Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 9 Part 3


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 9 Part 3


Fengjiu terkejut memikirkan cambukan tongkat yang akan mengenai tubuhnya dan putus asa, sebelum ibunya pergi, ia menggunakan keahlian terakhirnya dan menguburkan wajahnya ke dalam selimut untuk berpura-pura menangis.

Tentu saja, kaki itu menghentikan langkah mereka. Fengjiu menangis lebih keras. 

Suara itu tanpa ekspresi memberitahunya, “Tidak ada gunanya menangis.”

Jika ibunya, Fengjiu pikir, dapat dengan dinginya mengutarakan kalimat itu setelah detik berikutnya ia memanggilnya ‘Bos’. Keahlian tidak disebut keahlian hanya untuk pajangan.

Fengjiu hanya mengendus pelan beberapa waktu lalu. Sekarang ia meraung dengan volume penuh, berhenti di saat yang tepat lalu mengikuti naskahnya.

Orang lainnya menghela napas, “Tidak peduli seberapa keras kau menangis, aku tidak ...”

Fengjiu langsung berteriak lebih berapi-api, memberikan bahkan dirinya sendiri sakit kepala dan tidak dapat mendengarkan kata terakhir yang diucapkan. 

Ibunya tidak pergi atau mengatakan apa pun. Fengjiu melanjutkan satu ronde lagi dan ibunya tampaknya masih belum juga termakan rayuannya.

Selagi asik dengan kecemasannnya, Fengjiu tersedak air matanya dan mulai terbatuk parah. Tetapi akhirnya ia berhasil memancing ibunya untuk menghampiri dan menepuk punggungnya.

Setelah menangis kencang, air mata dan ingus mulai bercampur tidak nyaman. Fengjiu menggapai sesuatu yang mirip dengan lengan jubah, ingin mengelap wajahnya.

Dalam kesadarannya yang samar, tangan seseorang menaikkan wajah Fengjiu dan membantunya mengusap air matanya. 

Tangan itu terasa dingin, tanpa sadar Fengjiu membuang muka dan menangis kecewa: “Tinggalkan Feng’er sendirian. Biarkan saja aku menangis sampai mati ...”

Tetapi, orang itu mulai menunjukkan kesabaran besar sekarang, memegangi tangannya dan menghibur Fengjiu: “Baik-baiklah.”

Dua kata itu terdengar sedikit familier bagi Fengjiu. Mereka begitu lembut, jadi Fengjiu menghentikan luapan amarahnya dan menjulurkan wajahnya untuk memperbolehkan orang itu mengusap air matanya.

Walaupun ibunya bertingkah berbeda dari biasanya, mungkin ia akan membiarkan insiden tenggelam sekarang. 

Pheww.

Di saat bersamaan, suara yang terdengar lembut barusan berubah normal dalam sekejap: “Aku agak penasaran. Tepatnya, seberapa kencang kau dapat menangis? Atau mungkin, sakitmu hanya menghalangimu untuk menunjukkan yang terbaik?”

Percuma saja tangisan Fengjiu. Ia mengelap air mata bodoh itu dan berpindah menjauh ke sudut ranjang. 

“Ibu, kau tidak menyayangiku lagi. Tinggalkan aku untuk mati membetku sendiri, tinggalkan aku untuk menangis sampai mati, atau jika aku bisa sembuh, pukuli saja aku sampai mati!”

Sebuah tangan menarik Fengjiu ke bawah selimut dan membungkusnya seperti kepompong.

“Aku rasa aku tidak tertarik untuk mengikat dan memukulimu.”

Dalam pikirannya, Fengjiu ragu kalau itu benar. Kenapa ibunya jadi berhati dingin belakangan ini? Tidak mungkin Fengjiu bisa lari dari pukulan kali ini. Setelah Fengjiu sembuh, jalan terbaik adalah melarikan diri ke kebun buah persik Zheyan.

Kalau begitu, Fengjiu harus membujuk burung milik paman keempat, Bifang agar mau membawanya.

(T/N : 畢方鳥 Bifang niao–seekor burung yang menyerupai bangau berkaki satu, punya tanda merah di bulu birunya, dan sebuah paruh putih. Seperti tercatat dalam 韓非子 Hanfeizi, itu merupakan seekor burung ajaib yang menemani kereta kuda Raja Kuning ketika ia berkelana untuk mengumpulkan para dewa dan iblis di Gunung Tai.)

Selagi Fengjiu memikirkan ragu-ragu, ia merasakan dirinya dibungkus lebih erat lagi. Langkah kakinya menjauh, kemudian dengan cepat kembali. Selimutnya melonggar bersamaan dengan sebuah kantong penghangat diletakkan di lengannya. Fengjiu memeluk kantong penghangat itu dan mengendusnya dua kali sebelum akhirnya tertidur.

***


Saat Fengjiu sudah cukup tidur dan membuka matanya, ia bisa merasakan keringat dingin menutupi seluruh keningnya. Ia tahu dengan baik bagaimana tak pantasnya ia bertingkah ketika sedang sakit, tetapi penampakan di ruangan ini saat ini jauh lebih dari yang dapat Fengjiu bayangkan.

Pada saat ini juga, Fengjiu dengan pakaiannya yang terlepas, kepalanya tengah terbaring di atas pangkuan seseorang. Lengan Fengjiu melingkar erat di sekeliling pinggangnya. Mereka sedang bersantai di sebuah ranjang besar lengkap dengan tirai tipis yang menurun.

Di atas permadani sutra di bawah dinding pembatas terdapat sebuah pembakar dupa unicorn; aroma yang membuat ngantuk pun tercium di udara. Hanya ada dua orang yang Fengjiu tahu akan menghabiskan begini banyak usaha bahkan untuk dekorasi tempat tidur mereka.

Satu adalah Dewa Agung Zheyan dari Sepuluh Mil Kebun Persik, dan yang lainnya adalah Donghua Dijun dari Istana Taichen.

Ada suara dari halaman yang dibalik dari atas kepalanya. Fengjiu diam-diam mendongak dan melihat segel emas Buddha di sebuah sampul buku dan beberapa helai rambut perak berjuntai di depan matanya. Fengjiu berkeringat lebih banyak tiap detiknya.

“Jangan khawatir, aku tidak melakukan apa pun padamu. Kau membuka kerahmu sendiri dalam tidurmu karena kau merasa sesak.”

Kitab Buddha itu berpindah ke samping dan Donghua Dijun, orang yang tidak ingin disusahkan oleh Fengjiu, tetap di sampingnya.

Fengjiu terkesiap dan bergerak turun dari tubuh Donghua. Berpura-pura mati akan jadi taktik mengerikan di saat ini. Fengjiu sudah punya kesempatan untuk merasakan kesabaran Donghua.

Sesuatu sememalukan ini—dengan tenang menerimanya mungkin masih bisa menyelamatakan harga diri Fengjiu. 

Fengjiu tidak pernah berharap agar penolongnya adalah Donghua jika ia sedang sadar, tetapi ia tidak sadarkan diri dan tak bisa memilih penolongnya.

“Yang Mulia telah menyelamatkanku lagi. Aku ... aku ... sangat berterima kasih. Tentu saja, jika kau tidak membawaku ke Gunung Fuyu enam bulan yang lalu, aku tidak akan berada dalam situasi begini sejak awal. Namun, apa pun itu, kau tetap menyelamatkanku kali ini, dan aku berterima kasih atas bantuanmu. Ini membuat kita impas, bagaimana menurutmu?”

Donghua rupanya masih sangat terjaga. Ia menarik kakinya ke atas, meregangkan lengannya, menatap Fengjiu. 

“Jadi, kau masih marah karena aku tidak datang menyelamatkanmu enam bulan yang lalu, dan tentang insiden saputangan juga?”

Bagaimana bisa Donghua masih punya mulut besar untuk mennyinggung soal dua hal ini? Fengjiu pun terbatuk. 

“Dua hal ini ...”

Tentu saja tidak mungkin dua kutil ini dapat menghilang dalam semalam atau dua malam. Fengjiu memperbaiki pakaiannya. Ia memang emosional ketika ia pertama melihat Donghua beberapa hari lalu, dan mudah marah ketika Donghua menggodanya.

Namun, keperibadian Fengjiu itu mudah melupakan sekalinya ia berhasil mengeluarkannya dari sistemnya. 

“Kau menuai apa yang kau tanam. Pemahaman Buddha-mu lebih baik daripada milikku, aku yakin kau tahu konsep ini lebih baik daripada diriku. Tidak masalah bagaimana aku memandangnya, karena itu semua subjektif.”

Sekarang, ekspresi Fengjiu tiba-tiba menjadi rumit selagi ia menambahkan: “Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin kutanyakan lebih dari dua hal ini. Aku tahu aku mungkin bertingkah agak khusus ketika aku sakit, tetapi ...” 

Fengjiu menjeda, mengeraskan rahangnya, dan melanjutkan: “Aku cenderung merasa kedinginan karena aku punya tubuh yang lemah, jadi aku mungkin salah mengira dirimu sebagai sumber kehangatan. Tetapi jika kau mendorongku menjauh, aku pasti tidak akan mendatangimu lagi. Jadi, kenapa kau tidak mendorongku menjauh? Kenapa kau membiarkanku jatuh dalam sutuasi yang canggung ini?”

Masih terlihat acuh, dan bahkan seolah Donghua merasa kalau pertanyaan Fengjiu aneh, ia pun menjawab Fengjiu, “Kau datang ke pelukanku atas kemauanmu sendiri. Itu merupakan sebuah kesempatan langka, bicara tentang alasan, kenapa aku harus mendorongmu menjauh?”

Fengjiu memperhatikan jemari biasanya di atas sutra. Alasan macam apa yang diungkapkan Donghua barusan? 

Setelah sekian lama, Fengjiu berhasil menemukan sesuatu untuk dikatakan: “Aku tidak ingat Yang Mulia sebagai seseorang yang mempedulikan soal alasan ...”

Aroma dupa mulai menipis. Donghua berdiri untuk membuka penutup pembakarnnya. 

Selagi Donghua menambahkan lebih banyak dupa, ia menjawab dengan santai, “Saat aku tidak ingin membicarakan soal alasan, aku tidak membicarakannya. Tapi, terkadang, ketika aku ingin, aku membicarakannya.”

Fengjiu menurunkan pandangan pada Donghua, tidak tahu bagaimana harus merespon. Tak peduli apakah ia sebagai seekor rubah atau manusia, komunikasi selalu sulit antara dirinya dengan Donghua.

Mempertimbangkan kalau ia baru saja terbangun dari sakit parah dan masih merasa lelah, Fengjiu memperhitungkan kalau dirinya pasti kalah kalau ia terus bersikeras melawan perang verbal ini.

Fengjiu dengan murung menggaruk hidungnya kemudian memperhatikan ruangan itu sekilas. Ia menyadari sebuah vas bunga prem ramping diletakkan di depan sebuah pembatas, menjulur tak teratur khas gaya Donghua.

Berapa lama ia tertidur? Pastinya tidak singkat. Fengjiu khawatir kalau Xiao Yan akan mencarinya. Sementara Donghua sedang mengeluarkan sisa abunya, Fengjiu beranjak turun dari ranjang dan mencari sepatunya.

Sepertinya tidak tepat untuk pergi begitu saja, jadi Fengjiu berdeham, kemudian berterima kasih lagi pada Donghua.

“Aku berterima kasih untuk bantuanmu kali ini, tetapi sekarang sudah cukup larut dan aku telah banyak merepotkanmu. Selamat tinggal.”

Donghua bersenandung menyesuaikan tanpa tergesa. 

Kemudian, selagi Donghua meletakkan kembali tutup pembakar dupanya, ia berkata, “Aku dengar kau pernah jatuh ke lubang ular saat berjalan-jalan malam hari ketika kau masih lebih muda dan tidak pernah keluar dari rumah saat malam hari lagi. Apakah kau sudah melihat langit di luar sekarang? Sudah gelap di luar sana ...”

Gordennya terangkat dan langsung diturunkan kembali. Dalam sekejap, Donghua, yang baru saja selesai menambahkan dupa di dalam pembakarannya, telah dipukul jatuh ke ranjang oleh Fengjiu.

Kaget, Donghua bertanya, “Tidakkah kau terlalu berlebihan?”

Donghua baru saja selesai berbicara ketika Fengjiu menekankan tangannya di atas mulut Donghua dengan erat. Dengan keadaan menimpa Donghua, wajah Fengjiu diselimuti kesungguhan dan kehati-hatian.

Fengjiu begitu tegang bahkan ia tidak menyadari kalau bibirnya hanya berjarak senapas dari milik Donghua. 

“Aku tidak bermaksud mendorong Yang Mulia seperti ini, tetapi mohon bersabar sebentar saja dan jangan bersuara. Aku melihat sebuah bayangan yang melintas barusan. Aku rasa itu adalah Putri Jiheng. Mungkin ia ingin masuk.”  

Sungguh bukan maksud Fengjiu untuk menjatuhkan Donghua seperti ini. Ketika Fengjiu mengangkat gordennya, ia melihat sesosok putih di balik untaian mutiara yang mirip sekali dengan Jiheng.

Untungnya, kamar tidur Donghua cukup besar. Di luar kamar dalam juga terdapat sebuah pemandian air panas. Jiheng mungkin mendengar percakapan mereka dan baru akan masuk.

Siluet Jiheng yang bergerak mengejutkan Fengjiu dan secara insting, ia kembali untuk menutup mulut Donghua demi mencegahnya berbicara agar Jiheng tidak sampai memergoki mereka. 

Namun dalam ketergesaannya, kaki Fengjiu tersandung permadani di lantai dan ia berakhir dengan meluncur ke arah Donghua seperti seorang predator kelaparan, menjatuhkan Donghua langsung ke ranjang dengan posisi Fengjiu di atas Donghua.

Donghua menaikkan alisnya dan menyingkirkan tangan Fengjiu, tetapi bekerja sama dan balik berbisik, “Kenapa kita tidak boleh bersuara jika si putri masuk?”

Fengjiu berpikir pada dirinya sendiri. Sekarang pukul tiga malam dan Jiheng mendatangi kamar tidur Donghua. Ini berarti hubungan mereka tidaklah biasa.

Jika si putri menemukan Fengjiu di atas ranjang Donghua, ia tidak tahu pertumpahan darah macam apa yang akan mengikuti. Meng Shao membaca keberuntungan Fengjiu hari sebelumnya dan memberitahu Fengjiu kalau ia lebih baik berhati-hati, semenjak ada sebuah bintang sial yang bergantung di atas kepalanya.

Kalau situasi ini tidak disebut untuk berhati-hati, maka Fengjiu tidak tahu lagi situasi macam apa maksudnya. Meskipun semua ini pemikiran Fengjiu, mulutnya malah mengatakan sesuatu yang benar-benar tidak bersangkutan dan tak sesuai dengan usianya:

“Kalau ada sebuah takdir di antara kalian berdua, maka kau harus menghargainya. Jika kau bisa menghindari kesalahpahaman, maka hindarilah. Di masa lalu, aku pernah mencintai seseorang, tetapi tidak peduli seberapa banyak aku meminta pada Langit, aku tidak pernah diberikan kesempatan. Kau mungkin tidak tahu ini, tetapi takdir adalah hal yang agak sulit untuk datang.”

Bahkan Fengjiu sendiri kaget ia bisa dengan tenang mengatakan semua hal ini pada Donghua sekarang. Menatap ke bawah ke arah Donghua, Fengjiu pikir pasti tidaklah mudah tetap mempertahankan aura sempurnanya walaupun sedang terperangkap dan ditutupi mulutnya cukup lama.

Fengjiu berpindah malu-malu dari Donghua untuk sedikit melegakan tekanan dari Donghua selagi di saat bersaman mempertajam telinganya untuk mendengarkan pergerakan di luar.

Donghua diam-diam menatap Fengjiu sejenak dan tiba-tiba bertanya, “Aku merasa sepertinya ada sesuatu yang membuatmu salah paham padaku?”

Donghua baru saja menyelesaikan kalimatnya ketika Fengjiu membekap mulutnya lagi. Menajamkan telinganya, langkah kaki di luar sana jadi lebih terdengar tiap detiknya. Kamar ini terang-benderang di balik gordennya. Semua orang kecuali orang buta dapat melihat kalau Donghua masih belum tidur.

Dan, apa yang tengah dilakukan Jiheng ... tidak mungkin kan hubungan mereka telah sampai pada... tahap ini? 

Tidak mungkin kanJiheng sungguh ingin melakukan sebuah adegan spesial dengan mengangkat gorden ranjang Donghua di jam tiga pagi begini?

Syok membuat tangan Fengjiu gemetar. Tetapi dalam keterkejutannya, ia berhasil memberi sinyal mata pada Donghua, memberitahunya agar membuat Jiheng tetap berada di luar untuk sekarang.

Dalam sekejap mata, dunia telah terbalik dari atas ke bawah. Di saat Fengjiu berhasil mendapatkan kembali sikapnya, entah bagaimana sekarang situasi telah berganti, Fengjiu sekarang ada di bawah sementara Donghua berada di atas.

Pergerakan mereka tidak pelan. Langkah kaki di luar sana pun menjadi sedikit ragu. Fengjiu membolakan matanya pada Donghua, beberapa helaian rambut peraknya turun dari keningnya.

Seolah Donghua tidak peduli kalau adegan memalukan ini sampai terpergok, ia menahan Fengjiu dengan satu tangan dan menyentuh kening Fengjiu dengan tangan lainnya.

Tindakan Donghua kuat tetapi suaranya lembut: “Apa kau sudah cukup membuat masalah? Kalau iya, maka berbaring diamlah. Aku akan pergi mencarikanmu obat.”

Namun, malangnya, Donghua tidak menurunkan volume suaranya lagi. Siapa pun yang berdiri di luar sana, bahkan melebihi area pemandian air panas, dapat mendengarnya.

Fengjiu mengerang dalam hati. Habislah sudah. Jikalau Jiheng mempermasalahkannya dan ingin menggantung dirinya, apa yang harus dilakukan oleh Fengjiu? Lebih baik ia segera meninggalkan tempat ini sekarang juga.

Sayangnya, sebelum beranjak turun dari ranjang, Donghua, dengan kurangnya integritas telah membungkus Fengjiu rapat di dalam selimut, juga menggunakan sebuah mantra untuk mengikatnya. Fengjiu tidak dapat melarikan diri lagi tidak peduli seberapa kerasnya ia melawan.

Ketika Donghua mengangkat tirainya dan berjalan keluar, Fengjiu diam-diam menghitung dalam kepalanya: satu, dua, tiga, Jiheng pasti akan menangis, akan menangis, akan menangis.

Gordennya terangkat dan diturunkan. Sebuah ledakan cahaya membanjir masuk ke separuh dari pembagi ruangannya. Tetapi tidak ada suara tangisan Jiheng.

Hanya terdapat suara Donghua di luar: “Kau berada di sini tepat waktu. Tolong bantu aku menjaganya.” 

Jawabannya tenang: “Baik, Yang Mulia.”

Ia tak diragukan lagi adalah Jiheng, tetapi kenapa ia tidak menangis, atau bertengkar, atau mengeluh? 

Mungkinkah Jiheng memang selalu sekuat ini? 

Apa maksud Donghua memperlakukan orang tercintanya dengan cara seperti ini? 

Fengjiu bergelung di bawah selimut, pikirannya kacau balau.

***

Setelahnya, ketika Fengjiu membagikan cerita membingungkan ini pada Yan Chiwu dan meminta pendapatnya, ia langsung membangunkan si pemimpi Fengjiu dari tidurnya: “Aku tahu. Muka Es tidak sebaik itu. Ia membenci persahabatanku dengan Jiheng meskipun menyetujuinya, jadi dia menuangkan rasa tidak senangnya pada Jiheng.”

Fengjiu tampak kebingungan. 

Xiao Yan menjelaskan dengan sabar: “Lihat, Muka Es melakukan apa yang dilakukannya untuk membiarkan Jiheng tahu kalau masih ada seorang wanita menarik di atas ranjangnya yang bersedia bertingkah genit padanya. Si wanita menarik itu kau, tentu saja. 

"Apa yang sungguh diinginkan oleh Muka Es adalah untuk menyakiti Jiheng, sebab, itu menyakitkan Donghua ketika Jiheng menghabiskan waktu bersamaku. Dari hal ini, kita bisa melihat perasaan Muka Es pada Jiheng masih kuat. Donghua harus menyakiti Jiheng guna meringankan kerinduannya sendiri. 

"Apakah ini bagaimana kau menggunakan kata ‘merindukan’? tunggu sebentar dan biarkan aku mencarinya di dalam kamus terlebih dahulu. Hei, hei, jangan melihatku seperti itu. Itulah apa yang ditulis mereka dalam buku!”

Fengjiu harus mengakui kalau wajah Xiao Yan adalah sebuah tragedi. Bahkan ketika Xiao Yan sedang mengejek, ia masih terlihat seindah giok. 

Fengjiu membujuknya: “Jangan begitu. Para Buddha mengatakan kalau lebih baik kau menghancurkan sepuluh kuil daripada menghancurkan cinta seseorang.”  

Perkataan Fengjiu tampaknya telah mempengaruhi Xiao Yan. 

“Kau benar,” katanya. 

“Apakah ada konsekuensi jika aku menghancurkan cinta mereka?”

Fengjiu merenung sejenak saat mendengarkan pertanyaan Xiao Yan: “Tidak, kurasa tidak. Tak perlu dipikirkan, kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan.”

Pembicaraan mendalam itu kurang lebih berakhir di sini.

Bicara secara logika, penjelasan Xiao Yan tidak terdengar masuk akal, tetapi secara emosional, cukup masuk akal. Karena logika tidak ada dalam percintaan, perkataan Xiao Yan bisa dipercaya untuk sementara waktu.

***

Hari itu, Fengjiu mengambil kesempatan sebelum Donghua kembali untuk berubah menjadi seekor rubah kecil dan merangkak keluar dari selimut yang memerangkap dirinya, kemudian meluncur keluar melalui tirai.

Akan tetapi, ketika Fengjiu sampai di pemandian air panas, ia berhenti di dekat Jiheng. Bibir tak berwarna sang putri di wajah pucatnya tiba-tiba saja mendapatkan kembali warna mereka.

Setelah beberapa saat mengerti, Jiheng berkata pada dirinya sendiri, “Jadi itu hanyalah seekor rubah. Aku saja yang terlalu banyak berpikir.”

Fengjiu tidak tahu apa maksud Jiheng. Ia hanya mengambil kesempatannya untuk berlari secepat yang ia bisa. Melalui analisa Xiao Yan baru-baru ini, ia masih belum sepenuhnya mengerti perkataan Jiheng.

Tampaknya Fengjiu mungkin telah merusak rencana Donghua untuk menyakiti si putri. Ada hal serumit ini dalam percintaan. Tanpa mengerti soal lika-liku ini, Fengjiu muncul di Istana Taichen berusaha ingin memenangkan Donghua hanya dengan keberaniannya. 

Tentu saja Fengjiu gagal, dan baru hari inilah ia mengetahui bahwa terdapat hal, semacam prinsip dasar yang bergaris bawah seperti ini.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar