda ingin membawa Pangeran Qing keluar untuk berjalan-jalan?”

Saat ini, Fengjiu melihat ke arah Pangeran Qing dengan panjang tiga puluh kaki yang kini sedang mendesis di sebelahnya selagi pikirannya mendadak berputar-putar. Ia tergagap dan jatuh dari kursinya.

Dalam masa kecilnya, Aranya dibuang ke dalam sarang ular oleh sang ibu untuk dibesarkan, maka dari itu terbentuklah afinitas antara Aranya dengan species ular.

Dikatakan bahwa Aranya menyelamatkan Pangeran Qing, membesarkannya selayaknya seorang adik, dan menamainya Ah Qing (Qing=biru). Di dalam istana, dari pelayan Shangjun turun hingga pelayan-pelayan kecil, setiap orangnya dengan hormat memanggil ular itu dengan sebutan ‘Pangeran Qing’.

Tiga kata ‘di dalam istana’ ini berarti Aranya adalah seorang putri. Gelar ‘Shangjun’ merupakan gelar kehormatan yang digunakan Biyiniao untuk kepala negara mereka, yang artinya Aranya merupakan seorang putri dari seluruh Klan Biyiniao.

Bagi Fengjiu, menyamar sebagai seorang putri bukan perkara sulit, tetapi menyamar sebagai seorang putri pecinta ular ...

Fengjiu terbangun dari syoknya hari itu, merenungi masalah itu, dan pingsan lagi sebelum batang dupa dapat terbakar setengah jalan.

Namun, Fengjiu harus mengatasi rasa takutnya pada ular. Jika ia dapat melakukannya, ia akan sukses menipu mata dunia sebagai Putri Aranya dan menjalani hidup santai hari demi hari. Tetapi cepat atau lambat, jika ia sampai ketahuan jadi seorang penipu, maka ia sama saja dengan ikan mati ...

***

Fengjiu dibuat sibuk dengan memikirkan penanganannya selama tiga hari. Siang di hari ketiga, seberkas cahaya mendatanginya.

Fengjiu mengingat bahwa ketika ia masih kecil, ia merupakan seorang pemilih dalam makanan dan tidak bisa makan wortel. Bibinya mengadakan acara makan wortel besar-besaran selama sepuluh hari di Qingqiu dan melatih Fengjiu untuk mengubah kebiasaan makannya selama sepuluh hari itu.

Mengejutkannya, ternyata hal itu sangat efektif. Mungkin, metode yang sama dapat berguna kali ini.

***

Tiga hari kemudian, Fengjiu memesan sebuah kamar terdalam yang hening di lantai dua dari Zuilixian yang merupakan legenda ibu kota. Ia menatap meja penuh dengan makanan dari ular dengan kepala membengkak.

Di atas meja terdapat cangkir demi cangkir, makanan demi makanan. Ada telur orak arik ular, ular garam dan lada, ular kukus, sup ular, semua makanannya terbuat dari bayi ular hingga ular yang sudah tua maupun di antaranya.

Beberapa langkah jauhnya dari meja terdapat sebuah layar pembatas, di baliknya ada sebuah baskom untuk muntah.

Setelah duduk selama setengah harian, Fengjiu mengangkat sumpitnya gemetaran. Ia makan sesuap demi sesuap, memuntahkan tiap makanan yang ditelannya.

Setelah menelan lusinan suapan, akhirnya Fengjiu menyerah dan memuntahkan semuanya. Di ronde terakhir, setidaknya tangan Fengjiu telah berhenti gemetaran selagi memegangi sumpit, yang dapat dianggap sebagai kemajuan.

Segalanya tidak boleh terlalu diburu-buru; Fengjiu harus menjalaninya setapak demi setapak. Masih belum terlambat juga untuk melanjutkan pertarungan ini besok.

Dengan wajah memucat, Fengjiu memaksakan jalannya keluar dari pintu, berjalan menuruni tangga dengan langkah tak beraturan.

Bicara sejujurnya, sup ularnya adalah makanan yang lezat. Jika Pangeran Qing dijadikan sup, dengan ukuran besarnya, Fengjiu bertanya-tanya berapa banyak mangkuk yang dapat dihasilkannya.

Dalam bayangan Fengjiu mendadak muncul wajah mengesankan dari Pangeran Qing yang mendesis penuh rasa sedih.

Bau amis dari ular langsung menyerang dari perut hingga ke tenggorokan Fengjiu. Wajahnya berubah warna selagi ia bergegas kembali masuk ke dalam ruangan.

Karena Fengjiu berbalik terlampau cepat, ia tidak memperhatikan seorang gadis berjubah putih yang sedang berjalan dari belakang. Gadis berjubah putih yang bertabrakan dengannya sedikit terisak, kemudian tersandung jatuh dari tangga.

Fengjiu menyaksikannya kaget, ketika seorang pria muda berpakaian serba hitam yang juga kebetulan sedang berjalan menaiki tangga, mengulurkan tangan tepat pada waktunya untuk menangkap sang gadis, dengan sempurna membawa si gadis yang terjatuh ke dalam pelukannya.

Fengjiu melamun dalam diam, berpikir bahwa beginilah seharusnya ‘ksatria berjubah besi’  dimainkan.

Namun, sebelum ia dapat melihat wajah sang pahlawan, perutnya kembali bergejolak dan ia langsung berlari menuju ruangannya untuk mencari baskom muntahan lagi.

Fengjiu bersandar di dekat baskom setengah harian sebelum ia merasa lebih baik. Pada saat ia membuka pintu untuk keluar, langkahnya tak beraturan, dalam keadaan kurang fokus, ia berjalan menuruni tangga.

Lalu, Fengjiu disambut dengan sepasang tatapan mata yang tajam. Ketika matanya menangkap tatapan mata si pemilik, otak Fengjiu perlahan berputar.

Sejak zaman dahulu, semua kasus ‘ksatria berjubah besi’ memang selalu begini. Si ksatria menatap  gadis yang diselamatkannya, keduanya saling berpandangan, dan dari tatapan itu muncullah perasaan tak terucap yang akan mengarah pada pernikahan.

Namun, masalah saling bertatapan ini seharusnya terjadi antara si ksatria dengan si gadis yang diselamatkan, barulah bisa disebut romantis.

Akan tetapi, saat ini, si ksatria yang heroik ini malahan menatap Fengjiu, mata besarnya melawan mata kecil Fengjiu. Apa maksudnya ini? Ia tidak mengerti.

Hanya hingga Fengjiu melihat si gadis berjubah putih yang diselamatkan tadi berdiri dan menyandarkan tubuhnya pada si pemuda, barulah ia mengerti situasinya.

Setelah bertabrakan, gadis itu terjatuh dan kakinya terluka. Pemuda yang sedang menatap lurus pada Fengjiu dengan alis mengernyit pastilah menyalahkannya dalam diam, si pelaku.

Ternyata Fengjiu tidak mengurusi masalah ini dengan cukup baik.

Fengjiu melangkah tak tentu selagi ia menuruni tangga; pada dua langkah terakhirnya, ia kehilangan keseimbangan dan nyaris saja berlutut di hadapan si pemuda yang sama yang mengulurkan tangannya untuk memegangi Fengjiu; usahanya tidak terlalu lembut maupun terlalu kuat, terasa begitu pas.

Karena pertolongannya, tentu saja Fengjiu harus mendongak dan mengucapkan terima kasihnya. Kemudian ia meletakkan beberapa batang logam emas ke tangan si cantik berjubah putih. 

Fengjiu adalah seorang putri; apalagi yang ia miliki kalau bukan uang?

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar