Three Lives Three Worlds, The Pillow Book 2
Chapter 3 Part 3
Ratu Ular merupakan seekor piton berekor putih yang lahir setelah masa prasejarah. Ia menyerap esensi Langit dan Bumi dan tetap di wujud aslinya selama penempaan dirinya hingga ia mencapai keabadian.
Jiuchongtian mengesahkan keabadiannya dan Tianjun sendiri yang menganugerahkannya gelar Yuanjun. Ia kemudian menggunakan gelar Dewi Qishan.
Fengjiu sekarang baru ingat bahwa Dewi Qishan ini tak lain tak bukan, adalah ibu Su Moye.
“Mimpi ini begitu berbahaya, tapi tanpa keraguan kau dengan murah hati memasuki mimpi ini untuk menyelamatkanku. Aku telah banyak salah paham padamu di masa lalu,” Fengjiu berkata dengan sedikit perasaan bersalah.
Senyuman hangat mendadak membeku di wajah Su Moye. Ia menundukkan kepala selagi memperhatikan gelembung teh di dalam cangkirnya.
Akhirnya ia berkata, “Aranya benar-benar adalah muridku. Ia berusia lima belas tahun ketika aku menyelamatkannya dari sarang ular. Aku membesarkannya sendiri hingga ia berusia enam puluh tahun. Meskipun kami tidak berhubungan darah, aku menganggapnya sebagai tulang dari tulangku, darah dari darahku.”
Penggambaran Su Moye membuat Fengjiu terdiam selama beberapa saat. Di antara para pewaris Raja Air Laut Barat, Su Moye merupakan yang paling halus dan penuh petualangan asmara.
Orang-orang menyebut Mo Shao sebagai seorang perayu karena paling tidak, terdapat 800-1000 hati di dalam genggaman tangannya. Meski demikian, orang-orang tidak tahu bahwa ia tidak pernah sengaja memetik bunga-bunga itu.
Mo Shao tidak mendatangi para wanita cantik itu, merekalah yang mendatangi Mo Shao. Itulah mengapa ketika Mo Shao menggunakan ekspresi semacam itu untuk mengatakan ‘tulang dari tulangnya, darah dari darahnya’, sungguh membuat Fengjiu terkejut.
Su Moye melirik Fengjiu, mengelus seruling di telapak tangannya kemudian menambahkan: “Karena aku ada urusan di Laut Barat, aku meninggalkan Lembah Fanyin selama dua tahun. Ketika aku kembali, gadis ceria yang tadinya hidup hanya meninggalkan sebuah makam berselimut rerumputan. Seluruh klan Biyiniao bersikeras mengatakan Aranya gantung diri ...”
Su Moye pun terjebak keheningan sesaat.
“Selama lebih dari dua ratus tahun, aku telah mencari alasan di balik kematian Aranya, tetapi para Biyiniao ini berhasil menutupi masalah ini dengan rapat. Kemudian, Liansong datang mencariku, meminta bantuanku untuk menyelamatkanmu, memberitahu bahwa kau telah jatuh dalam Mimpi Aranya. Karena ini adalah mimpi Aranya, tentu saja aku ingin datang dan melihatnya sendiri.”
Su Moye melirik Fengjiu dan berkata dengan suara lembut: “Karena itulah, kebetulan saja aku sekalian menyelamatkanmu. Kau tidak perlu merasa berutang apa pun padaku.”
Sebuah senyuman mendadak muncul di atas wajahnya yang tenang: “Lagipula, aku datang kali ini demi meminta bantuanmu soal sesuatu.”
Fengjiu mendongak dan memperhatikan Su Moye. Orang-orang bilang temperamen Su Moye sering penasaran, komentar ini tentu saja tidak salah.
Senyuman Su Moye—jika kau bilang itu hangat, memang hangat; tetapi jika kau bilang itu menyejukkan, memang menyejukkan.
Pada saat ini, jika kau mengatakan senyumannya sepenuh hati, memang sangat sepenuh hati. Lebih hebatnya lagi adalah bagaimana Su Moye dapat mengenakan tiga ekspresi berbeda di saat bersamaan selagi semuanya tampak benar-benar jujur.
Hebat, memang hebat, Dewa Seribu Wajah.
Fengjiu merupakan seorang yang tahu berterima kasih; ia mengangguk serius: “Aku sudah mengambil begitu banyak teh darimu di masa lalu. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan dan dapat kulakukan, aku pasti akan melakukannya untukmu.”
Su Moye tampak puas dengan jawaban Fengjiu.
Ia menyapukan matanya perlahan ke sekeliling mereka dan berkata, “Kau mungkin sudah menyadarinya sendiri bahwa seseorang tampaknya menciptakan keberadaan ini berdasarkan dunia masa lalu Aranya. Setiap orang dan pemandangan yang ada di Lembah Fanyin dulu, sekarang juga akan persis sama. Ditambah lagi, jika seseorang dari Lembah Fanyin masuk ke dunia ini, ia akan menggantikan klon dirinya sendiri.”
Su Moye menunjuk dirinya sendiri: “Contohnya, aku memang Guru Aranya, ‘aku’ yang diciptakan di dunia ini akan langsung menghilang setelah aku memasukinya.”
Fengjiu tergagap: “Jadi, apakah maksudmu aku bergabung dalam tubuh Aranya karena aku adalah Aranya dan sebaliknya?”
Seluruh masalah ini terlalu aneh. Apa yang dapat dirasakan Fengjiu adalah sambaran petir di pikirannya, dan bintang-bintang mulai berputar di depan matanya.
Su Moye memandangi Fengjiu sejenak kemudian menggelengkan kepalanya: “Denganmu, aku menduga bahwa sihir penciptanya tidak cukup ahli dan karena itulah tercipta beberapa gangguan. Kehilangan ingatan asli setelah jatuh ke dalam tempat ini pun merupakan salah satu dari gangguan itu.”
Su Moye melihat keluar jendela: “Jiwa Aranya telah berubah menjadi debu. Bahkan jika semua orang di klan Biyiniao dapat bereinkarnasi, Aranya tidak bisa. Semua orang di sini dapat digantikan dengan orang aslinya, kecuali Aranya.”
Fengjiu merasa hatinya yang tegang pun jadi lebih rileks setelah mendengarkan perkataan Mo Shao. Ia mengikuti pandangan Mo Shao yang kini terpaku pada pohon dedalu yang meratap di luar jendela.
Fengjiu dapat merasakan patah hatinya selagi ia berdeham dan berkata: “Kau bilang kau membutuhkan bantuanku, kita dapat membicarakannya sekarang juga. Apa yang kau butuhkan dariku? Dengan begitu aku juga dapat melihat apa yang perlu kupersiapkan. Setelah aku menolongmu, kita dapat mencari cara untuk keluar dari sini.”
Setelah sekian lama, Su Moye menjawab samar: “Pada pandangan pertama, dunia buatan ini tidak ada bedanya dari Lembah Fanyin di tahun itu. Namun, setelah digerakkan, tidak lagi berhubungan dengan Lembah Fanyin. Mungkin, orang yang membuat dunia ini ingin mengulang tragedi yang terjadi tahun itu dengan menemukan sebuah akhir yang bahagia di lingkungan ini.”
Su Moye menatap Fengjiu: “Aranya gantung diri; entah apakah ada akhir bahagia atau tidak, itu tetaplah sebuah kebohongan. Sekarang, karena kau di sini dan memainkan peran Aranya, aku harap kau dapat meniru tindakan Aranya dulu sehingga dunia ini dapat mereka ulang kejadian masa lalu Lembah Fanyin, agar aku bisa menemukan kenyataan di balik kematian Aranya.”
***
Masalah yang ingin dimintai bantuan dari Fengjiu oleh Su Moye cukup mudah. Ada beberapa kejadian besar dalam kehidupan Aranya yang memberikan sumbangsih pada kematiannya.
Apa pun yang dipilih Aranya ketika itu, Fengjiu hanya perlu melakukan pilihan yang sama. Su Moye tahu bahwa Fengjiu adalah seorang yang berjiwa bebas. Kecuali dari kejadian besar, ia membiarkan Fengjiu melakukan apa pun yang diinginkannya.
Fengjiu dapat melihat bahwa, meskipun Raja dan Ratu Biyiniao, dengan kata lain, orang tua kandungnya, tidak memperlakukan putri mereka dengan sangat baik, mereka tampaknya memandang tinggi Su Moye. Dengan Su Moye sebagai pilar pengetahuannya, hari-harinya pun jadi santai, menyenangkan, dan bebas.
Hanya ada satu hal yang membuat Fengjiu tidak senang. Para pelayan terus saja ingin membawakan Pangeran Qing ke kediamannya setiap hari, memohon pada Fengjiu untuk berbincang dengannya, menghiburnya, dan memperhatikannya.
Masalah ini memberi Fengjiu sedikit efek sakit kepala. Ia sudah melakukan acara makan ularnya selama setengah bulan secara gigih, tetapi ketika ia meletakkan tangannya di atas kepala Pangeran Qing, Fengjiu masih bergetar hebat.
Bagaimana Fengjiu dengan terbuka menjauhi Pangeran Qing tanpa membuat dirinya dicurigai ... Ini menyebabkan kecemasan pada Fengjiu. Ia tidak tempat berbagi cerita soal kecemasan ini ...
Kemudian, tibalah hari ulang tahun ibu Aranya.
***
Hari ulang tahun Ibu Aranya, Ratu Qinghua, selalu dirayakan secara berbeda. Dikatakan bahwa, Ratu Qinghua adalah seorang wanita yang halus dan berbakat. Sebuah perjamuan biasa dengan penari dan penyanyi tidak akan sesuai dengan seleranya.
Karena ayah Aranya ingin menyenangkan ibunya, ia melakukan perjalanan setiap tahunnya dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Menurut kabar terbaru, Ayah Aranya telah merencanakan sebuah kapal pesiar besar tahun ini untuk membawa ibunya di sebuah perjalanan menuruni selatan. Mereka akan pergi menuju Istana Guanchen di perbatasan selatan untuk menikmati pemandangan bunga-bunga kamelia.
Aranya adalah putri mereka. Walaupun ia tidak terlalu dicintai, namanya masih tetap dimasukkan dalam daftar yang ditugaskan oleh raja.
Fengjiu mengemas beberapa barang dan memikirkan pelayan mana yang akan dibawanya untuk ikut dalam perjalanan menuju selatan. Sementara, Pangeran Qing, ular sepanjang 30 kaki, tentu saja tidak dapat ikut dalam kapal pesiar yang akan berangkat.
Kecemasan yang telah menghantui Fengjiu selama beberapa hari ini benar-benar menghilang. Akhirnya hatinya merdeka.
***
Dua hari sebelum keberangkatan, para pelayan membawakan Pangeran Qing ke kediaman Fengjiu. Pikirannya sekarang rileks, ia mencurahkan perhatian dan kesedihan mendalamnya pada Pangeran Qing tanpa malu-malu.
Bahkan ada dua bulir air mata yang mengalir dari mata Fengjiu. Para pelayan dibuat lebih yakin bahwa Putri mereka masihlah orang yang sama yang selalu mereka layani.
Prilaku dingin sang Putri pada Pangeran Qing pastilah hanya ilusi mereka belaka.
Sayang sekali, Fengjiu terlalu mendramatisir aktingnya. Tepat saat itu juga, Shangjun, yang sudah tidak menginjakkan kakinya di kediaman Aranya selama lebih dari 800 tahun mendadak menganugerahkan kehadirannya di sana.
Shangjun sedang dalam suasana hati yang baik belakangan ini, dan ada kalanya memikirkan putrinya ini, Aranya. Ia merasa sedikit bersalah bahwa ia telah mengabaikan Aranya sehari-harinya. Jadi, Shangjun ingin berkunjung.
Melihat adegan ini tepat ketika ia menginjakkan kaki di kediaman Aranya, Shangjun mengerutkan dahinya sekilas, merenung, kemudian memberikan Fengjiu tatapan kasih sayang.
***
Mereka berangkat di hari ketiga. Fengjiu menatap bagian belakang dari kapal naga ini. Ada sebuah kapal yang lebih kecil, mengikuti tepat di belakangnya. Para pelayan yang mengurus Pangeran Qing mengangkat tirai dan tersenyum pada Fengjiu.
Pangeran Qing juga menjulurkan kepalanya keluar dari balik tirai dan mendesiskan lidahnya dengan sayang pada Fengjiu.
Fengjiu berdiri membeku di tepian, melamun, dan terguncang oleh angin sungai.
Chacha memegangi setumpuk selimut selagi ia menuju ke atas kapal.
Fengjiu akhirnya menemukan kembali suaranya dan bertanya padanya: “Kau mau kemana?”
Chacha berseri-seri: “Apakah Yang Mulia lupa? Pangeran Qing itu pemalu. Sekalinya ia meninggalkan istana, ia butuh Yang Mulia untuk tetap berada di sisinya selama malam hari. Angin di sungai ini kuat, dan hamba khawatir Anda akan kedinginan, jadi hamba sengaja membawakan selimut-selimut ini ke atas kapal.”
Kaki Fengjiu berubah menjadi jeli dan nyaris saja terjungkir balik. Terima kasih pada Su Moye, Fengjiu masih dapat berdiri di atas kedua kakinya.
Ia berpegangan pada tangan Su Moye dan berkata menyedihkan, “Mo Shao, bantu aku. Saat malam tiba, tolong buat aku tidak sadarkan diri, lalu bawa aku naik ke kapal. Aku berterima kasih padamu atas nama seluruh keluargaku.”
***
Malam tiba bersamaan dengan angin yang berputar di atas sungai. Di dalam aula utama kapal, mutiara bercahaya bersinar seterang siang hari. Selusin orang duduk di sekitar meja perjamuan. Di meja tuan rumah terdapat orang tua Aranya.
Di bawah mereka ada tiga putri dan beberapa relasi kerajaan.
Relasi pertama yang ada di meja itu adalah Chen Ye, seseorang yang telah ditemui oleh Fengjiu. Setelahnya, Su Moye.
Ini pertama kalinya Fengjiu dapat bertemu dengan dua putri lainnya, Junuo dan Changdi, Fengjiu mengamati mereka saksama dan melihat bahwa keduanya seputih salju dan secantik bunga yang bermekaran.
Penampilan mereka menggoda, gerakan mereka elegan. Meskipun Fengjiu tidak punya banyak kesan dari dunia aslinya, ia menduga, tidak banyak dari orang di Jiuchongtian yang dapat mengalahkan kecantikan mereka.
Fengjiu mendesah; Ratu Qinghua sungguh tahu bagaimana caranya melahirkan anak.
Para penari tengah melakukan pertunjukan di tengah aula selagi Fengjiu melamun. Suara-suara biasa ini masuk ke telinga yang satu, keluar dari yang satunya lagi; ia tidak tahu apa yang sedang mereka nyanyikan.
“Di dalam awan berkabut, adalah dimana letaknya mimpi jauh ditemukan.”
Fengjiu meneguk secangkir sambil termenung, kemudian satu lagi, ingin membuat dirinya mabuk. Tidak hingga Su Moye menepuk kepalanya barulah ia berangsur sadar dari lamunannya.
Seolah sedang mencoba mencari kaktus malam di dalam kabut, Fengjiu menatap para penari cantik dan menelusuri wajah kabur mereka.
Cahaya dari mutiara malam mendadak lenyap dari bagian kanan Fengjiu. Ia berputar perlahan untuk melihat. Di dalam ruangan di mana cahaya dan warna bercampur tak jelas, seorang pria berjubah ungu tiba-tiba saja muncul dan tanpa terburu mengambil tempat di samping Fengjiu.
Pemuda ini membawa aura dingin, kontras sekali dengan warna serta suara di dalam aula. Rambut panjangnya sewarna perak terang, dan di atas keningnya terdapat perhiasan berwarna indigo yang terlihat mahal. Saat wajah dinginnya berbalik menatap Fengjiu, ia merasakan kefamilieran.
Bahkan wajah dingin begini saja mampu membuatnya merasa familier ... Fengjiu dengan lambat merenung, apakah ia sudah minum terlalu banyak malam ini.
Selagi Fengjiu bertanya-tanya siapa pria ini dan mengapa ia bahkan duduk tepat di sebelah, Shangjun di tempat duduknya di atas sana mengambil kesempatan dari pertunjukkan yang sedang terhenti dan tersenyum ke arah keduanya.
Shangjun memproyeksikan suaranya lantang dan jernih: “Aku lihat Xize juga sudah tiba. Aranya sudah minum-minum dengan putus asa, aku cenderung menduga penyebabnya adalah karena keterlambatanmu. Walaupun kau pergi ke gunung kali ini karena penyakit Junuo, sudah cukup lama semenjak kau bertemu dengan Aranya. Mengapa suami istri tidak saling mengobrol sebentar?”
Aula jadi hening sementara.
Pemuda yang duduk di sebelah Fengjiu yang disebut dengan Xize menjawab samar: “Baik, Yang Mulia.”
Fengjiu langsung tersadar.
0 comments:
Posting Komentar