Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 5 Part 1
Meskipun melihat bunga dengan orang yang salah, Fengjiu senang ia cukup pandai untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak pantas yang dapat memberatkan identitasnya pada Xize. Bukan hanya itu saja, ia juga dapat medengarkan sebuah gosip langsung dari mulut Xize. Betapa beruntung dirinya.
Tuan Xize tampak seperti sebongkah batu es pada pandangan pertama, tetapi siapa sangka bahwa perasaannya pada Junuo begitu dalam. Tidak heran manusia berkata, kecantikan berada di mata si pemiliknya.
Walaupun begitu, Fengjiu jadi sedikit khawatir pada Xize selagi ia berbaring untuk tidur malam itu. Betapa butanya pria ini, sungguh, baginya untuk dapat melihat temperamen yang baik bahkan talenta dari Junuo. Untuk pria tampan, Xize punya selera yang buruk. Sangat menyedihkan.
Fengjiu mendesah dan tertidur, tetapi tak lama kemudian, ia bangkit untuk membersihkan diri bersamaan dengan kokokan ayam jantan di pagi buta.
Semalam, tindakan Fengjiu tidak benar, meninggalkan Su Moye untuk menghadapi Changdi sendirian. Ia bertanya-tanya apakah Su Moye berhasil mengatasi kesulitannya atau tidak. Su Moye mungkin akan datang pagi ini untuk membalaskan dendam. Jika ia lebih dulu memperlihatkan perasaannya, mungkin Su Moye akan melunak dan membiarkannya.
Jadi setelah memutuskan demikian, Fengjiu meluruskan kembali punggungnya dan duduk di dalam kamarnya, menunggu dan menunggu.
Tetapi baru saat cahaya Dewa Pagi merembes ke dalam ruangan terbuka, Mo Shao muncul tanpa tergesa. Setelah ia tiba, Mo Shao tidak menyebutkan apa pun soal kesalahan Fengjiu.
Mo Shao hanya mengatakan bahwa semalam Pangeran Qing mengejar Changdi hingga ke hutan di tengah jeritan dan lolongan. Setelah terbalut amarah Pangeran Qing, Changdi pingsan ketika kembali ke kapal. Kesialan ini telah diketahui bahkan oleh Raja dan Ratu. Setelah Mo Shao selesai, ia memperingatkan Fengjiu prihatin soal Changdi yang sulit diatasi; karena semua orang tahu, Changdi pasti akan membalas dendam nantinya.
Baru sekaranglah Fengjiu menyadari mengapa Mo Shao sangat baik hari ini. Tanpa mengangkat satu jari pun, orang yang meninggalkannya akan segera terkena masalah. Tentu saja Mo Shao akan senang berpura-pura baik. Mo Shao tetaplah Mo Shao.
Terlepas dari komplainnya, Fengjiu tetap menyimpan nasihat Mo Shao dalam hatinya.
Fengjiu tidak menyangka Changdi akan memberitahukan kejadian memalukan ini pada semua orang, ada apa dengan harga dirinya, tetapi bagaimana mungkin ia akan tahu kalau Raja dan Ratu yang akan mengetahuinya sendiri.
Dalam kamus Fengjiu, ‘masalah’ adalah sebuah entri tebal, tetapi ‘kontrol kerusakan’ tidak ada. Fengjiu selalu menjadi ratu Qingqiu, dan sebagai seorang Ratu, ia yakin itu cukup untuk tahu bagaimana caranya membuat masalah; kontrol kerusakan bukan sebuah hal yang perlu dipelajarinya. Ia merasakan sedikit rasa malu karena ketidakpeduliannya di masa lalu.
Fengjiu berpikir sejenak dan bertanya dengan penuh harap pada Su Moye, “Tidak peduli apa pun, Aranya masih tetap putri kandung Raja dan Ratu. Bahkan jika ia akan dihukum, mereka mungkin tidak akan menghukumnya terlalu parah, kan?”
Su Moye mengernyitkan alisnya: “Itu sulit untuk dikatakan.”
***
Tujuh hari kemudian, selagi berjongkok di dalam sebuah kurungan rusak di ruang bawah tanah Istana Guanchen, Fengjiu pada akhirnya merasakan bentuk kemarahan dan kedisiplinan ala orang tua Aranya.
Sekarang Fengjiu tahu mengapa Su Moye mengernyitkan alisnya hari itu. Kurungan penjara ini terbuat dari batu yang membentuk Gunung Jiuqu.
Memang hanya bisa dianggap seperti sebuah kurungan, dan seseorang memang hanya bisa berjongkok di dalamnya—sedikit pergerakan saja akan segera bersentuhan dengan dinding kurungan.
Fengjiu tidak tahu mantra macam apa yang digunakan pada dinding bebatuan ini tetapi sentuhan kecil saja sesakit ditusuk pedang. Sungguh sebuah penyiksaan.
Namun, ini saja sudah dibantu oleh Su Moye yang memohon demi Fengjiu untuk menghadap ke tembok sepuluh hari, membantu Fengjiu menerima hukumannya.
Jika bukan karena bantuan murah hati Mo Shao, Fengjiu takut kalau dipenjara saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalah ini.
Dulu, Fengjiu juga akan dikurung kapan saja ia membuat Bai Yi murka, dan meskipun ia masih tetap membenci hukuman itu hingga sekarang, ia baru menyadari hari ini bahwa dibandingkan dengan ayah Aranya, ayahnya, Bai Yi masih tetap orang tua yang sangat baik.
Pose berjongkok ini biasanya sudah terlalu canggung, sekarang bahkan perlu mempertahankan posisi itu tiap saat. Selagi seseorang dapat dengan bebasnya menggunakan mantra di dunia buatan ini seperti layaknya di Lembah Fanyin asli, kegunaan sihir telah dilarang di kurungannya, ia bahkan tidak dapat menggunakan sebuah mantra penyeimbang meskipun ia ingin.
Terima kasih karena kesehatan fisik yang baik, Fengjiu bertahan seharian penuh, tetapi ketika malam tiba, ia tidak sanggup menahannya lagi dan membiarkan punggungnya terjatuh mengenai dinding batu.
Itu membuat Fengjiu kehabisan napas saat, secara langsung, sensasi ribuan pisau menyayat dagingnya, begitu sakitnya hingga segera menjernihkan pikirannya.
Penyiksaan yang sama ini terus berlangsung. Di hari pertama, Fengjiu berpikir tabah, semua akan baik-baik saja jika ia bertahan.
Di hari kedua, keringat membasahi seluruh pakaiannya dan Fengjiu hanya bisa berharap seseorang akan datang menyelamatkannya.
Di hari ketiga, keempat, kemudian kelima, Fengjiu akhirnya menyadari, hukuman semacam ini tidak akan pernah berhenti, tidak akan berakhir hanya dengan menahannya, dan tidak ada seorang pun yang akan datang menyelamatkannya.
Fengjiu tidak tahu kebencian mendalam macam apa yang dimiliki orang tua ini pada Aranya karena memperlakukannya dengan begini kejam.
Tenggelam dalam kesakitan, semenjak hari pertama Fengjiu dilahirkan hingga sekarang, ini adalah kali pertama ia memikirkan tentang kematian.
Saat kata ‘mati’ muncul dari pikiran terdalamnya, Fengjiu tersentak kembali dengan kepala dingin. Tetapi sebelum pikirannya dapat berkelana lebih jauh, pintu ruang bawah tanah yang telah terkunci sekian hari mendadak terbuka. Berlawanan dengan cahaya, berdiri sesosok yang halus.
Fengjiu berjuang mengangkat kelopak matanya dan melihat Changdi berdiri tersenyum padanya di balik cahaya.
Dalam cahaya senja yang redup, ketika Changdi terlihat seolah ia sudah cukup menikmati keadaan kacau Fengjiu, Changdi berjalan lancar mendekat dan menatap tajam ke bawah pada Fengjiu dari atas.
Changdi berkata begitu lembut, “Kakak, bagaimana penjara ini memuaskanmu beberapa hari belakangan ini?”
Sudah cukup penuh perjuangan untuk mendengarkan Changdi, apalagi menjawab.
Changdi menunggu sedetik kemudian tertawa lebih bahagia lagi: “Bukankah dulu kau selalu cepat dalam menjawab? Tetapi kau sangat pendiam hari ini? Ataukah rasa sakit menghalangimu berbicara?”
Changdi berjongkok untuk menyetarakan diri dengan Fengjiu dan berkata, “Leluconmu itu sesuatu juga, membuat ular bodoh itu mengejarku kesana kemari begitu menyedihkan. Tetapi ketika kau memikirkan rencanamu hari itu, mengapa kau tidak memperkirakan kalau aku bukanlah tipe yang menelan kepahitan, bahwa cepat atau lambat aku pasti akan membalas dendam?”
Changdi mengamati kurungan itu saksama dan berbisik, “Ketika Ayah memberikan hukuman untuk mengurungmu di penjara batu agar bisa merenungi kesalahan, aku pikir bahwa kurungan batu biasa tidak akan berguna, jadi diam-diam aku sengaja meminta mereka menggantikannya dengan kurungan Jiuqu ini untukmu. Kurungan ini telah melayanimu dengan nyaman, kan?”
Karena kaki Fengjiu mati rasa, seluruh tubuhnya terjatuh ke belakang mengenai dinding sekali lagi. Rasa sakit tajam menyebabkan tangisan dari Fengjiu.
Changdi menopang dagunya dan bertanya polos, “Apakah kau berpikir kalau Ayah tidak akan begitu tega, bahwa setelah kau dikeluarkan dari sini, kau bisa menyalahkanku di hadapannya?”
Changdi mendadak memasang tampang mencemooh: “Betapa menggelikan, hanya karena aku memanggilmu ‘kakak’, apakah kau pikir kau sungguh adalah kakakku? Ayah membawamu ikut ke perjalanan menuju Istana Guanchen dan kau sudah lupa jati dirimu yang sebenarnya?
"Bahkan jika aku memotongmu dengan sebilah pedang, Ayah hanya akan mengurungku selama beberapa hari. Apa kau benar-benar berpikir Ayah akan menghajar putri kesayangannya hanya untuk membalaskan dendammu?”
Changdi mengejek, “Aranya, dari saat kau dilahirkan, kau sudah ditakdirkan untuk tidak diinginkan.”
Selama beberapa kata pertama Changdi, karena Fengjiu yang lebih dulu memprovokasi Changdi, ia merasa Changdi cukup pandai menemukan sebuah cara untuk membalaskan dendam dan berbalik menyiksa Fengjiu.
Karena Fengjiu tidak cukup baik, ia harus mengakui kekalahannya. Tetapi selama bagian berikutnya, ia senang, yang mendengarkan perkataan ini adalah dirinya dan bukan Aranya.
Bahkan sebagai orang luar, Fengjiu merasa agak tersakiti.
Mendadak terdengar suara ribut di balik pintu penjara yang sedikit terbuka. Bunyi keras gong terdengar dari kejauhan.
“Api, api! Air, cepat bergegas ke istana!” seseorang berteriak memperingatkan. Kegaduhan semakin parah.
Tiba-tiba saja Changdi meraih kerah Fengjiu. Fengjiu terhuyung menabrak dinding kurungan dimana serentetan rasa sakit kembali memukulinya.
Ketika Fengjiu berhasil meraih kembali kesadarannya, asap tebal telah memasuki ruang bawah tanah.
Changdi menutupi hidungnya, matanya bersinar terang dalam kepulan asap selagi ia tertawa kecil: “Istana kebakaran, mungkin saja mencapai tempat ini sebelum kita menyadarinya. Kakak, tampaknya Langit mengasihani hidup tak berartimu jadi ia mengabulkan pelepasan yang lebih cepat untukmu.”
Fengjiu berjuang demi satu helaan napas dan dengan kuat menarik tangan Changdi memasuki kurungannya. Ia memaksakan sebuah senyum kecil di atas bibirnya selagi ia membawa tangan Changdi menuju dinding, ingin membiarkan Changdi mencicipi rasanya disayat pedang.
Teriakan melengking Changdi segera terdengar.
Fengjiu melenguh lembut: “Kau bahkan tidak bisa menahan segini saja? Dasar tidak berguna! Ocehanmu sangat menyebalkan. Jika kau sudah cukup bicara, maka enyahlah!”
Changdi memegangi tangannya dan melarikan diri. Di pintu, ia berbalik dan memberikan sebuah tatapan penuh kebencian.
Asap memenuhi penjara. Fengjiu terbatuk selagi ia berusaha mengingat. Tepat sebelum Changdi tiba, apa yang sedang dipikirkannya?
Benar, kematian. Pastinya, tidak ada kehidupan setelah kematian bagi para makhluk abadi. Setelah dewa atau dewi mati, baik tubuh dan jiwanya pasti akan kembali menjadi debu dimana satu-satunya keberadaan tersisa tak lebih dari uap gas di kosmos luar.
Akan tetapi, tubuh ini milik Aranya. Jika tubuh ini mati, jiwa Fengjiu cukup mungkin terbebas dan kembali ke tubuh aslinya. Di saat bersamaan, ada pula kemungkinan bahwa jiwanya telah bersatu dengan tubuh Aranya, dan dapat hidup dan hancur bersama sebagai satu kesatuan.
Rubah memiliki pendengaran yang tajam. Sekarang karena Fengjiu telah mengosongkan pikirannya, pendengarannya pun dapat mendengarkan lebih jauh lagi.
Dalam latar belakang yang kacau, hanya satu suara yang terdengar jelas—suara milik Xize. Suami Aranya ini yang selalu tenang, layaknya sebuah danau kuno dengan permukaan tenang tanpa ombak ataupun pasang surut. Mengejutkannya, ada kalanya ketika suara Xize saja sudah menunjukkan betapa cemas dirinya.
Namun, kecemasan Xize tidak ada hubungannya dengan Fengjiu.
Suara Xize melayang di udara, pertanyaannya adalah: “Dimana Putri pertama?”
Fengjiu tidak yakin kepada siapa Xize sedang bertanya.
Fengjiu merasa sedih sejenak untuk Aranya. Ibaratnya, api adalah sebilah pedang yang diarahkan bersamaan pada tenggorokan Fengjiu dan Junuo. Tetapi, harapan Fengjiu satu-satunya, suaminya, malah meletakkan seluruh hati dan pikirannya pada keselamatan kakak perempuannya. Bukankah ini sebuah tragedi? Dan lagi, Fengjiu tidak punya seorang pun untuk bergantung.
Apinya lambat laun semakin parah, sekarang telah menjilati pintu bawah tanah. Seperti kata pepatah, api yang mengamuk dari seribu batang kayu, api mengerikan langsung menghiasi. Di saat kritis, Fengjiu sangat tenang. Rasa sakitnya tampaknya telah menguap dalam panasnya api.
Fengjiu mendadak mengingat kejadian di Jiuchongtian ketika ia terluka karena cakaran singa salju bersayap satu milik Jiheng, tidak sekali pun harapan Donghua datang menyelamatkannya memasuki kepalanya.
Ketika Fengjiu mencuri buah Saha dan terperangkap dalam teritori ular piton, Fengjiu ketakutan, tetapi lagi-lagi, harapan semacam itu tidak pernah menghampiri pikirannya.
Tidak memiliki pemikiran itu merupakan hal yang bagus, karena dengan begitu, Fengjiu tidak perlu merasa sedih ataupun kecewa berulang kali.
Bibinya pernah berkata bahwa Langit yang menentukan takdir pernikahan; seorang gadis yang berada dalam bahaya selalu memiliki ksatria gagah perkasa di sisinya.
Fengjiu tumbuh besar, mengira skenario ini juga akan sama untuknya. Mungkin inilah alasan mengapa ia jatuh cinta pada Donghua yang pernah menyelamatkannya sekali di Gunung Qinyao. Tetapi, selain dari waktu itu, Donghua tidak pernah menolongnya lagi di saat ia membutuhkan bantuan.
Fengjiu bertahan hidup setiap kali dengan mengandalkan dirinya sendiri. Ia menahannya tiap kali seorang diri. Bagaimanapun juga, ia harus bertanya-tanya apakah ia akan mengalami keberuntungan yang sama kali ini.
Perasaannya dalam, tetapi takdirnya dangkal. Perasaan yang mendalam adalah dirinya sendiri; Fengjiu dan Donghua adalah takdir dangkalnya. Kata lain untuk itu adalah tidak beruntung.
Fengjiu tidak beruntung, itulah sebabnya ia bertemu Donghua, dan Donghua tidak beruntung, itulah sebabnya Fengjiu melepaskannya.
Secara singkat, Fengjiu merenung, ia begitu puitis malam ini. Ia pun merasa ia benar-benar tidak punya harapan, dan sudah pasti menyemburkan kebohongan.
Fengjiu bilang, Donghua Dijun telah menjadi empat kata biasa baginya, tetapi dalam momen hidup dan mati, ia masih juga memikirkannya tanpa disadari.
Namun, jika Fengjiu benar-benar mati malam ini, akankah Donghua bersedih selama semenit setelah kabar ini sampai padanya?
Akankah Donghua meratapi: ‘Aku tidak pernah mengira ia akan menderita kesengsaraan semacam itu di usia mudanya. Tahun itu, ia mengurusi makan sehari tiga kaliku di Lembah Fanyin. Fengjiu telah mengurusiku dengan baik.’
Jika Fengjiu dapat menukarkan cinta dan kegigihannya selama tiga ribu tahun dengan kata-kata Donghua, itu berarti karma yang dikumpulkannya tidak seburuk itu.
Bersamaan dengan api yang menjilati di sekeliling balok langit-langit, salah satunya patah dan mulai berjatuhan. Fengjiu menatap langit-langit dimana hanya ada api terang yang dapat melumpuhkan, memelototi Fengjiu.
Fengjiu memejamkan matanya. Dalam hatinya yang tenang, ia berpikir, ‘dari debu menjadi debu’ juga sebuah jalan hidup. Ia menunggu momen kebenarannya.
Fengjiu beruntung.
Masih ada sebuah jalan untuk hidup. Tetapi, bukan jalan hidup yang disangka oleh Fengjiu.
Pria berjubah hitam berhasil mendorong beberapa balok kayu besar ke samping.
Saat ia melihat kening lembab dan pipi sepucat lilin Fengjiu, ia bertanya terkejut, “Mereka bahkan mengurungmu dalam penjara Jiuqu?”
Kilatan kemarahan muncul dari mata tenangnya. Ia mengayunkan pedangnya dan dengan cepat memotong penjara batu itu jadi empat.
Fengjiu terbebas sejenak, tetapi setelahnya, rasa sakit juga langsung datang kembali dengan kekuatan penuh. Rasa sakit itu merayapi setiap jaringan dalam tubuhnya selagi ia merintih kesakitan dan tersandung. Pemuda itu menenangkan dan memeluk pinggang Fengjiu.
Sebuah jubah tahan api diselimutkan ke seluruh tubuh Fengjiu dan kepalanya.
“Chen Ye? Kenapa kau datang menyelamatkanku?” gumam Fengjiu.
Chen Ye tidak menjawabnya; ia menggendong Fengjiu dan mencari jalan keluar. Ruang bawah tanah yang tadinya sempit kini berubah jadi lautan api. Fengjiu tidak mengira itu akan seterang seperti sekarang.
Di depan mata Fengjiu ada api besar, tetapi hidungnya terasa begitu sejuk. Pikirannya masih merasakan kesakitan, tetapi kali ini ia benar-benar pingsan.
Lama setelahnya, angin malam tampaknya berembus.
Ada suara di telinga Fengjiu: “Aku menciptakan tempat ini demi membawamu kembali hidup. Meskipun kau bukan dirinya, jika tubuh ini hancur, apa gunanya dari semua hal yang telah kulakukan? Aku pasti akan membawamu kembali, Aranya. Aku berutang padamu, mereka berutang padamu. Kau harus kembali dan mengambil semua milikmu.”
Ketika suara ini menyebutkan ‘Aranya’, Fengjiu dapat merasakan rasa sakit yang ditekan di dalamnya. Tetapi ia tidak dapat membedakan apakah ini mimpi atau bukan.
0 comments:
Posting Komentar