Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1
Chapter 10 Part 3
Donghua sedang berusaha mengajak Fengjiu bertengkar, ia yakin sekali. Tetapi, ia tahu kalau Donghua selalu lebih suka sifat lunak daripada kekerasan.
Fengjiu menekan kecemasannya dan menjawab fasih, “Aku menolongmu karena kita sesama dewa. Karena aku sudah menolongmu, kau harus balik menolongku. Itulah cara yang terhormat.”
Jika Donghua akan menjawab dengan cara tak masuk akalnya dan mengatakan sesuatu seperti: ‘Aku tidak merasa terhormat hari ini. Aku tidak ingin menolongmu,’ Fengjiu akan mencampakkan Donghua atas masalahnya.
Tanpa diduga, Donghua membuka matanya dan menatap Fengjiu sekian lama.
Kemudian dengan datar memberitahu Fengjiu, “Aku tidak punya cara membawamu keluar dari sini. Tidak peduli seberapa pentingnya kencanmu dengan Yan Chiwu, kau harus menunggu di sini dua belas jam lagi.”
Kepala Fengjiu meledak.
“Jadi aku pasti akan melewatkan janji kami?”
Fengjiu meletakkan segala harapannya pada kemampuan hebat Donghua. Ia sungguh tidak mengira kalau ia akan terperangkap di sini dan kehilangan waktunya untuk mencuri buah Saha.
Donghua juga tidak terlihat kalau ia sedang bercanda dengan Fengjiu. Donghua tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya. Fengjiu duduk kebingungan. Ketika ia mendongak ke atas, langit berbintang tidak lagi punya cahaya bulan.
Dedaunan di hutan bergemerisik di tengah angin. Jika Fengjiu kehilangan kesempatannya hari ini, ia harus menunggu hingga 15 April, yang artinya satu bulan penuh dari sekarang.
Fengjiu meluncur turun dari dipan rendah itu kelelahan dan merosot hingga ke tanah. Langit berbintang terang itu tiba-tiba saja menurunkan hujan. Fengjiu kaget dan melompat kembali ke atas dipan.
Seperti sebuah gorden dari untaian mutiara yang berkesinambungan, hujan deras menyelimuti hutan lebat ini. Di malam gelap ini, tampak seperti sebuah tangan pendendam sedang menuangkan air langsung dari Mata Air Langit turun mengenai mereka. Dipannya adalah satu-satunya tempat berteduh yang kering dari hujan.
Fengjiu pernah mendengar jika saat iblis kuat dimusnahkan, terkadang mudah bagi energi jahat yang tersisa di udara untuk berkumpul kembali. Karena itulah perlu untuk mencuci setiap sisa kejahatan dengan air hujan selama empat puluh sembilan jam. Barulah pemusnahan itu lengkap. Jadi, hujan ini, sepertinya dimunculkan oleh Donghua.
Hujan di malam hari selalu membawa perasaan sentimental yang berlebihan. Apa itu ‘Pikiran tenang di bawah cahaya lentera, rintik hujan membawa kesedihan di malam hari’ dan segala macam penggambarannya sering.
(T/N: Ini merupakan baris kalimat dari 長沙紫極宮雨夜愁坐 Duduk Melankolus di sebuah Malam Berhujan di Kuil Changsha’s Ziji, sebuah puisi a Li Qun’yu di periode Tang.)
Hujannya menambah kesedihan Fengjiu sendiri. Sementara Donghua terlihat seolah sedang berbaring malas, Fengjiu tahu kalau ia sebenarnya menggunakan air hujan untuk menghilangkan aura kejahatan yang tersisa dari Miao Luo.
Inilah mengapa Donghua membuat sebuah dipan, untuk berteduh, dan beristirahat, mengetahui bahwa ia akan terperangkap di sini selama beberapa waktu. Donghua memang selalu teliti.
Putus asa, Fengjiu duduk di atas ranjang dipan itu dan menerima kalau ia telah kehilangan kesempatan menyelundupnya dalam hujan ini. Fengjiu begitu yakin bahwa buah Saha akan jadi miliknya malam ini, tetapi entah bagaimana ini malah terjadi.
Takdir memang sungguh tak dapat dihindari. Bagaimanapun, Fengjiu-lah yang mengajak Xiao Yan, akankah ia termakan lagi di malam bulan purnama berikutnya? Sungguh membuat Fengjiu sakit kepala hanya dengan memikirkan ini.
Fengjiu mulai memikirkan alasan yang memungkinkan sehingga Xiao Yan tidak akan marah padanya. Ia tidak dapat memberitahu yang sebenarnya pada Xiao Yan.
Xiao Yan sudah cukup membenci Donghua, namun daripada menggantikan Xiao Yan menusuk Donghua berkali-kali, Fengjiu malah meninggalkannya demi menyelamatkan Donghua.
Ini sama saja dengan mengkhianati persahabatan mereka. Arrh. Haruskah Fengjiu memberitahu Xiao Yan kalau ia tersesat di wilayah terlarang lembah dan ditangkap monster sepanjang malam?
Cerita ini sepertinya cukup masuk akal, kecuali jika ia akan menggunakan dalih ini, ia perlu mengarang kebohongan lainnya tentang bagaimana ia bisa melarikan diri. Bagian ini agak sedikit menyusahkan.
Lalu tanpa disadari, Fengjiu mengoceh keras, “Semua alasan ini tidak akan bekerja. Menipu sendiri adalah sebuah seni, terlebih jika aku akan menipu Xiao Yan, yang selalu memilih pergi dari bertengkar. Arrh.”
Mata Donghua tetap tertutup; ia tampak tak bereaksi, tetapi hujan deras mendadak menjadi makin lebat. Hujan turun seperti memukul hutan layaknya pasukan yang menakutkan.
Fengjiu kaget dan menempel ke arah Donghua. Ia jadi lebih tenang ketika kakinya mencapai kaki Donghua.
Saat ini, sang Raja tiba-tiba saja berbicara: “Aku tidak tahu kalau kau begitu mencemaskan Yan Chiwu.”
Dijun punya cara untuk mengatakan hal yang membingungkan. Fengjiu tahu gaya bicara Donghua yang ambigu, tetapi bukankah harusnya saat ini paling tidak Donghua mengatakan sesuatu seperti ‘Menipu orang butuh pemikiran yang hati-hati. Tampaknya kau harus bekerja keras dalam meningkatkan kecerdasanmu’ atau semacamnya?
Untuk sesaat tidak tahu apa yang harus dikatakan, Fengjiu entah mengapa berkata tanpa berpikir, “Aku cemas kalau Xiao Yan tidak akan membantuku mencuri buah Saha di malam bulan purnama berikutnya ...”
Tepat saat perkaatan Fengjiu meninggalkan mulutnya, wajahnya berubah pucat ketika ia dengan tergesa membenarkan perkataannya: “Sebenarnya, maksudku adalah ...”
Hujannya jadi sangat melembut. Rintik hujan yang berjatuhan terlihat di dinding medan pelindung yang jernih. Di balik air yang terus mengalir turun tampak bayangan buram Dijun yang dengan santainya berbaring di atas dipan, rambut perak panjangnya berhamburan di ranjang seperti pelataran dari sutra satin.
Fengjiu menatap kosong melihat bayangan Dijun di dinding medan pelindung. Mencuri bukanlah hal yang membanggakan sejak awal. Terlebih lagi, Fengjiu mengemban reputasi Qingqiu sebagai seorang pemimpin kerajaan.
Jika Donghua mengulang cerita ini pada Ratu Biyiniao, atau lebih parah lagi, pada orang tuanya, sama saja artinya dengan mati. Fengjiu membuka mulutnya ingin mengatakan beberapa kalimat penyelamat tetapi akalnya mengecewakannya di saat genting begini.
Akhirnya, Donghua berbicara lebih dulu.
Suaranya jelas terdengar lebih lembut: “Kau bertemu dengan Yan Chiwu malam ini agar bisa mencuri buah Saha?”
Fengjiu tertawa gugup dan bergeser ke arah belakang ranjang dipan.
“Tidak, tidak, tentu saja tidak. Bagaimana mungkin aku, sebagai ratu Qingqiu, melakukan sesuatu yang tak terhormat seperti mencuri? Haha, kau salah dengar ...”
Donghua memegangi kepalanya dan duduk tegak.
Fengjiu dengan cemas memperhatikan Donghua megusap pelipisnya seraya melanjutkan dengan suara lembutnya yang sama: “Ah, aku mungkin salah dengar, kalau begitu. Aku terserang sakit kepala ringan, bisakah kau membiarkanku bersandar padamu?”
Rambut berkepang Fengjiu dibelai. Setiap gerakan Donghua mengaduk perasahan hati Fengjiu.
Fengjiu langsung menawarkan dengan anggun: “Tidak akan nyaman bersandar padaku. Biarkan aku memunculkan sebuah bantal untukmu ...”
Perhatian Fengjiu ditargetkan dengan salah. Donghua mulai mengusap pelipisnya lagi.
“Sesuatu mulai kembali padaku, apakah kau bilang pada bulan purnama berikutnya ...”
Cepat mengerti, Fengjiu segera bergeser mendekat, memegangi kepala Donghua dan menekankannya di atas pangkuannya.
“Apakah kau nyaman seperti ini? Atau haruskah aku berbaring agar kau bisa beristirahat? Apakah kau akan lebih nyaman jika aku berbaring menghadap atas atau ke bawah?”
Setelah Donghua nyaman dengan posisi di pangkuan Fengjiu, ia membuka matanya dan berkata, “Kau lebih nyaman duduk atau berbaring?”
Fengjiu membayangkan berbaring selama sedetik, jika mereka berbaring ...
“Duduk jauh lebih nyaman,” dengan cepat Fengjiu berkata.
Donghua menutup matanya lagi.
“Kalau begitu, mari lakukan itu.”
Menonton Donghua yang tertidur, Fengjiu jadi mengingat hari-hari dimana ia juga pernah menyukai tidur di pangkuan Donghua ketika menjadi seekor bayi rubah. Di masa itu, ketika bunga Fuling berjatuhan di kepalanya, Donghua akan mengibaskannya untuk Fengjiu.
Setelahnya, Donghua bahkan mengelus bulu halus lembut Fengjiu. Pada saat itu, Fengjiu akan mengambil kesempatan untuk menjilati tangan Donghua ... ia menghela napas ketika kenangan itu terhenti. Betapa lucunya cara kehidupan bekerja, kini giliran Donghua yang berbaring di pangkuan Fengjiu.
Kalau Donghua terus berbaring begitu selama dua belas jam lagi ... Fengjiu harus membeli obat untuk mengobati kakinya yang mati rasa.
Tersesat dalam pikirannya sendiri yang kemana-mana, suara Donghua-lah yang membawa Fengjiu kembali: “Tanganku terasa dingin, sepertinya karena kehilangan banyak darah. Karena kau tidak punya hal untuk dilakukan, apa kau keberatan untuk membuatku hangat?”
Fengjiu menatap tangan Donghua yang terangkat beberapa lama sebelum menjawab, “Pria dan wanita harus menjaga jarak mereka ...”
Donghua iseng merenung: “Setelah malam ini, aku berencana menemui Ratu Biyiniao dan menanyakan padanya bagaimana caranya menanam buah Saha. Apakah menurutmu aku harus ...”
Fengjiu langsung mengambil tangan kanan Donghua yang katanya mulai dingin akibat kehilangan banyak darah dan berkata sangat serius, “Jarak apanya. Itu merupakan peraturan paling bodoh yang pernah diciptakan oleh para moralis.”
Fengjiu menggenggam tangan Donghua dan memperlakukannya dengan perhatian.
“Apakah Yang Mulia senang dengan kehangatan yang kuberikan pada tanganmu?”
Dijun tentu saja sangat senang. Ia dengan tenang menutup matanya kembali.
“Aku agak lelah, aku ingin tidur. Buatlah dirimu sendiri nyaman.”
Bagaimana caranya Fengjiu membuat dirinya merasa nyaman dalam situasi seperti ini?
Apakah Donghua menyuruhnya untuk mendorong kepala dan tangan berharganya ke tanah?
Ketika napas Donghua jadi makin teratur, Fengjiu tak dapat menahan dirinya dan membungkuk untuk meledek Donghua, bergumam sepanjang waktu, “Kau hanya duduk di sana menonton dengan kegirangan dari awal hingga akhir, dan kau berani mengatakan kalau kau lelah dan mengantuk? Aku yang bertarung mati-matian tapi aku masih harus melayanimu. Aku yang lebih lelah!”
Fengjiu hanya berani membisikkan perkataannya. Donghua tidak melihatnya, tidak mendengarnya, tetapi itu cukup untuk melepaskan rasa frustasinya. Kebetulan, rambut Fengjiu terurai longgar dan menyerempet telinga Donghua.
Sebelum Fengjiu dapat menaikkan kepalanya, Donghua mendadak membuka matanya. Donghua menatap Fengjiu sekian lama dengan sebuah senyuman di matanya.
“Apakah kau baru saja mengatakan aku hanya duduk dan menonton?”
Donghua menjeda dan mengamati wajah polos Fengjiu.
“Apa maksudmu aku hanya duduk menonton? Aku jelas-jelas duduk dan dengan serius ...” tanpa ada sejejak pun rasa malu, Donghua mengakhiri kalimatnya: “menyemangatimu.”
“...”
***
Pagi berikutnya ketika Fengjiu terbangun dari mimpinya dan mengingat kejadian dari malam sebelumnya, ada tiga pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya.
Pertama, luka di tangan Donghua muncul cukup mencurigakan. Ia tidak percaya kalau itu itu disebabkan karena Fengjiu terjatuh menimpa Donghua akibat serangan Miao Luo.
Fengjiu masih dapat mengingat kalau Donghua memeluknya erat dalam dekapannya, dan gerakannya ketika menusukkan pedang itu ke Miao Luo dengan sangat meyakinkan dan cepat. Tidak terlihat adanya hal yang di luar itu.
Kedua, sikap Donghua terhadap Fengjiu memang selalu membingungkan, tetapi karena ia terlalu sibuk dengan situasi saat itu, Fengjiu tidak punya waktu untuk memikirkannya.
Bicara jujur, sebenarnya itu sepenuhnya masuk akal untuk percaya kalau Dijun pasti harus tinggal selama dua belas jam untuk membersihkan arwah jahat monster itu, Donghua tidak akan keberatan mengorbankan lengannya sendiri untuk membuat Fengjiu tetap bersamanya agar ia tidak merasa bosan.
Namun, apakah sang Raja yang bosan sekonyol itu? Baiklah, jadi Donghua memang jenis orang yang bosanan, dan sangat konyol tak peduli bagaimana seseorang melihatnya. Tetapi, apakah Donghua sungguh sebosan itu? Sekonyol itu? Fengjiu tidak boleh berpikir serendah itu pada Dijun.
Setelah merenung lagi, Fengjiu melupakan semua masalah itu. Sebenarnya, rasionalitas Fengjiu sepenuhnya benar ...
Pertanyaan ketiga: Fengjiu langsung mengenali ranjang dan selimutnya yang familier di Jifeng Yuan. Di sudut selimutnya terdapat beberapa sulaman bunga peoni yang telah dibantai Fengjiu menjadi aster ketika ia sedang belajar menyulam di malam sebelumnya.
Fengjiu ingat ia tertidur di tengah suara sisa hujan bersama dengan napas Donghua yang teratur. Di balik tirai dari hujan, langit diterangi bintang-bintang. Ia merasa hangat kerena ia dipaksa untuk menggenggam tangan Donghua. Tubuh Donghua juga memancarkan kehangatan.
Sedikit demi sedikit, Fengjiu menurunkan kepalanya di atas kepala berharga Donghua dan tertidur. Ia ingat jelas ia bersandar di dipan Donghua. Awalnya ia kedinginan, tetapi jadi hangat dan semakin hangat seiring tidurnya berlanjut.
Karena alasan itulah, Fengjiu tidur lelap dan tetap tak bergerak entah berapa lama. Namun, mengapa Fengjiu terbangun di kamarnya sendiri sekarang?
Terbungkus dalam selimutnya, Fengjiu bertanya-tanya apakah semuanya hanyalah sebuah mimpi Huangliang.
(T/N : 黄粱一梦 Huangliang Yi Meng – sebuah Mimpi Jawawut Emas, mirip dengan sebuah mimpi pipa. Berasal dari sebuah anekdot dimana seorang pelajar pergi tidur dan memimpikan sebuah kehidupan yang sukses tetapi ketika ia terbangun, jawawut kuning yang dimasaknya masih tetap dimasak di atas kompor, dan ia masih semiskin sebelumnya.)
Semalam tanggal lima belas, dan Fengjiu pergi keluar untuk minum-minum bersama Meng Shao dan Xiao Yan. Para gadisnya cantik, anggurnya memabukkan, dan Fengjiu pingsan sampai sekarang.
Karena imajinasi Fengjiu yang begitu kaya, ia dapat memimpikan hal yang begitu nyata. Inilah kemungkinannya. Ketika Fengjiu akan turun untuk mencuci mukanya, Xiao Yan mengangkat tirainya dan berjalan masuk.
Fengjiu tak mampu mengendalikan matanya dari kedutan.
Busana Xiao Yan hari ini sangat unik. Atasannya, pakaian sutranya merah; di bawah, celana berkilatnya berwarna hijau barley. Di bahunya terdapat sebuah syal semengilap dan sehijau celananya. Xiao Yan persis tampak seperti sebuah wortel raksasa yang baru saja dicabut dari salju.
Si wortel raksasa ini dengan sedih menatap Fengjiu.
“Seseorang menyukai tempat ini dan menyuruhku untuk pindah. Aku sudah berkemas. Aku datang kemari untuk mengucapkan selamat tinggal padamu. Waktu tak berbatas, aku akan datang berkunjung saat aku senggang.”
Fengjiu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Apa kau masih tidur atau aku yang masih tertidur?”
Si wortel dengan cepat menghampiri Fengjiu tapi berhenti tiga langkah sebelum mencapainya.
“Aku tidak boleh terlalu dekat denganmu. Masalahnya adalah ...”
Suara Xiao Yan mendadak meninggi ketika ia memohon pada Fengjiu, “Jangan tidur lagi, dengarkan aku dulu!”
Fengjiu mendengarkannya asal saja, dan ternyata semuanya bukanlah sebuah mimpi.
Menurut perkataan Xiao Yan, ia tersesat semalam di tengah penjelajahannya. Ketika ia kembali, Fengjiu tak bisa ditemukan dimana pun.
Xiao Yan panik dan mencari Fengjiu semalaman tanpa hasil. Saat dengan lelah Xiao Yan kembali ke Jifeng Yuan, ia terkejut mendapati seekor rubah merah menyala tertidur lelap di ranjang Fengjiu.
Musuh bebuyutan Xiao Yan, Donghua Dijun sedang duduk termangu mengamati si rubah yang tertidur. Saking termangunya, Donghua bahkan tidak menyadari kalau Xiao Yan telah berjalan mendekat.
Xiao Yan berpikir kalau ini agak aneh, jadi ketika Donghua keluar sebentar dari kamar, ia mengambil kesempatan untuk menyusup masuk. Pada saat ini, Xiao Yan entah mengapa jadi emosional.
Xiao Yan bilang kalau ia tidak tahu bahwa si rubah merah menyala di atas ranjang adalah Fengjiu. Xiao Yan pikir itu adalah sebuah binatang langka yang ditangkap Donghua saat berburu.
Begitu menggemaskan hingga Xiao Yan tidak tahan dan memeluk binatang itu. Itulah saat ketika tragedinya terjadi.
Fengjiu melihat tangan terperban si wortel yang mirip dengan kaki babi dan tertawa, “Apakah aku mengeluarkan napas api dan membakar tanganmu dalam tidurku? Kan sudah kubilang, aku cukup hebat.”
“Tidak, sama sekali tidak,” si wortel memberitahunya.
“Muka Es muncul entah darimana dan berdiri bersandar di daun pintu. Aku tidak sempat bereaksi ketika tanganku sudah jadi begini. Aku tidak sanggup menggendongmu lagi karena kondisiku jadi aku menjatuhkanmu kembali ke ranjang.
"Tetapi yang mengejutkan adalah kau tidak terbangun sama sekali. Kemudian aku bersedih setelah mengetahui kalau aku tidak boleh mendekatimu lebih dari tiga langkah dari ranjangmu.
"Aku baru saja akan membalas ketika Muka Es tiba-tiba bertanya padaku apakah aku tinggal denganmu, dan sudah berapa lama kita tinggal bersama.”
0 comments:
Posting Komentar