Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 5 Part 2
Saat Fengjiu terbangun dari pingsannya, bulan keperakan sudah menggantung di horizon yang jauh. Tidak ada seorang pun bermil jauhnya, hanya terdapat bunga-bunga lemah menyambutnya di dekatnya. Kebakaran itu meninggalkan rasa tak nyaman dalam tenggorokannya.
Fengjiu dengan bingung menatap jubah tahan api di atas tubuhnya. Sekian lama, akhirnya pikirannya mulai bekerja. Di saat paling mengerikan, Chen Ye muncul entah dari mana dan membantunya melarikan diri.
Fengjiu menatap padang tandus di sekelilingnya. Satu-satunya makhluk hidup dalam jarak tiga puluh kaki hanyalah beberapa tongeret yang lemah. Penyelamatnya mungkin mengubah pikirannya dalam perjalan pulang dan melemparkannya kemari di jalanan.
Ada rasa pahit dari obat yang tersisa di tenggorokan Fengjiu, rasa sakit dalam tubuhnya sebagian telah melunak. Tampaknya, sebelum dibuang, ia diberikan sebuah analgesik yang efektif untuk merawat luka; penyelamatnya ternyata cukup baik hati.
Angin dingin bertiup mengenai wajah Fengjiu, membuatnya bersin beberapa kali. Tubuhnya yang sebelumnya terluka telah menimbulkan penderitaan lagi dari penyiksaan selama berhari-hari.
Ditambah dengan semuanya, angin berembus saat ini, angin berbahaya meresap masuk ke dalam tubuh Fengjiu tampaknya akan membuatnya terserang pneumonia dan jika hari itu datang maka Fengjiulah yang akan menderita sendirian.
Fengjiu sangat mengerti potensi masalah ini. Ia merapatkan jubah di sekitar tubuhnya sekali lagi dan mengikuti cahaya bulan hingga ke jalan setapak yang membawanya kembali ke kediamannya yang jauh selagi ia terhuyung-huyung.
Semakin jauh Fengjiu berjalan, makin sedikit sisa kebakaran yang dilihatnya.
Ketika ia sampai di Kediaman Xiaohan, ia tidak dapat melihat tanda yang mengindikasi istana baru saja terjadi kebakaran beberapa saat yang lalu. Tampaknya, tinggal di tempat yang jauh juga punya keuntungannya sendiri.
Fengjiu memasuki halaman dengan satu dorongan pagar. Ia melewati bunga-bunga dan tanaman, langsung menuju aula utama. Peluh di keningnya mengental jadi butiran yang lebih besar.
Di satu sisi, Fengjiu mengagumi sisi heroiknya karena tiba di rumah bahkan dalam keadaan sakitnya. Di sisi lain, kakinya mulai gemetaran, dan yang ia inginkan hanyalah sebuah ranjang agar ia dapat langsung berbaring di sana saat ini juga.
Pintu masuk aula utama hanya beberapa inci jauhnya. Selagi Fengjiu mengangkat tangannya untuk membuka pintunya, ia mendadak mendengar suara datang dari balik pintu berornamen itu, membuat tangannya yang setengah terangkat itu membeku di udara.
Fengjiu mengintip sekilas ke dalam; di atas sebuah meja kecil dalam ruangan, terdapat sebatang lilin panjang yang menyala, di balik cahaya lilin ada sebuah dipan panjang untuk menjulurkan kaki.
Saat ini, Junuo yang tidak seharusnya berada di sini sedang duduk menjulurkan kakinya di sepanjang dipan itu.
Suami dalam nama Aranya, Xize Shenjun, duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan dipan itu dengan punggungnya yang menghadap ke pintu. Kepalanya tertunduk selagi ia membantu Junuo mengobati luka di tangannya.
Mungkin karena Xize pernah menjadi Archmage, suami Aranya ini tidak seperti Biyiniao yang lainnya. Setiap gerakan yang dibuat Xize tampak memiliki sub-ekpsresi. Di dalam sikap acuh tak acuh Xize terdapat sekilas kemalasan, dalam kemalasannya, terdapat setengah hati, dan dalam kesetengah hatiannya, terdapat sekilas ketidakpedulian.
Pada saat ini, selagi Xize membantu merawat luka Junuo, ada sebuah kelainan dari tindakannya yang biasa—Xize berhati-hati.
Fengjiu tetap di depan pintu selama beberapa saat. Menahan penyiksaan dari Kurungan Jiuqu mungkin telah mengacaukan otak Fengjiu dan menyebabkannya memasuki rumah yang salah.
Fengjiu diam-diam memutar arah. Ia melewati bunga-bunga dan tanaman lagi, lurus menuju gerbang ketika, mendadak, ia melihat Chacha keluar dari pintu yang melengkung.
Pelayan setia Fengjiu, Chacha menengadah dan menyadari kehadirannya. Setelah beberapa saat meragu, Chacha menggulung lengan jubahnya kegirangan.
“Yang Mulia, akhirnya Anda kembali pulang dengan selamat. Ada kebakaran besar di istana utama dan beberapa istana cabang belum lama ini. Hamba khawatir kalau apinya akan menyebar hingga ke ruang bawah tanah juga. Apakah Anda terluka?”
Tanpa menunggu jawaban Fengjiu, Chacha dengan cepat melanjutkan: “Ketika apinya berkobar, Tuan Mo tergesa kembali dari tempat penebusan dosanya untuk mencari Anda. Apakah Anda melewatkannya ketika kembali bersama Tuan Mo?”
Fengjiu melirik Chacha, kemudian melirik atap menggantung di bangunan yang mengintip di balik pohon berbunga.
Fengjiu merenung, “Kalau begitu, aku tidak tersesat. Tetapi kurasa, aku melihat Junuo barusan ...”
Chacha mengerucutkan bibirnya: “Kediaman Tuan Xize dan Istana Putri Pertama berada dekat dengan Istana Utama. Keduanya terbakar. Karena Putri pertama sedang tidak sehat, Ratu mengaturnya agar tinggal di tempat kita untuk saat ini.”
Chacha memperhatikan ekspresi Fengjiu hati-hati.
"Tuan Xize merawatnya ... juga merupakan perintah dari sang Ratu ...”
Fengjiu tentu saja tahu mengapa mata Chacha berkilat demikian. Mengatakan kalau ia ingin teh panas dan beristirahat sebagai alasan, Fengjiu mengirim Chacha pergi untuk mempersiapkan perlengkapan teh.
Sejujurnya, semua yang diinginkan Fengjiu adalah sebuah ranjang untuk berbaring saat ini, ia tidak peduli dengan teh sama sekali. Akan tetapi, Kediaman Xiaohan, hanya punya tempat tinggal di lantai dua.
Kamar Fengjiu tepat di atas aula utama tamu. Pada saat ini, ia tidak punya kekuatan untuk berurusan dengan dua individu yang sedang berada di dalam aula utama.
Bunga-bunga dan tanaman yang berkelompok di halaman dapat dijadikan sebagai pelindungnya dari angin. Tubuh Fengjiu tampaknya juga sudah tidak kuat lagi, jadi kenapa tidak duduk saja di bawah pohon berbunga dan tidur sejenak. Di saat bersamaan, ia juga dapat menunggu Su Moye.
Tidur Fengjiu menjadi lelap. Ketika ia tertidur, jelas-jelas ia merasa sedikit kedinginan, tetapi saat ia membuka matanya, ia diselimuti dengan kehangatan. Fengjiu menurunkan kepalanya, melihat sebuah jubah luaran pria menyelimuti tubuhnya.
Satu suara memasuki telinganya: “Apa kau sudah bangun?”
Fengjiu menengadahkan kepalanya dan melihat Su Moye sedang duduk di atas sebuah kursi batu di sebelah pohon yang berbunga.
Fengjiu menatap Su Moye berkabut sebagian sebelum berkata: “Kau tahu kalau Istana akan kebakaran malam ini dan bahwa Aranya akan terperangkap di dalamnya, kan?”
Su Moye tampaknya sudah menduga akan pertanyaan ini.
Pada akhirnya ia menjawab: “Aku tahu akan ada kebakaran hari ini, tetapi di masa lalu ketika kebakaran terjadi, Aranya tidak menginjakkan kakinya keluar dari Kediaman Xiaohan. Itulah mengapa aku tidak memperhatikan apakah kebakaran akan menyebar hingga ke ruang bawah tanah atau tidak.”
Su Moye menatap Fengjiu kemudian berkata, “Dan sejujurnya, Aranya tidak pernah menyebabkan dirinya terkena cukup masalah hingga dikurung di dalam ruang bawah tanah. Aranya dan dirimu berbeda, jadi tentu saja hal-hal yang kalian lalui pun akan berbeda.”
Fengjiu dapat menduga samar jawaban ini.
“Karena bagaimanapun juga aku tidak dapat mereplika kehidupan Aranya, bagaimana kau akan mengetahui penyebab kematiannya?”
“Pada dasarnya, mengambil langkah yang salah akan menuntunmu menjalani alur yang salah,” Su Moye berkata enteng.
“Faktor-faktornya ada banyak sebanyak kelopak teratai di Danau Xiangshui. Bahkan sangat memungkinkan, bersin belaka dapat menyebabkan penyimpangan beriak dari dunia aslinya. Tetapi, apakah kau tahu kalau dari sekian banyak faktor ini, ada pula faktor yang tidak akan mudah berubah tak peduli apa pun yang terjadi?”
Melihat mata Fengjiu yang kebingungan, Su Moye melanjutkan: “Apa kau masih mengingat teratai-teratai putih yang terbentuk dari hati manusia di dalam Kolam Pundarika di depan Istana Taichen? Teratai-teratai di Kolam Giok berubah setiap musimnya, fajar selalu menyingsing setelah malam berlalu, tetapi ribuan teratai putih mekar di Kolam Pundarika tetap tidak berubah.”
Suara Su Moye menjadi samar sekilas seolah ia sedang mempertanyakan dirinya sendiri: “Yang tidak berubah itu teratainya, atau hati manusianya?”
“Hati manusianya,” jawab Fengjiu.
Su Moye manatap Fengjiu dengan kekaguman.
“Benar, hanya hati seseorang yang tidak mudah berubah. Sebagai contohnya, Junuo terhadap dirimu; sebagai contoh, Changdi terhadap dirimu; atau contoh lainnya, raja dan ratu terhadap dirimu.”
Mata Su Moye menatap ke langit.
“Riuh-rendahnya dunia fana hanyalah awan yang lekas berlalu, apa yang paling ingin kulihat di balik dunia berdebu ini adalah hati asli mereka terhadap Aranya; itulah yang menjadi penyebab kematiannya.”
Su Moye mengubah arah pandangannya dan berkata, “Oleh karena itu, kau boleh melakukan apa pun yang kau inginkan tanpa memikirkan sifat Aranya di masa lalu. Akan tetapi, untuk beberapa kejadian besar, ingatlah untuk tetap melakukan pilihan yang sama dengan yang diambil Aranya.”
Fengjiu berpikir sebentar kemudian mengangguk. Ia memperbaiki letak jubah di tubuhnya, bersandar di pohon aprikot tua dan mendongakkan kepalanya untuk menatap bulan purnama di langit.
“Kau duluan saja, aku akan tinggal di sini melihat bulan purnama sejenak.”
Su Moye menatap Fengjiu sejenak, setelahnya mengulurkan tangan dan menggoda Fengjiu: “Chacha bilang, hatimu yang tidak berubah adalah karena memiliki diriku sebagai seorang guru, melawan angin dingin malam di kebun ini juga demi menunggu diriku. Karena aku sudah kembali, tidak perlu lagi tetap berada di malam berkabut dingin ini. Bangun dan masuklah ke dalam bersamaku.”
Aprikot musim semi memenuhi halaman, bunga bermekarannya seputih salju di bawah cahaya rembulan. Fengjiu mengabaikan tangan yang terulur ke arahnya dan tetap melihat ke giok bulat di atas langit.
Setelahnya, Fengjiu mendadak berkata, “Pernahkah kau mendengarkan ceritaku dengan Donghua Dijun?”
Fengjiu baru saja bertanya ketika ia mendadak menyadari bahwa topik ini tampak kurang pantas.
“Anginnya membuatku sentimental malam ini,” dengan cepat Fengjiu berkata.
“Berpura-puralah tidak mendengar apa pun. Pergilah.”
Senyum di bibir Su Moye lenyap, ia meraih teko di meja batu dan menghangatkan Fengjiu secangkir teh.
“Liansong menyebutkan beberapa padaku,” kata Su Moye.
“Bai Zhen selalu bilang kalau kepribadian bawanmu tidak mengizinkanmu memikirkan soal kesedihan, sekarang ini tampangmu terlihat seolah kau sedang berusaha menahan kesedihan seorang diri.
"Jika ada sesuatu dalam pikiranmu, kau bisa selalu memberitahuku. Meskipun reputasiku hanyalah ketenaran palsu, aku masih bisa dianggap sebagai salah satu seniormu.”
Fengjiu tetap terdiam selama beberapa saat sebelum memberitahu Su Moye: “Changdi mengganti penjara batu yang dititahkan raja untukku dengan Kurungan Jiuqu.”
Tangan Su Moye yang sedang memegangi teko teh bergetar.
“Apa?”
Fengjiu memiringkan kepalanya untuk melirik Su Moye.
“Bukan apa-apa, sungguh,” Fengjiu berkata cepat.
“Aku sudah minum obat untuk luka-lukanya. Tidak sakit lagi.”
Fengjiu menatap ke angkasa lagi.
“Hanya saja, ketika aku sedang menahan penyiksaan di dalam kurungan, aku terus berpikir kenapa harus seperti ini untukku. Bibi bilang, saat ia terjebak oleh Dewi Agung Yaoguang di dalam penjara air bawah tanah, Dewa Agung Moyuan datang untuk menyelamatkannya. Dan ketika bibi tertangkap di Istana Daziming, Moyuan lagi-lagi datang menyelamatkannya.
"Ah, kalau begitu, tampaknya Moyuan selalu datang menyelamatkan bibi setiap kalinya? Bukankah kalau begitu, Bibi sudah menggunakan semua jatah keberuntunganku? Apakah karena itulah setiap kali aku berada dalam bahaya, aku selalu seorang diri?”
Suara Fengjiu terdengar begitu tenang, tidak ada setitik pun rasa sakit di dalamnya. Kata-kata terakhirnya tampaknya sungguh hanya pertanyaan tulusnya.
Su Moye menurunkan suaranya: “Setiap saat?”
Su Moye tampaknya melihat sebuah bayangan jauh di dalam kebun aprikot, tetapi setelah melihat lebih jelas, tidak ada apa-apa lagi di sana. Bahkan ketika Su Moye menahan napasnya, ia tidak bisa mendeteksi pernapasan orang lain di dalam halaman.
Fengjiu mendongakkan kepalanya dan bergumam, “Mmm, semacam bahaya yang nyaris merenggut nyawaku pernah terjadi beberapa kali di masa lalu. Jika aku tidak pernah melalui hal-hal itu, mungkin aku tidak akan bisa bertahan menghadapi siksaan dari Kurungan Jiuqu.
"Karena aku adalah satu-satunya cucu perempuan dari keluarga Bai di Qingqiu, aku sebenarnya selalu dimanjakan sejak masih muda. Lalu, karena aku menyukai Donghua Dijun, aku jadi mengalami beberapa kepahitan dan menjadi jauh lebih kuat.”
Fengjiu melanjutkan setelah menjeda sejenak: “Sebenarnya, aku tidak bisa mengatakan tak ada seorang pun datang untuk menyelamatkanku. Sebagai contohnya, kali ini Chen Ye ada untuk menolongku, meskipun ia memang menelantarkanku di pertengahan jalan pulang.
"Aku tidak begitu memikirkannya. Kebanyakan orang tidak akan sanggup bertahan dalam Kurungan Jiuqu selama lima hari, kan? Aku sanggup bertahan hidup, aku bahkan keluar dan kembali seorang diri. Aku sangat puas dan bangga pada diriku sendiri.”
Su Moye mengosongkan teh dingin dan menyerahkan yang hangat untuk Fengjiu.
“Lalu?”
“Lalu?”
Fengjiu berpikir sejenak sebelum menjawab lambat: “Ketika aku kembali, aku melihat Tuan Xize sedang merawat luka Junuo. Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau luka Junuo seserius itu, tetapi Tuan Xize membalut lukanya begitu hati-hati, mendadak membuatku merasa sedikit sedih.”
Fengjiu mengangkat tangannya hingga ke matanya.
“Di saat itu, aku merasa persis seperti Aranya, tetapi aku juga merasa sedih untuknya. Jika Aranya melihat adegan semacam itu, ia pasti akan merasa jauh lebih parah dariku.
"Dan itu membuatku sedih karena sekarang aku bisa melihat bagaimana seorang wanita yang dijaga dengan baik. Aku membenci kepura-puraan Junuo, berpura-pura sakit hanya karena luka kecil, tetapi aku sangat iri padanya.”
Fengjiu mengangkat tangannya untuk menutupi matanya.
“Dijun ... mengapa setiap kali aku membutuhkannya, ia tidak pernah ada untukku? Ada kalanya ketika aku berpikir begini. Kapan pun aku berada dalam bahaya, Dijun tidak pernah muncul.
"Aku memberitahu diriku sendiri kalau itu adalah karena kami tidak berjodoh, tetapi aku tidak sungguh-sungguh mempercayai itu. Aku pikir, jika aku bekerja keras, maka suatu hari nanti Langit akan tergugah.
"Walau begitu, kali ini, aku sungguh berpikir, jika saja Chen Ye tidak menyelamatkanku, aku pasti sudah mati. Aku tidak percaya kami tidak ditakdirkan berjodoh sebelumnya, mungkin karena aku belum benar-benar dikecewakan.”
“Kalau begitu, apakah kau membencinya?” Su Moye bertanya setelah terdiam lama.
Fengjiu menurunkan telapak tangannya, menatap bunga aprikot di bawah sinar rembulan, dan mengejap keras.
“Mungkin tidak. Aku hanya merasa lelah. Dijun itu luar biasa, kami hanya tidak ditakdirkan untuk bersama.”
“Kau masih sangat muda,” Su Moye memberitahu Fengjiu lembut, “Kau akan bertemu seseorang yang lebih baik di masa yang akan datang.”
Tanpa sadar, Fengjiu mengangguk.
“Benar, aku akan bertemu dengan orang yang lebih baik di masa depan.”
Su Moye tersenyum: “Pria macam apa yang ingin kau temui?”
Fengjiu berpikir sedetik.
“Meskipun aku tidak selemah itu hingga aku akan mati jika seseorang tidak datang dan menyelamatkanku dari marabahaya, aku sungguh berharap bertemu dengan seseorang yang akan menolongku ketika aku berada dalam bahaya. Lalu setelah menyelamatkanku, ia tidak akan menelantarkanku. Dan saat aku bersedih, ia akan ada di sana untuk menghiburku.”
Su Moye menurunkan suaranya: “Pernahkah kau berpikir tentang bertemu seseorang yang tidak akan membiarkanmu menderita, seseorang yang tidak akan membiarkanmu berada dalam bahaya sejak awal?”
Fengjiu tidak berbicara.
Su Moye melanjutkan: “Apakah lehermu tidak sakit saat kau menjulurkannya seperti itu? Apakah seseorang memberitahumu kalau mendongak akan menghentikan air mata berjatuhan? Memangnya kau tidak tahu kalau itu sebuah kebohongan? Sebenarnya apa yang sedang coba kau tanggung?”
Semburan udara dingin berlalu. Fengjiu masih melihat ke angkasa seolah bulan bundar di atas langit sana sungguh mempesona. Beberapa waktu setelahnya, dua aliran air mata jatuh dari mata Fengjiu, diikuti dengan isakan rendah. Kemudian, setelahnya lagi, ia akhirnya meraung memilukan.
Embusan kuat mendadak muncul dari udara tipis, membawa kelopak aprikot memercik turun dan berputar-putar layaknya sebuah badai salju. Di dalam kelopak bunga yang berterbangan, Su Moye sekali lagi melihat bayangan ungu.
Ternyata pengelihatan Su Moye tidak buram. Di dalam hujan kelopak bunga itu, ada seorang dewa berjubah ungu berwajah sepucat mayat, di kakinya terdapat sebuah mangkuk obat yang tumpah. Jemarinya menggenggam cabang tua aprikot selagi matanya tertuju pada tubuh Fengjiu.
Fengjiu tetap tidak sadar, ia hanya menangis keras dan lebih keras lagi sekarang. Dewa itu menautkan alisnya dan diam-diam menatap Fengjiu. Ia tampaknya ingin menghampiri, tetapi tidak sanggup mengambil langkah untuk mendekatkan jarak itu.
***
Karena kebakaran di Istana, hukuman kurungan sepuluh hari Aranya pun akhirnya ditangguhkan. Fengjiu tidak mempermasalahkan usaha penguburan hidup-hidup dirinya oleh Changdi.
Seperti yang Changdi bilang, bahkan jika masalah ini diberitakan pun, Changdi hanya akan dihukum seadanya. Selain itu, meskipun tidak diberitakan pada siapa pun, Fengjiu berhasil merangkak kembali dari lubang itu.
Jika Fengjiu akan dikubur lagi, ia dapat menarik dirinya keluar lagi. Mari lihat siapa yang akan terkubur pada akhirnya, dan lubang siapalah yang tergali lebih baik.
Sebagian besar dari istana wisata pun hancur akibat kebakaran besar. Lebih dari separuh gunung kamelia juga terkena imbasnya, membawakan adegan kesuraman dalam rangka ulang tahun sang ratu.
Raja lebih dari murka, tetapi karena kebakaran ini bukan disebabkan oleh manusia, tak ada tempat baginya untuk melampiaskan amarahnya dan melihat reruntuhan itu hanya semakin memperparah suasana hatinya.
Tidak senang dengan pemandangan itu, Raja memerintahkan persiapan dalam semalam untuk kembali ke kapal naga dan kembali ke Ibu kota.
Kabut putih melayang tanpa henti di atas permukaan sungai, lentera tergantung tinggi di atas tiang kapal, beberapa bintang pucat berbintik menghiasi angkasa. Hari mulai gelap.
***
Fengjiu berbaring tergeletak di bawah selimut lembut selagi ia mendengarkan ombak bertabrakan dengan haluan kapal. Aroma menyenangkan menemukan jalannya menyusup masuk ke dalam gorden ranjangnya bersamaan dengan sebuah pertanyaan yang perlahan berkeliaran di pikiran Fengjiu: jika seseorang terbangun di tengah kegelapan dan menemukan orang asing di sebelah ranjangmu, bagaimana seseorang biasanya akan bereaksi dalam situasi ini?
Bicara secara logis, bukankah seharusnya Fengjiu berteriak kencang, menarik selimutnya, mundur hingga ke sudut, dan menggunakan suara gemetaran namun galak untuk meneriakkan: “Bajingan kurang ajar! Apa maumu?”
Tetapi orang di depan Fengjiu tidak dapat dianggap sebagai bajingan, dan selalu memperlakukan Fengjiu seolah ia adalah sebatang kayu. Sekarang gelap gulita, apa yang mungkin dilakukan siapa saja pada sebatang kayu hanya karena gelap gulita?
Berpikir demikian, Fengjiu jadi sedikit tenang. Perlahan ia duduk di ranjangnya, bersandar pada kepala ranjang dan menyalakan sebatang lilin. Ketika Fengjiu membawa cahaya itu pada si pria tampan, mengejutkannya, memang wajahnya milik orang itu.
“Tuan Xize, apakah kau ... salah masuk kamar?”
0 comments:
Posting Komentar