Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 1 Part 2


Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 1 Part 2

Tanpa aba-aba, Donghua memeluk Fengjiu dengan begitu lembut di dalam medan pelindung itu bahkan Xiao Yan pun sempat tersentak sejenak, apalagi Jiheng.

Saat Xiao Yan tersadar, ia melihat wajah Jiheng telah terkuras habis warnanya seperti perkamen putih. Jiheng mengigiti bibirnya, nyaris membuatnya berdarah, hingga lupa mengelap air mata yang mengucur turun dari pipinya. Penampilan Jiheng yang begitu hancur membuat Xiao Yan sangat cemas.

Xiao Yan merupakan orang yang kasar. Memotong orang, pernah dilakukannya, menghibur orang, tidak pernah. Namun, karena Jiheng adalah orang yang dicintainya, Xiao Yan memutuskan untuk mencoba menghiburnya.

Xiao Yan menemukan serentetan pohon pinus melingkar kecil dan mendudukkan Jiheng di atas sebuah bangku batu di tengah-tengah hutan. Ia pikir, melihat hal-hal yang hidup mungkin dapat membantu Jiheng merasa lebih baik di saat seperti ini.

Air mata yang lama masih berada di sudut mata Jiheng ketika air mata baru muncul lagi, bercucuran layaknya air hujan, menghapus lapisan riasan di atas wajahnya. Hal itu menyakitkan Xiao Yan.

Xiao Yan sakit hati, tetapi ia merasa Jiheng memang pantas menjadi orang yang dicintainya—Jiheng masih tetap sangat cantik bahkan dengan riasannya yang berantakan. Xiao Yan masih berpikir bagaimana caranya mendekatinya ketika ia mendengar Jiheng berbicara lebih dahulu.

Air mata di wajah pucatnya belum juga mengering. 

Terdengar entah bagaimana, dingin, Jiheng berkata pada Xiao Yan: “Kau pikir aku lucu, kan? Tahun itu juga begini ketika bersama Minsu; masih seperti ini juga hari ini dengan Dijun. Kau pasti meremehkanku, kan?

Xiao Yan merasa tersanjung dan entah mengapa terkejut karena Jiheng mempedulikan pendapatnya soal Jiheng. Ia tidak mampu menahan kesenangannya sesaat ketika sudut bibirnya secara tidak sengaja berkedut ke atas sejauh tiga derajat. Penampilan ini di mata Jiheng tidak ada bedanya dengan ejekan.

Jiheng menundukkan kepalanya dan menatap tangannya. 

Akhirnya ia berkata, “Kau memang berpikir kalau aku menggelikan. Kau tetap tinggal untuk membawaku pulang, tetapi sebenarnya kau tinggal untuk mengolok-olok diriku? Jika kau sudah melihatnya dan cukup tertawanya, pergilah! Aku sendiri juga menganggap diriku menggelikan.”

Jiheng mengatupkan bibirnya erat-erat dan tidak berkata apa-apa lagi. Ia terus mengatakan dirinya menggelikan, membuat hati Xiao Yan terbebani.

Xiao Yan merasa sedikit tersinggung, tapi juga sedikit marah. Meskipun ia tahu, Donghua dan Fengjiu sampai di titik ini karena usahanya, dan itu pula yang diinginkan Xiao Yan, menyakiti Jiheng bukanlah sesuatu yang diharapkannya.

Ini, tentu saja, bukanlah salah Xiao Yan. Fengjiu adalah temannya, ini pun bukan salahnya. Kalau begitu, hanya bisa jadi salahnya Donghua.

Mata Xiao Yan terbakar terang. 

Ia mengepalkan tangannya dan dengan marah memberitahu Jiheng: “Tidak ada hal yang perlu ditertawakan darimu. Seribu kesalahan semuanya adalah salah Muka Es. Dialah yang berjanji menikahimu, walaupun dengan pergi di hari pernikahan, kau mungkin membuatnya tidak senang, tetapi kau sudah cukup merendahkan dirimu, tetapi ia masih tetap tidak mengubah pikirannya. Keterlaluan sekali dia! Kau tidak perlu disakiti olehnya!”

Di sini, Xiao Yan merasa ini waktu yang tepat untuk mengambil keuntungan di sudut dan menambahkan tergesa: “Orang tua ini ... maksudku, aku pernah mendengar sebuah puisi indah dari dunia manusia: ‘Lepaskan memori masa lalu, hargai yang ada di depan mata.’ Kau juga harus mengalihkan pandanganmu dari Muka Es dan beralih pada orang lain.”

Saat Xiao Yan selesai, ia melihat ke arah Jiheng dengan tatapan mata penuh cinta, selagi berkata dalam hati apakah ia mengingat baris puisi itu dengan benar. Sulit sekali menjadi puitis seperti ini, sayangnya, Jiheng tidak memperhatikannya.

Jiheng hanya diam saja selama beberapa saat lalu kemudian mendadak berkata pada Xiao Yan: “Aku bukanlah adik kandung Xuyang. Ayahku sebenarnya adalah seekor ular air dari Gunung Baishui. Kau mungkin pernah mendengar namanya, ia adalah prajurit paling ganas di bawah komando Dijun di zaman prasejarah—Menghao.”

Air mata perlahan turun dari wajahnya. Jiheng terdengar parau. Xiao Yan menatapnya kosong, tidak mengerti mengapa Jiheng mendadak membawa masalah sejarah keluarganya di saat begini.

Adik perempuan Xuyang bukan adik kandungnya, ini memang cukup menjengkelkan. Biasanya, Xiao Yan akan sangat berminat, namun saat ini ia masih menunggu reaksi Jiheng atas pengakuan cintanya, lalu Jiheng memberitahunya sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya. 

Xiao Yan merasa sedikit sakit, apakah ia sedang diabaikan?

Tentu saja Xiao Yan pernah mendengar ketenaran Menghao. Selama masa Donghua menyatukan keenam dunia, ia merupakan kepala pasukan, seorang bawahan di bawah takhta Donghua, penyiasat perang yang duduk di dalam tenda perangnya dan masih dapat memenangkan perang dari ribuan mil jauhnya; ia yang sangat dihargai oleh Donghua.

Setelah itu, ketika Donghua pensiun di Istana Taichen, Menghao dan jenderal lainnya pun ikut menyendiri.

Namun, dalam legenda, tempat yang dituju bagi para jenderal yang pensiun ini adalah pegunungan terbaik yang ada di Dunia Bawah. Mengapa hanya Menghao Shenjun yang pergi ke tempat terkutuk seperti Gunung Baishui?

Jiheng melihat ke kejauhan dan dengan lambat berkata, “Ayahku jatuh cinta pada ibuku dan berpisah dengan Dijun untuk pergi ke Wilayah Selatan. Tetapi Raja Iblis Merah menggunakan ibuku sebagai umpan dan menjebaknya di Gunung Baishui. Dengan Kunci Naga, Raja Iblis Merah memenjarakan ayahku di dalam danau putih dimana ia tetap berada di sana sebagai penjaga tanaman Longnao selama berbulan-bulan, tahun demi tahun. 

"Ibu tidak pernah memberitahuku tentang hal ini. Kemudian, tiga ratus tahun yang lalu, ketika Kakak menghukum Minsu ke Gunung Baishui, aku menyusup ke sana untuk menyelamatkannya dan itulah bagaimana aku bisa mengetahuinya.”

Secara perlahan, Xiao Yan jadi tertarik pada cerita ini dan melupakan sejenak kesedihannya selagi ia terus mengangguk mendengarkan perkataan Jiheng. Pantas saja tidak ada yang mengetahui keberadaan Menghao Shenjun setelah ia pergi menyendiri.

Ternyata si jenderal yang tenar itu mengalami kekalahan karena seorang wanita. Memang sebuah kasus penderitaan kekalahan akibat cinta.

Mata kosong Jiheng memunculkan sakit yang ditimbulkan oleh kenangan yang lalu: “Demi menyelamatkan Minsu, aku diserang oleh berbagai makhluk beracun di Gunung Baishui. Ratusan dari mereka menggigitiku.”

Saat ini, Jiheng sedikit bergidik. Xiao Yan pun tak dapat menahan untuk tidak bergidik selagi mendengarkan.

“Hidupku sudah ditepi jurang ketika Ayah yang meloloskan diri dari Kunci Naga datang menyelamatkanku,” Jiheng melanjutkan.

“Akan tetapi, ia juga keracunan fatal.” 

Jiheng tersedak air matanya: “Sebelum Ayah meninggal, kami bertemu dengan Dijun. Ayah mempercayakan diriku pada Dijun, memohon padanya untuk menjagaku dan merawat racun Qiushui di dalam tubuhku.”

Tanpa melihat ekpsresi Xiao Yan yang terkejut, Jiheng melanjutkan: “Ayah tahu aku mencintai Minsu, tetapi ia berpikir kalau Kakak Xuyang akan selicik ayahnya. Meskipun aku menyelamatkan Minsu, itu tetap saja sebuah perangkap yang tak punya harapan karena Minsu pasti akan dibawa kembali.

"Ayahku meminta Dijun menikahiku agar Kakak lengah. Kemudian aku dapat mengambil kesempatan dari waktu dua bulan persiapan pernikahan untuk mempersiapkan jalan kabur kami. Ayah menduga jika aku kembali, tak peduli kemana pun diriku pergi, kakakku pasti akan lebih ketat lagi menjagaku, jadi hanya sebuah pernikahanlah yang dapat menolongku.

"Ia memohon pada Dijun untuk menikahiku malam itu untuk menjadi tameng bagiku dan Minsu agar dapat melarikan diri.”

Jiheng mendongak menatap Xiao Yan. 

“Dijun selalu menghargai orang-orang yang bertarung bersamanya selama masa prasejarah. Jadi ketika ayahku memintanya untuk melindungiku di masa sekaratnya, Dijun menyanggupinya.”

Suara Jiheng terdengar makin parau, matanya dipenuhi kesedihan, bersimbah air mata seraya melanjutkan:

“Bahkan Zhonglin, pelayan paling setia Dijun selalu merasa aku harus membalas kebaikan yang diberikan Donghua padaku. Ketika Dijun datang ke Lembah Fanyin untuk mengajar, Zhonglin sering mengizinkanku untuk mengurusi kebutuhan Donghua.

"Kalau bukan karena itu, aku tidak akan jatuh cinta lagi. Selama dua ratus tahun ini, aku tenggelam semakin dalam tiap harinya hingga di situasi menyedihkan ini. Dalam dunia ini, tak ada yang lebih mudah daripada mencintai Dijun, namun tidak ada yang lebih sulit dari menerima cintanya. Di Jiuchongtian, Zhonglin sangat perhatian padaku, tetapi belakangan ini aku tidak bisa tidak membencinya.”

Jiheng mengubur wajahnya ke dalam telapak tangannya, air mata merembes melalui jemarinya. 

“Melihat lagi ke belakang, Zhi’he dan aku tidak ada bedanya, tetapi yang menggelikan, aku dulu membencinya. Bagi Dijun, ada dua macam wanita di dunia ini: seseorang yang dapat menjadi ratunya, dan orang lain.

"Ada kalanya ketika aku bertanya-tanya mengapa Dijun tidak menjadikanku sebagai orang istimewa itu. Namun, hari ini aku akhirnya mengerti, sebenarnya tidak ada yang namanya karma dan sebab akibat, semuanya tentang keberuntungan dan kesempatan.”

Xiao Yan terdiam. Kebanyakan hal yang dikatakan oleh Jiheng jauh berbeda dari apa yang diketahuinya. Membuatnya sangat bingung. Ia pikir ia harus meluruskan pikirannya sejenak.

Siang hari, hujan salju yang sepi menyelimuti langit. Pepohonan pinus yang hijau berdiri tegak seolah mereka telah hidup selama ribuan tahun. Akhirnya, Jiheng menengadahkan kepalanya. Wajahnya tak lagi terlihat penuh penderitaan, namun rona wajahnya masih tetap pucat.

Jiheng memberitahu Xiao Yan lemah: “Aku memceritakan sebanyak ini padamu hari ini karena aku berharap kau akan melepaskan perasaanmu padaku.”

Jiheng menggantungkan kepalanya dan berkata, “Kau pasti berpikir aku menggelikan karena sampai pada kesimpulan ini setelah berpikir sekian lama?”

Jiheng mengepalkan tangannya, kuku-kukunya sepertinya menusuk hingga ke telapak tangannya, namun suaranya tetap ringan. 

“Karena aku menyukai Dijun dan bertahan lebih dari dua ratus tahun, aku masih ingin mencoba mendapatkan cinta ini. Siapa yang dipilih Dijun masih belum pasti.”

Xiao Yan memperhatikan telapak Jiheng yang berdarah dalam diam. Ia ingin menggenggam tangan itu, namun memutuskan sebaliknya. Ia merenung sejenak dan mendadak mengerti maksud Jiheng.

Dijun tidak menyukai Jiheng, tetapi meski Jiheng sedih, ia masih berniat untuk bertarung dalam pertempuran itu lagi. Ini sangat mengejutkan Xiao Yan.

Di satu sisi, Jiheng begitu cantik hingga sangat menggelikan rasanya jika Muka Es tidak menyukainya. Di sisi lain, intuisinya memberitahu Xiao Yan bahwa ini hal yang baik. Hatinya tiba-tiba terasa ringan. Jalan untuk mengejar Jiheng tampaknya jadi jauh lebih lancar dalam satu malam.

Jika memang ini masalahnya, Xiao Yan tidak perlu terburu-buru. Jika Jiheng tidak memperhatikannya, ia dapat menunggu. Semakin cantik seseorang, semakin mudah baginya untuk merasa kacau. Tetapi tak seorang pun tetap kacau selama hidupnya.

Akan tetapi, Jiheng begitu cantik. Bagaimana kalau ia tetap kacau terlalu lama? 

Xiao Yan sedikit ragu. Ia menggaruk kepalanya. Ia sendiri saja kacau, tampaknya ia tidak dapat membantu Jiheng yang sedang kacau.

Kalau Jiheng bertekad ingin memenangkan Donghua kembali, tidak ada yang perlu dikhawatirkan akan terjadi untuk sekarang. Xiao Yan juga butuh waktu untuk dirinya sendiri.

***

Menatap cahaya bulan dari pegunungan di timur, kalau Xiao Yan tidak salah, beberapa jam telah berlalu. Ia bertanya-tanya apakah Muka Es sudah membawa Fengjiu keluar atau belum. Ia mengernyit memikirkan ini, kemudian dengan tergesa berlari menuju Mata Air Jieyou untuk mencari mereka.

Ketika Xiao Yan tiba di mata air itu, ia tercengang pada apa yang dilihatnya. Ia ingat bahwa ketika mereka berada di Mata Air Jieyou pertama kali, semuanya terbaring runtuh, air di sana juga berlumpur.

Hanya selang beberapa jam berlalu dan di atas tanah tenang sekarang terbentuk sebuah danau, yang mengelilinginya adalah empat ular piton dan Mimpi Aranya. Ternyata Lembah Fanyin memiliki bagiannya dari jagoan yang dapat diandalkan.

Xiao Yan mengendarai awan ke dalam udara dan melihat siapa si jenius ini. Si jenius ini adalah Pangeran Ketiga.

Di atas ombak bergelombang terdapat satu set meja dan bangku marmer, juga sebuah permainan catur yang hampir selesai. Pangeran Ketiga sedang memegang sebuah batu catur selagi bercakap santai dengan Meng Shao. Gelombang dahsyat ini berbaring jinak di bawah kaki Liansong seperti burung elang yang sudah dijinakkan.

Xiao Yan melongo selama beberapa saat selagi ia mengingat-ingat Pangeran Ketiga dari Klan Langit merupakan Dewa Air dari Keempat Lautan. Bicara secara logis, tidak hanya ia mampu memindahkan danau yang menjadi tempat medan pelindung yang memerangkap Donghua dan Fengjiu dalam waktu singkat, bahkan sepuluh danau pun bukan apa-apa bagi seorang dewa air yang bertanggung jawab atas keempat lautan.

Hanya saja, Xiao Yan selalu melihat Liansong berpakaian begitu mewah, ia mengira nepotisme dimainkan ketika Tianjun memberikan Liansong gelar ini. Kini ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Liansong memang berbakat.

Xiao Yan terbang menuju gelombang itu dan mendengar Meng Shao melaporkan pada Liansong: “Walaupun memungkinkan untuk menyelamatkan seseorang dengan memasuki mimpi itu sesuai dengan legenda, pada kenyataanya, aku dengar bahwa mimpi itu mengandung mara bahaya yang tidak dapat diprediksi.

"Dilaporkan, ada seseorang yang juga memasuki mimpi itu namun tidak mengetahui peraturan yang tidak memperbolehkan ilmu sihir. Tak hanya ia tidak mampu menyelamatkan temannya, ia juga membuat mimpi itu hancur dan berakhir pergi menuju alam baka bersama dengen orang yang ingin diselamatkannya ...”

Meng Shao menyatukan alisnya dan menurunkan suaranya untuk membisikkan: “Aku sangat khawatir. Sihir Dijun sangat luar biasa, tetapi Mimpi Aranya tidak mentoleransi sihir yang kuat. Kesempatan dari seluruh masalah ini memang sudah kecil sejak awal. Mereka sudah berada di dalam sana cukup lama. Aku hanya takut masa depan Dijun dan Putri Jiu’ge lebih suram daripada bagus.”

Xiao Yan tersandung ombak dan hanya mendengar beberapa kata pertama Meng Shao. 

Dengan marah Xiao Yan berkata, “Bukankah Muka Es bilang ia pasti akan membawa Xiao Jiu keluar?”

Xiao Yan menambahkan kesal: “Mimpi macam apa ini? Kalian semua melindunginya selayaknya sebuah telur bercangkang lembut yang tak dapat disentuh. Dari apa yang kulihat, karena ini sudah buruk tak peduli jalan mana yang kita pilih, kenapa kita tidak menghancurkannya dengan sebuah palu dan melihat apakah mereka sudah mati atau masih hidup.

"Selain sihirnya yang mendalam, tidak ada hal bagus mengenai Muka Es. Sihirnya dapat digunakan untuk melindungi Xiao Jiu ketika mimpinya runtuh. Muka Es sudah hidup begitu lama, aku tidak melihat adanya perbedaan bagi dirinya kekurangan beberapa tahun demi mendapatkan uang!”

Perkataan Xiao Yan membuat Meng Shao membalas. 

“Karena sihir Dijun tidak berguna di dalam Mimpi Aranya, dibandingkan keduanya sekarat di dalam mimpi, walaupun cara ini cukup putus asa, paling tidak ini mungkin ... bekerja.”

Meng Shao telah mengikuti pertemuan kerajaan selama lebih dari satu abad, pengamatannya sedikit lebih baik daripada Xiao Yan. 

Walaupun ia merasa jauh lebih mengkhawatirkan Fengjiu, melihat kalau Liansong tampaknya mempercayai Donghua, ia pun menambahkan: “Tentu saja, semuanya tetap diputuskan menurut Yang Mulia.”

Satunya berbicara berdasarkan kecemasan, yang lainnya berdasarkan kebencian. Dibandingkan dengan keduanya, Pangeran Ketiga tidak bergerak dan sangat tenang.

Liansong mulai mengumpulkan bidak catur dan berkata santai, “Bagaimana kalau kita bertaruh saja? Aku tertarik apakah mimpi ini benar dapat memerangkap Donghua. Tetapi kau bilang, bahwa sihir Donghua tidak dapat digunakan di dalam Mimpi Aranya dan ia tidak punya cara lain. Ini, aku tidak terlalu setuju.”

Pangeran Ketiga memasukkan bidak caturnya ke dalam kotaknya selagi dengan sembarangan menatap Meng Shao dan berkata padanya, “Kau berasal dari sini. Kau pasti pernah membaca satu atau dua buku sejarah selama masa sekolahmu. Jangan bilang kalau kau tidak ingat tertulis dalam sejarah bahwa dalam masa prasejarah, Donghua merupakan pemimpin dari 72 jenderal?”

Meng Shao terlihat kebingungan selagi ia mengangguk. Pertanyaan ini memang muncul dalam salah satu ujian berbulan-bulan yang lalu. Karena Meng Shao tidak lulus, buku itu tetap dalam ingatannya bertahun-tahun kemudian. Jika salah satu dari 72 jenderal yang melayani di bawah Donghua di jaman prasejarah muncul hari ini, tidak ada satu pun yang punya kesempatan. Mereka benar-benar hebat.

Pangeran Ketiga tersenyum sopan. 

“Para jenderal di zaman prasejarah membungkukkan diri pada Donghua karena ia hebat dalam bertarung, namun, baginya untuk duduk di atas dunia, bukan hanya karena sihirnya yang luar biasa,” Liansong menunjuk kepalanya, “tapi juga karena ini.”

Ketika Liansong selesai berbicara, ia mengeluarkan tombak Jiyue-nya untuk menggesturkan taruhan dan tersenyum pada Meng Shao serta Xiao Yan: “Tuan-tuan, taruhan kalian.”

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar