Sabtu, 07 November 2020

3L3W TPB 2 - Chapter 1 Part 1

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2

Chapter 1 Part 1

Angin malam sangat dingin; di atas permukaan berkilauan Rawa Shui’yue terdapat bayangan dari bulan yang bersinar terang.

Pohon Bailu yang berdesakan setinggi langit di sekitar pinggiran sungai. Setiap inci dari hutan suci ini diselubungi dengan sebuah kesedihan yang dingin.

Pada pandangan pertama, pemandangan ini tidak ada bedanya dengan masa sekarang. Namun, karena salju turun terus-menerus di Lembah Fanyin, Rawa Shui’yue, menjadi bagian terluar dari Ibu kota, seharusnya juga diselimuti dengan gundukan salju yang tebal. Tetapi tdak terdapat sebutir pun salju pada pemandangan kali ini. Sebab, ruang ini sebenarnya adalah sebuah mimpi. 

Mimpi Aranya.

Walaupun mimpi ini sama dengan Lembah Fanyin seperti sebuah bayangan di atas permukaan air, Lembah Fanyin yang asli terhubung dengan dunia luar yang besar, merentang hingga ke perbatasan tak terhingga.

Tempat ini, di lain pihak, tidak lebih dari satu sudut yang terperangkap di belakang sebuah tembok. Sudah lebih dari tiga bulan semenjak Donghua dan Fengjiu terperangkap di dalam sel ini.

Saat Fengjiu memasuki dunia mimpi ini, perisai pelindung yang diciptakan olehnya dari energi abadinya yang tersisa telah hancur. Setelah penempaan dirinya selama 30.000 tahun habis, tubuhnya sedikit demi sedikit melemah, dan ia menjadi tiada bedanya dengan nyawa manusia biasa.

Ketika hujan maka itu akan turun. 

Tanpa diduga, Mimpi Aranya merupakan sebuah tempat yang penuh dengan sentimen yang jahat. Pikiran jahat ini melahirkan begitu banyak iblis kecil yang hidup dengan menggunakan aura kehidupan manusia. Fengjiu merupakan makanan lezat bagi para iblis kelaparan ini.

***

Saat Donghua berhasil melewati ular piton untuk meraih Fengjiu, wajah seputih saljunya telah benar-benar memucat. Melihatnya dalam keadaan seperti ini, pikiran Donghua mendadak jadi kosong.

Donghua selalu tahu kalau Fengjiu adalah pembuat onar, tetapi ia tidak menyangka Fengjiu akan segegabah ini. Donghua meninggalkan Kurungan Tiancang pada Fengjiu karena ia pikir kalau ia masih dapat menjamin keselamatannya tak peduli mara bahaya apa pun yang dialaminya.

Rupanya, Donghua tidak mempertimbangkan dengan saksama. Ia tahu kalau Fengjiu sangat gigih tentang mendapatkan buah Saha, tetapi menurut buku-buku yang diberikan Zhonglin padanya, Fengjiu sudah pernah melakukan hal memalukan lainnya hanya demi memuaskan kerakusannya.

Dikatakan bahwa Qingqiu menderita kegagalan pangan suatu tahun saat Fengjiu masih muda, dan pohon biwa di kerajaan tidak dapat berbuah. Meskipun demikian, di belakang rumah Fengjiu, berdiri sebatang pohon biwa besar yang berbuah besar dan manis.

Di dekatnya tinggalah seekor serigala kecil yang rakus. Setelah serigala itu mencuri beberapa buah biwa darinya, Fengjiu memburunya tanpa henti selama tiga tahun penuh.

Karena catatan sebelumnya seperti ini, ketika Donghua bertanya pada Fengjiu apa yang dibutuhkan Fengjiu dari buah Saha itu, dan ia menjawab hanya ingin mencicipinya, Donghua langsung mempercayainya.

Terlebih lagi, Donghua menyadari kalau ia semakin tidak menyukai melihat Fengjiu bersama-sama dengan Yan Chiwu belakangan ini. Tentu saja Donghua jauh dari kata bahagia.

Jadi, malam ketika Jiheng datang dan memohon padanya untuk buah Saha ini, berkata kalau hanya buah ini yang dapat membantunya menyembuhkan racun Qiushui dalam tubuhnya dan berharap Donghua dapat mengabulkan permintaan ini, Donghua pun tidak terlalu mempertimbangkannya dan langsung menyetujuinya.

Bukan suatu hal yang memerlukan pertimbangan ekstra, pikir Donghua. 

Pada saat itu, Donghua sibuk dengan hal lain: bagaimana caranya ia mengatasi Yan Chiwu tanpa menodai pedangnya?

Sungguh bukan hal yang mudah membuat Yan Chiwu menghilang sepenuhnya dari sisi Xiao Bai tanpa membuatnya curiga.

***

Fengjiu selalu istimewa bagi Donghua. Namun, sekian lamanya Donghua tidak pernah mempertanyakan perasaannya, atau mungkin ia tidak punya waktu dan usaha untuk mempertanyakannya.

Terlebih lagi, hal semacam ini berbeda dari menambahkan cacatan pada kitab Buddha. Terkadang, tidak mencoba mengerti mungkin justru akan membawanya pada jawaban. Terkadang, itu semua tentang takdir.

Donghua secara terkejut menyadari apa itu takdir di hari berjalannya kompetisi.

Waktu itu, duduk di teras yang tinggi, Donghua mendongak dan melihat Fengjiu melempar teman sekelasnya dari tiang salju hanya dengan beberapa jurus.

Ketika Fengjiu menyarungkan pedangnya kembali ke sarungnya, bibir semerah cerinya diam-diam membentuk lengkungan menjadi sebuah senyum tersembunyi dengan mudahnya yang membuat Donghua memikirkan posisi ratu Fengjiu di Qingqiu untuk yang pertama kalinya.

Pada saat itu, dalam benak Donghua muncul empat kata: 'duan zhuang shu jing' (端莊淑 
靜)
.

‘Terhormat’ dan ‘Pendiam’, ada juga waktunya Fengjiu dapat bertingkah seperti ini? Ini merupakan sebuah penemuan baru bagi Donghua, penemuan yang menarik, sejujurnya.

Seorang pelayan Biyiniao yang gugup memberikan Donghua secangkir teh hangat. Donghua mengangkat tangannya untuk menerima teh itu dan menyesapnya sedikit. Di saat ia melirik kembali, Fengjiu telah berhenti tersenyum.

Seolah Fengjiu merasa senyumnya tidak pantas. Selagi tidak ada yang memperhatikan, Fengjiu mengigiti bibir bawahnya pelan, kemudian menatap ke sekitar seolah ia takut ada seseorang yang melihatnya.

Karena bibir Fengjiu terlihat menggoda, gigitan ringan itu meninggalkan lekukan pucat yang secara bertahap merona menjadi merah muda kembali layaknya putik gading di awal musim salju.

Menopang dagu dengan telapak tangannya, Donghua mendadak merasa jikalau ia harus memilih seorang ratu, Fengjiu bukanlah pilihan yang buruk.

Donghua membeku sesaat ketika ide ini mendatanginya. Kemudian ia mempertimbangkanya dengan saksama.

Tidak, bukannya Fengjiu pilihan yang tidak buruk. Malahan, harusnya dikatakan bahwa di seluruh dunia ini, Fengjiu lah satu-satunya yang paling cocok. Dengan kata lain, ia adalah satu-satunya yang dapat disukai oleh Donghua.

Saat pemikirannya mencapai titik ini, Donghua menyadari arti dibalik tindakannya belakangan ini. Ternyata, ia memikirkan masalah ini sedemikian rupa, memikirkan Fengjiu dalam konteks semacam ini.

Ternyata Donghua menyukai Fengjiu.

Namun, mengapa dari ribuan orang, Donghua hanya menyukai Fengjiu? Ia merenunginya sekian lama dan pada akhirnya menyimpulkan bahwa ia punya pengelihatan yang bagus.

Karena Donghua memiliki pengelihatan yang tajam, ia dapat menemukan Fengjiu—sebuah permata yang belum diasah.

Donghua ingin menyukai Fengjiu, maka ia pun menyukainya. Untuk mengatakan bahwa perasaan Donghua datang dengan mudah, ada benarnya, tetapi untuk mengatakan perasaan ini tidak datang dengan mudah pun tidak salah juga.

***

Apa pun itu, Donghua hanya perlu berada di sini sekarang dan Xiao Bai akan baik-baik saja. 

Atmosfer dalam Mimpi Aranya tenang, tetapi di luarnya, Lembah Fanyin diselimuti kondisi yang tidak jelas.

Hari itu, Donghua Dijun tanpa ragu menerima petir menggelegar dan guntur yang bergemuruh demi memasuki mantra yang memerangkap Fengjiu. Tindakan Donghua membuat kaget dan bingung keramaian yang bersujud menunggu di luar formasi ular piton.

Keterkejutannya terletak pada fakta bahwa Dijun telah menyendiri selama sepuluh ribuan tahun. Walaupun untuk alasan yang tidak diketahui, ia memberi perhatian istimewa pada Lembah Fanyin dan datang mengajar secara berkala, ia tidak pernah sekali pun menggunakan kekuatannya selagi ia berada di dalam lembah.

Di masa lalu, Dijun telah mengayunkan pedangnya di puncak dunia yang tidak kekal dengan sebuah arogansi yang penuh keberanian. Bayangan ini sesungguhnya hanya dikisahkan dalam legenda; tidak ada satu pun yang pernah benar-benar membayangkan bagaimana wujud Donghua bahkan dalam mimpi mereka.

Tujuh puluh tahun yang lalu, Dijun juga tidak muncul ketika perang mewalan Klan Setan. Untuk alasan apa ia tanpa ragu melepaskan energi abadinya hari ini demi memasuki mimpi itu?

Ini memang sangat mencengangkan.

Di antara para bangsawan yang bersujud, ada beberapa yang pernah mendengar rumor soal Dijun dengan Jiheng. Mereka tadinya bertanya-tanya apakah ada suatu kisah yang tak diketahui antara Donghua dengan si musisi. Tetapi, bagaimana itu bisa menjelaskan adegan hari ini?

Ini memang sangat meragukan.

Setelah beberapa saat tercengang dan meragu, para dewa-dewi kecil ini mendadak mendapatkan pencerahan. Hanya langit biru di atas sana yang dapat dibandingkan dengan kebesaran Dijun.

Hanya cahaya matahari dan bulan yang digabungkan barulah dapat bersinar layaknya rahmat milik Dijun. Bagaimana mungkin seorang yang agung dan berbudi luhur ternoda oleh debu duniawi?

Jiheng bersama dengan Jiu’ge yang sedang berada dalam bahaya sudah pasti tidak punya hubungan dengan Dijun. Sang Raja mempertaruhkan semuanya demi menyelamatkan Putri Jiu’ge semua karena kebaikannya, kebaikan dari seorang dewa yang terhormat.

Bagaimana mungkin mereka berani menghamburkan pikiran kotor mengenai kemuliaan dan budi luhur Dijun dengan pikiran vulgar mereka? Mereka merasa begitu malu, sangat amat malu.

Di satu sisi, mereka bercermin dari kevulgaran mereka; di sisi lain, mereka melihat ada bahaya yang tak terlihat jelas, yang ada di dalam medan pelindung itu. Setelahnya, mereka mengusap mata mereka.

Mereka disuguhi pemandangan dari Raja yang agung dan murah hati, yang terluka begitu parah, tanpa tergesa mengangkat tangannya ke arah wajah Putri Jiu’ge. Hati memalukan mereka pun berdetak kencang.

... Mungkinkah ini cara seseorang mewujudkan rasa perhatiannya pada seorang junior?

Tetapi baru saja sedetik berlalu ketika mereka mengucek mata mereka lagi, berusaha untuk melihat, selagi Dijun dengan pasti membantu Putri Jiu’ge menyingkirkan rambutnya yang berantakan.

Donghua mengamati sang putri sejenak lalu  dengan lembut menariknya ke dalam pelukannya. Lagi, hati mereka yang malu-malu berdetak lebih kencang.

... Mungkinkah ini adalah cara seseorang mewujudkan perhatiannya pada seorang junior belakangan ini di Jiuchongtian?

Namun, langsung setelahnya, mereka mengusap mata mereka penuh semangat untuk melihat bibir Dijun menyentuh kening Putri Jiu’ge. Ada jeda sejenak, seolah Dijun sedang menenangkan Putri Jiu’ge, kemudian lengan Dijun mengetat di sekitar sang putri ...

Rasa malu yang dirasakan oleh para bangsawan yang bersujud pun lenyap seperti awan tipis. Mereka menahan napas, jantung mereka berdebar dengan kencang.

Ini, mungkinkah hati Dijun telah goyah? Hati Yang Mulia, sang Raja dapat goyah? Hati Yang Mulia sang Raja tengah goyah kebingungan dan mereka menangkapnya sedang beraksi? Mereka sungguh mendapatkan jackpot hari ini!

Apa yang terjadi setelahnya tidak ada satu pun yang tahu. Selagi mereka tengah merasa kesenangan, awan tebal muncul entah dari mana, menutupi medan pelindung di Mata Air Jieyou.

Di depan mata mereka hanya tampak kepekatan sehitam tinta. Saat awan hitam itu menyusut, Dijun dan sang putri tidak lagi terlihat di dalam medan pelindung. Hanya keempat ular piton yang tertinggal, berusaha keras menjaga lingkup kristal rapuh itu, tak sekali pun berhenti mengeluarkan asap beracun.

Di dalam mata ular-ular piton itu terdapat baik kemarahan, juga kesedihan. Mereka menatap intens ke dalam medan pelindung seolah mereka sedang menunggu Aranya untuk muncul lagi di dalam cahaya biru terang itu.

Air mata merah mengalir menuruni mata seperti lonceng tembaga itu, seolah-olah mereka telah menunggu lama, sangat lama. Mereka terlihat begitu menakutkan, tetapi juga patut dikasihani, entah bagaimana tampak menyedihkan.

***

Dengan Dijun berada di dalam, Liansong sudah tentu menjadi orang dengan peringkat tertinggi di antara semuanya yang berdiri di luar. Ratu Biyiniao bersama dengan pejabatnya mendongak menunggu keputusan Liansong.

Pangeran Ketiga memejamkan matanya sejenak lalu mengetukkan kipas ke telapak tangannya: “Kalian telah bersujud di sini cukup lama, aku yakin semuanya sudah lelah. Bagaimana kalau kalian kembali untuk sekarang. Akan tetapi, ingat baik-baik, kalian tidak melihat atau mendengar apa pun hari ini. Jika secara kebetulan aku mendengar sesuatu diulangi, konsekuensi dari kesalahan itu ...”

Liansong menaikkan alisnya dan melihat ke sekitar, “... takutnya harus ditanggung oleh seluruh klan.”

Perkataan Liansong sopan, tetapi dalam kelembutan itu tersembunyi pedang. Memang beginilah cara Pangeran Liansong mengatasi masalah.

Sang Ratu dan pejabatnya membungkuk menerima perintah Liansong. Mereka gemetaran saat berdiri, dan setelah cukup jauh, masih juga tidak berhenti gemetaran.

Liansong Jun memiliki reputasi sebagai seorang playboy dan sering kali disalahartikan sebagai seseorang yang tidak dapat dipercaya, namun bagi mereka yang berasal dari generasi yang lebih tua di seluruh daratan, semuanya tahu bahwa kapan saja terjadi hal genting, Pangeran Liansong jauh lebih baik dalam membuat keputusan daripada ayahnya.

Di antara ketiga putra Tianjun, yang paling dikenal adalah pangeran kedua, Sangji, yang paling cerdas dan berbakat. Itu karena ketika Sangji dilahirkan, 36 burung lima warna dari Gunung Junji terbang melambung tinggi hingga ke langit, mengelilingi kamar Ratu Langit dan menari selama 81 hari.

Tetapi bagi para pendukung Pangeran Liansong, merasa bahwa kecerdasan pangeran ketiga bahkan jauh lebih luar biasa ketimbang milik pangeran kedua. Hanya kebetulan saja, pangeran ketiga dilahirkan di bawah laut; pertanda baiknya adalah ikan yang berenang dalam air, bukannya burung yang berterbangan di langit.

Ditambah lagi, ketika pangeran ketiga dilahirkan, banjir besar yang memberikan Tianjun sakit kepala di masa itu tiba-tiba saja surut; ini pun merupakan suatu bukti dari kelahiran fenomenal pangeran ketiga.

Pangeran ketiga tidak memiliki pengaruh yang sama layaknya pangeran kedua, tetapi itu semua karena Pangeran Ketiga adalah orang yang rendah hati—ia tidak ingin bersaing dengan kakaknya hanya karena kepopuleran yang tak berarti.

Tentu saja, menjadi seorang pria yang penuh cinta, Liansong tidak begitu mengerti bagaimana kata ‘rendah hati’ itu dituliskan. Menggunakan kata ini untuk mendeskripsikan Liansong merupakan suatu kebohongan sekali.

Tetapi, jika kita membicarakan bakat bawaan, Liansong memang sungguh sedikit lebih baik ketimbang Sangji. Ia tidak bersaing dengan Sangji demi gelar Putra Mahkota di masa lalu karena ia memiliki kebijakan untuk membuat dirinya tampak tak cakap demi menghindari tanggung jawab yang merepotkan. Dengan begitu, hidup ia dapat bahagia dan bebas.

Tetapi memang ada hal-hal tak terduga dalam hidup. Walaupun Liansong telah mencapai penerangan sejak usia muda, siapa di dunia ini yang tidak memiliki beberapa teman? Mempertaruhkan nyawa demi seorang teman dapat terjadi kapan saja.

Terkadang, seseorang tidak dapat melarikan diri dari tanggung jawab. Contohnya, kali ini.

Kali ini, jika Yang Mulia Ketiga tidak ada di sini untuk mengendalikan situasi, jika rumor menyebar bahwa Donghua sedang terluka parah, atau kemungkinan kematiannya, dunia pasti akan terguncang.

Meskipun Donghua telah pensiun dan tak lagi berurusan dengan masalah dunia, selama ia tetap berada di dalam Istana Taichen, ia dapat menjadi penahan bagi Klan Iblis yang tak dapat diatur.

Terlebih lagi, para dewa dari zaman sebelum sejarah telah menyembunyikan terlalu banyak rahasia tentang terciptanya dunia. Liansong, juga, takut kalau saja masa depan Donghua sungguh buruk, ia tidak akan tahu apa yang dapat terjadi sekalinya rumor menyebar.

Liansong menutup kipasnya dan mendesah lemah. Bagi orang biasa, seribu Fengjiu tidak ada artinya bahkan untuk satu jari Dijun. Kata-kata terakhir Dijun juga terlalu acuh. Tampaknya, Dijun tidak tahu bahwa bagi para bawahannya, ini merupakan bisnis yang buruk.

Meskipun demikian, walaupun perintah Liansong dapat membuat klan Biyiniao pergi ketakutan, jika ia ingin mengancam Raja Iblis Yan Chiwu, Liansong masih sedikit kurang.

Menurut Xiao Yan, ia tumbuh besar bersama bahaya dan ancaman. Bagaimana mungkin Liansong mengancamnya hanya dengan perkataan saja? 

Terlebih lagi, Liansong terlalu lembut; Xiao Yan sama sekali tidak mendengar hal yang mengancam dari apa yang dikatakannya.

Xiao Yan memang segera pergi, tapi hanya agar ia dapat mengantar Putri Jiheng pulang.

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar