Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 1 - Chapter 10 Part 2


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 1

Chapter 10 Part 2


Tetapi angin menjerit terlampau kuat seiring dengan ayunan pedang Fengjiu. 

Apa sebenarnya tiga kata mendalam yang dikatakan Donghua? Hanya hingga kain selempang sutra itu mencakar pundak Fengjiu, barulah ia mengerti.

“Berhati-hatilah!” kata Donghua.

Beruntungnya, kain itu memang cepat tetapi tidak begitu kuat. Hanya sanggup memotong sehelai gaun sutranya. Fengjiu berhasil menangkis serangan berikutnya dengan pedangnya.

Selagi Fengjiu menangkis serangan lawannya, ia memikirkan kekuatan besar yang datang dari selempang merah Miao Luo barusan. Ia nyaris saja menjatuhkan pedang Fengjiu entah bagaimana caranya, energinya juga melemah banyak sekali.

Fengjiu mengambil kesempatannya dan menyerang balik, mendorong Miao Luo dua langkah ke belakang. Sejak kapan kemampuan berpedangnya jadi begitu fenomenal?

Setelah si iblis wanita mendapatkan kembali keseimbangannya, ia tiba-tiba saja melihat ke belakang Fengjiu dengan senyum yang aneh. Dalam sepersekian detik itu, ia menyadari kalau selama pertarungan mereka, keduanya telah berpindah sebanyak selusin langkah dari tempat Donghua duduk.

Miao Luo sudah jelas tersenyum pada Donghua. Fengjiu tidak punya waktu untuk berpikir ketika tubuhnya sudah bereaksi dengan jatuh ke belakang. Kali ini, sudah pasti, kelima selempang sutra terbang ke arah Donghua seperti lima ular listrik.

Fengjiu menamengi tubuh Donghua selagi mereka berdua terpental beberapa meter jauhnya. Langsung saja, tempat di mana Donghua duduk hancur karena selempang-selempang sutra merah itu.

Fengjiu berkeringat dingin dan berpikir sendiri betapa berbahayanya yang barusan itu. Selagi menekan Donghua, ia sadar kenapa Donghua tidak melompat dan menolongnya selama ini.

Sepertinya itu karena Donghua terkena sihir si iblis wanita dan tidak dapat bergerak. Beruntung bagi Donghua, Fengjiu sedang berbaik hati hari ini dan memutuskan untuk tinggal dan menolongnya.

Kalau tidak, Fengjiu tidak tahu apa yang akan terjadi pada Donghua. Ia memang selalu simpati terhadap orang yang mengalami kemalangan. Berpikir kalau Donghua sangat jarang terjatuh pada dilema macam ini, Fengjiu dengan lembut mengembalikan tatapan Donghua tanpa malu-malu, menatap dalam mata Donghua.

Untuk beberapa alasan, hati Fengjiu dipenuhi rasa simpati ... Sungguh, ia telah salah paham pada Donghua agak terlalu banyak kali ini.

Donghua Dijun belum melakukan apa pun selama ini karena ia ingin melihat sejauh mana Fengjiu akan berusaha menyelamatkannya.

Selempang-selempang yang diayunkan oleh Miao Luo seperti makhluk hidup. Tak mengenai targetnya, ia langsung mengubah arah dan mengejar mereka berdua lagi.

Jika sekumpulan listrik itu mengenai Fengjiu, ia pasti akan muntah darah. Sangat mudah untuk menghindarinya sendiri, tetapi untuk membawa Donghua yang tidak bisa bergerak juga ...

Selagi Fengjiu membingungkan keputusan sulit ini, ia merasa tubuhnya berguling di tanah untuk menghindari serangan kain selempang itu. Sebelum Fengjiu dapat menghabiskan tenaganya sendiri, ia sudah terangkat oleh angin. Tangannya yang memegangi pedang juga telah dipegangi oleh orang lain, begitu pula dengan pinggangnya.

Donghua berbicara pada Fengjiu dengan suara rendahnya dari belakang: “Lihat baik-baik.”

Fengjiu membesarkan matanya selagi tubuhnya bergerak maju, pedang berkilau itu bergerak layaknya salju yang berputar-putar. Ia tidak dapat melihat kemana Donghua membawanya, atau gerakan apa yang Donghua gunakan dengan pedang Taozhu-nya.

Saat pengelihatan Fengjiu kembali, satu-satunya hal yang ia lihat adalah potongan-potongan kain merah itu berterbangan di langit. Ujung pedang yang berkilauan itu berdarah, menusuk tepat di tengah kening Miao Luo yang bermata besar.

Fengjiu selalu menganggap dirinya sebagai seorang dewi yang berpengalaman. Meskipun ia belum pernah memusnahkan iblis seorang diri, ia pernah menyaksikan paman-paman dan bibinya berkali-kali selama bertahun-tahun.

Fengjiu belum pernah melihat iblis sehebat Miao Luo, tetapi Dijun memusnahkannya bersih hanya dengan sebuah serangan dari pedangnya. Ia tiba-tiba menemukan sebuah kekaguman baru atas kemampuan Donghua.

Donghua menarik pedang Tazhu dan memasukkannya kembali ke sarungnya. Kelopak Fuling bertebaran di hutan layaknya butiran salju. Mereka melayang jauh dan semakin menjauh hingga akhirnya benar-benar menghilang.

Dari waktu ke waktu, beberapa kelopak jatuh ke tangan Fengjiu, tetapi ia tidak dapat merasakan mereka. Ia kemudian menyadari kalau lautan bunga yang ia lihat hanyalah sebuah ilusi yang diciptakan oleh si iblis.

Angin melengking kuat di dalam hutan lebat. Asap mulai mengepul dari kaki Miao Luo—pertanda kematiannya yang makin mendekat.

Mata Miao Luo yang menghina terbuka lebar selagi ia menghadap Donghua, menyeringai. 

“Aku selalu mendengar mengenai ketentraman Yang Mulia yang tidak tertandingi di seluruh dunia. Aku sudah lama ingin mengetahui apakah hatimu sungguh setenang yang dikatakan mereka. Keinginanku akhirnya terkabul.”

Mata Miao Luo yang dingin memercikkan kilatan lihai seolah ia tengah melihat sebuah lelucon. 

“Aku tidak tahu bahwa kelemahan Yang Mulia adalah lautan dari bunga-bunga Fuling. Sangat menarik, memang sangat menarik! Aku jadi bertanya-tanya jika apa yang kau simpan di hatimu adalah lautan bunga ini, ataukah seseorang yang tersembunyi di dalamnya?”

Miao Luo terkekeh dua kali lagi: “Dewa terkuat di dunia, yang selalu disebut orang suci yang telah mencapai kesatuan pikiran dalam sembilan kekekalan mental, memiliki rahasia mencengangkan begini ... Menarik, menarik, mena ...”

Miao Luo belum menyelesaikan kata terakhirnya ketika tubuhnya melebur menjadi udara tipis berasap.

Fengjiu membelalakkan matanya pada perkataan terakhir Miao Luo dan terbelalak sekali lagi ketika ia menyaksikan si iblis wanita menguap jadi asap tipis.

Fengjiu kira ini akan menjadi pertarungan sekali seumur hidup. Donghua tidak dapat membantunya, namun memusnahkan monster bukanlah kesempatan yang datang tiap hari. Rasa kegembiraannya baru saja mulai berkobar, tetapi ... semuanya telah berakhir?

Asap yang menguap memberi jalan pada langit bercahaya bulan diiringi siliran angin lembut. Fengjiu jadi curiga. Baru beberapa detik yang lalu, Donghua duduk layaknya sebuah patung kayu. Bagaimana bisa ia datang tepat di saat kritis dengan begitu tenangnya?

Apakah Donghua membohongi Fengjiu lagi? Ia diam-diam mengagumi ketenangannya menerima kenyataan ini. Ia sudah sering dibohongi hingga ia mulai terbiasa.

Fengjiu menurunkan pedangnya hingga setinggi telapak tangannya asal dan memasukkannya kembali ke dalam lengan jubahnya. Kemudian, Fengjiu dengan santai berbalik dan memberikan anggukan selamat tinggal pada Donghua.

Mengapa Fengjiu harus tinggal dan bertingkah budiman sementara ia tahu bahwa ia tidak cukup baik? Sekarang Donghua akan menertawakannya lagi. 

Lupakan saja, Fengjiu akan jadi orang yang berbesar hati kali ini dan memberikan tindakan kehormatan ini pada Donghua secara cuma-cuma.

Selagi Fengjiu beranjak pergi di bawah langit cerah berangin itu, Donghua bertanya pada Fengjiu dengan gaya tak tergesanya, “Kenapa kau datang kemari?”

Pertanyaan ini terdengar agak familier. 

Fengjiu memiringkan kepalanya sejenak, kemudian menunjuk dirinya sendiri skeptis dan menjawab, “Kau bertanya padaku?”

Bulannya mulai menyembunyikan dirinya di balik awan. 

Dijun menatap balik Fengjiu dengan mudahnya: “Apa aku terlihat seperti sedang bicara pada diriku sendiri?”

Fengjiu terus saja memasang ekspresi terkejut di wajahnya dan menunjuk dirinya sendiri lagi. 

“Maksudku adalah ketika aku jatuh dari pohon dan kau bertanya pada Putri Jiheng, ‘Kenapa kau datang kemari?’ kau sebenarnya menanyakan pertanyaan itu padaku?”

Donghua melambaikan tangannya dan memunculkan sebuah dipan panjang dan rendah. Ia duduk dan mendongakkan kepalanya pada Fengjiu penuh tanya.

“Kalau bukan, memangnya menurutmu aku bertanya pada siapa?” 

Setelah melihat wajah kebingungan Fengjiu, Donghua pun mengulangi, “Kau masih belum menjawabku. Kenapa kau datang kemari?”

Pertanyaan berulang Donghua mencetuskan sebuah ingatan dalam pikiran kacaunya. Fengjiu seharusnya mencuri buah Saha malam ini, tetapi entah bagaimana ia malah jadi terlampau gembira setelah menarik pedangnya, hingga akhirnya melupakan tujuan awalnya.

Fengjiu tiba-tiba berkeringat saat mengingat berapa banyak waktu yang telah terbuang. 

Fengjiu menjawab Donghua asal saja, “Aku kebetulan sedang berjalan-jalan. Ketika aku melihatmu diganggu, kebetulan saja aku membantumu lagi. Mana kutahu kalau aku kembali dibodohi.” 

Fengjiu mengambil langkahnya dan berjalan pergi.

Suara tak tergesa Donghua terdengar dari belakang Fengjiu: “Kau pergi tanpa mengajakku?”

Fengjiu berbalik. 

“Kenapa aku harus mengajakmu?”

Donghua tidak mengikuti Fengjiu. Malahan, ia dengan santainya tetap duduk di atas dipannya. 

Ketika Donghua melihat Fengjiu berbalik, ia menjawab santai, “Aku terluka. Apakah kau sanggup meninggalkanku di sini dan tetap tenang?”

“Iya,” Fengjiu mengangguk terang-terangan. 

“Sangat amat bisa,” Fengjiu buru-buru menambahkan ketika ia melihat alis terangkat Donghua.

Pada saat ini, kakinya yang melangkah ke depan entah mengapa mulai berjalan mundur dengan sendirinya. Tak lama kemudian, Fengjiu terbawa di sebelah dipan di mana Donghua bermalas-malasan dengan santainya. Fengjiu memegangi bingkai dipan itu dengan kesal.

“Kau ...”

“Tampaknya kau tidak setenang itu.”

Fengjiu tidak mampu mengutarakan sepatah kata pun. Kemahiran Donghua dalam ketidaktahumaluan menjadi jauh lebih baik selama beberapa hari mereka tidak bertemu.

Fengjiu menahan emosinya dengan sisa rasionalitasnya yang tersisa dan melembutkan nada bicaranya. 

“Maafkan ketidaktahuanku. Kau tampak begitu nyaman, aku sungguh tak dapat melihat tepatnya di mana tubuh muliamu itu terluka.”

Angin lembut mengibaskan lengan jubah Donghua. Memang terdapat sebuah luka panjang di lengan kanannya di mana darah hangat tengah mengucur dari sana. Tadinya tidak ada di sana beberapa saat yang lalu, mungkin itu tersembunyi oleh warna kain yang gelap.

Fengjiu diberitahu kalau Donghua tidak pernah berdarah semenjak hari di mana ia menguasai dunia. Sungguh kelangkaan dapat melihat Donghua berdarah dari sebuah luka seperti ini. 

Fengjiu berjalan mendekat pada Donghua dan berkomentar dengan semangat, “Ada warna emas dalam merahnya, cocok sekali menjadi darah Yang Mulia. Dari apa yang kubaca, semangkuk darah ini setara dengan 1800 tahun penempaan diri para dewa. Apakah ini benar?”

Donghua menaikkan sebelah alisnya dan mendesah. 

“Biasanya dalam keadaan begini, pikiran pertamamu harusnya adalah bagaimana caranya menghentikan pendarahanku.”

Semangat Fengjiu masih belum surut. 

Dengan cepat ia menjawab, “Meskipun aku belum bisa dianggap sebagai wanita cantik, tetapi beri aku waktu sepuluh ribu tahun lagi dan aku pasti akan dapatkan status itu. Di antara semua tumpukan skenario milik bibiku, tidak pernah ada seorang pahlawan yang dengan sengaja menunjukkan kelemahannya pada si wanita cantik setelah menyelamatkannya. 

"Kau pasti punya motif tersembunyi dengan menunjukkan lukamu. Ini juga bukan pertama kalinya kau berbohong padaku. Aku bertaruh kalau luka ini hanyalah sebuah sihir penutup mata saja; kau pikir aku sebodoh itu?”

Donghua menatap lukanya, kemudian balik menatap Fengjiu. 

Setelahnya, Donghua melembutkan suaranya: “Kau jadi lebih pintar belakangan ini. Kecuali guru masa kecilmu tidak pernah mengajarimu pelajaran paling dasar dalam sihir. Sihir penutup mata hanya dapat menipu manusia; tidak dapat menipu dewa.”

Fengjiu tidak pernah mendengar Donghua bicara sebanyak ini. Perkataannya cukup masuk akal. 

Fengjiu terhuyung ke belakang ketakutan. “... Jadi, luka ini sungguhan?”

Fengjiu melangkah maju lagi, skeptis. Darah memang masih terus mengalir deras. 

Fengjiu segera merobek sehelai kain dari gaunnya untuk menghentikan aliran darah itu, ia pun bergumam ragu, “Tetapi, ada begitu banyak pahlawan yang kukenal, paman iparku contohnya, tak peduli seberapa parah lukanya, ia selalu berusaha keras menyembunyikannya dari bibiku. Ayahku juga, tidak pernah membiarkan ibuku mengetahui lukanya. Bahkan si flamboyan Zheyan diam-diam bersembunyi dari paman kecilku ketika ia terluka. Tetapi tindakanmu adalah sesuatu yang belum pernah kutemui.”

Donghua dengan santai memperhatikan Fengjiu selagi ia membalut lukanya kikuk dan menjelaskan dengan sabar pada Fengjiu: “Ah, itu karena dibandingkan dengan mereka, aku adalah pahlawan yang lemah.”

“...”

***

Pada saat ini, Fengjiu duduk di atas dipan yang diduduki oleh Donghua semenit yang lalu. Ia mengistirahatkan tangan kanannya di bingkai dipan selagi ia menahan beratnya kepala Dijun.  

Dengan kata lain, Donghua sedang meletakkan kepalanya di atas pangkuan berharga Fengjiu. Bagaimana bisa jadi begini? Fengjiu menggaruk kepalanya setengah harian dan masih tidak begitu tahu. 

Dalam waktu setengah cangkir teh, Fengjiu telah membalas kelakuan buruk Donghua dengan kebaikan. Setelah ia membalut lengan Donghua, ia mengucapkan selamat tinggal dan pergi untuk urusannya sendiri.

Donghua tidak menahannya kali ini. Akan tetapi, saat Fengjiu mengikuti jalan dalam ingatannya untuk kembali, ia tidak dapat menemukan letak dimana ia pertama kali terjatuh. Kecerdasan Fengjiu bekerja dengan sangat baik di saat yang dibutuhkan saat ia menyadari, Donghua pasti ada sangkut-pautnya dengan ini.

Fengjiu berbalik dengan marah untuk mencari Donghua. 

Sebelum ia mencapai si Raja yang berbaring, ia sudah lebih dulu berkata pada Fengjiu, “Aku lupa memberitahumu. Dua belas jam setelah iblisnya musnah, tempat ini akan secara otomatis terkunci. Aku takut kau tidak akan bisa pergi.”

Karena Fengjiu berdiri kebingungan, Donghua melanjutkan: “Kau punya hal penting untuk dilakukan?”

Fengjiu menjawab putus asa, “Aku punya janji penting dengan Yan Chiwu ...” 

Ketika Fengjiu baru saja akan menambahkan ‘untuk pergi ke Mata Air Jieyou dan mencuri buah Saha’, ia langsung menangkap diri sendiri, malah berkata, “... untuk sesuatu.”

Beberapa saat yang lalu, Fengjiu bertanya-tanya apakah ia terlalu baik pada Donghua, tetapi sekarang kebaikannya terbukti menjadi sebuah keberuntungan. Daripada mengambil keuntungan dari penderitaan Donghua, Fengjiu bahkan membantu membalut lukanya.

Hanya dalam beberapa langkah, Fengjiu bergegas ke sisi Donghua dan memegangi lengannya yang terluka untuk membuktikan pada Donghua kebaikannya, bertanya tulus pada Donghua, “Dijun, tidakkah kau merasa aku sudah merawat lukamu cukup baik? Tidakkah kau berpikir kalau kau berutang satu padaku kali ini dan kau harus membalasnya?”  

Donghua menatap Fengjiu lekat. 

“Tidak ada yang spesial dengan perban ini. Bagaimana kau mau aku membalasmu?”

Fengjiu memegangi lengannya lebih kuat. 

“Sangat mudah. Ada masalah hidup dan mati yang harus kudatangi. Tempat ini bisa membuat dewi kecil sepertiku terperangkap, tetapi pastinya tidak sanggup menahan seseorang sehebat dirimu. Kalau kau mau menolongku keluar dari sini, aku akan melupakan waktu kau meninggalkanku di Lembah Fanyin selama enam bulan dan ketika kau berpura-pura berubah jadi saputangan sutra. Bagaimana menurutmu?”

Donghua meneruskan tatapannya pada Fengjiu dengan mata menusuknya. 

“Kenapa aku merasa kalau kau sangat mendendam padaku untuk waktu yang lama?”

Kadang kala, betapa sabarnya Fengjiu di situasi penting. Bahkan ketika tatapan Donghua yang lekat padanya seperti ini, Fengjiu bahkan tidak merasakan kegelisahan yang berarti. 

“Bagaimana mungkin?” 

Fengjiu menjawab setulus yang ia bisa.

Tidak mendapat reaksi apa pun dari Donghua, Fengjiu terdiam kemdian menambahkan: “Itu karena kaulah satu-satunya yang selalu membuatku jengkel.”

“Bagiamana dengan Yan Chiwu?" 

Fengjiu mendengar Donghua bertanya.

Xiao Yan cukup bodoh, Fengjiu berpikir sendiri. Xiao Yan beruntung ia tidak mengganggunya. Akan jadi fenomena terbesar dunia semenjak penciptaan Langit dan Bumi apabila Xiao Yan berani mengganggu Fengjiu.

Walaupun begitu, Xiao Yan masih seorang Raja dari Klan Iblis. Sebagai teman, ia tidak seharusnya mempermalukan Xiao Yan. 

“Xiao Yan? Er, Xiao Yan cukup baik,” Fengjiu menjawab samar.

Namun jawaban samar semacam itu terdengar setengah hati. Ketika Donghua tetap diam dan menutup matanya untuk beristirahat, Fengjiu berpikir kalau ia telah keluar dari topik. 

Fengjiu segera mengembalikan pembicaraan: “Mari singkirkan dulu apakah aku mendendam atau tidak untuk saat ini. Gayamu ini, apa kau akan menolongku atau tidak?”

Mata Donghua tetap tertutup, bulu matanya membentuk bayangan lebat. 

Pada akhirnya Donghua membalas, “Kenapa aku harus membantumu pergi agar kau bisa menemui Yan Chiwu?”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar